Narasi Cerita
Narasi Cerita
- Maya, seorang siswi suku Dayak, baru saja merantau ke MAN 1 Kota Kediri untuk melanjutkan
sekolah menengah atas.
- Dia memperkenalkan dirinya melalui monolog dalam hati, mengekspresikan rasa canggung dan
mindernya di antara teman-teman yang berbeda latar belakang kulturalnya. Ia merasa tidak sama
seperti temannya yang lain.
Elsa; Aku Maya, seorang murid pindahan dari sekolah yang berada di Sulawesi Selatan. Aku tahu
bahwa Aku berbeda dari teman-teman sekelasku, dari latar belakang, budaya hingga penampilan fisik
yang ku miliki.
- Maya mulai merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri saat dia membandingkan dirinya dengan
teman-temannya.
-Dia menyadari ketidak puasannya saat melihat dirinya sendiri saat bercermin. Ia merasa berbeda
dari teman-temannya, baik yang berada di medsos maupun teman sekolahnya.
-Ia ingin segera mengubah penampilan fisiknya agar terlihat sama seperti teman temannya
-Maya mencoba mengubah dirinya: dia belajar makeup dari tutorial online, mencoba berbagai filter
di aplikasi media sosialnya, dan memakai makeup yang tidak sesuai hanya karena ingin terlihat sama
seperti teman-temannya
Kenapa aku begitu berbeda? Mengapa aku tidak bisa seperti yang lain? Mereka terlihat begitu
Bahagia dan sama di media sosial dan di sekolah. Aku merasa seperti aku adalah satu-satunya yang
berbeda.
Guru= “Assalamu’alaikum anak2, hari ini ibu membawa murid baru. Ayo masuk nak” Ibu guru yang
mulai memasuki ruang kelas, membuka kelasnya dan memperkenalkan murid baru tersebut.
Elsa= “Assalamu’alaikum wr. Wb. Perkenalkan nama saya Maya , saya pindahan dari sumsel” Maya
mulai memperkenalkan dirinya di hadapan teman sekelasnya. Dengan perasaan canggung dan merasa
tidak nyaman.
Guru= “Silakan duduk Bersama Zalfa ya”
Zalfa dan teman se geng nya melihat elsa dengan tatapan yang sinis dan tidak mengenakkan. Elsa
merasa sangat tidak nyaman dilihat seperti itu
Elsa= aku duduk disini ya?
Zalfa= Ya. Harusnya sih anakan jenis ini duduknya di pojok belakang sama si kriwil, sadar diri aja ga
sihhh
Namun ada salah satu murid ynag diam2 memperhatikan maya, dia adalah raihan
-Maya ingin merubah penampilan dirinya menjadi seperti temannya yang lain.
- Di rumah, Maya menghadapi ketegangan dengan keluarganya yang berusaha melestarikan tradisi
bugis, sementara Maya merasa tertekan dengan harapan mereka padanya. Ia juga ingin merubah
fisiknya seperti teman-temannya
- Konflik internalnya tumbuh, merasa terjebak di antara dua dunia yang bertentangan.
Maya, iko kan assikolang di jawa, pekkoga assikolang eh? Sennang moki’ ga?-ortu
bu Maya: (Percakapan telepon) Sayang, jangan lupakan nilai-nilai keluarga dan budaya kita.
Maya: (Membalas pesan singkat) Aku mencoba, Mama. Tapi terkadang rasanya sulit.
Ayah Maya: (Percakapan telepon) Kamu adalah kebanggaan keluarga kami, Maya. Jangan lupakan itu.
- Melihat maya yang semakin hari semakin berubah membuatnya menjadi penasaran
- Raihan mengetahui perasaan Maya dan mencoba membantunya menerima dirinya sendiri.
(Di ruang kelas, Maya duduk di kursinya, menundukkan kepala, merasa canggung dan tidak berani
bicara. Tiba-tiba, tiga siswi, Antagonis Perempuan 1, 2, dan 3, mendekati Maya dan mulai
merundingkannya dengan nada merendahkan.)
Antagonis Perempuan 1: (dengan nada mengolok, dalam bahasa Makassar dengan aksen terkemuka)
Eyy, coba tengok tu anak baru. Mpe' ma'dong sini, ada yang lari daripada kampung?
Antagonis Perempuan 2: (sambil tertawa, juga dalam bahasa Makassar) Ih, bisa jadi dia salah tempat,
no' masuk pasar jang te' betempo, masuk sini pula!
Antagonis Perempuan 3: (dengan nada meremehkan, tetap dalam bahasa Makassar) Eh, dengar-
dengar, dia bisa ma'galu tanta' lekanna, ya! Sampeyan pasti bingung, wong kampung manah saiki.
(Maya tidak bisa merespon dengan baik karena merasa ketakutan dan terpojok. Antagonis Perempuan
1 mulai melanjutkan rundingan dengan nada yang semakin merendahkan Maya.)
Antagonis Perempuan 1: (sambil melotot, masih dalam bahasa Makassar) Eh, sampeyan tu mungkin
berpikir kami tak kenal orang kampung? Mungkin tujuan sampeyan adalah mencari sorang pengawal
kerajaan, ya?
Antagonis Perempuan 2: (menyindir, juga dalam bahasa Makassar) Awak bener, dia pasti lagi nyari
jalan balik ke hutan!
Antagonis Perempuan 3: (dengan nada mengejek, tetap dalam bahasa Makassar) Ih, anak baru kok
terdiam, kayaknya pintar ngomong, malah ndak berani.
(Maya tetap diam, merasa semakin tersudutkan dan cemas. Suasana semakin tegang, menunjukkan
ketidaknyamanan Maya dalam menghadapi ejekan dan rasa takutnya di hadapan kelompok antagonis
yang semakin merendahkan dia.)