Anda di halaman 1dari 31

KEBIJAKAN TANAM PAKSA

(CULTUURSTELSEL)
1830-1870
Masa Kekuasaan Kerajaan Belanda
Cultuurstelsel

• Johannes van den Bosch menghapus sistem sewa tanah


era Raffles dan menerapkan apa yang disebut
cultuurstelsel
• Cultuurstelsel: sistem budi daya
• Oleh bangsa Indonesia, sistem ini sering disebut tanam
paksa karena dalam praktiknya rakyat dipaksa menanam
tanaman-tanaman ekspor yang hasilnya dijual kepada
Belanda
Wilayah Cultuurstelsel

• Sistem tanam paksa diperkenalkan secara perlahan sejak


tahun 1830 sampai tahun 1835
• Beberapa keresidenan atau asistenan menjadi pusat areal
tanam paksa, yaitu Banten, Karawang, Cirebon, Tegal,
Pekalongan, Banyumas, Kedu, Bagelen, Semarang, Jepara,
Rembang, Surabaya, Pasuruan, Besuki, Pacitan, Madiun, dan
Kediri
• Sementara itu, di daerah Vorstenlanden atau wilayah-wilayah
kerajaan, seperti Surakarta dan Yogyakarta, sistem ini tidak
diberlakukan
Komoditas Cultuurstelsel

• Menjelang tahun 1840, sistem ini telah sepenuhnya berjalan di Jawa


• Meskipun demikian, kebijakan ini tidak meniadakan praktik
monopoli perdagangan rempah-rempah
• Selain rempah-rempah, kebutuhan masyarakat Eropa waktu itu juga
mencakup kopi, indigo atau nila, tebu, teh, kopi, tembakau, kayu
manis, dan kapas
• Oleh karena itu, van Den Bosch memperluas perhatiannya ke
tanaman-tanaman komoditas tersebut
• Contohnya, ia mengonsentrasikan penanaman tebu di Batavia
Kebijakan-Kebijakan Dasar
Cultuurstelsel Meliputi
• Tanah
• Komoditas (Tanaman)
• Buruh Tani
• Durasi Tanam
• Gagal Panen
• Pengawasan & Penyerahan Hasil Tanaman
Mewajibkan Setiap Desa
Menyisihkan sebagian Tanahnya

• Mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya


(1/5 alias 20%) untuk ditanami komoditas ekspor,
khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila)
• Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial
dengan harga yang sudah ditentukan
• Tanah yang digunakan untuk kepentingan cultuurstelsel
dibebaskan dari pajak
Buruh Tani

• Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat


menggantinya dengan bekerja di tanah-tanah pertanian
dan pabrik pengolahan hasil pertanian milik pemerintah
selama 66 hari dari tahun yang berjalan
Waktu Mengerjakan Tanaman

• Waktu mengerjakan tanaman pada tanah pertanian yang


diperuntukkan bagi cultuurstelsel tidak boleh melebihi
waktu tanam padi atau kurang dari tiga (3) bulan
Kerugian Karena Gagal Panen

• Kerusakan atau kerugian akibat gagal panen yang bukan


disebabkan kesalahan petani, misalnya karena bencana
alam atau serangan hama, akan ditanggung pemerintah
kolonial
Pengawasan & Penyerahan Hasil Tanaman

• Pengawasan dalam penggarapan tanah pertanian dan


penyerahan hasil tanaman cultuurstelsel dilakukan atau
disampaikan melalui para kepala desa
Pelaksanaan Cultuurstelsel

• Dalam pelaksanaannya, tanah pertanian milik rakyat


digunakan seluruhnya untuk ditanami tanaman
paksa/wajib, hasilnya diserahkan kepada pemerintah
kolonial Belanda seluruhnya, tanah yang digunakan untuk
tanaman paksa/wajib itu tetap dikenai pajak, dan warga
yang tidak memiliki lahan pertanian wajib bekerja selama
setahun penuh di lahan pertanian
Pelaksanaan Cultuurstelsel
Menyimpang

• Selain penerapannya yang menyimpang dari gagasan awal,


kaum tani dipaksa berjalan berkilo-kilometer dari desa mereka
ke tempat perkebunan kopi
• Terkadang mereka harus meninggalkan desa selama berbulan-
bulan dan hidup di tempat penampungan sementara dekat
area perkebunan kopi
• Untuk perkebunan tebu, para petani dipaksa mengubah
ladang padi mereka dan sistem irigasi mereka menjadi ladang
tebu
Eksploitasi Manusia

• Para petani tidak hanya diharuskan mempersiapkan


ladang, menanam, dan menjaga perkebunan tersebut
• Mereka juga harus menuai dan mengangkutnya ke pabrik
dengan cara dipanggul di atas pundak karena kurangnya
alat transportasi dan binatang serta kondisi jalanan yang
tidak baik
• Selain itu, mereka menjadi kuli di pabrik-pabrik itu
Eksploitasi Manusia

• Sistem tanam paksa juga menyita sejumlah besar tenaga


kerja dari para petani untuk membangun infrastruktur
yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem ini, termasuk
membangun jalan dan jembatan sebagai sarana
transportasi hasil bumi, fasilitas pelabuhan, perumahan
untuk para pejabat, pabrik dan gudang-gudang untuk
hasil bumi, bendungan dan irigasi, dan bahkan benteng
pertahanan
Eksploitasi Manusia

• Kebanyakan petani harus bekerja selama lebih dari 150 hari


dalam setahun untuk cultuurstelsel
• Pembayaran yang diterima oleh petani sangat kecil dan
mereka juga dibebani pajak yang sangat tinggi
• Kapitalisme di Belanda dan Eropa sungguh bangkit dari
keringat dan darah jutaan petani di Hindia Belanda
• Oleh karena itu, tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa
sistem tanam paksa merupakan kebijakan paling eksploitatif
dalam praktik ekonomi Hindia Belanda
Dampak Cultuurstelsel pada
Keuangan Belanda

• Bagi pemerintah Hindia Belanda, sistem tanam paksa


merupakan suatu keberhasilan
• Kas Kerajaan Belanda mengalami surplus
• Antara 1831-1871, Batavia tidak hanya bisa membangun
sendiri, tetapi juga mampu menyetorkan 823 juta gulden
untuk kas Kerajaan Belanda
• Lebih dari 30% anggaran belanja kerajaan bersumber dari
Batavia
Dampak Cultuurstelsel pada
Keuangan Belanda

• Pada 1860-an, 72% penerimaan Kerajaan Belanda


disumbang dari Hindia Belanda
• Sistem tanam paksa menuai kritik dari berbagai pihak,
termasuk dari orang-orang Belanda sendiri
• Kritik pertama kali muncul ketika terjadi bencana
kelaparan yang sangat hebat akibat penerapan sistem ini
menjelang tahun 1843 di Cirebon, Jawa Barat
Kritik Terhadap Sistem Tanam Paksa

• Salah seorang pengkritik terkenal sistem tanam paksa


adalah seorang mantan asisten residen di Lebak, Banten,
yang bernama Eduard Douwes Dekker
• Kritiknya ditulis dalam buku yang berjudul Max Havelaar
(1860), dengan menggunakan nama samaran Multatuli
• Buku ini mengisahkan masyarakat petani yang menderita
karena kebijakan sewenang-wenang Belanda
Kritik Terhadap Sistem Tanam Paksa

• Kritik terhadap sistem tanam paksa juga muncul dari kaum humanis,
seperti jurnalis S.E.W. Roorda van Eysinga dan politikus beraliran
liberal Wolter Robert Baron van Hoëvell
• Sistem ini kemudian dihapus pada tahun 1870 setelah dikeluarkannya
Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) dan Undang-Undang Gula
(Suiker Wet)
• Tujuan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria adalah melindungi
hak milik petani atas tanahnya dari penguasa dan pemodal asing
• Hal ini merupakan reaksi atas kesewenang-wenangan pemerintah
kolonial mengambil alih tanah rakyat dalam sistem tanam paksa
Undang-Undang Agraria

• Undang-undang Agraria memberi peluang kepada


pemodal asing untuk menyewa tanah dari penduduk
Hindia Belanda, seperti dari Inggris, Belgia, Amerika
Serikat, Jepang, dan Tiongkok
• Selain itu, pengusaha swasta dapat menyewa tanah
pemerintah hingga jangka waktu 75 tahun
Undang-Undang Gula

• Undang-Undang Gula bertujuan memberi kesempatan


yang lebih luas kepada para pengusaha gula untuk
mengambil alih pabrik-pabrik gula milik pemerintah
• Penerapan kedua undang-undang ini kemudian
mendorong para pengusaha swasta asing berlomba-
lomba menanamkan modalnya
• Era liberalisasi ekonomi pun dimulai di Hindia Belanda

Anda mungkin juga menyukai