BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
atau retail yang lokasinya digabung dalam satu bangunan atau komplek. Hal ini
dapat dilihat pada definisi pusat perbelanjaan menurut Eva (2013) yang mengutip
pendapat Fisher, dkk, pusat perbelanjaan adalah sebuah bangunan yang terdiri dari
beberapa toko eceran, yang umumnya dengan satu atau lebih toko serba ada, toko
grosir, dan tempat parkir. Sedangkan menurut Prayitno (2014) yang mengutip
pendapat Haidar, pusat perbelanjaan pada intinya memiliki bentuk bangunan atau
kumpulan beberapa bangunan dalam satu lokasi. Dalam satu pusat perbelanjaan
dihubungkan antara satu dengan yang lain, oleh jalur sirkulasi terbuka dan
dalam mengunjungi satu toko dan belanja ke toko yang lain dengan aman dan
nyaman.
1. Terdiri dari jalur pejalan kaki utama (Pedestrian Way) atau koridor utama
dengan satu atau lebih tambahan jalur pejalan kaki atau koridor tambahan
yang berhubungan dengan koridor utama dan lokasi parkir atau jalan yang
terdekat.
2. Semua toko menghadap dan memiliki pintu masuk kearah koridor baik utama
maupun tambahan.
Pada waktu itu orang melakukan jual beli di bawah pohon yang membentuk suatu
menyesuaikan kebutuhan dan tuntutan masyarakat pada masa itu. Jalan-jalan yang
semula hanya diteduhi oleh pohon-pohon yang berderet lalu berubah menjadi
Jerman Barat, yang menutup suatu jalan untuk kegiatan berbelanja, sehingga
orang dapat berbelanja dengan berjalan kaki tanpa adanya gangguan dari
kenyamanan berbelanja tersebut sulit dicapai oleh masyarakat perkotaan. Hal ini
menjadi jenuh dengan suasana kota yang tidak lagi bersahabat dengan alam.
Jalan-jalan yang dulu dipakai bersantai sambil berbelanja tidak dapat ditemuai
lagi. Saat ini, hampir semua jalan telah dipadati oleh berbagai macam alat
transportasi sehingga orang akan rindu suasana yang dulu pernah ada.Oleh karena
itu, timbul gagasan untuk mengembalikan bentuk pusat perbelanjaan yang dulu
ini sebenarnya mempunyai 1 koridor yang bagian atasnya ditutupi kaca. Sebelum
bentuk arcade ini muncul, koridor yang terdapat dalam suatu pusat pertokoan
merupakan koridor terbuka atau pusat perbelanjaan terbuka. Bentuk ini biasanya
yang akan digunakan sebagai pedestrian way yang terletak diantara toko-toko.
Tetapi bentuk ini tidak menguntungkan bila dilihat dari faktor iklimnya. Sebagai
langkah pemecahannya, timbul shelter sebagai pelindung dari panas, dingin, dan
hujan. Untuk semi-shelter digunakan sebagai kios dan cafe, yang memberikan
yang tembus cahaya matahari (sky light), sehingga orang yang berada di dalam
pusat perbelanjaan tersebut merasa seperti berada di alam bebas atau alam
terbuka. Dengan didukung alat pengontrol iklim dan keamanan, maka pembeli
disana. Konsep inilah yang mendasari adanya pusat perbelanjaan yang ada saat ini
(Eva, 2013).
10
Udara merupakan salah satu zat yang sama pentingnya seperti air didalam
kehidupan ini. Udara bukan hanya bermanfaat memberikan oksigen bagi manusia,
namun udara juga bermanfaat untuk mengantarkan suara atau bunyi dan
pendingin bagi benda-benda yang panas. Selain itu udara juga memiliki sisi
negatif bagi kesehatan mahluk hidup dan benda-benda disekitar apabila udara
tersebut telah tercemar baik secara fisik, kimia, dan biologi. Berdasarkan pendapat
Fahmi (2014), dapat disimpulkan bahwa udara yang dihirup oleh manusia sering
kali tercemar oleh bahan kimia, virus, bakteri, maupun parasit yang merupakan
agen penyakit.
normal terdiri dari oksigen yang menempati 20% secara proporsional; nitrogen
sebesar 78 hingga 79%, selebihnya sekitar 1% ditempati oleh berbagai zat, seperti
CO2, argon, methane, ozone, N02, amoniak, hydrogen dan lain sebagainya.
Apabila proporsi udara tersebut menyimpang dari kondisi normal atau ada jenis
komponen yang berubah konsentrasinya pada waktu dan tempat tertentu, maka
akibatnya akan timbul dampak yang disebut dengan pencemaran udara (Fahmi,
2014).
Berbagai pendapat dari para ahli tentang definisi pencemaran udara dapat
11
oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai
ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat
dimana ke dalam udara atsmosfer oleh suatu sumber, baik melalui aktivitas
manusia maupun alamiah dibebaskan satu atau beberapa bahan atau zat-zat ke
dalam kualitas maupun batas waktu tertentu yang secara karakteristik dapat
benda.
tersebut secara umum dapat dirangkum sebagai berikut : pencemaran udara adalah
keadaan dimana ke dalam udara atmosfer oleh suatu sumber, baik melalui
aktivitas manusia maupun alamiah dibebaskan satu atau beberapa bahan atau zat-
12
3. Pencemaran tingkat ketiga yaitu pencemaran yang sudah dapat bereaksi pada
1. Indoor air pollution yaitu pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah
Pencemaran udara dalam ruang adalah suatu keadaan adanya satu atau lebih
RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011).
13
Istilah pencemaran udara dalam ruangan atau Indoor air pollution biasanya
dan sebagainya. Komposisi udara dalam ruangan biasanya sama dengan yang
terdapat pada luar ruangan. Kualitas udara dalam ruangan merupakan rangkaian
beberapa variabel, termasuk kualitas udara luar gedung, desain ventilasi, sistem
bukti bahwa udara dalam rumah, kantor, atau ruangan dalam bangunan lainnya
bisa menjadi tempat yang terkena polusi lebih banyak ketimbang luar rumah pada
wilayah yang terdapat kawasan industri sekalipun. Bisa jadi kondisi tersebut
ruangan 1000 kali lebih dapat mencapai paru dibandingkan dengan pencemaran
udara luar ruangan. Diperkirakan setiap tahun ada sekitar 3 juta kematian akibat
polusi udara, 2,8 juta di antaranya akibat pencemaran udara dalam ruangan dan
14
ruangan tersebut. Kualitas udara dalam ruangan dipengaruhi oleh berbagai faktor
ventilasi), bahan pelapis untuk furniture serta interior (pada pelarut organiknya),
kepadatan hunian, kualitas udara luar rumah (ambient air quality), radiasi dari
kualitas udara dalam ruangan juga bisa dipengaruhi oleh kegiatan yang
mengeluarkan polutan yang dapat bertahan di dalam ruangan untuk jangka waktu
Menurut Saptorini dan Rimawati (2010) yang mengutip hasil penelitian dari
Institition for Occupational Safety and Health (NIOSH), terdapat 6 sumber utama
diketahui sebesar 12 %.
15
pembakaran, seperti oli, gas, kerosin, batu bara, kayu, serta rokok; bahan
bangunan dan perabotan, asbes, karpet yang basah atau lembap, furniture atau
kabinet yang terbuat dari kayu pres, berbagai produk pembersih dan perawatan,
personal care, sistem pemanas atau pendingin, serta sumber yang berasal dari luar
Bahan pencemar pada indoor air dapat muncul dalam wujud gas, uap
(organik dan inorganik), dan partikel. Bahan pencemar kimia yang sering
2. Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Oksida (NO2), dan Sulfur Dioksida (SO2)
yang merupakan gas inorganik hasil pembakaran serta Ozon (O3) yang
3. Senyawa organik yang berasal dari beragam sumber di dalam dan luar
gedung.
16
bermotor, gas dari cerobong asap atau dapur yang terletak di dekat gedung,
produk mikroba lainnya yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat
5. Gangguan ventilasi udara berupa kurangnya udara segar yang masuk, serta
17
Tabel 2.1 Berbagai Macam Pencemaran Udara dalam Ruangan dan Sumbernya
Polutan Sumber
Produk Hasil Pembakaran
Karbon monoksida Gas dan batu bara
Nitogen dioksida Kompor kayu dan batubara
Sulfur dioksida Gas, batubara, dan propane
Senyawa nitrogen Pemanas ruangan
Bahan bakar lilin
Asap Tembakau
Karbon monoksida
Nitogen dioksida
Karbon dioksida
Hidrogen sianida
Nitrosamin Rokok
Cerutu
Hidrokarbon aromatic
Benzo[a]piren
Benzena
Nikotin
Partikel papan, plywood, panil
Karpet
Beberapa bahan furniture
Busa urea-formaldehid
Formaldehid Pengharum dan pembersih ruangan
Hasil pembakaran (gas, tembakau, kayu)
Resin dan beberapa lem
Asap tembakau
Kosmetik
Tekstil
Agen Biologi
Spora jamur Jamur
Bakteri Alat pelembap
Virus Tanaman
Dari tanah, batu dan air yang berdifusi
Radon melalui retakan dan lubang pada fondasi atau
lantai sumur
Volatile Organic Compounds
Alkana Tripleks (plitur)
Hidrokarbon aromatic Bahan untuk papan
Ester Karpet
Alkohol Cat
Sumber: Hidayat, dkk (2012)
18
terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Peraturan Menteri
dapat terjadi setelah terpajan, antara lain yaitu iritasi mata, hidung, dan
tenggorokan, serta sakit kepala, mual, dan nyeri otot, termasuk asma,
tahun kemudian setelah terpajan, antara lain penyakit paru, jantung, dan kanker,
Udara kotor dalam ruangan yang tidak memiliki jalan keluar bisa
pilek, flu, infeksi, tumor, kanker, pikun, dan radang sendi (Ide, 2007).
2. Bakteri dapat menyebabkan pilek, flu, radang pernapasan, dan iritasi mata
ruangan dapat mengeluarkan polutan yang dapat bertahan di dalam ruangan untuk
19
karena pewangi ruangan memaparkan bermacam bahan yang serba kimiawi. Ada
yang bisa menyebabkan alergi, pusing, hingga mual. Selain itu, penyemprot
berbagai desinfektan, hingga tanaman hidup yang tidak pernah dikeluarkan dari
penyakit parkinson, kehilangan ingatan, dan epilepsi pada anjing dan kucing (Ide,
2007).
Menurut Ide (2007) yang mengutip tulisan dari Avon Longitudinal Study, bayi
dan anak dirumah yang menggunakan aerosol atau penyegar udara lebih dari
sekali dalam seminggu, lebih sering menderita infeksi telinga dan diare sedangkan
pada wanita bisa menunjukkan peningkatan depresi dan sakit kepala yang
bermakna.
kali disebut sebagai sick building syndrome (SBS). Keluhan umumnya tidak
spesifik, seperti pegal, linu, pusing, migren, kelelahan, dan kaku otot (Ide, 2007).
Polusi dalam ruangan yang disebabkan berbagai faktor tadi dalam jangka
dalam jangka panjang diyakini menjadi penyebab berbagai penyakit yang lebih
serius termasuk kanker. Kanker umumnya muncul 15-20 tahun sejak terpapar
penyebabnya. Kalau pun tidak sampai terkena kanker, namun sel telur atau
20
sperma kita berpeluang membawa bibit kanker, karena paparan polusi-polusi itu
berpotensi mengubah struktur genetik sel telur dan sperma bahkan bisa mengubah
Sick Building Syndrome (SBS) atau yang disebut juga dengan Tight Building
dengan waktu yang dihabiskan dalam suatu bangunan, namun gejalanya tidak
menurut Laila (2011) yang mengutip pendapat Hedge, Sick Building Syndrome
(SBS) adalah kategori penyakit umum yang berkaitan dengan beberapa aspek fisik
Sick Building Syndrome (SBS) atau sindrom gedung sakit dikenal sejak tahun
Indoor Air Quality (IAQ), dan buruknya ventilasi gedung perkantoran (Yulianti,
dkk, 2012).
pengoperasian dan pemeliharaan gedung. Gejala yang dapat terjadi berupa iritasi
kulit, mata dan nasofaring, sakit kepala, lethargy, fatique, mual, batuk, dan sesak.
21
Gejala tersebut akan berkurang atau hilang bila pekerja tidak berada di dalam
gedung, hal tersebut dapat terjadi pada satu atau dapat tersebar di seluruh lokasi
Quality in Large Office Buildings oleh US EPA (2003), gambaran SBS dilihat dari
3 cara yaitu:
1. Gejala SBS (identifikasi prevalensi per gejala SBS yang memenuhi kriteria
diagnosis yaitu diderita antara 20–50% populasi dengan kategori ya dan tidak
Fenomena ini sering terjadi, namun kurang disadari oleh kebanyakan orang.
Orang-orang yang berada di dalam bangunan tidak mengagap bahwa gejala alergi
yang mereka rasakan disebabkan karena pengaruh kualitas bangunan yang tidak
sehat, mereka menganggap gejala tersebut adalah hal yang biasa tanpa menyadari
kimia, biologis dan fisiologis. Jika faktor tersebut terpelihara baik maka
lingkungan kantor menjadi tempat yang nyaman dan sehat untuk bekerja
22
Selain itu, menurut Yulianti, dkk (2012), dapat disimpulkan bahwa SBS
karena pengaruh kualitas udara dalam ruangan atau Indoor Air Qualty (IAQ)
dapat disebabkan dari berbagai macam polutan, baik polutan dari luar ruangan
maupun polutan dari dalam ruangan, dan sistem Heating, Ventilation, and Air
Conditioning (HVAC).
Faktor yang dapat menimbulkan SBS sangat bervariasi dan faktor yang paling
dominan adalah gedung atau bangunan itu sendiri, di samping polutan lingkungan
yang spesifik. Namun, faktor yang bersifat individual seperti jenis kelamin
Adapun faktor yang memengaruhi SBS yang akan dijelaskan pada bab ini
adalah kualitas udara dalam bangunan (kimiawi, biologi, dan fisik), konstruksi
23
SBS antara lain hipotesis kimia bahwa volatile organic compounds (VOCs) yang
berasal dari perabot, karpet, cat serta debu, karbon monoksida atau formaldehid
iritasi terutama pada mata dan hidung. Iritasi saluran napas menyebabkan asma
dan rinitis melalui interaksi radikal bebas sehingga terjadi pengeluaran histamin,
terjadi kesulitan bernapas, sehingga bakteri atau mikroorganisme lain tidak dapat
individu yang mempunyai riwayat atopi akan memberikan reaksi terhadap VOCs
gejala SBS.
24
Keluhan atau gejala SBS dibagi ke dalam 7 kategori (Aditama, 2002) sebagai
berikut:
1. Iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah dan berair.
2. Iritasi hidung, seperti iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, bersin, batuk
kering.
4. Gangguan paru dan pernafasan, seperti batuk, nafas bunyi, sesak nafas, rasa
berat di dada.
Pendapat lain tentang 7 kategori utama gejala SBS,yaitu sakit kepala; bersin-
bersin, pilek dan hidung tersumbat; iritasi mata, hidung, dan tenggorokan; batuk
dan serak; mata berkunang-kunang; gatal dan bintik merah pada kulit; serta mual
(Iskandar, 2007).
25
1. Sakit Kepala
Penyebab gejala sakit kepala yang muncul di dalam sebuah ruangan dapat
Lingkungan
Kebisingan
Iluminasi Kantor
Volatile Organic
Compounds (VOC)
Sakit Kepala
Level Stres
Mesin Manusia
26
dalam sebuah ruangan dapat dilihat pada diagram fishbone dibawah ini:
Lingkungan
Polutan Biologis
Bersin-
bersin,
Pilek, dan
Hidung
Sistem Ventilasi Tersumbat
yang Kotor Lalai Melakukan
Tindakan
Perawatan
Mesin Manusia
Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan yang termasuk iritasi selaput lendir
adalah salah satu gejala SBS. Gejala ini dapat disebabkan oleh adanya polutan
umum seperti:
a. Gas CO, NO2, dan SO2 yang dihasilkan dari peralatan pemanas yang
b. Penggunaan printer, scanner, mesin fax dan mesin fotocopi yang dapat
menghasilkan ozon.
27
e. Pencemar biologis, yaitu bakteri, jamur, serbuk (pollen) dan virus yang
dapat berkembang biak dalam air tergenang yang terkumpul dalam pipa,
(mikroorganisme), seperti bakteri, jamur, serbuk (pollen) dan virus. Jamur dan
and Air Conditioning) yang menandakan bahwa sistem HVAC dalam keadaan
lembab dan pembersihannya tidak dilakukan secara rutin. Sedangkan serbuk dan
virus yang ditemukan di dalam ruang kerja berasal dari luar gedung terbawa oleh
pekerja yang masuk-keluar ruangan tersebut. Selain itu, gejala batuk dan serak
dapat juga terjadi akibat VOCs yang muncul dalam ruang kerja akibat
5. Mata Berkunang-kunang
matanya untuk berakomodasi secara penuh atau berkonsentrasi dalam waktu yang
lama. Gejala ini berhubungan dengan penggunaan peralatan layar display (dalam
28
hal ini komputer) yang menuntut mata seseorang untuk menerima radiasi yang
dipancarkan olehnya dan kurangnya kadar cahaya yang ada dalam ruang kerja.
anggota tubuh yang lain, khususnya kepala, sehingga orang tersebut akan
Gejala gatal dan bintik merah pada kulit dapat disebabkan oleh debu yang ada
disekeliling pekerja dalam ruang kantor dan polutan biologis yaitu bakteri yang
dibawa oleh pekerja dari luar seperti Staphylococcus dan Micrococcus yang ada
nasal/pharynx saat seseorang berbicara. Debu di dalam ruang kerja berasal dari
debu yang terakumulasi dalam karpet, lubang AC, dan permukaan terbuka yang
7. Mual
maupun peralatan kantor yang baru seperti lemari, meja, kursi. VOCs
baru tersebut.
29
Polusi udara dapat berasal dari sumber yang dekat atau jauh dari lokasi
gedung. Oleh karena itu, sebelum mendirikan bangunan harus diperhatikan hal-
hal :
c. Tingkat polusi air dan tanah, meliputi gas radon dan komponen radioaktif
lainnya
2. Desain Arsitektur
dan agen biologi atau bencana alam. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
memperhatikan :
a. Bagian gedung yang terbuka harus terletak jauh dari sumber polusi dan
30
c. Tempat parkir kendaraan harus dibangun jauh dan tidak terletak pada
3. Pengaturan Jendela
para karyawan.
4. Perlindungan Kelembaban
kejadian SBS, terdiri dari usaha penurunan kelembaban pada pondasi bangunan
Untuk menghindari efek SBS perlu diketahui berbagai aktivitas yang dapat
mesin fotocopi dan merokok. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk membatasi
31
6. Pemilihan bahan
aktivitas kerja sehari-hari serta cara gedung dibersihkan harus diperhatikan dalam
produsen bahan perlengkapan kantor tidak mempelajari produk mereka dan telah
tentu akan memudahkan pengelola gedung dalam pemilihan bahan yang kadar
Ruangan yang luasanya terbatas, ventilasi adalah salah satu metode untuk
dalam ruangan yang terkena polusi. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk
penyebarannya
1. Memasang musik dengan nada yang lembut sesuai dengan suasana di tempat
32
b. Memperbaiki atap dan kebocoran pipa yang merupakan sumber air yang
jamur.
sistem ventilasi yang terpisah, agar tidak ada partikel yang terbawa dan
beterbangan.
rendah.
clerical work) yaitu sebesar 1000 Lux dengan jenis lampu TL 40 Watt.
33
Monoksida (CO), Timbal (Pb), dan Asbes (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1077/Menkes/Per/V/2011).
34
fungsi paru, menyebabkan iritasi pada mata, inflamasi pada saluran pernapasan
menyebabkan batuk, sekresi lendir, memicu asma dan bronkhitis kronis serta
a. Penggunaan bahan bakar seperti arang, kayu, minyak bumi dan batu bara.
antara lain:
pertukaran udara.
seperti lemas, batuk, sesak napas, bronchopneumonia, edema paru, dan cyanosis
serta methemoglobinemia.
a. Penggunaan bahan bakar seperti arang, kayu, minyak bumi dan batu bara.
35
antara lain:
buruk terutama pada balita, berat badan bayi lahir rendah, kematian janin dan
gangguan kardiovaskular). Gejala yang muncul akibat keracunan gas CO, antara
lain pusing, mual, gelisah, sesak napas, sakit dada, bingung, pucat, tidak sadar,
ventilasi dalam ruangan yang bersangkutan. Kadar CO2 dalam suatu ruangan
harus diusahakan < 1.000 ppm. Apabila kadar CO2 melebihi batas tersebut maka
memberikan indikasi bahwa jumlah udara segar yang dialirkan melalui sistem
ventilasi tidak mencukupi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa suatu
a. Penggunaan bahan bakar seperti arang, kayu, minyak bumi, dan batu bara.
36
antara lain:
a. Penggunaan bahan bakar seperti arang, kayu, minyak bumi, dan batu bara.
37
antara lain:
pertukaran udara.
buang).
5. Timbal (Pb)
bahkan kematian.
c. Pajanan pada anak-anak atau janin dapat lebih parah, karena menyebabkan
38
antara lain:
beserta debu.
tinggi.
buang).
6. Asbes
(kerusakan paru permanen). Faktor risiko keberadaan asbes ialah pada bahan
bangunan yang mengandung asbes (atap dan langit-langit), dan sebagai isolasi
tahan api.
39
adalah:
a. Pastikan bahan yang mengandung asbes dalam kondisi baik, periksa secara
(pelapukan).
7. Formaldehid (HCHO)
a. Gas formaldehid dapat menyebabkan mata berair, rasa terbakar pada mata
dan tenggorokan, sulit bernapas terutama dalam konsentrasi lebih dari 0,1
ppm.
b. Pada konsentrasi lebih tinggi dapat menjadi pencetus serangan asma dan
Pemaparan formaldehid pada kadar yang cukup rendah 0,05-0,5 ppm dapat
menyebabkan mata terbakar, iritasi pada saluran nafas bagian atas dan dicurigai
konjungtiva, saluran napas atas dan bawah. Gejalanya bersifat sementara dan
40
bergantung pada tingkat serta luasnya pajanan, mulai dari rasa terbakar di mata,
hidung dan saluran napas, dada terasa berat dan mengi. Reaksi berat pada pajanan
dkk, 2012).
b. Hasil samping dari pembakaran bahan bakar biomasa dan proses alamiah
lainnya, sehingga gas ini secara alamiah berada dalam ruang maupun luar
ruang.
c. Dalam rumah, berasal dari kayu olahan yang diawetkan dengan resin
formaldehid urea atau fenol formaldehid, cat, lem dan produk-produk kayu
olahan lainnya.
formaldehid adalah:
b. Mencari tahu tentang kadar formaldehid dalam perabotan atau bahan baku
41
VOCS muncul dalam bentuk gas dari berbagai padatan atau cairan. VOCs
yang merupakan variasi dari bahan-bahan kimia, memiliki efek kesehatan yang
merugikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Rini Iskandar, 2007).
Konsentrasi dari VOCs biasanya lebih besar di dalam gedung (indoors) daripada
di luar gedung (outdoors). Keberadaan VOCs dalam ruang kerja dideteksi muncul
dari berbagai produk seperti cat, bahan pengelupas cat, bahan pengawet kayu, alat
fluids, perekat, cap permanen (permanent markers), dan penyegar udara (Iskandar,
2007).
Efek kesehatan yang ditimbulkan dari VOCs adalah sakit kepala, iritasi mata,
hidung, dan tenggorokan. Bila dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, beberapa
jenis organik bahkan dapat menyebabkan kanker (Iskandar, 2007). Pajanan VOCs
42
napas. Iritasi mukosa saluran napas dan efek neurotoksik akan memberikan
a. Dikeluarkan sebagai gas oleh beragam produk seperti cat dan vernis,
kerajinan dan grafis, termasuk lem dan dan perekat, spidol permanen, dan
pelarut fotografi.
organik.
antara lain:
VOCs.
43
VOCs.
i. Dilarang merokok
yang kuat.
c. Bayi dan anak-anak yang orang tuanya perokok mempunyai risiko lebih
Faktor risiko keberadaan ETS ialah padassap rokok yang terhirup oleh
dalam rumah.
fasilitas/tempat-tempat umum.
44
Selain parameter diatas, ada 1 parameter bahan kimia lagi yang dapat
menurunkan kualitas udara dalam runagan yaitu ozon. Berbagai proses kegiatan
dan peralatan yang menggunakan sinar ultra violet (UV) atau menyebabkan
mengeluarkan ozon antara lain : printer laser, lampu UV, mesin fotocopy, dan
ioniser. Ozon merupakan gas yang sangat beracun dan mempunyai efek pada 180
konsentrasi rendah. Menurut WHO, ozon dapat menyebabkan iritasi pada mata
dan saluran pernafasan. Oleh karena ozon merupakan gas yang sangat mudah
bereaksi, pada umumnya hanya dapat dijumpai dekat dengan sumbernya dan
hanya mempunyai pengaruh yang kecil pada lingkungan udara dalam ruangan
(Anjani, 2011).
Oleh karena itu, berdasarkan pendapat Laila (2011) dapat disimpulkan bahwa
sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NO2), karbon monoksida (CO), karbon
dioksida (CO2), dan ozon merupakan salah satu faktor risiko terjadinya SBS.
mengindikasikan kondisi biologi udara dalam rumah seperti bakteri dan jamur
45
Dampak yang mungkin terjadi akibat adanya buruknya kualitas biologi udara
adalah:
seperti flu, hipersensitivitas (asma, alergi), dan juga toxicosis yaitu toksin
2. Beberapa bentuk penyakit yang berhubungan dengan SBS yaitu iritasi mata
dan hidung, kulit dan lapisan lendir yang kering, kelelahan mental, sakit
reaksi hipersensitivitas.
3. Gejala fisik yang biasa dijumpai akibat kontaminan biologis adalah batuk,
dada sesak, demam, menggigil, nyeri otot, dan reaksi alergi seperti iritasi
membran mukosa dan kongesti saluran napas atas. Salah satu bakteri
46
Legionnaire’s disease.
serangga, bakteri, kutu binatang peliharaan, jamur, serbuk sari yang masuk
kedalam ruang, bakteri Legionella yang berasal dari soil borne yang menembus
dalam ruang, alga yang tumbuh dekat kolam/danau masuk ke dalam ruangan
melalui hembusan angin, serangga di luar ruang yang dapat menembus bangunan
tertutup, dan kontaminasi yang berasal dari dalam ruang dengan kelembaban
tinggi, maka spora jamur akan meningkat (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1077/Menkes/Per/V/2011).
mikrobiologi (bakteri, jamur, serbuk sari, dan virus) merupakan salah satu faktor
bangunan yang terlalu rapat satu sama lain, sistem AC yang menggunakan air dan
virus, bakteri, jamur, protozoa dan lain-lain (Anjani, 2011). Selain itu, menurut
Virus, bakteri, dan jamur dapat menyebabkan infeksi, reaksi alergik, dan
reaksi asmatik pada lingkungan dalam ruangan tertutup. Pemaparan untuk waktu
47
yang lama oleh jamur dan mikroorganisme lainnya dapat menyebabkan alergi
tinggal, pastikan tidak ada kebocoran dan ruangan memiliki sistem ventilasi
mencegah kontaminasi dari bahan dan peralatan yang telah dipakai oleh
kamar tidur.
48
udara yang nantinya dapat mempengaruhi SBS dapat dilihat pada tabel dibawah
ini:
perkantoran dan industri bahwa kualitas fisik udara dalam ruangan ditentukan
oleh variabel suhu, kelembaban relatif, intensitas cahaya, dan laju ventilasi.
seperti kelelahan, kekakuan, dan sakit kepala (Laila, 2011). Uap air di udara dapat
49
kelembaban yang tinggi melarutkan senyawa kimia lain lalu menjadi uap dan
Faktor risiko kelembaban ruangan yang buruk ialah konstruksi yang tidak
baik seperti atap yang bocor, lantai, dan dinding rumah yang tidak kedap air, serta
RI No. 1077/Menkes/Per/V/2011).
adalah:
1. Bila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat dilakukan upaya
2. Bila kelembaban udara lebih dari 60%, maka dapat dilakukan upaya
penyehatan antara lain memasang genteng kaca dan menggunakan alat untuk
udara).
50
adalah antara 30-60% , sementara menurut standar baku mutu sesuai Keputusan
adalah 40-60%.
2.4.3.2 Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja karena tubuh
maskuler. Namun dari semua energi yang dihasilkan tubuh hanya 20% saja yang
Dampak dari suhu dalam ruangan yang terlalu rendah dapat menyebabkan
gangguan kesehatan hingga hypotermia, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat
makin tinggi kecepatan aliran udara maka akan semakin membebani tenaga kerja.
Pada tempat kerja dengan suhu udara yang panas maka akan menyebabkan proses
kurangnya koordinasi otot. (Suma’mur, 2009). Selain itu, Menurut H.Gul (2010)
prevalensi gejala SBS meningkat secara signifikan pada suhu di atas 22°C
51
industri, suhu yang dianggap nyaman untuk suasana bekerja di perkantoran adalah
18-28°C. Karyawan dapat menunjukkan kinerja terbaik saat bekerja pada suhu
antara 19 dan 20°C (ASHRAE ,2003). Selain itu, Institut Nasional untuk
Faktor risiko perubahan suhu udara dalam ruangan dipengaruhi oleh beberapa
3. Kepadatan hunian
5. Kondisi Geografis
6. Kondisi Topografi
1. Bila suhu udara di atas 30ºC diturunkan dengan cara meningkatkan sirkulasi
2. Bila suhu kurang dari 18ºC, maka perlu menggunakan pemanas ruangan
kesehatan.
2.4.3.3 Kecepatan angin atau laju ventilasi memengaruhi gerakan udara dan
pergantian udara dalam ruang. Kecepatan udara yang kurang dari 0,1 meter/detik
atau lebih rendah menjadikan ruangan tidak nyaman karena tidak ada pergerakan
52
1077/Menkes/Per/V/2011).
Selain itu, pengaruh kecepatan angin terhadap kenyaman penghuni gedung dapat
ruangan) minimal 20 cfm/orang dalam suatu gedung dan untuk ruangan khusus
53
ruangan dan juga suplai udara segar bagi penghuni gedung. Hal inilah yang
menjadi alasan mengapa ventilation rate menjadi krusial dalam pencegahan SBS.
bangunan yang tertutup udara tidak dapat bergerak secara bebas dan polutan dapat
terakumulasi di dalam ruangan. Kondisi tersebut dapat memicu kuman dan zat
kimia beracun yang ada dalam gedung untuk bereaksi, sehingga kualitas udara
1. Rumah harus dilengkapi dengan ventilasi, minimal 10% luas lantai dengan
pergantian udara dengan membuka jendela minimal pada pagi hari secara
rutin.
54
2. Kelelahan Mental
5. Meningkatnya kecelakaan
glare dan memaksa mata untuk mengurangi intensitas cahaya yang masuk
kedalamnya. Kedua kondisi ini pada akhirnya bisa menimbulkan kelelahan dan
memicu gejala-gejala SBS lainnya (Budiono, dkk, 2003). Selain itu, dampak nilai
mata yang terlalu tinggi, sehingga akan berakibat terhadap kerusakan retina pada
mata. Cahaya yang terlalu tinggi juga akan mengakibatkan kenaikan suhu pada
pencahayaan di perkantoran dan industri dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
55
tercemar oleh beberapa polutan yang berasal dari luar gedung, dalam gedung, dari
tersebut.
56
sumber pencemaran yang berasal dari komponen atau konstruksi bangunan seperti
plafon, dinding, dan lantai mengandung senyawa kimia (asbes) dan dapat
(penggunaan karpet, tirai, dan bahan tekstil lainnya), peralatan interior yang
sudah tua atau rusak, bahan yang mengandung asbestos dapat memicu
2. Bahan kimia yang terdapat pada setiap konstruksi bahan bangunan atau
Ventilasi yang dimaksud disini adalah proses pemasukan udara (bersih) dan
pengeluaran udara yang berkualitas buruk atau kurang baik dari dalam ruangan.
Ventilasi dapat berjalan secara alami (natural) ataupun mekanikal (buatan) dengan
Pada dasarnya desain AC yang dipakai untuk mengatur suhu ruangan secara
57
tidak terawat dengan baik dapat membuat kondisi bangunan menjadi buruk.
Selain itu, penggunaan air conditioner (AC) sebagai alternatif untuk mengganti
Building Syndrome (SBS) atau Tight Building Syndrome (TBS) (Prasasti, dkk,
2005).
udara pada suatu bangunan, yang terdiri dari boiler atau furnace, cooling tower,
chilling, air handling unit, exhaust fan, ductwork, steam, filter, fans (air supply),
make up-ai, room exhaust, dampers, room air diffuser, dan return air grills
3. Penyaringan udara
4. Gulungan pendingin
Australia dan Environmental Protection Agency (EPA), desain dan sistem HVAC
berfungsi untuk:
58
pada ruangan, panas radiasi, suhu serta kelembaban. Selain itu, pemenuhan
Teknik dilusi merupakan salah satu teknik yang digunakan, yaitu dengan
Dilusi dapat efektif bila terdapat aliran suplai udara konsisten dan cukup
untuk bercampur dengan udara dalam ruangan. Selain itu, teknik selanjutnya
kebersihan di dalam area perkantoran yang dapat menimbulkan gejala SBS ialah:
59
di udara, VOCS dari penggunaan perekat dan cat, residu pestisida dari
2.6.1 Umur
Menurut Laila (2011) yang mengutip pendapat Hedge dan Mendell, usia yang
lebih muda ikut berperan dalam menimbulkan gejala dan keluhan SBS, dimana
ketika usia mencapai 21 sampai 30 tahun, merupakan usia produktif yang dimana
dalam usia ini biasanya karyawan dituntut untuk menunjukkan performa kerjanya
Keluhan terhadap gejala SBS biasanya ditemukan pada pekerja yang berumur
muda dan pertengahan umur dibandingkan dengan mereka yang berada di usia
tua. Karyawan muda akan bekerja di bawah kondisi fisik dan psikososial yang
kurang menguntungkan dari pada mereka yang lebih tua dan lebih
prevalensi SBS pada orang muda yang lebih sering ditemukan (Laila, 2011).
Menurut Laila (2013) yang mengutip pendapat Wahab, sebagian besar studi
menyimpulkan bahwa gejala SBS lebih sering dilaporkan oleh perempuan serta
prevalensi keseluruhan SBS untuk perempuan menjadi sekitar 3 kali lipat daripada
laki-laki. Menurut Laila (2011) yang mengutip pendapat Wahab, bahwa laki-laki
dan perempuan berbeda dalam hal mewarisi risiko biologis, risiko yang diperoleh
berhubungan dengan pekerjaan, waktu luang dan gaya hidup, persepsi gejala dan
60
mencari bantuan, dan perilaku kesehatan serta perempuan juga lebih sensitif
dengan berbagai faktor yang berhubungan dengan lingkungan kerja fisik dan
psikososial.
Menurut Laila (2011) yang mengutip pendapat Rani, lama kerja merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kejadian SBS karena pekerja
mempengaruhi pegawai. Pegawai akan merasa tertekan dan tidak betah untuk
Karakteristik lama kerja dan masa kerja dalam penelitian ini terdiri dari
jumlah jam kerja pekerja per hari dan waktu yang dihabiskan oleh pekerja yang
terhitung sejak mulai bekerja di tempat tersebut sampai penelitian ini berlangsung.
setiap pengusaha harus melaksanakan ketentuan jam kerja seperti yang diatur oleh
undang-undang. Ada 2 sistem yang diatur dalam penentuan jam kerja, yaitu:
1. 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja
2. 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja
dalam 1 minggu.
Menurut Habibi (2013) yang mengutip pendapat Tarwaka, masa kerja dibagi
kedalam 2 kategori yaitu, dikatakan tenaga kerja baru jika memiliki masa kerja
61
kurang dari lima tahun (<5 tahun), dan tenaga kerja lama jika masa kerjanya lebih
Menurut Laila (2011) yang mengutip pendapat Thorn, masa kerja yang cukup
Karakteristik pekerja yang dimaksud dalam hal ini adalah riwayat kesehatan
pekerja, apakah pekerja yang menjadi responden sedang dalam kondisi sakit atau
tidak dan atau apakah pekerja memiliki riwayat penyakit asma ataupun alergi.
Apabila pekerja sedang dalam kondisi sakit dan atau memiliki riwayat penyakit
asma ataupun alergi, maka pekerja tersebut tidak dapat diikutsertakan dalam
penelitian ini (tidak menjdi responden) karena dapat menimbulkan bias terhadap
62
1. Kelembaban
2. Suhu
3. Kecepatan Angin
4. Intensitas Cahaya
Kejadian
Kualitas Biologi Udara
dalam Ruangan: Sick Building
Syndrome
Angka Kuman
(SBS)
Karakteristik Pekerja:
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Lama Kerja
4. Masa Kerja
63