Anda di halaman 1dari 39

KEBIJAKAN PINTU TERBUKA

1870-1900
Masa Kekuasaan Kerajaan Belanda
Latar belakang

• Pelaksanaan kebijakan pintu terbuka di Hindia Belanda tidak terlepas dari


perubahan peta politik-ekonomi di Belanda pada pertengahan abad XIX
Perubahan Peta Politik-Ekonomi di Belanda
pada Pertengahan Abad XIX

• Perubahan Politik di Belanda


• Pengaruh Revolusi Industri
Perubahan Politik di Belanda

• Pada tahun 1850, Partai Liberal Belanda memenangkan pemilu


• Sebagai pemenang, partai ini berhak membentuk dan menjalankan
pemerintahan
• Popularitas partai ini semakin meningkat
• Pada tahun 1870, partai ini bahkan meraih kemenangan mutlak
• Berkembangnya paham liberalisme di Belanda tidak terlepas dari Revolusi
Prancis dan Revolusi Industri
Perubahan Politik di Belanda

• Dampak kemenangan partai ini dalam bidang ekonomi adalah


diterapkannya sistem ekonomi liberal atau liberalisme ekonomi, termasuk
di negeri jajahannya
• Gagasan dasarnya adalah setiap individu harus diberi ruang seluas-luasnya
(kebebasan) untuk melakukan kegiatan- kegiatan ekonomi tanpa ada
intervensi dan campur tangan dari negara
• Negara hanya berfungsi mengawasi
Pengaruh Revolusi Industri

• Revolusi Industri yang terjadi sejak tahun 1750 di Inggris telah banyak
memberikan dampak positif bagi perekonomian Belanda
• Belanda menyambut baik hasil inovasi teknologi di Inggris, termasuk
penggunaan mesin-mesin baru dan canggih dalam industri, seperti
mesin tekstil, alat-alat pertanian, mesin giling padi dan tebu, mesin
uap, mesin bor, serta lokomotif uap
• Revolusi Industri di Belanda tidak terlepas dari lancarnya pasokan
bahan mentah dari negeri-negeri jajahan, termasuk Hindia Belanda
Pengaruh Revolusi Industri

• Sistem tanam paksa memberikan sumbangan penting bagi perkembangan


industri itu
• Gabungan dari dampak positif Revolusi Industri, berkembangnya aliran
liberalisme dalam ekonomi dan politik, serta kekayaan melimpah akibat
sistem tanam paksa membuat orang kaya baru dari pihak swasta di Belanda
banyak bermunculan
• Orang-orang kaya baru inilah yang kelak menjadi pendukung sekaligus
pelaku utama dari penerapan sistem ekonomi liberal di Hindia Belanda
Penerapan & Dampak Kebijakan Pintu Terbuka

• Sistem ekonomi liberal diwujudkan dalam bentuk kebijakan pintu


terbuka di Nusantara
• Hal ini sesuai dengan maksud utama kebijakan ini, yaitu membuka
ruang (pintu) seluas-luasnya bagi pihak swasta untuk melakukan
kegiatan ekonomi
• Belanda untuk pertama kalinya memberikan keleluasaan kepada
pemilik modal swasta mengembangkan usaha atau bisnis di Hindia
Belanda melalui kebijakan ini
Penerapan & Dampak Kebijakan Pintu Terbuka

• Parlemen Belanda meluncurkan Undang-Undang Agraria dan Undang-


Undang Gula pada 1870 sebagai landasannya
• Bagi Belanda dan kaum swasta asing, kebijakan ini berhasil menarik minat
banyak pengusaha swasta baik asing maupun penguasa Tionghoa untuk
menanamkan modal di Indonesia
• Para pengusaha itu menanamkan modalnya secara besar-besaran tidak saja
dalam bidang perkebunan, tetapi juga pertambangan
Perkebunan Milik Swasta Asing yang Ada di
Hindia Belanda

• Perkebunan tembakau, seperti di Deli (Sumatra Utara). Kedu dan Klaten (Jawa
Tengah), Besuki, Kediri, dan Jember (Jawa Timur), serta sekitar daerah
kerajaan/Vorstenlanden (Yogyakarta dan Surakarta)
• Perkebunan tebu, seperti di pesisir utara Jawa dari Cirebon hingga Semarang, di
sebelah selatan Gunung Muria hingga Juwana, Vorstenlanden, Madiun, Kediri,
Besuki, Probolinggo, Malang, Pasuruan, Surabaya, dan Jombang Tebu dan pabrik
gula hanya diproduksi di Pulau Jawa. Hal itu karena jenis tanah dan pola pertanian
di Pulau Jawa lebih sesuai untuk tanaman tebu
Perkebunan Milik Swasta Asing yang Ada di
Hindia Belanda

• Perkebunan kina di Jawa Barat


• Perkebunan karet di Palembang dan Sumatra Timur
• Perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara
• Perkebunan teh di Jawa Barat dan Sumatra
Berkembangnya Jasa Angkutan

• Bersamaan dengan itu, para pengusaha itu juga mendirikan pabrik-pabrik, seperti pabrik gula,
pabrik cokelat, teh, dan rokok
• Sementara itu, pertambangan berkembang di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, minyak di
Sumatra dan Kalimantan, batu bara di Sumatra Barat dan Selatan, dan timah di Pulau Bangka
• Untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan usaha swasta, dibangun sarana dan
prasarana irigasi, jalan raya, jembatan, dan kereta api
• Angkutan laut juga dikembangkan melalui pembangunan Pelabuhan Batavia (Tanjung Priok),
Medan (Belawan), dan Padang (Teluk Bayur)
• Angkutan laut dilayani oleh perusahaan pengangkutan Belanda bernama Koninklijke Paketvaart
Maatschappij (KPM)
Dampak Kebijakan

• Bagi Kerajaan Belanda dan rakyat Nusantara, kebijakan ini memiliki dampak yang saling bertolak belakang,
yaitu kemakmuran bagi Belanda serta para pengusaha asing yang dibawanya, tetapi penderitaan bagi
rakyat Nusantara
• Sebagaimana pengusaha-pengusaha swasta, Belanda semakin kaya akibat pajak serta monopoli penjualan
hasil-hasil perkebunan dan pertambangan itu
• Keuntungan Belanda dikabarkan berkisar 151 juta gulden pada tahun 1877
• Bagi rakyat Nusantara, kesempatan-kesempatan ekonomi yang baru terbuka itu tidak membawa dampak
apa pun selain beban penderitaan yang semakin besar
• Kebijakan ini menjadi sarana eksploitasi baru, yang tidak kalah buruknya dengan kebijakan tanam paksa
• Eksploitasi itu terdiri atas dua bentuk, yaitu eksploitasi manusia dan eksploitasi agraria
Eksploitasi Manusia

• Eksploitasi manusia yang dimaksud berupa pengerahan tenaga manusia yang diwarnai tipu daya dan
paksaan serta ketidakadilan dan kesewenang-wenangan yang mereka alami di perkebunan-perkebunan itu
• Untuk menjelaskan eksploitasi manusia, kita dapat mengambil contoh di perkebunan-perkebunan,
terutama di Deli dan lokasi-lokasi pertambangan
• Salah satu kendala dalam mengembangkan perkebunan di Sumatra adalah sulitnya memperoleh tenaga
kerja
• Buruh perkebunan harus didatangkan dari luar daerah, seperti dari Jawa dan Madura dan juga dari luar
negeri, seperti Tiongkok
• Hal ini memakan biaya yang tidak sedikit
• Beratnya pekerjaan di perkebunan membuat banyak buruh atau koeli (kuli) yang telah direkrut dengan
biaya yang cukup tinggi itu melarikan diri
Koeli Ordonantie

• Para pengusaha berupaya sedemikian rupa agar buruh yang telah didatangkan dari jauh itu
tidak ingkar janji dalam melaksanakan pekerjaan mereka dan tetap tinggal untuk
menjalankan kewajibannya itu dalam jangka waktu tertentu
• Pemerintah Hindia Belanda kemudian mengeluarkan peraturan baru yang mendukung dan
menjamin agar para pemilik perkebunan dapat memperoleh, mempekerjakan, dan
mempertahankan kuli yang bekerja di perkebunan mereka sesuai kebutuhan
• Peraturan itu diberi nama Koeli Ordonantie 1881
• Semula Koeli Ordonantie berlaku untuk wilayah Sumatra Timur, kemudian meluas untuk
semua kawasan Hindia Belanda di luar Pulau Jawa
Poenale Sanctie

• Untuk memberikan kekuatan kepada peraturan-peraturan dalam Koeli Ordonantie, dimasukkan


juga peraturan tentang hukuman-hukuman yang bisa dikenakan terhadap pelanggaran
perjanjian kontrak, baik dari pihak majikan maupun dari pihak pekerja, yang disebut poenale
sanctie
• Dalam praktiknya, ancaman hukuman itu hanya berlaku untuk para buruh (koeli), sedangkan
ancaman hukum yang bisa dikenakan terhadap pihak majikan hanya di atas kertas belaka dan
jarang atau tidak pernah dilaksanakan
• Sebagaimana telah ditegaskan dalam poenale sanctie, hukuman menanti bagi mereka yang
melarikan diri
• Bentuk hukuman bervariasi, di antaranya berupa denda, disekap, ditelanjangi, dicambuk, kerja
paksa tanpa upah, atau bahkan hukuman mati
Bentuk Eksploitasi Manusia

• Jacobus Nienhuys (1836-1927), pemilik Deli Maatschappij, yaitu perusahaan


budidaya tembakau seluas 120.000 hektare, misalnya, menghukum cambuk tujuh
kulinya sampai meninggal
• Hal ini membuatnya panik dan langsung bergegas meninggalkan Sumatra Timur
• Hukuman juga dikenakan kepada setiap buruh jika mangkir dari pekerjaan tanpa
pemberitahuan, melawan perintah, mengancam atasan, menghasut, mengganggu
ketenangan kerja, bermabuk-mabukan, berkelahi, dan sebagainya yang
mengganggu kelancaran proses produksi
Eksploitasi Agraria

• Eksploitasi agraria tampak dalam bentuk penggunaan lahan-lahan, baik


lahan produktif yang sedang dikerjakan rakyat maupun lahan kosong yang
masih berupa hutan, untuk dijadikan perkebunan serta areal pertambangan
• Pemanfaatan lahan-lahan produktif umumnya terjadi di Jawa, sedangkan
perkebunan-perkebunan di Sumatra umumnya menggunakan lahan-lahan
yang masih kosong
Empat Dampak Negatif dari Kebijakan
Tanam Paksa bagi Masyarakat Jawa

• Para priayi dan birokrat kerajaan, menyewakan tanah lungguh yang menjadi
sumber hidup masyarakat kepada pengusaha-pengusaha perkebunan
(ondernemer) swasta asing. Sewa kepada pihak swasta asing dianggap lebih
menguntungkan daripada disewakan kepada petani-petani penggarap
• Di lahan-lahan perkebunan yang mereka kelola sebelumnya itu, rakyat Jawa
dijadikan tenaga kerja dengan sistem pengupahan serta kondisi kerja yang
tidak adil
Empat Dampak Negatif

• Sebagian masyarakat Jawa dikirim secara paksa ke Suriname untuk bekerja


di perkebunan-perkebunan Belanda di sana
• Para bupati di delapan belas wilayah keresidenan di Jawa ikut menyewakan
sebagian tanah yang berada di wilayah kekuasaannya kepada pengusaha-
pengusaha perkebunan swasta asing. Pada gilirannya, hal ini memaksa
rakyat di wilayah keresidenan tersebut bekerja di perkebunan-perkebunan
Reaksi Terhadap Kebijakan Pintu Terbuka

• Praktik eksploitasi dalam penerapan kebijakan pintu terbuka memunculkan sebutan baru
terhadap kebijakan ini, yaitu politik pintu terbuka
• Kebijakan pintu terbuka yang pada praktiknya sangat eksplotatif membuat kaum humanis
bersuara lantang
• Mereka mendesak pemerintah Belanda untuk memperbaiki nasib rakyat Hindia Belanda
• Menurut mereka, Belanda sudah menerima banyak dari kekayaan alam Hindia Belanda
selama penjajahannya berabad-abad, dan sudah seharusnya Belanda membalasnya
dengan memajukan penduduk negeri tersebut
• Itulah gagasan dasar yang mendorong lahirnya politik etis

Anda mungkin juga menyukai