Penyakit refluks asam lambung atau gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah
kondisi ketika asam lambung naik ke esofagus (kerongkongan). Kondisi ini terjadi akibat
melemahnya cincin otot kerongkongan yang berfungsi mencegah makanan kembali ke
kerongkongan setelah masuk ke lambung.
Epidemiologi
GERD merupakan salah satu penyakit gastrointestinal yang paling umum terjadi.
Suatu studi sistematik, prevalensi GERD di Amerika Serikat antara 18,1% hingga 27,8%.
Prevalensi GERD lebih tinggi sedikit pada wanita dibandingkan pria yaitu 16,7% vs
15,4%. Wanita dengan GERD lebih mungkin mengalami nonerosive reflux disease
(NERD) dibandingkan pria esofagitis erosif. Pada laki-laki dengan GERD memiliki insiden
esofagus Barrett’s (23%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita (14%).
Beberapa faktor risiko yang menyebabkan GERD yaitu usia ≥50 tahun, status
ekonomi yang rendah, merokok, konsumsi alkohol berlebihan, hamil, supinasi
postprandial ataupun penggunaan obat seperti antikolinergik, benzodiazepin, NSAID,
aspirin, albuterol dan antidepresan.
Rasa seperti terbakar di dada, biasanya setelah makan dan dapat memburuk di
malam hari
Makanan atau asam lambung naik ke bagian atas lambung
Sensasi mengganjal di tenggorokan
Kesulitan menelan atau perasaan seperti ada benjolan di tenggorokan.
Gangguan pernapasan, seperti batuk-batuk dan sesak napas. Orang yang
memiliki penyakit asma akan sering kambuh ketika gejala GERD kumat.
Suara serak.
Mual dan muntah.
Sakit tenggorokan.
Keluarnya isi lambung tanpa disadari.
Gangguan tidur.
Kerusakan gigi karena sering terkena asam lambung.
Bau mulut.
ANAMNESIS
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi. Palpasi dilakukan terakhir,
dikarenakan palpasi dapat mengganggu bunyi normal abdomen. Pemeriksaan fisik pada
GERD tidak menunjukkan hasil yang spesifik. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain, seperti nyeri epigastrium pada ulkus
peptikum dan nyeri abdomen pada penyakit saluran empedu. Selain itu, refluks asam
juga dapat memicu bronkospasme yang menyebabkan kekambuhan asthma sehingga
pada pemeriksaan fisik menimbulkan wheezing.
Untuk tujuan deskriptif abdomen dibagi menjadi 4 kuadran(LUQ, LLQ, RUQ, RLQ). Bias
dilakukan pemeriksaan fisik abdomen terdiri dari : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan
Auskultasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi pasien
dengan dugaan PRGE.Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai kerusakan
mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan ini merupakan
biopsi.Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan berguna pula untuk
pengobatan (dilatasi endoskopi).
Klasifikasi Los Angeles
Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada
kasus esofagitis ringan.Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE menunjukkan
refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada keadaan yang lebih
berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau
penyempitan lumen.
Tes Provokatif
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE, pH
dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara lain untuk
memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang
mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan
manometrik esofagus.
DD
Diagnosis banding GERD yaitu angina pektoris, akalasia, dispepsia, ulkus
peptik, ulkus duodenum dan pankreatitis.
Tatalaksana
Terapi medikamentosa yaitu dapat diberikan proton pump inhibitor (PPI)
dosis tinggi selama 7014 hari. Jika terdapat perbaikan gejala yang signifikan (50-
75%) maka diagnosis GERD dapat ditegakkan. Dosis yang diberikan dapat
berupa omeprazole 2x20 mg/hari dan lansoprazol 2x30 mg/hari. Setelah
diagnosis GERD, obat dapat diteruskan sampai 4 minggu dan boleh ditambah
dengan prokinetik seperti domperidon 3x10 mg. Jika PPI tidak tersedia, maka
penggunaan H2 bloker 2x sehari seperti cimetidine 400-800 mg atau ranitidin 150
mg atau famotidin 20 mg.
Prognosis
Prognosis GERD umumnya baik bergantung pada kondisi pasien saat
datang dan pengobatannya.
Komplikasi
Komplikasi dari GERD yaitu yaitu esogatitis erosif, striktur esofagus dan
esofagus barret. Esogatitis erosif ditandai dengan erosi atau ulkus pada mukosa
esofagus derajat esofagitis dinilai secara endoskopi menggunakan sistem
klasifikasi esofagitis Los Angeles, yang menggunakan sistem penilaian A, B, C,
D berdasarkan variabel yang mencakup panjang, lokasi, dan tingkat keparahan
kerusakan mukosa di esofagus secara melingkar. Iritasi asam kronis pada
esofagus distal dapat menyebabkan jaringan parut pada esofagus distal yang
menyebabkan pembentukan striktur peptikum. Esofagus barret terjadi akibat
paparan asam patologis kronis pada mukosa esofagus distal. Ini mengarah pada
perubahan histopatologi mukosa esofagus distal, yang biasanya dilapisi oleh
epitel skuamosa berlapis menjadi epitel kolumnar metaplastik.
A. ANATOMI
Saluran cerna bagian atas (SCBA) meliputi esofagus, gaster, duodenum, jejunum
proksimal diatas ligamentum Treitz. 1
Saluran cerna bagian bawah (SCBB) meliputi jejunum distal dibawah ligamentum TReitz,
ileum, kolon, rektum dan anus.1
Pembatas antara Saluran Cerna Bagian Atas dan Saluran Cerna Bagian Bawah adalah
Ligamentum Treitz.1
B. FISIOLOGI
Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus)
adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan,
mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran
darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa
proses tersebut dari tubuh.
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut merupakan
bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk system pencernaan
yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan
dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana
terdiri dari manis,asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di
hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan
(incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian
kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-
bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein
dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan
berlanjut secara otomatis
Tenggorokan (Faring)
Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring
pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian
yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot
rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).1
Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu kardia,
fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi
lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor
pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel lambung dari
kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat
asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang
tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri.1
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara
lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein,
gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan
otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum).1
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir
di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal
berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran
yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus
dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan
masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh
usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhent i mengalirkan makanan.1
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas
jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh
usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan
usus penyerapandigantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam
usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus.1
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan
8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.1
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa
bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari
usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-
bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.1
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke
dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya
dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf
yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi,
sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan
kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan
pengerasan feses akan terjadi.1
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak
yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter.
Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan
fungsi utama anus.
AKTIFITAS SISTEM PENCERNAAN
2. Digesti, memecah makanan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil baik secara
kemis maupun mekanis.
ETIOLOGI
Penyebab perdarahan akut (SCBA) yang ditandai dengan hematemesis dan melena
adalah :
EPIDERMINOLOGI
PATOFISIOLOGI
ULKUS PEPTIKUM
Gangguan keseimbangan antara faktor asam dan pepsin (mukus, bikarbonat, aliran
darah) → mukosa dinding lambung melemah →pecah → perdarahan
Infeksi kuman Helicobacter Pylori → peradangan langsung pada mukosa lambung dan
duodenum → produksi asam berlebih →membebani lapisan mukosa lambung →sakit
maag
Obat-obatan anti inflamasi non steroid (NSAID), misalnya aspirin, ibuprofen, naproxen,
dan diklofenak → Konsumsi dalam jangka waktu yang panjang → merusak lapisan
mukosa →ulkus peptikum
Ulkus gaster
Definisi
Ulkus gaster atau yang dikenal sebagai ulkus peptikum merupakan hilangnya lapisan
mukosa dan submukosa dari gaster yang mencapai ke dalam 5 mm. Ulkus gaster
menyebabkan hilangya lapisan mukosa lambung karena berkurangnya sekresi asam
lambung atau pepsin sebagai pelindung lambung. Kerusakan dari mukosa dapat meluas
hingga sel epitel lambung.
Epidemiologi
Ulkus peptikum masih menjadi masalah global hingga saat ini. Prevalensi terjadinya
ulkus peptikum sebesar 5-10% pada setiap pasien selama masa hidupnya. Prevalensi
terjadinya ulkus peptikum pada negara berkembang sebesar 0.12-1.5%. Berdasarkan
jenis kelamin, ulkus peptikum lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan
wanita. Puncak insidensi terjadinya ulkus peptikum adalah usia 60-70 tahun.
Diagnosis
Diagnosis pada ulkus peptikum ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis penting
ditanyakan mengenai gejala, faktor risiko, riwayat penggunaan obat-obatan,
riwayat makan dan riwayat penyakit sebelumnya. Pemeriksaan fisik ditemukan
adanya nyeri tekan epigastrium dan pada kasus yang berat dapat ditemukan
komplikasi berupa takikardi dan perut terasa seperti papan. Pemeriksaan
penunjang yang harus dilakukan adalah esofagogastroduodenoskopi (EDG) yang
bertujuan untuk mendeteksi lokasi ulkus dan mencari penyebab. Pemeriksaan
lainnya berupa test H pylori yaitu urea breath test. Pada kasus yang dicurigai
disebabkan oleh keganasan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan berupa
biopsi endoskopi.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada ulkus peptikum dapat berupa :
1. Dispepsia fungsional
2. Ulkus duodenum
3. GERD
4. Gastroparesis
5. Penyakit celiac
6. Pankreatitis
Tatalaksana
Tatalaksana pada ulkus peptikum dapat berupa terapi medikamentosa dan
non medikamentosa. Terapi medikamentosa yang dapat diberikan berupa H2
bloker seperti ranitidine 2x150 mg atau famotidin 2x20 mg, kemudian obat proton
pump inhibitor (PPI) seperti omeprazole 2x20mg atau lansoprazole 2x30mg.
Pada ulkus peptikum yang disebabkan oleh H pylori dapat diberikan kombinasi
terapi sebagai berikut :
Prognosis
Prognosis ulkus peptikum biasanya baik jika penyebab dari ulkus peptikum
diketahui dan diberikan tatalaksana secara tepat.Rekurensi pada ulkus peptikum
sebesar 60% tetapi rekurensi dari ulkus peptikum dapat dicegah dengan
menghindari penyebab dan faktor risiko ulkus peptikum.
Komplikasi
Komplikasi pada ulkus peptikum terjadi apabila penanganan tidak adekuat.
Komplikasi yang dapat terjadi berupa :
Epidemiologi
Patofisiologi
Manifestasi klinis
Diagnosis
DD
Tatalaksana
Agen anti sekresi yang dapat diberikan yaitu antagonis reseptor H2 serta
inhibitor pompa proton. Durasi terapi bergantung pada derajat keparahan
penyakit. Pasien ulkus duodenum akibat H.pylori mendapatkan terapi dua
antibiotik dan penghambat pompa proton. Pasien yang mengalami komplikasi
memerlukan perawatan untuk waktu yang lebih lama mencapai 8-12 minggu atau
sampai resolusi ulkus dikonfirmasi dengan endoskopi berulang. Beberapa pasien
memerlukan laparoskopi pada pasien ulkus perforasi dan perdarahan yang tidak
responsif terhadap intervensi endoskopi.
Prognosis
Komplikasi
Obstruksi sistem vena portal → tekanan portal meningkat → pelebaran pembuluh darah
di anastomosis → varises esofagus → dinding varises yang rapuh bisa pecah 15 →
perdarahan
MALLORY-WEISS TEAR
Kenaikan tekanan intragastrik yang tiba-tiba atau prolaps lambung ke esofagus → timbul
laserasi longitudinal di mukosa lambung maupun esofagus → sumber perdarahan
Definisi
Pecah varises esofagus (PYO) adalah perdarahan dari varises esofagus atau gaster
yang telah dikonfirmasi melalui endoskopi. Sekitar 70% perdarahan varises terjadi akibat
komplikasi hipertensi porta pada kasus sirosis hati. Etiologi lain antara lain vaskulopati
hipertensif atau lesi Mallory-Weiss. Bab ini akan dibahas terutama mengenai PYO akibat
sirosis hati. Disebut perdarahan varises akut, apabila episode terjadi dalam 48jam
(dihitung dari waktu nol, TJ tanpa bukti perdarahan yang bermakna antara waktu ke24
dan ke-48. Sementara disebut perdarahan ulang varises, apabila terjadi hematemesis
melena baru setelah periode 48 jam atau lebih (dihitung dari TJ.
Epidemiologi
Varises paling sering terjadi pada beberapa sentimeter esofagus bagian distal meskipun
varises dapat terbentuk dimanapun di sepanjang traktus gastrointestinal. Sekitar 50%
pasien dengan sirosis akan terjadi varises gastroesofagus dan sekitar 30–70% akan
terbentuk varises esofagus. Sekitar 4–30% pasien dengan varises yang kecil akan
menjadi varises yang besar setiap tahun dan karena itu mempunyai risiko akan terjadi
perdarahan.
Etiologi
Etiologi terjadinya varises esofagus dan hipertensi portal adalah penyakit-penyakit yang
dapat mempengaruhi aliran darah portal. Etiologi ini dapat diklasifikasikan sebagai
prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik (Tabel 1 ).
Tabel 1. Etiologi hipertensi portal
Patofisiologi
Sirosis merupakan fase akhir dari penyakit hati kronis yang paling sering
menimbulkan hipertensi portal (Gambar 1). Tekanan vena porta merupakan hasil
dari tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran darah pada portal bed. Pada sirosis,
tahanan vaskuler intrahepatik dan aliran porta keduanya sama-sama meningkat.
Hyperdinamic
Portal hypertension
circulation adrenergic system
(increased cardiac
Deranged vasoconstrictor/ index) increased portal
(vascular) dilator imbalance blood flow
architecture renin - angiotensin
system (renal Na⁻ increased
and water resistance to portal
flow
CIRRHOSIS
Counterregulatory
mechanism
Dianjurkan untuk membatasi daging dalam makanan - digantikan oleh udang, ikan
tanpa lemak, cumi. Juga perlu "melupakan" tentang pembekuan, makanan kaleng
(ikan dan daging), tentang alkohol dan kaldu kaya. Penggunaan kopi hitam juga
terbatas.
Komplikasi
- Aspirasi
- Kegagalan multi organ
- Ensefalopati
- Perforasi esofagus
- Kematian
Pencegahan
Saat ini, tidak ada pengobatan yang dapat mencegah perkembangan
varises esofagus pada orang dengan sirosis. Meskipun obat penghambat beta
efektif dalam mencegah perdarahan pada banyak orang yang menderita varises
esofagus, obat ini tidak mencegah pembentukan varises esofagus.
Jika Anda telah didiagnosis dengan penyakit hati, tanyakan kepada dokter Anda
tentang strategi untuk menghindari komplikasi penyakit hati. Untuk menjaga
kesehatan hati Anda:
DEFINISI
Perdarahan saluran cerna bagian bawah --> perdarahan saluran makan yang bersumber
di bawah ligamentum Treitz. Manifestasi perdarahan tersebut dapat samar, ringan,
hingga fatal.
Perdarahan samar (occult) - darah dalam tinja tanpa disertai perdarahan yang nyata,
ternjadi pada 10% penderita dewasa. Kehilangan darah 100 ml.hari tidak mempengaruhi
warna feses.
Perdarahan obscure - perdarahan akut atau berulang dengan sumber perdarahan tidak
diketahui, perdarahan ini bertanggung jawab terhadap 5% penderita
GAMBARAN KLINIS
Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam
lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bahagian atas, atau
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bahagian kanan dapat juga menjadi
sumber lainnya.
Hematokezia.
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna bagian bawah,
Biasanya perdarahan terjadi pada kolon descendens, sigmoid, dan anorektal.
Maroon Stool
Keluarnya darah dari rectum yang bercampur feses diakibatkan perdarahan saluran
cerna bagian bawah, darah sekilas berwarna merah gelap, tetapi bila disiram air akan
berubah menjadi merah hati. Biasanya terjadi pada perdarahan caecum dan colon
ascendens.
Hemoroid
Divertikulosis
Kolon iskemik
Kolitis
Angiodisplasia
Fisura perianal
Post polipektomi
Divertikulum meckel
Untuk mengetahui perjalanan penyakit dan sumber perdarahan, perlu ditanyakan adanya
hal dibawah ini:
4. Perubahan pola buang air besar, bentuk feses, dan berat badan menurun
(Keganasan).
5. Perdarahan tanpa disertai nyeri perut (Diverticulosis coli, angiodislpasia, atau proktitis
radiasi).
1. KOLESISTITIS
Kolesistitis adalah peradangan pada kantung empedu. Peradangan dapat terjadi akibat
tersumbatnya kantung empedu oleh batu empedu dan tumor, atau karena infeksi. Kondisi
tersebut menyebabkan cairan empedu terperangkap di dalam kantung empedu dan
memicu peradangan.
Epidemiologi
Kasus kolesistitis ditemukan pada sekitar 10% populasi. Sekitar 90% kasus
berkaitan dengan batu empedu; sedangkan 10% sisanya tidak. Kasus minoritas yang
disebut juga dengan istilah acalculous cholecystitis ini, biasanya berkaitan dengan
pascabedah umum, cedera berat, sepsis (infeksi berat), puasa berkepanjangan, dan
beberapa infeksi pada penderita AIDS.
Individu yang berisiko terkena kolesistitis antara lain adalah jenis kelamin wanita,
umur tua, obesitas, obat-obatan, kehamilan, dan suku bangsa tertentu. Untuk
memudahkan mengingat faktor-faktor risiko terkena kolesistitis, digunakan akronim
4F dalam bahasa Inggris (female, forty, fat, and fertile). Selain itu, kelompok penderita
batu empedu tentu saja lebih berisiko mengalami kolesistitis daripada yang tidak
memiliki batu empedu.
Etiologi
Etiologi dari kolesistitis mayoritas (90-95%) adalah batu empedu atau kolelitiasis.
- Batu Empedu
Batu empedu dapat terbentuk dari bilirubin dan kolesterol. Tingginya konsentrasi
bilirubin pada cairan empedu dan hipokinesia dari kandung empedu dapat
membuat presipitasi dan membentuk batu calcium bilirubinate. Pada kondisi
pemecahan sel darah merah berlebih yang meningkatkan kadar bilirubin seperti
pada penyakit sickle cell, risiko untuk kolelitiasis menjadi meningkat. Peningkatan
kalsium yang berlebih dalam tubuh, seperti pada pasien hiperparatiroid, juga dapat
memicu terbentuknya batu kalsium.
- Infeksi Bakteri
Kolesistitis dapat diikuti dengan infeksi sekunder bakteri-bakteri gastrointestinal.
Bakteri yang sering menyebabkan infeksi kandung empedu di antaranya adalah
Escherichia coli, Klebsiella, Streptococcus faecalis, Clostridium welchii, Proteus,
Enterobacter, dan Streptococcus anaerob. Infeksi sekunder ini sering
menyebabkan komplikasi, seperti nekrosis, gangren, dan perforasi kandung
empedu, yang membutuhkan terapi lebih invasif. Kondisi bakteremia
meningkatkan angka mortalitas karena dapat menyebabkan sepsis dan gagal
ginjal akut.
- Stasis Cairan Empedu dan Iskemia
Sebanyak 5-10% kolesistitis tidak disebabkan oleh batu empedu melainkan
melalui proses stasis cairan empedu dan iskemia. Faktor predisposisi dari kondisi
ini adalah pasien yang memiliki penyakit seperti sepsis, riwayat menjalani
pembedahan besar, luka bakar, dan pasien dengan nutrisi parenteral total jangka
panjang. Kolesistitis dapat ditemukan pada pasien HIV akibat infeksi oportunistik
dari Microsporidia, Cytomegalovirus, atau Cryptosporidium.
- Infeksi Parasit
Penyebab lain dari kolesistitis tanpa batu yang banyak ditemukan pada Negara
Negara Asia adalah infeksi helminth. Askariasis hepatobilier didapat ketika cacing
bermigrasi dari duodenum menuju traktus biliaris dan menimbulkan obstruksi.
Obstruksi duktus sistikus dapat ditimbulkan oleh cacing, telur, atau nidus dari
Ascaris lumbricoides. Pada umumnya, cacing yang bermigrasi ke traktus biliaris
akan kembali ke duodenum dalam 7 hari, jika menetap, cacing akan mati dan
membentuk batu.
Faktor Risiko
Faktor risiko kolesistitis biasa disingkat dengan 4F, yaitu female (wanita), fourties
(usia 40 tahunan), fat (obesitas), dan fertile (satu atau lebih anak), berhubungan
dengan pembentukan batu empedu yang menjadi penyebab utama kolesistitis.
Selain itu, riwayat keluarga, penurunan berat badan berlebih, kurangnya aktivitas
fisik, penggunaan kontrasepsi oral, obat octreotide dan ceftriaxone juga dapat
meningkatkan risiko kolesistitis.
Patofisiologi
Patofisiologi kolesistitis sering berhubungan dengan batu empedu atau
kolelitiasis. Batu akan menyebabkan obstruksi pada duktus sistikus yang
menghalangi pengosongan cairan empedu. Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan
intralumen dan iritasi pada dinding empedu. Dinding empedu akan mengalami
distensi dan edema, diikuti oleh stasis vena serta trombosis arteri sistikus. Selain itu,
batu empedu di dalam kandung empedu juga menimbulkan trauma mekanik yang
akan menstimulasi pengeluaran prostaglandin (PGI2 dan PGE2) dan menginisiasi
proses inflamasi
Pada beberapa kasus, kolesistitis dapat diikuti dengan infeksi sekunder yang
dapat menyebabkan gangren dan perforasi kandung empedu. Infeksi paling sering
disebabkan oleh invasi bakteri gram negatif gastrointestinal seperti Escherichia coli
dan Klebsiella spp. Fundus merupakan bagian terjauh yang disuplai oleh arteri
sistikus, sehingga paling sering mengalami iskemia dan nekrosis
Kolesistitis yang tidak disebabkan oleh batu empedu dapat juga terjadi. Hal ini
disebabkan oleh hipokinetik dari pengosongan kandung empedu, sehingga terjadi
stasis dari cairan empedu dan menginisiasi respon inflamasi lokal pada dinding
kandung empedu.
Nyeri yang tidak tertahankan pada bagian kanan atas atau ulu hati
Nyeri yang menjalar ke bahu atau punggung bagian kanan
Mual dan muntah
Demam dan menggigil (bilang mengalami infeksi)
Tinja berwarna pucat
Gatal pada kulit
Suhu tubuh rendah
Nyeri dada
PEMERISAAN FISIK
Pemeriksaan fisik meliputi : inspeksi, auscultasi, perkusi, palpasi, pemeriksaan
rectum, teknik khusus.Saat pemeriksan abdomen pasien harus rileks, dengan cara :
Permukaan dinding perut : datar, cekung, cembung ?, lihat juga daerah femoral
dan inguinal.
Kulit dinding perut : erupsi, ikterus, spider angioma, venectasi (kolateral), striae,
pigmentasi, tumor, umbilicus cekung atau datar atau menonjol ?, hernia ?,
ekimosis(pada penyakit pankreatitis hemoragik strangulasi usus, tanda ini disebut
tanda gray tuner), tanda cullen adalah umbilicus kebiru-biruan yang disebabkan
karena hemoperitonium, cicatrix, gambaran dan gerakan usus.
Bentuk perut : simetris/asimetris, perut bentuk perut katak (frog’s like
appearance)◊pemeriksa melihat sejajar ujung kaki
Saat bernafas apakah adaorgan perut yang membesar
Lihat apakah terlihat gambaran peristaltic? (pada kasus obstruksi dan pasien
sangat kurus)
Auscultasi :
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya distensi gas, cairan, atau massa padat.
Perkusi masing-masing kuadran untuk mengetahui distribusi udara
Timpani merupakan bunyi perkusi yang paling sering ditemukan pada abdomen.
Bunyi timpani ini disebabkan adanya gas dalam lambung, usus halus dan kolon.
Daerah supra pubis mungkin redup/pekak pada perkusi apabila kandung kemih
penuh urine pada wanita yang uterusnya membesar.
Perkusi hati: kepekakan hati (batas atas dan bawah) tidak boleh lebih dari 10 cm.
pekak hati positif pada orang normal, sedangkan pekak hati yang negative bila
ada udara dalam cavuum peritoneum, akibat perforasi usus dan dinding perut.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes laboratorium :
Radiografi:Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan.Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan
mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan
isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan
bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke
kandung empedu yang mengalami obstruksi.
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu
telah menebal. (Williams 2003)
ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Pemeriksaan ini memungkinkan
visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi.
Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus
hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam
duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke
dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan
visualisassi serta evaluasi percabangan bilier
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kolesistitis akut secara umum:
Farmakologi
- antibiotik harus diberikan untuk semua kasus, disesuaikan dengan derajat
beratnya penyakit. Pada insufisiensi ginjal, dosis antibiotik harus
disesuaikan. Terapi antibiotik yang diberikan pada pasien ini adalah
cefoperazone 3x 1 gram dan metronidazole 3x 500 mg drip. Pemberian
ketoprofen supp ditujukan untuk mengatasi nyeri abdomen.
- Non-steroid anti-inflamatory drugs (NSAID) dapat diberikan untuk mengatasi
nyeri. Salah satu NSAID yang dapat dipilih adalah diclofenac atau
indomethacin.
Non Farmakologi
Tata laksana umum lainnya termasuk istirahat total, pemberian nutrisi
parenteral, diet ringan rendah lemak. Pemberian antibiotik pada fase awal
sangat penting untuk mencegah komplikasi peritonitis, kolangitis, dan
septikemia. Pasien dapat diberikan antibiotik sefalosporin generasi ketiga atau
keempat atau flurokuinolon, ditambah dengan metronidazole. Golongan
ampisilin, sefalosporin dan metronidazole cukup memadai untuk mematikan
kuman-kuman yang umum terdapat pada kolesistitis akut sepeti E. coli, S.
faecalis dan Klebsiella.
Komplikasi
Komplikasi pada umumnya adalah abses, gangrene atau perforasi
kandungan empedu, duktus pankreatikus, dan pankreatitis dan kadang
berprognosis baik.