Anda di halaman 1dari 18

MATA KULIAH : HYGIENE DAN SANITASI PANGAN

DOSEN : ZAENAB, SKM., M.Kes

MAKALAH PENGAWASAN TEMPAT-TEMPAT MAKAN

Di susun oleh :
MUH FADIL KURNIADI HS

PO714221221026

D.IV TINGKAT II A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

SANITASI LINGKUNGAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT Tuhan yang Maha kuasa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis telah
dapat menyusun makalah “MAKALAH PENGAWASAN TEMPAT
MAKAN”yang merupakan tugas dari mata kuliah Hygiene dan Sanitasi Pangan.

Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dan masukan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Dosen mata kuliah penyehatan udara Ibu ZAENAB,
SKM., M.Kes dan semua pihak yang telah membantu tersusunnya makalah ini.

Makalah yang penulis susun ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu
penulis terbuka terhadap saran dan kritikan yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang.

Akhir kata semoga saja makalah ini memberikan manfaat kepada semua
pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Terima Kasih

Makassar, 9 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................3

C. Tujuan........................................................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................4

A. Pedagang Kaki Lima..................................................................................................4

B. Higiene Sanitasi.........................................................................................................7

C. Higiene Perorangan....................................................................................................10

BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................12

A. Hasil ..........................................................................................................................12

B. Pemabahasan..............................................................................................................12

BAB 4 PENUTUP...............................................................................................................14

A. Kesimpulan................................................................................................................14

B. Saran..........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pekerjaan dalam sektor informal yang menjadi fenomena di perkotaan yakni Pedagang
Kaki Lima (PKL) yang banyak dijumpai ditempat keramaian atau fasilitas publik seperti
dipinggir jalan, taman-taman kota, stasiun, terminal, emperan toko, jalur transportasi dan
sebagainya (Khotimah, 2018). Pedagang kaki lima merupakan pedagang atau orang yang
melakukan kegiatan atau usaha kecil tanpa didasari atas ijin dan menempati pinggiran jalan
(trotoar) untuk menggelar dagangan.

Menurut Evens dan Korff (2000), pedagang kaki lima adalah bagian dan sektor informal kota
yang yang mengebangkan aktivitas produksi barang dan jasa di luar kontrol pemerintah dan tidak
terdaftar. PKL dapat bersifat mandiri dalam menjalankan usahanya, bahkan dapat dikatakan jika
PKL tersebut cenderung kreatif dengan memunculkan terobosan baru yang unik dalam usaha
pengembangan dagangannya. Kemandirian PKL dinilai dapat memacu pendapatan mereka yang
semula rendah menjadi menengah. Kegiatan perdagangan disini juga membuka kesempatan kerja
bagi pelakupelaku lainnya untuk berusaha.

Keberadaan PKL disini sangat menarik untuk dibahas satu persatu, misalnya mengenai dampak
atas keberadaan PKL tersebut. Sekilas PKL hanyalah pedagang biasa yang menggelar
dagangannya dipinggiran jalan, akan tetapi dampak dari keberadaannya sangat mengganggu
kenyamanan pengguna fasilitas umum dan juga mengganggu ketertiban kota (Permadi, 2007).
Sebagai contoh, PKL yang bergerak dibidang usaha makanan pada umumnya akan membuang
sisa makanan dan minuman di tempat umum. Dari sisi lokasi dan lekat, keberadaan PKL yang
kurang tertara dapat mengganggu eksistensi ruang terbuka hijau (Puspitasari, 2010). Keberadaan
PKL dalam membuka usaha di trotoar tampak dilematis sebab mengganggu kenyamanan para
pengguna jalan tidak hanya itu, bahkan juga mampu merusak fasilitas yang ada di jalan.

Pada umumnya PKL belum menerapkan higiene sanitasi yang baik, sehingga dengan praktek
pengelolaan makanan yang tidak higienis tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan berbagai

1
penyakit yang diakibatkan oleh makanan atau keracunan makanan (Wilis dan Handayani, 2013).
Masalah sanitasi hygiene di Indonesia masih menjadi perkara pelik yang berdampak besar
terhadap kesehatan masyarakat serta keseimbangan lingkungan. Pembangunan sarana sanitasi
yang layak masih relatif rendah dan tak sebanding dengan jumlah penduduk. Masalah ini
barangkali akan terdengar sepele bagi masyarakat dengan persediaan air bersih cukup dan
lingkungan yang sehat. Akan tetapi, di daerah-daerah yang jauh dari pengawasan kita, sanitasi
yang buruk dapat berujung pada ancaman kematian

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/MenKes/SK/V/2003, higiene sanitasi


makanan adalah upaya untuk mengendalikan terhadap faktor makanan, orang, tempat,
perlengkapannya yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Aktivitas
pedagang kaki lima yang sangat beragam dimana pedagang kaki lima dapat berjualan pada siang
dan malam hari, apabila dalam proses pengolahan tidak dikelola dengan baik akan dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan, bahkan keracunan makanan.

Terminal sebagai tempat umum, dimana aktivitas manusia yang begitu ramai juga menyebabkan
sebagian besar orang tersebut menghabiskan waktu disana. Dengan begitu mereka juga
menggunakan fasilitas-fasilitas sanitasi, seperti tempat pembuangan sampah, toilet, dan fasilitas-
fasilitas lainnya. Kebutuhan fasilitas sanitasi terminal ini semakin besar/banyak seiring dengan
banyaknya jumlah penumpang di terminal tersebut (Istiqomah, 2015). Pentingnya keberadaan
terminal selain sebagai prasarana angkutan umum yang mana di dalamnya terdapat banyak
aktivitas, seperti kegiatan pengiriman barang, dan penumpang yang datang dan pergi dari daerah
satu ke 3 daerah yang lain terminal juga dapat menjadi sumber penyebaran penyakit bagi
masyarakat.

Sumber penyebaran penyakit tersebut dapat disebabkan oleh sanitasi terminal yang buruk,
perilaku hidup bersih dan sehat penumpang, serta kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
sanitasi hygiene dapat mempercepat penyebaran penyakit yang ada. Lingkungan terminal yang
tidak terawat dapat menyebabkan terminal menjadi kotor, pengap, dan berpotensi menjadi
tempat berkembang biaknya berbagai macam vektor penyakit antara lain lalat, tikus, kecoa.
Maka dari itu, perlu dilakukannya upaya pengawasan dan pengendalian kebersihan terminal .

Permasalahan sanitasi higiene seperti kebersihan polusi udara di terminal, ketersediaan air
bersih, kebersihan diri pedagang, kaulitas makanan (cara pengolahan, kualitas bahan). Penelitian

2
terdahulu diketahui ada 2 responden yang menggunakan perhiasan dan ada 2 responden yang
tidak memotong kuku pendek, Sanitasi Peralatan 10% dari 10 jumlah responden tidak membilas
peralatan di air yang mengalir, 20% dari 10 responden tidak menyimpan peralatan di tempat
yang bersih dan 30% dari 10 responden tidak memiliki tempat penyimpanan peralatan, dan
Sanitasi Tempat Pengolahan Makanan 90% dari 10 tempat pengolahan makanan terdapat
serangga di sekitar tempat jualan, 80% dari 10 tempat tidak tersedia tempat sampah tertutup .

Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan makanan tersebut
dapat menjadi media bagi suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang
terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (food-borned diseases). Penyakit bawaan
makanan merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dan
paling membebani yang pernah dijumpai di zaman modern ini salah satunya adalah keracunan
pada makanan. Keracunan pada makanan menimbulkan banyak korban dalam kehidupan
manusia dan menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di kalangan bayi, anak, lansia
dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yaitu :

Untuk mengetahui faktor risiko di tempat-tempat makan/ pedagang kaki lima

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan penulisan yaitu :

Dapat mengetahui faktor risiko di tempat-tempat makan/ pedagang kaki lima

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pedagang Kaki Lima

1. Pengertian pedagang kaki lima

Pedagang kaki lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang
melakukan kegiatan komersial di atas daerah milik jalan (DMJ/trotoar) yang (seharusnya)
diperuntukkan untuk pejalan kaki (pedestrian). Ada pendapat yang menggunakan istilah PKL
untuk pedagang yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena
jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga
“kaki” (yang sebenarnya adalah tiga roda, atau dua roda dan satu kaki kayu). Menghubungkan
jumlah kaki dan roda dengan istilah kaki lima adalah pendapat yang mengada-ada dan tidak
sesuai dengan sejarah. Pedagang bergerobak yang 'mangkal' secara statis di trotoar adalah
fenomena yang cukup baru (sekitar 1980-an), sebelumnya PKL didominasi oleh pedagang
pikulan (penjual cendol, pedagang kerak telor) dan gelaran (seperti tukang obat jalanan).

Banyak penjelasan yang dapat ditemui apabila membahas mengenai PKL. Keberadaan PKL
disini sangat menarik untuk dibahas, misalnya mengenai dampak atas keberadaan PKL maupun
mengenai cara pemerintah untuk menata PKL tersebut. Sekilas PKL hanyalah pedagang biasa
yang menggelar dagangannya dipinggiran jalan maupun diemperan toko (Permadi, 2007). 10
Keberadaan PKL terkadang sangat mengganggu kenyamanan pengguna fasilitas umum dan juga
mengganggu ketertiban kota. Akan tetapi PKL juga dapat bersifat mandiri dalam menjalankan
usahanya, bahkan dapat dikatakan jika PKL tersebut cenderung kreatif dengan memunculkan
terobosan baru yang unik dalam usaha pengembangan dagangannya. Kemandirian PKL dinilai
dapat memacu pendapatan mereka yang semula rendah menjadi menengah. Kegiatan
perdagangan disini juga membuka kesempatan kerja bagi pelaku-pelaku lainnya untuk berusaha.

2. Karakteristik pedagang kaki lima

Rata-rata pedagang kaki lima menggunakan atau perlengkapan yang mudah


dibongkar-pasang atau dipindahkan, dan sering kali menggunakan lahan fasilitas umum sebagai

4
tempat usahanya. Beberapa karakteristik khas pedagang kaki lima yang perlu dikenali adalah
sebagai berikut (Suyatno, Baging dan Kanarji, 2005):

a. Pola persebaran pedagang kaki lima umumnya mendekati pusat keramaian dan tanpa izin
menduduki zona-zona yang semestinya menjadi milik publik (depriving public space).

b. Para pedagang kaki lima umumnya memiliki daya sesistensi sosial yang sangat lentur terhadap
berbagai tekanan dan kegiatan penertiban.

c. Sebagai sebuah kegiatan usaha pedagang kaki lima umumnya memiliki mekanisme involutiv
penyerapan tenaga kerja yang sangat longgar.

d. Sebagian besar pedagang kaki lima adalah kau migran, dan proses adaptasi serta eksistensi
mereka didukung oleh bentuk-bentuk hubungan patronase yang didasarkan pada ikatan faktor
kesamaan daerah asal (locality sentiment)

e. Para pedagang kaki lima rata-rata tidak memiliki keterampilan dan keahlian alternatif untuk
mengembangkan kegiatan usaha baru luar sektor informal kota.

Pedagang kaki lima dapat dijelaskan melalui ciri-ciri umum yang dikemukakan oleh Kartono
dkk, yaitu:

a. Merupakan pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus berarti produsen.

b. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat satu ke tempat yang
lain (menggunakan pikulan, kereta dorong, tempat atau stand yang tidak permanen serta bongkar
pasang).

c. Menjajakan bahan makanan, minuman, barang-barang konsumsi lainnya yang tahan lama
secara eceran.

d. Umumnya bermodal kecil, kadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan
mendapatkan sekedar komisi sebagai imbalan atas jerih payahnya.

e. Kualitas barang-barang yang diperdagangkan relatif rendah dan biasanya tidak bersetandart.

f. Volume peredaran uang tidak seberapa besar, para pembeli merupakan pembeli yang berdaya
beli rendah.

5
g. Usaha skala kecil bisa berupa family enterprise, dimana ibu dan anak-anak turut membantu
dalam usaha tersebu, baik langsung maupun tidak langsung.

h. Tawar menawar antar penjual dan pembeli merupakan iciri yang khas pada usaha pedagang
kaki lima.

i. Dalam melaksanakan pekerjaannya ada yang secara penuh, sebagian lagi melaksanakan setelah
kerja atau pada waktu senggang, dan ada pula yang melaksanakan musiman.

3. Pengelompokan pedagang kaki lima

Pengelompokan Pedagang Kaki Lima Sebenarnya ada banyak sekali pengelompokkan jika
dilihat dari sarana fisiknya, dibawah ini akan dijelaskan beberapa dari pedagang kaki lima
menurut sarana fisiknya (Widjayanti, 2000):

a. Kios

Pedagang yang menggunakan bentuk sara ini dikategorikan pedagang yang menetap, karena
secara fisik jenis ini tidak dapat dipindahkan. Biasanya merupakan bangunan semi permanen
yang dibuat dari papan.

b. Warung Semi Permanen

Menurut KBBI, warung merupakan tempat menjual makanan, minuman, kelontong, dan
sebagainya. Warung semi permanen yang dimaksud yaitu terdiri dari bebearap gerobak yang
diatur berderet yang dilengkapi dengan meja dan bangku-bangku panjang. Bentuk sara ini
beratap dari bahan terpal atau plastik yang tidak tembus air. Pedagang kaki lima ini
dikategorikan Pedagang kaki lima menetap dan biasanya berjualan makanan dan minuman.

c. Gerobak Atau Kereta Dorong

Bentuk sara berdagang ini ada 2 jenis, yaitu gerobak atau kereta dorong yang beratap sebagai
perlindungan untuk barang dagangan dari pengaruh panas, debu,hujan dan sebagainya serta
gerobak atau kereta dorong yang tidak beratap. Sarana ini dikategorikan jenis pedagang kaki
lima yang menetap dan tidak menetap. Biasanya untuk menjajakan makanan, minuman serta
rokok.

6
d. Jongkok Atau Meja

Bentuk sara berdagang seperti ini dapat beratap dan tidak beratap. Sarana seperti ini
dikategorikan jenis pedagang kaki lima yang menetap.

e. Gelaran Atau Alas Pedagang

Menjajakan barang dagangannya diatas kain,tikar dan lainnya untuk menjajakan barang
dagangannya. Bentuk sara ini dikategorikan pedagang kaki lima yang semi menetap dan
umumnya sering dijumpai pada jenis barang kelontong.

f. Pikulan Atau Keranjang

Sarana ini digunakan oleh para pedagang keliling atau semi menetap dengan menggunakan satu
atau dua keranjang dengan cara dipikul. Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan mudah
untuk dibawa berpindah-pindah tempat.

B. Higiene Sanitasi

1. Pengertian Higiene Sanitasi

Higiene (berasal dari nama dewi kesehatan Yunani, Hygieia) biasanya hanya diartikan sebagai
“kebersihan”, tetapi dalam arti luas higiene mencakup semua keadaan dan praktek, pola hidup,
kondisi tempat dan lain sebagainya di sepanjang rantai produksi, yang diperlukan untuk
menjamin keamanan pangan (Surono dkk, 2016). Higiene ini menitikberatkan pada usaha
kesehatan individu, maupun usaha kesehatan pribadi hidup manusia.

Sanitasi merupakan usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha
kesehatan lingkungan hidup manusia (Rejeki, 2015). Lingkungan menjadi salah satu faktor
penyebab terkontaminasinya suatu makanan sehingga menciptakan lingkungan aman dan sehat
akan berpengaruh terhadap kualitas makanan yang diolah. Sanitasi sebagai bagian penting yang
berkaitan dengan pengolahan makanan yang sesuai dengan persyaratan yang ada. Sanitasi
makanan adalah upaya untuk menjaga kebersihan dan keamanan makanan agar tidak terjadi
keracunan dan penyakit pada manusia akibat makanan (Chandra, 2011).

Higiene sanitasi makanan adalah upaya kesehatan dalam memelihara dan melindungi kebersihan
makanan, melalui pengendalian faktor lingkungan dari makanan yang dapat atau mungkin dapat

7
menimbulkan penyakit dan gangguan kesehatan (Dinkes, 2006). Higiene dan sanitasi merupakan
hal yang penting dalam menentukan kualitas makanan dimana Escherichia coli sebagai salah satu
indikator terjadinya pencemaran makanan yang dapat menyebabkan penyakit akibat makanan
(food borne diseases).

2. Faktor yang mempengaruhi hygiene sanitasi

Faktor yang mempengaruhi higiene dan sanitasi makanan merupakan hal yang
dapat berpengaruhi terhadap kualitas makanan. Faktor-faktor higiene sanitasi makanan meliputi:

a. Pemilihan bahan makanan

Bahan makanan perlu dilakukan pemilihan yang baik diliha dar segi kebersihan, penampilan dan
kesehatan. Bahan makanan yang baik dan memenuhi syarat dapat meminimalisir dan mencegah
adanya kontaminasi.

b. Pengangkutan bahan makanan

Pengangkutan bahan makanan harus sesuai dengan syarat sanitasi yang baik, pengangkutan
dilakukan setelah melakukan pemilihan bahan makanan.

c. Penyimpanan bahan makanan

1) Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus yang bersih dan memenuhi syarat
tidak menjadi tempat bersarangnya serangga dan tikus.

2) Ditempatkan terpisah dengan makanan yang telah diolah

3) Sirkulasi udara baik

4) Pencahayaan yang baik dan cukup

5) Penyimpanan bahan padat dengan syarat ketebalan maksimal 10 cm

6) Kelembaban ruangan dengan skala 80-90%

7) Setiap bahan makanan mempunyai kartu catatan agar dapat digunakan untuk riwayat keluar
masuk barang dengan sistem FIFO (First In First Out).

8
d. Pengolahan makanan

Pengolahan makanan menyangkut empat aspek yaitu:

1) Penjamah makanan

Penjamah makanan adalah seorang tenaga yang bertugas untuk memanen, menyembelih,
mengangkut hingga mengolah 15 makanan yang dapat menjadi faktor penyebab terjadinya
kontaminasi terhadap makanan Penjamah juga dapat berperan sebagai penyebar penyakit, hal ini
bisa terjadi melalui kontak antara penjamah makanan yang menderita penyakit menular dengan
konsumen yang sehat, kontaminasi terhadap makanan oleh penjamah yang membawa kuman.

2) Cara pengolahan makanan

Cara pengolahan adalah semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara
terlindung dari kontak langsung antara penjamah dengan makanan. Perlindungan kontak
langsung dengan makanan jadi dilakukan menggunakan sarung tangan, penjepit makanan,
sendok, garpu dan sejenisnya. Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai
celemek, tutup rambut, tidak merokok dan menggaruk anggota tubuh.

3) Tempat pengolahan makanan

Tempat pengolahan makanan, dimana makanan diolah sehingga menjadi makanan jadi biasanya
disebut dengan dapur, perlu diperhatikan kebersihan tempat pengolahan. Tempat pengolahan
(dapur) harus dibersihkan pada saat sebelum dan sesudah kegiatan.

4) Peralatan dalam pengolahan makanan

Prinsip dasar persyaratan perlengkapan/peralatan dalam pengolahan makanan adalah aman


sebagai alat/perlengkapan pengolahan makanan. Aman ditinjau dari bahan yang digunakan,
peralatan juga tidak terbuat dari bahan yang berbahaya dan tidak diperbolehkan mengandung E.
coli per cm2 permukaan alat masak dan makan. Kebersihan serta cara menyimpan alat masak
dan makan dapat berpengaruh terhadap kualitas makanan yang diolah.

9
e. Penyimpanan makanan

Penyimpanan makanan sangat penting hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas makanan,
sebaiknya makanan ditempatkan pada tempat yang telah memenuhi syarat disimpan di dalam
lemari.

f. Pengangkutan makanan

Makanan yang telah selesai diolah memerlukan pengangkutan untuk selanjutnya disajikan atau
disimpan. Bila pengangkutan makanan kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik kualitasnya,
cara pengangkutan harus terhindar dari pencemaran.

C. Higiene Perorangan

Salah satu upaya higiene sanitasi makanan adalah dengan meningkatkan higiene perorangan
penjamah makanan yang merupakan kunci keberhasilan dalam pengolahan makanan yang aman
dan sehat (Adam, 2011). Higiene perorangan pengelola makanan dapat tercapai bila mereka
memiliki kesadaran akan penjamah makanan yang merupakan kunci keberhasilan dalam
pengolahan makanan yang aman dan sehat. Higiene perorangan yang terlibat dalam pengolahan
makanan akan pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan diri (Kemenkes RI, 2012).

Praktik personal hygiene pedagang jajanan dapat berpengaruh terhadap kontaminasi makanan.
Praktik personal hygiene sederhana seperti mencuci tangan perlu untuk ditingkatkan karena
membawa pengaruh yang cukup besar dalam mengurangi keberadaan cemaran biologis yang
terdapat pada makanan (Naraya & Nindya, 2017).

Berikut beberapa perilaku higyene perorangan menurut Susanti dkk.(2016):

1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menjamah makanan

2. Memakai celemek saat bekerja

3. Memakai baju kerja

4. Memakai penutup kepala saat bekerja

5. Memakai masker saat bekerja

6. Memakai sarung tangan, jika diperlukan

10
7. Memaki sepatu tertutup

8. Menggunakan alat bantu sendok, garpu dll (saat mengambil makanan matang)

9. Tidak meludah sembarangan di ruangan pengolahan makanan

10. Tidak menyisir rambut di tempat pengelolaan makanan

11. Makanan yang matang ditutupi oleh penjamah makanan

12. Tidak bercakap saat bekerja

13. Tidak memegang rambut/menggaruk-garuk rambut, lubang hidung atau sela-sela jari/kuku
anggota tubuh saat bekerja

14. Tidak mengunyah makanan saat bekerja

15. Tidak menggunakan perhiasan (jam tangan, cincin, gelang) saat bekerja

16. Tidak memanjangkan kuku

17. Penjamah makanan mencicipi makanan dengan alat bantu

18. Penjaman makanan menutup luka terbuka (koreng, bisul/nanah)

19. Tangan penjaman makanan bebas kosmetisk

20. Rambut penjamah makan dalam keadaan rapi

21. Bila batuk/bersin keluar dari ruang pengolahan makanan.

11
BAB 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil pengamatan yg sudah di lakukan pada Jalan Paccerakkang yg dilaksanakan pada tanggal
8 November 2023. yang dimana saya melakukan pengamatan di Pedagang yg menjual dagangan
bakso dan mie pangsit yg dimana pedagang ini tak mengguankan masker, tidak memakai sarung
tangannya ketika meracik bumbu-bumbu bakso tersebut. Pedagang jua menyimpan
makanannya pada kawasan yang tidak terutup sebagai akibatnya memungkinkan vektor
menghinggapi kuliner. daerah sampah yg disediakan juga tidak tertutup dan bisa mengakibatkan
lalat poly menghinggapi makanan kaena kuliner ini jua pada keadaan terbuka,
pedagang juga tidak menyediakan fasilitas menuci tangan yang dilengkapi dengan sabun,
kemudian air yang dipergunakan buat mencuci peralatan makan tidak diganti sebagai akibatnya
air cuciannya menjadi keruh dan kotor.

B. Pembahasan

Pada pengamatan yang sudah dilakukan pada Jalan Paccerakkang terkait dengan penjamah
makanannya, pedagang tidak menggunakan masker, tak memakai sarung tangannya ketika
mengambil dan mencampur bumbu-bumbu pada bakso, pedagang ini tidak mencuci tangan, tak
memakai indera mirip sendok atau penjepit sayuran ketika mengambil sayuran buat
menyebarkan makanan konsumennya. Pedagang ini jua menyimpan makanannya pada tempat yg
tidak tertutup sehingga memungkinkan vektor menghinggapi makanan. Penjamah kuliner artinya
sumber paling akbar impak kontaminasinya. Kesehatan dan kebersihan pengolah makanan
memiliki impak yg relatif akbar di mutu produk yang didapatkan, sehingga perlu menerima
perhatian yg sungguh-sungguh. supaya makanan tidak tercemar bakteri dan konsumen makanan
mengonsumsi kuliner yg higienis dan sehat pedagang usahakan menggunakan masker agar
ketika berbicara tidak adanya air liur yg jatuh ke makanan, mencuci tangan setiap kali
membuatkan makanan sebab banyaknya benda yang dipegang, apabila tidak mencuci tangan
dikhawatirkan ada bakteri yang melekat pada makanan, usahakan pedagang menggunakan
sendokk/penjepit/sarung tangan waktu menyiapkan/mengembangkan makanan buat konsumen
supaya kualitas makanan dapat terjaga.

12
Terkait kualitas makanannya, pembuatan makanan harus higienis agar membuat kuliner yg
baik dan sisimpan ditempat yang tertutup supaya terhindar berasal vektor mirip lalat, cicak,
kecoa,meskipun pedagang mengetahuinya , pedagang masih menyimpan makanan pada daerah
yg tidak tertutup sehingga memungkinkan vektor menghinggapi makanan, hal ini bisa
mengakibatkan makanan terkontaminasi bakteri, sebaiknya pedagang menggunakan sarung
tangan waktu berbagi makanan agar meminimalisir makanan terkotori oleh bakteri. Keadaan
higiene sanitasi yang buruk dapat mempengaruhi kualitas makanan yang tersaji pada konsumen.
Hal ini kentara akan berpengaruh juga terhadap taraf kesehatan konsumen yang mengkonsumsi
makanan tadi. Jika hygiene sanitasi makanannya buruk maka dapat mengakibatkan timbulnya
masalah-duduk perkara kesehatan.

Kemudian dengan daerah, pedagang memiliki tempat sampah berupa kantong kresek yang
mana kawasan sampah ini tidak tertutup dan kawasan sampah ini digantung pada gerobak yg
mana menyebabkan banyak lalat yang hinggap, sehingga menghinggapi makanan sebab kuliner
jua dalam keadaan terbuka. Pedagang juga tidak menyediakan fasilitas mencuci tangan yang
dilengkapi menggunakan sabun, supaya konsumen yang datang dapat membersihkan tangan,
guna menghindari penularan-penularan penyakit. Sanitasi daerah penjualan dilakukan buat
pengendalian kondisi ligkungan sejak penanganan bahan standar hingga proses distribusi. bahan
rapat air, tidak simpel berkarat, mempunyai tutup sebagai akibatnya tidak bisa dihinggapi lalat.
Mikroorganisme tumbuh menggunakan baik pada lingkungan yg lembab serta hangat serta
mengandung zat gizi, sang sebab itu bahan makanan sangat rentan terkontaminasi
mikroorganisme.

Terkait menggunakan alat-alat, air yg digunakan buat mencuci alat-alat makanan adalah air yg
bersih,namun air nya tidak di ganti sehingga air menjadi berminyak dan air tadi masih digunakan
buat mencuci piring selanjutnya hal ini mampu mengakibatkan kuman menempel pada peralatan,
sebab alat-alat tak dicuci di air yg mengalir. Kebersihan peralatan diperoleh dengan cara
menentukan perlengkapan alat masak yang digunakan buat memasak makanan serta
menggunakan bahan yg mudah buat dibersihkan. usahakan bahan berasal alat yg dipergunakan
buat mengolah makanan tersebut tak mengakibatkan reaksi menggunakan bahan bahan kuliner
lain yg dipergunakan. syarat penyajian makanan wajib menjaga kebersihan, harus diwadahi
dengan indera-alat yang bersih serta perilaku penyajian yg harus sehat dan bersih juga.

13
BAB 5

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan pedagang bakso dan mie pangsit dalam berjualan, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

o Kondisi hygiene sanitasi pada pedagang bakso dan mie pangsit masih perlu ditingkatkan,
terutama terkait dengan personal hygiene, sanitasi fasilitas, sanitasi makanan, kondisi
peralatan pengolahan, dan kondisi tempat pengolahan makanan
o Pengolahan makanan tanpa memperhatikan kebersihan dapat menimbulkan sumber
penyakit pada makanan akibat kontaminasi
o Keberadaan pedagang kaki lima sering dikaitkan dengan dampak negatif lingkungan dan
kesehatan
o Pedagang kaki lima harus memenuhi kriteria mulai dari kebersihan peralatan, kebersihan
diri, kebersihan lokasi berjualan

B. Saran

Pedagang tersebut harus memperhatikan beberapa hal berikut ini untuk menjaga kebersihan dan
kesehatan dalam berjualan: Menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan sebelum dan
sesudah memegang makanan, menggunakan pakaian yang bersih, dan menjaga
kesehatan.Memastikan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan, tempat sampah, dan tempat
penyimpanan makanan dalam keadaan bersih dan terawat. Memastikan bahan baku makanan
dalam keadaan segar dan aman, serta memperhatikan cara penyajian makanan agar tidak
terkontaminasi. Peralatan pengolahan makanan dan Tempat pengolahan makanan harus dalam
keadaan bersih dan terawat Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, diharapkan pedagang kaki
lima dapat menjaga kebersihan dan kesehatan dalam berjualan sehingga dapat meningkatkan
kualitas makanan yang dijual dan memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2023. Hygiene Sanitasi Makanan. https://environment-indonesia.com/apa-itu-


hygiene-sanitasi-makanan/. Di akses pada tanggal 29 Oktober 2023.

Dafiyanti Putri, Gumayesty Yeyen, Hayana. 2022. Analisis Higiene Sanitasi Makanan
Pada Pedagang Kaki Lima Di Kelurahan Ujung Batu Kabupaten Rokan Hulu
Tahun 2022. Jurnal Olahraga dan Kesehatan Vol 1 N0 3.

Kumparan. 2022. Personal Hygiene. https://kumparan.com/berita-hari-ini/persobanl-


hygiene-pengertianmanfaat-dan-jenis-jenisnya-1z7pe321oqT . Di akses pada
tanggal 29 Oktober 2023.

Nadia. 2020. Faktor yang Mempengaruhi Higiene dan Sanitasi Makanan.


https://id.scribd.com/document/454512444/2-Faktor-yang-mempengaruhi-
Higiene-dan-Sanitasi-Makanan . Di akses pada tanggal 29 Oktober 2023.

Wikipedia. 2023. Pedagang Kaki Lima.


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Istimewa:History/Pedagang_kaki_lima . Di akses
pada tanggal 29 Oktober 2023.

15

Anda mungkin juga menyukai