Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

EKSISTENSI BAHASA INDONESIA


SEBAGAI BAHASA NASIONAL
DALAM PERGAULAN PADA ERA GLOBALISASI

Disusun Oleh :
Fadilla Maharani NPM 230201064
Mil’atus Sangadah NPM 230201046

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Siti Sa’idah, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat dalam jangka waktu tertentu, sehingga penulis bersyukur
karena dapat menyelesaikannya sesuai dengan yang diharapkan. Bahasa adalah
alat komunikasi manusia dan keberadaannya sangat penting, maka penulis
membuat makalah yang membahas eksistensi bahasa, terutama bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang harus dipertahankan
eksistensinya pada era globalisasi ini. Oleh karena itu, makalah ini berjudul
“Eksistensi Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional dalam Pergaulan pada Era
Globalisasi.”
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut telah membantu penulis dengan cara
memberikan dukungan dan pengarahan agar makalah ini dapat disusun dengan
baik. Tanpa mereka, makalah ini tidak dapat disusun dengan baik. Penulis
mendapatkan banyak pengetahuan baru dan bimbingan dengan menulis makalah
ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Siti Sa’idah, S.Pd., M.Pd. selaku Dosen Pengampu Bahasa Indonesia Program
Studi Teknik Informatika Universitas Aisyah Pringsewu;
2. Kedua orang tua, dan keluarga besar penulis;
3. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu per satu yang telah
membantu dan memberikan motivasi dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak kekurangan. Makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang konstrukstif dari para pembaca dan
pengguna makalah ini. Penulis berharap dengan adanya saran dan kritik dari para
pembaca, maka makalah ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan pihak yang berkepentingan.
Pringsewu, Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................i


KATA PENGANTAR .....................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................3
C. Tujuan Penulisan .......................................................................3
D. Manfaat Penulisan......................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Judul Poin Pembahasan Pertama................................................4
1. Sub Judul..............................................................................4
2. Sub Judul..............................................................................6
B. Judul Point Pembahasan Kedua.................................................9
1. Sub Judul..............................................................................9
2. Sub Judul..............................................................................12
C. Dst

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................
B. Saran...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Era globalisasi yang ditandai dengan arus komunikasi yang begitu cepat
menuntut para pengambil kebijakan di bidang bahasa bekerja keras untuk
menyempurnakan dan meningkatkan semua sektor yang berhubungan dengan
masalah pembinaan bahasa. Eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional dalam pergaulan pada era globalisasi perlu diperhatikan oleh
masyarakat Indonesia. Keberadaan bahasa Indonesia semakin lama semakin
pudar karena banyak orang Indonesia, terutama anak muda, orang dari
kalangan bisnis, dan pejabat yang menggunakan bahasa selain Indonesia,
seperti „bahasa gaul‟ dan bahasa asing. Bahasa asing tersebut antara lain
bahasa Inggris, Jepang, Korea, dan sebagainya. Tentu ini merupakan
kenyataan yang ironis karena orang Indonesia justru lebih bangga apabila
mereka menguasai bahasa asing daripada menguasai bahasa mereka sendiri.
Masyarakat Indonesia, sebagai pemakai bahasa Indonesia, seharusnya bangga
menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Dengan bahasa
Indonesia, mereka dapat menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan
sempurna dan lengkap kepada orang lain.
Bangsa Indonesia semestinya bangga memiliki bahasa yang dapat
mewakili perasaan dan pikirannya itu. Namun, kenyataannya tidak demikian.
Rasa bangga berbahasa Indonesia belum tertanam pada setiap orang
Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing (dahulu bahasa Belanda, sekarang
bahasa Inggris) masih terus menampak pada sebagian besar orang Indonesia.
Mereka menganggap bahwa bahasa asing lebih tinggi derajatnya ketimbang
bahasa nasional mereka sendiri, bahasa Indonesia. Bahkan, mereka seolah
acuh tak acuh dengan perkembangan bahasa Indonesia.
Menurut (Assapari, 2014) Fenomena negatif yang masih terjadi di
tengah-tengah masyarakat Indonesia antara lain sebagai berikut
a. Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga
kemahirannya menggunakan bahasa Inggis walaupun mereka
tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
b. Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai
bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan
kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
c. Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia
dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya lebih
menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
d. Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada
yang lain karena telah menguasai bahasa asing (Inggris)
dengan fasih walaupun penguasaan bahasa Indonesianya
kurang sempurna.
Kenyataan-kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai
bahasa Indonesia yang negatif dan tidak baik. Hal itu akan
berdampak negatif pula pada perkembangan bahasa Indonesia.
Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis,
menganggap remeh, dan tidak percaya kemampuan bahasa
Indonesia dalam mengungkapkan pikiran dan perasaanya
dengan lengkap, jelas, dan sempurna.
Oleh karena itu, perlu adanya pembahasan tentang eksistensi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dalam pergaulan pada era globalisasi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
(1) Apakah eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional masih
ada di tengah pergaulan pada era globalisasi?,
(2) Mengapa eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
diperlukan dalam pergaulan pada era globalisasi?,
(3) Dimana eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
digunakan dalam pergaulan pada era globalisasi?,
(4) Siapa yang mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dalam pergaulan pada era globalisasi?,
(5) Kapan eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
dilestarikan dalam pergaulan pada era globalisasi?,
(6) Bagaimana eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
dalam pergaulan pada era globalisasi?.

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini untuk mengetahui
(1) Eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dalam pergaulan di
era globalisasi,
(2) Alasan perlunya eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
dalam pergaulan pada era globalisasi,
(3) Tempat eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional digunakan
dalam pergaulan pada era globalisasi,
(4) Individu dan lembaga-lembaga yang mempertahankan eksistensi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dalam bahasa pergaulan pada era
globalisasi,
(5) Waktu dilestarikannya bahasa Indonesia sebagai sebagai bahasa nasional
dalam pergaulan pada era globalisasi, dan
(6) Proses serta upaya-upaya mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia
sebagai bahasa dalam pergaulan pada era globalisasi.

D. Manfaat Penulisan
Makalah ini dapat memberikan manfaat, yaitu:
1. Bagi Anak Muda;
Anak muda dapat memahami fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia.
Mereka dapat berdisiplin dalam berbahasa Indonesia. Mereka dapat
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dalam pergaulan mereka.
Mereka dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam
situasi formal. Mereka dapat berkepribadian baik karena berbahasa santun
dan berdasarkan tata kaidah bahasa yang berlaku. Mereka dapat ikut serta
mempertahankan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dalam
pergaulan mereka maupun dunia.
2. Bagi Pebisnis;
Pebisnis dapat mengunakan bahasa Indonesia dalam urusan bisnis mereka.
Mereka dapat membuat iklan dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional daripada menggunakan bahasa internasional, yaitu bahasa Inggris.
Mereka dapat mengenalkan bahasa Indonesia kepada rekan bisnis mereka.
Mereka dapat memahami pentingnya eksistensi bahasa Indonesia. Mereka
dapat mengajarkan bahasa Indonesia kepada pendatang baru dengan
mengadakan kursus singkat. Seperti negara maju pada umumnya,
pendatanglah yang hendaknya mempelajari bahasa setempat.
3. Bagi Dosen; Dosen dapat mengajarkan bahasa Indonesia yang baik dan
benar kepada mahasiswa. Dosen dapat menyampaikan materi dengan
bahasa Indonesia sesuai dengan tata kaidah bahasa yang berlaku. Dosen
dapat 5 mendorong mahasiswa untuk menggunakan bahasa Indonesia
dengan bangga. Dosen dapat termotivasi untuk ikut melestarikan bahasa
Indonesia dengan mengadakan lomba menulis makalah atau karya ilmiah.
Pengajaran Bahasa Indonesia (PBI) yang diajarkan dosen, terutama dosen
bahasa Indonesia, dapat membekali mahasiswa calon guru untuk
mengajarkan materi tersebut kepada murid-murid mereka di masa depan.
Dengan pengajaran tersebut, diharapkan bahasa Indonesia dapat
dipertahankan eksistensinya.
4. Bagi Pemimpin Indonesia; Pemimpin Indonesia dapat menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasionalnya daripada menggunakan
bahasa asing. Pemimpin Indonesia dapat memperbaiki kesalahan yang
sering mereka buat dalam menyampaikan pidato dan menyalurkan aspirasi
rakyat. Mereka dapat memiliki manifestasi dari sikap mental positif
terhadap bahasa yang seharusnya mereka bina dan kuasai dengan baik.
Mereka akan merasa wajib untuk menggunakan dan melestarikan bahasa
Indonesia. Mereka dapat mendorong masyarakat Indonesia untuk
menggunakan bahasa Indonesia dengan bangga. Mereka dapat ikut
mempertahankan eksistensi bahasa Indonesia.
5. Bagi Masyarakat; Masyarakat dapat menjadi bangga akan bahasa
Indonesia. Mereka dapat menggunakan bahasa Indonesia dalam pergaulan
pada era globalisasi. Mereka dapat bersikap kritis terhadap penggunaan
bahasa asing yang dapat mengancam eksistensi bahasa Indonesia. Mereka
dapat ikut melestarikan bahasa Indonesia. Mereka dapat berkomunikasi
satu sama lain dalam pergaulan dengan adanya bahasa nasional. Mereka
dapat menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada orang lain dengan
bahasa Indonesia.
6. Bagi Penulis; Penulis mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik
dan benar dalam pergaulan pada era globalisasi, sehingga dapat menjaga 6
eksistensi bahasa nasional. Penulis dapat memahami bahwa bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional sangat penting untuk dipertahankan.
Penulis dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan bangga. Penulis
dapat mengintrosperksi diri dalam menggunakan bahasa Indonesia.
Penulis dapat menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain
dengan bahasa Indonesia. Penulis dapat mengajarkan bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan teori
1. Pengertian Eksistensi
Eksistensi berasal dari bahasa inggris yaitu excitence, dan dari bahasa
latin existere yang artinya muncul, ada, timbul, memilih keberadaan yang aktual.
Eksistensi diartikan sebagai keberadaan, keadaan, adanya. Dessy Anwar, Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia., (Surabaya: Amelia,2003).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 378) eksistensi
adalah keberadaan. Eksistensi dalam bentuk kata benda berarti hal berada.
Berdasarkan penjelasan tersebut, eksistensi memaksudkan suatu
keberadaan atau keadaan. Definisi makna sebenarnya yang terkandung
memang sulit untuk dipahami. Hal ini disebabkan kata-kata dan bahasa
sesungguhnya tidak sempurna, sehingga gagasannya tidak dapat
dinyatakan secara persis. Terlebih lagi, kata eksistensi itu mencakup hal
yang luas.
Namun, bukan berarti kata tersebut tidak dapat dijabarkan (Bagoes,
2013). Kata eksistensi dapat dipahami dengan melihat konteks kalimatnya.
Misalnya, eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dalam
pergaulan pada era globalisasi berarti keberadaan bahasa tersebut sebagai
bahasa nasional di tengah pergaulan pada era itu. Eksistensi juga
mengandung arti adanya satu hal dalam jangka waktu tertentu.
Maksudnya, hal itu masih ada tidak sampai jangka waktu yang ditentukan.
Sebagai contoh, eksistensi bahasa Indonesia masih ada sampai sekarang.
Ini berarti bahasa Indonesia masih ada sampai sekarang. Eksistensi bahasa
Indonesia sangat diperlukan oleh masyarakat.
Masyarakat menggunakan bahasa Indonesia untuk mengadakan
sosialisasi kepada orang lain, terutama yang berasal dari daerah lain.
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia digunakan oleh mereka dari
Sabang sampai Merauke, di samping bahasa daerah meskipun ada
beberapa masyarakat yang tinggal di daerah terpencil belum bisa
berbahasa Indonesia dengan baik. Eksistensi bahasa Indonesia tengah
terancam pada era globalisasi ini. Masyarakat Indonesia lebih bangga
menggunakan bahasa asing daripada bahasa nasionalnya sendiri. 8
Masyarakat juga sering menggunakan bahasa alay, bahasa gaul, dan
bahasa sejenis yang dapat mengancam eksistensi bahasa Indonesia. Oleh
karena itu, kita perlu melestarikan dan menjaga eksistensi bahasa
Indonesia.
Jadi dapat disimpulkan bahwa eksistensi adalah cara manusia
dalam mengaktualisasikan dirinya atau potensi-potensi yang ada di
dalamnya, agar keberadaannya dapat membuatnya memiliki arti atau
berarti. Maka disini dapat dilihat bahwa dengan eksistensi ini manusia
dapat bereperan aktif dalam segala hal untuk menentukan hakikat
keberadaan dirinya di dunia sehingga manusia dapat terdorong untuk
selalu beraktifitas sesuai dengan pilihan mereka dalam kehidupannya dan
berani dalam menghadapi berbagai tantangan dunia di luar dirinya.

2. Bahasa Indonesia
Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Melayu-Riau, salah satu bahasa daerah yang berada di kawasan Sumatera.
Pengangkatan dan penamaan bahasa Melayu-Riau menjadi bahasa
Indonesia oleh para pemuda pada “Konggres Pemoeda”, 28 Oktober
1928, “lebih bersifat politis” daripada “bersifat linguistis”. Jadi, secara
linguistis, yang dinamakan bahasa Indonesia saat itu sebenarnya ialah
bahasa Melayu. Tujuannya adalah ingin mempersatukan para pemuda
Indonesia, alih-alih disebut bangsa Indonesia. Ciri-ciri kebahasaannya
sama dengan bahasa Melayu. Namun, para pemuda menggunakan nama
bahasa Indonesia yang dapat memancarkan inspirasi dan semangat
nasionalisme, bukan nama bahasa Melayu yang berbau kedaerahan
(Muslich, 2010: 26).
Muslich (2010: 27) menjelaskan bahwa butir ketiga ikrar
“Soempah Pemoeda” berbunyi “Kami poetra-poetri Indonesia,
mendjoenjoeng tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia” (Kami putra
dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa
Indonesia). Ikrar yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober oleh bangsa
Indonesia ini juga memperlihatkan betapa pentingnya bahasa bagi suatu
bangsa. Bahasa sebagai alat komunikasi yang paling efektif dan mutlak
diperlukan oleh setiap bangsa. Tanpa bahasa, bangsa tidak mungkin
berkembang. Selain itu, bangsa tidak mungkin dapat menggambarkan dan
menunjukkan dirinya secara utuh dalam dunia pergaulan dengan bangsa
lain. Akibatnya, bangsa itu akhirnya lenyap ditelan zaman. Jadi, bahasa
menunjukkan identitas bangsa tersebut.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (dalam Muslich,
2010: 16) menjelaskan fungsi bahasa Indonesia, selain sebagai identitas
bangsa, antara lain sebagai (a) lambang kebanggaan nasional, (b) lambang
9 identitas nasional (c) pemersatu berbagai lapisan masyarakat yang
berbeda latar belakang sosial budaya bahasa, dan (d) alat perhubungan
komunikasi antarbudaya dan antardaerah.

3. Eksistensi Bahasa Indonesia


Eksistensi bahasa Indonesia dapat dilihat dari pengembangan dan
penggunaannya dalam sejarah. Bahasa Indonesia masih digunakan hingga
saat ini. Hanin (2012) menjelaskan bahwa sejarah bahasa Indonesia yang
kita gunakan sekarang ini berasal dari bahasa Melayu Riau dari abad XIX,
yang merupakan salah satu ragam bahasa Melayu dari Kepulauan Riau.
Kerajaan Sriwijaya mempunyai peranan penting dalam menyebarkan
bahasa Indonesia ke seluruh wilayah Nusantara secara tidak langsung.
Kerajaan tersebut adalah kerajaan besar yang menguasai jalur perdagangan
di Nusantara. Kerajaan itu menduduki wilayah kerajaan Melayu dan
meluas hingga ke wilayah di luar Nusantara. Oleh karena itu, sampai saat
ini negara Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura juga
menggunakan bahasa Melayu walaupun dengan dialek yang agak berbeda.
Mulai sekitar abad ke-20 bahasa Indonesia dipakai oleh masyarakat di
lingkungan pemerintahan administratif. Masa penjajahan memberi peranan
dalam pembentukan bahasa Indonesia masa kini. Banyak kata-kata serapan
yang berasal dari bahasa asing seperti bahasa Inggris, bahasa Portugis, dan
bahasa Belanda. Kata-kata serapan tersebut terlalu sering digunakan dalam
percakapan bahasa Indonesia, sehingga bentuknya diubah dan lama
kelamaan diserap ke dalam bahasa Indonesia baku. Tonggak bersejarah
perkembangan bahasa Indonesia terjadi pada tanggal 28 Oktober 1928.
Pada saat itu, Indonesia mencangangkan “Soempah Pemoeda”. Dalam
“Soempah Pemoeda” itu secara resmi bahasa Indonesia ditetapkan sebagai
bahasa nasional (Die, 2013).
Sebelum terjadi peristiwa “Soempah Pemoeda”, bahasa Indonesia
masih disebut sebagai bahasa Melayu. Jika bahasa Melayu tetap
digunakan, kemungkinan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Untuk
menghindari hal itu, maka nama “bahasa Melayu” diganti menjadi “bahasa
10 Indonesia.”. Hal ini juga mempunyai tujuan untuk mempersatukan
bangsa Indonesia yang pada saat itu masih tercerai berai akibat penjajahan
bangsa asing yang berlangsung lama dan berkepanjangan. Die (2013)
mengatakan bahwa bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi Republik
Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia diresmikan sehari setelah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Eksistensi bahasa Indonesia dapat dilihat dari digunakannya bahasa
tersebut hingga saat ini. Hanin (2012) mengemukakan bahwa pada era
globalisasi bahasa Indonesia telah dipakai oleh 90% dari seluruh penduduk
Indonesia. Bahasa ini juga telah dipakai di hampir semua instansi resmi
pemerintahan, pendidikan, perdagangan, transportasi, media massa, dan
lain-lain. Namun, masih ada sebagian kecil penduduk atau suku belum
mengenal bahasa Indonesia. Eksistensi bahasa Indonesia juga terlihat di
negara asing. Muslich (2010: xi) mengatakan bahwa perkembangan bahasa
Indonesia di dalam negeri cukup pesat, begitu pula dengan
perkembangannya di luar negeri. Data terkhir memperlihatkan setidaknya
52 negara asing telah membuka program bahasa Indonesia (Indonesian
Language Studies). Bahkan, perkembangan ini semakin meningkat setelah
terbentuk Badan Asosiasi Kelompok Bahasa Indonesia Penutur Asing di
Bandung tahun 1999.
4. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa nasional tanggal 17
Agustus 1945. Dalam kedudukan sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional. Bahasa ini
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaaan.
Melalui bahasa nasional, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan
nilai-nilai budaya yang menjadi pegangan hidup. Atas dasar kebanggaaan
ini, bahasa Indonesia dipelihara, dilestarikan, dan dikembangkan oleh
bangsa Indonesia. Rasa kebanggaan menggunakan bahasa Indonesia ini
pun terus dibina dan dijaga oleh masyarakat Indonesia (Muslich, 2010:
35).
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia dijunjung
tinggi sama dengan bendera nasional, Merah Putih, dan lagu nasional,
Indonesia Raya. Dalam melaksanakan fungsi ini, bahasa Indonesia tentu
harus memiliki identitasnya sendiri, sehingga serasi dengan lambang
kebangsaan lainnya. Bahasa Indonesia dapat mewakili identitasnya sendiri
apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya
sedemikian rupa, sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain, yang
memang benar-benar tidak diperlukan, misalnya istilah atau kata dalam
bahasa Inggris yang sering diadopsi padahal istilah atau kata tersebut ada
padanannya dalam bahasa Indonesia (Muslich, 2010: 35). Hal inilah yang
perlu diperhatikan oleh masyarakat pemakai bahasa Indonesia. Mereka
seharusnya menggunakan bahasa Indonesia apabila sudah ada
padanannnya daripada menggunakan istilah atau kata asing. Sebagai
contoh, dalam kalimat “dia sudah tidak care denganku” sebaiknya diganti
dengan “dia sudah tidak peduli denganku.”
Bangsa Indonesia sangat perlu untuk menggunakan bahasa
nasional mereka di tengah fenomena negatif yang terjadi di masyarakat.
Kenyataan-kenyataan dan akibat-akibat dari fenomena tersebut kalau tidak
diperbaiki akan berakibat terhambatnya perkembangan bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan dengan baik karena
bahasa Indonesia adalah salah satu identitas atau jati diri bangsa Indonesia.
Setiap orang Indonesia patutlah memiliki sikap positif terhadap bahasa
Indonesia, janganlah menganggap remeh dan mempunyai sikap negatif
serta mengerahkan usaha agar selalu cermat dan teratur menggunakan
bahasa Indonesia. Sebagai warga Indonesia yang baik, mestilah
mengembangkan budaya malu apabila tidak menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Jika tidak, kenyataan-kenyataan tersebut
akan berdampak lanjut antara lain sebagai berikut.
a. Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata, istilah, dan
ungkapan asing padahal hal tersebut sudah ada padanannya dalam
bahasa Indonesia. Sebagai contoh, page, background, reality,
alternative, airport, masing-masing untuk “halaman”, “latar belakang”,
“kenyataan”, “kemungkinan (pilihan)”, dan “lapangan terbang” atau
“bandara”.
b. Banyak orang Indonesia menghargai bahasa asing secara berlebihan,
sehingga ada kata dan istilah asing yang “amat asing” atau “terlalu
asing”. Hal ini disebabkan salah pengertian dalam menerapkan kata-
kata asing tersebut, misalnya rokh, insyaf, fihak, fatsal, syarat (muatan),
(dianggap) syah. Padahal, kata-kata tersebut cukup diucapkan dan
ditulis roh, insaf, pihak, pasal, sarat (muatan), dan (dianggap) sah.
c. Banyak orang Indonesia mempelajari dan menguasai bahasa asing
dengan baik tetapi menguasai bahasa Indonesia apa adanya. Terkait
dengan itu, banyak orang Indonesia mempunyai bermacam-macam
kamus bahasa asing tetapi tidak mempunyai satu pun kamus bahasa
Indonesia. Seolah-olah semua kosakata bahasa Indonesia telah
dikuasainya dengan baik. Akibatnya, jika mereka kesulitan menjelaskan
atau menerapkan kata-kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia, mereka
akan mencari jalan pintas dengan cara sederhana dan mudah. Sebagai
contoh, penggunaan kata yang mana yang kurang tepat,
pencampuradukkan penggunaan kata tidak dan bukan, pemakaian kata
ganti saya, kami, kita yang tidak jelas (Muslich, 2010: 40).
Berbagai masalah ada dalam upaya mempertahankan eksistensi
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Misalnya, banyak orang
menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”, memakai
bahasa prokem, bahasa plesetan, bahasa gaul, bahasa alay, dan bahasa
jenis lain yang tidak mendukung eksistensi dan perkembangan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar (Muslich, 2010: 42). Kemudian,
bahasa promotif yang menyimpang dari struktur kalimat sering
digunakan oleh pembuat iklan. Bahasa ini dapat menimbulkan
multitafsir karena menggunakan kalimat-kalimat yang singkat. Rahardi
(2006: 5, 35) menjelaskan bahwa martabat bahasa Indonesia
sesungguhnya menunjuk pada banyak sedikitnya penghargaan yang
diberikan kepada bahasa Indonesia oleh pemakainya. Prinsip kehematan
maupun kejelasan hendaknya digunakan secara tepat dan penuh
pertimbangan dalam setiap praktik kebahasaan, termasuk bahasa
promotif. Preferensi yang berlebihan terhadap salah satu kutub di antara
kedua pilihan justru membuat bahasa yang digunakan menjadi sangat
tidak efektif bahkan bisa jadi akan sangat merepotkan.
Pemeliharaan eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
dapat dilakukan di mana saja, baik di lingkungan rumah, kampus, dan
masyarakat. Misalnya, anggota keluarga dapat menyediakan majalah
atau koran yang tergolong baik bahasa Indonesianya di rumah.
Universitas hendaknya menciptakan kondisi yang dapat menunjang
pengajaran bahasa Indonesia. Misalnya, universitas mengadakan
penerbitan majalah, baik majalah tulis maupun majalah dinding; dosen
menggunakan bahasa Indonesia dengan benar saat memberikan
bimbingan kepada mahasiswa-mahasiswanya; mengadakan latihan
diskusi, pidato, baca puisi, drama, dan sebagainya. Masyarakat, tempat
mahasiswa bergaul di luar rumah dan kampus, harus pula menunjang
suksesnya pengajaran bahasa Indonesia. Papan-papan nama yang
biasanya berbunyi “KEEP YOUR CITY CLEAN” hendaknya diganti
dengan “JAGALAH KEBERSIHAN KOTA”. Begitu pula dengan frase
“SUPERMARKET CENTRE” yang terpampang di atas toko-toko besar
sebaiknya diganti dengan “PUSAT PERTOKOAN SERBA ADA”.
Sewaktu rapat-rapat organisasi sosial, misalnya Karang Taruna, juga
digunakan bahasa nasional, bahasa Indonesia. Bahkan, para pedangang
yang membuat leter pada kaos dan baju dengan kata-kata atau kalimat
asing pun hendaknya diganti dengan bahasa Indonesia karena ini akan
membuat para pemakai bahasa Indonesia lama kelamaan akan
terpengaruh dan “sok” untuk menggunakan kalimat asing yang tidak
pada tempatnya, sehingga akan menimbulkan sikap negatif terhadap
bahasa Indonesia (Muslich, 2010: 62).
Individu dan lembaga-lembaga yang seharusnya mempertahankan
eksistensi bahasa Indonesia adalah masyarakat Indonesia sendiri,
universitas, swasta, dan pemerintah. Masyarakat Indonesia hendaknya
bangga menggunakan dan mempertahankan bahasa Indonesia pada era
globalisasi ini. Para dosen hendaknya menggunakan dan mengajarkan
bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada mahasiswa-
mahasiswanya. Pihak swasta hendaknya menggunakan bahasa
Indonesia dalam tulisan di produk mereka sebaliknya daripada
menggunakan bahasa asing. Media massa juga berperan dalam menjaga
eksistensi bahasa Indonesia. Para wartawan, reporter, dan penulis media
massa hendaknya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pemerintah hendaknya menggunakan bahasa Indonesia sewaktu
menyampaikan pidato mereka dan memberikan fasilitas untuk
pembinaan bahasa Indonesia.
Pelestarian bahasa Indonesia harus dimulai dari sekarang. Hal ini
dikarenakan bahasa Indonesia menghadapi banyak tantangan pada era
globalisasi ini. Tantangan tersebut dapat berasal dari dalam maupun
luar. Sedini mungkin upaya melestarikan dan menjaga eksistensi bahasa
Indonesia dilakukan, maka tantangan-tantangan tersebut akan dapat
diatasi. Masyarakat perlu memfiltrasi bahasa-bahasa yang dapat
mengancam eksistensi bahasa nasional, bahasa Indonesia, sejak saat ini.
Bangsa Indonesia hendaknya menggunakan bahasa Indonesia sekarang
karena hal ini dapat mempengaruhi eksistensi bahasa tersebut.
Proses dan upaya-upaya mempertahankan eksistensi bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dalam pergaulan pada era globalisasi
dapat dilakukan dengan cara :
(a) mengembangkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia,
(b) merencanakan bahasa sebagai upaya menanggulangi tantangan,
(c) meningkatkan peran media massa,
(d) mengajarkan tentang kebangsaan,
(e) melaksanakan KTSP bahasa Indonesia,
(f) memperbaiki mutu guru bahasa Indonesia,
(g) memberikan penyuluhan bahasa Indonesia,
(h) melibatkan organisasi pemuda,
(i) meningkatkan kepedulian para petinggi terhadap eksistensi
bahasa Indonesia, dan
(j) menerapkan disiplin berbahasa Indonesia (Muslich, 2010: 21-25,
42).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dalam pergaulan
pada era globalisasi ini harus dipertahankan dan dijaga oleh bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia masih digunakan dan dipelajari oleh orang-orang, baik di
dalam maupun di luar negeri. Masyarakat hendaknya menggunakan bahasa
Indonesia dengan bangga daripada menggunakan bahasa asing. Penggunaan
bahasa prokem, bahasa plesetan, bahasa gaul, bahasa alay, dan bahasa jenis
lain yang tidak mendukung eksistensi dan perkembangan bahasa Indonesia
hendaknya diminimalisir. Upaya untuk mempertahankan eksistensi bahasa
Indonesia hendaknya dimulai dari sekarang. Muslich (2010: 21-25, 42)
menjelaskan bahwa upaya-upaya tersebut yaitu:
(a) mengembangkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia,
(b) merencanakan bahasa sebagai upaya menanggulangi tantangan,
(c) meningkatkan peran media massa,
(d) mengajarkan tentang kebangsaan,
(e) melaksanakan KTSP bahasa Indonesia,
(f) memperbaiki mutu guru bahasa Indonesia,
(g) memberikan penyuluhan bahasa Indonesia,
(h) melibatkan organisasi pemuda,
(i) meningkatkan kepedulian para petinggi terhadap eksistensi bahasa
Indonesia, dan
(j) menerapkan disiplin berbahasa Indonesia.
Bangsa Indonesia dapat memelihara eksistensi bahasa Indonesia dengan
banyak hal. Salah satunya adalah menggunakan bahasa tersebut dalam
pergaulan sehari-hari. Masyarakat seharusnya bangga menggunakan bahasa
Indonesia yang dapat mewakili pikiran dan perasaannya. Masyarakat juga
perlu untuk meminimalisir penggunaan bahasa alay dan bahasa sejenisnya
yang dapat mengancam eksistensi bahasa Indonesia. Masyarakat, organisasi
sosial, swasta, dan pemerintah wajib ikut dalam pembinaan bahasa Indonesia.
Dengan demikian, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan identitas
bangsa dapat terjaga eksistensinya.

B. Saran
Masyarakat sebaiknya lebih bangga menggunakan bahasa Indonesia
daripada menggunakan bahasa asing. Anak-anak muda dan mahasiswa-
mahasiswa hendaknya meminimalisir menggunakan bahasa alay, bahasa
gaul, dan bahasa sejenis yang dapat mengancam eksistensi bahasa Indonesia.
Para dosen hendaknya menggunakan dan mengajarkan bahasa Indonesia yang
baik dan benar mahasiswa-mahasiswa. Pihak swasta hendaknya menggunakan
lisan dan tulisan dalam bahasa Indonesia dalam iklan maupun produk mereka.
Para pejabat hendaknya menggunakan bahasa Indonesia dalam berpidato dan
memberikan fasilitas untuk pembinaan bahasa Indonesia. Penulis sebaiknya
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam lisan maupun
tulisan serta menyederhanakan kalimat untuk menyampaikan suatu gagasan.
DAFTAR PUSTAKA

Bagoes, N. (2013). Pengertian eksistensi dan kajian usabha candidasa part I. Diakses
tanggal 22 November 2013, dari www.congkodok.blogspot.com.

Die, W.Y. (2012). Perkembangan teknologi dan globalisasi terhadap bahasa indonesia.
Diakses pada tanggal 22 November 2013, dari www.slideshare.net.

Hanin, K. (2012). Sejarah bahasa indonesia bahasa nasional. Diakses pada tanggal 22
November 2013, dari www.kumpulansejarah1001.blogspot.com.

Muslich, M. (2010). Bahasa indonesia pada era globalisasi: kedudukan, fungsi,


pembinaan, dan pengembangan. Jakarta: Bumi Aksara.

Rahardi, K. (2006). Dimensi-dimesi kebahasaan-aneka masalah bahasa indonesia terkini.


Jakarta: Erlangga.

Tim penyusun. (2013). Kamus bahasa indonesia online. Diakses pada tanggal 22
November 2013, dari www.kamusbahasaindonesia.org.
PENILAIAN MAKALAH

Nama Kelompok dan NPM


1. ………………………
(……………………………)
2. ………………………
(……………………………)
3. ………………………
(……………………………)
4. ………………………
(……………………………)
Materi Pembahasan :
Hari/ Tanggal :

No Aspek Rubrik Nilai


1 Penulisan sesuai dengan Sangat sesuai
Pedoman Penulisan Sesuai
Makalah Cukup Sesuai
Kurang Sesuai
2 Bahasa yang digunakan, Sangat Tepat
konstruksi kalimat, dan Tepat
koherensi antar paragraf Cukup Tepat
Kurang Tepat
3 Kesesuaian topik/materi Sangat sesuai
makalah dengan judul, Sesuai
rumusan masalah, dan Cukup Sesuai
tujuan penulisan Kurang Sesuai
4 Kejelasan pembahasan Sangat Menguasai
yang dijabarkan serta Menguasai
dikaitkan dengan teori Cukup Menguasai
yang digunakan Kurang Menguasai
5 Kecermatan dalam Sangat Menguasai
menyimpulkan hasil Menguasai
pembahasan Cukup Menguasai
Kurang Menguasai
6 Kemampuan menguasai Sangat Menguasai
topik/materi makalah, Menguasai
menjelaskan, dan Cukup Menguasai
memberikan argumen Kurang Menguasai

Anda mungkin juga menyukai