Anda di halaman 1dari 5

Tugas 1 Pemasaran Ritel Modern

Nama: Steven Keane


Kelas : SM302
NIM : 2222009
Carilah data-data perkembangan ritel di Indonesia selama 5-10 tahun belakangan ini.
Susunlah fenomena perkembangan yang terjadi di bisnis ritel serta bandingkan dengan ritel di
India (seperti pada Bab 2 buku referensi)

Pengusaha: Industri Ritel Semester I-2018 Tumbuh 7-7,5%


Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengklaim pertumbuhan industri ritel pada
semester I 2018 sebesar 7-7,5%. Angka ini lebih besar dibandingkan pertumbuhan tahun lalu
yang hanya sebesar 5%.
"Enam bulan ini kita di posisi sekitar 7-7,5%. Tahun ini kita prediksi 10% sampai akhir
tahun. Itu cukup relevan," ujar Ketua Umum Aprindo, Roy Mande di sela Halal Bihalal
Kementerian Perdagangan, Jumat (22/6/2018).
Roy menjelaskan, selama dua tahun terakhir industri ritel di tanah air under perform karena
berbagai hal, mulai dari melemahnya konsumsi serta melemahnya harga komoditas seperti
CPO dan batu bara.
"Selama dua tahun terakhir kita under perform, tahunan kita tidak melebihi single digit 7-9%.
Sekarang kita bisa tutup 10%. Semester satu tahun lalu hanya 5%. Semester satu sekarang
sudah 7%," katanya.
Roy optimis pertumbuhan industri ritel tahun ini bisa mencapai 10% karena ada tiga event
besar yang akan menggenjot konsumsi ritel, yakni Pilkada di akhir bulan ini, Asian Games di
bulan Agustus, serta IMF-World Bank Meeting di bulan Oktober.
"Jadi ritel itu memang industri yang strategis di hilir karena 56% dari pertumbuhan ekonomi
yang diharapkan pemerintah itu asalnya dari konsumsi rumah tangga. Ekspor masih rendah,
investasi cukup baik, tapi 56% tetap dari konsumsi," jelasnya.
Fluktuasi nilai tukar rupiah menurutnya tidak begitu berdampak signifikan karena pihaknya
sudah mempersiapkan stok 2-3 bulan di muka, yang disebarkan di toko-toko dari Aceh
hingga Jayapura.
"Kalau penguatan dolar AS ini berlangsung lama, kemungkinan akan berpengaruh ke kuartal
berikutnya. Namun demikian, kenaikan harga merupakan opsi terakhir yang akan kami
lakukan karena bagaimanapun kita berupaya menjaga kestabilan harga,"

Melambat Sejak 2015, Penjualan Ritel Agak Membaik di 2018


Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa penjualan ritel meningkat pada Desember 2018.
Penjualan ritel diperkirakan masih tumbuh pada Januari 2019, meski tidak secepat bulan
sebelumnya.
Berdasarkan Survei Penjualan Eceran, angka Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Desember
2018 tercatat 236,3. Naik 7,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya alias
year-on-year (YoY).
Pertumbuhan pada Desember juga lebih baik baik ketimbang bulan sebelumnya yang sebesar
3,4% YoY. Plus, angka pertumbuhan 7,7% menjadi yang tertinggi sejak Mei 2018.

Berdasarkan Survei Penjualan Eceran, angka Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Desember
2018 tercatat 236,3. Naik 7,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya alias
year-on-year (YoY).
Pertumbuhan pada Desember juga lebih baik baik ketimbang bulan sebelumnya yang sebesar
3,4% YoY. Plus, angka pertumbuhan 7,7% menjadi yang tertinggi sejak Mei 2018.
Sementara untuk keseluruhan 2018, rata-rata pertumbuhan IPR adalah 3,7%. Lebih baik
dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 2,9%.
Namun, terlihat bahwa tren penjualan ritel melambat pada tahun-tahun belakangan. Sejak
2015 hingga 2017, pertumbuhan penjualan ritel terus melambat dan baru mulai mencatatkan
perbaikan pada 2018.
Kembali ke penjualan ritel Desember, BI mencatat kelompok pengeluaran yang mendorong
penjualan ritel adalah makanan, minuman, dan tembakau (tumbuh 9,1%) serta barang budaya
dan rekreasi (tumbuh 14,4%%).
Dalam kelompok yang disebut belakangan, mainan anak disebut sebagai penyumbang
signifikan. Maklum saja, pada Desember ada perayaan Hari Natal dan Tahun Baru. Biasanya
momentum ini menjadi favorit anak-anak karena menjadi saat mendapat kado mainan baru.
Sementara untuk Januari 2019, BI memperkirakan angka IPR berada di 213,3. Tumbuh 4,8%
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Agak jauh melambat dibandingkan
Desember yang mencapai 7,7%.
Ini wajar karena Hari Natal dan Tahun Baru adalah puncak konsumsi kedua setelah
Ramadan-Idul Fitri. Begitu masuk ke periode normal, konsumsi akan melambat.

Ritel India
Sekitar sepuluh tahun terakhir, ritel telah merevolusi sektor jasa di India hingga saat ini
berdampak besar pada sektor lain. Pertumbuhan ritel sebagian besar didorong oleh urbanisasi,
transisi dari «Bharat» ke «India», pertumbuhan populasi yang eksponensial, peningkatan
pendapatan yang dapat dibelanjakan karena boomingnya sektor jasa dan kebijakan
pemerintah yang telah berhasil memperluas cabang zaitun ke dalam bisnis. Padahal dukungan
pemerintah telah memasuki industri secara bertahap, pertumbuhan ritel dimungkinkan karena
Kebijakan liberal pemerintah India mengundang partisipasi asing. Bab ini juga akan
melakukannya memaparkan pembaca pada berbagai penyakit yang mengganggu sektor ritel
saat ini dan bagaimana perubahannya preferensi konsumen menjadikan keberlanjutan sebagai
tantangan nyata bagi ritel yang terkepung sektor. Pada bulan Juni 2017, industri TI di India
sedang berada di ambang resesi besar dengan PHK dan pengurangan jumlah karyawan
menjadi hal yang biasa... Jadi tetap saja untuk melihat bagaimana hal ini akan mempengaruhi
pertumbuhan ritel dalam beberapa tahun ke depan.
Sektor ritel telah menjadi pilar perekonomian India dan berkontribusi terhadap 15% PDB
negara tersebut.
Pasar ritel India diperkirakan mencapai US$450 miliar. India adalah salah satu yang tercepat
pertumbuhan pasar ritel di dunia. Dalam sepuluh tahun terakhir ini, bisa dikatakan sudah ada
telah menjadi revolusi ritel di India. Hebatnya, toko online berhasil eksis di samping toko
offline dan toko mom and pop tetap eksis meski banyak yang sudah meramalkan nasib yang
terakhir. Hal ini menunjukkan potensi pasar.
Industri ritel dan logistik India, baik yang terorganisir maupun yang tidak terorganisir,
mempunyai lapangan kerja sekitar 40 juta orang India . Toko ritel khas India adalah sangat
kecil. Lebih dari 14 juta gerai beroperasi di negara ini dan hanya 4% di antaranya yang
beroperasi lebih besar dari 500 kaki persegi dalam ukuran. India memiliki sekitar 11 gerai
toko untuk setiap 1000 orang.
Sebagian besar toko ritel yang tidak terorganisir di India mempekerjakan anggota keluarga,
tidak punya skala untuk pengadaan atau pengangkutan produk pada tingkat grosir bervolume
tinggi masih terbatas tidak memiliki kontrol kualitas atau teknologi penyaringan produk palsu
versus asli dan tidak memiliki pelatihan tentang penyimpanan, pengemasan atau logistik yang
aman dan higienis. Toko ritel yang tidak terorganisir mendapatkan produk mereka dari rantai
perantara yang menandai produk tersebut seiring perpindahannya dari petani atau produsen
hingga konsumen. Toko ritel yang tidak terorganisir biasanya tidak menawarkan dukungan
atau layanan purna jual. Terakhir, sebagian besar transaksi di toko ritel yang tidak
terorganisir telah selesai dengan uang tunai, dan semua penjualan bersifat final. Beberapa
toko tersebut sudah mulai mengadopsi mode digital pembayaran seperti PayTm.
Hingga tahun 1990, terdapat peraturan yang tidak mendorong pertumbuhan sektor ritel
perspektif kewirausahaan. Petani harus bergantung pada monopoli perantara. Logistik dan
infrastruktur sangat buruk. Setelah tahun 1991, pemerintah India membuka perekonomian
melalui reformasi pasar yang mempunyai implikasi luas. Ritel terorganisir kini telah
mengambil alih pijakan yang kuat di India. Pertumbuhan besar-besaran ritel online juga
mendorong pertumbuhan tersebut ritel di India.
Pada bulan November 2011, pemerintah pusat India mengumumkan reformasi ritel untuk
kedua merek multi-merek tersebut toko dan toko merek tunggal. Reformasi pasar ini
membuka jalan bagi inovasi ritel dan juga persaingan dengan pengecer multi-merek seperti
Walmart, Carrefour, dan Tesco merek tunggal besar seperti IKEA, Nike, dan Apple.
Pengumuman itu memicu ketegangan aktivisme, baik sebagai oposisi maupun mendukung
reformasi. Pada bulan Desember 2011, di bawah
Karena tekanan dari pihak oposisi, pemerintah India menunda reformasi ritel sampai selesai
mencapai konsensus.
Pada bulan Januari 2012, India menyetujui reformasi toko dengan merek tunggal yang
menyambut siapa pun di dalamnya dunia untuk berinovasi di pasar ritel India dengan
kepemilikan 100%, namun tetap menerapkan persyaratan tersebut bahwa pengecer merek
tunggal mendapatkan 30 persen barangnya dari India. pemerintah melanjutkan upaya
reformasi ritel untuk toko multi-merek. Pada bulan Juni 2012, IKEA mengumumkan mereka
telah mengajukan izin untuk berinvestasi $1,9 miliar di India dan mendirikan 25 toko

Ada pula tantangan besar yang dihadapi dengan riteler di India


Sektor ritel terorganisir di India menghadapi berbagai tantangan dan tantangan ini
menghalanginya sektor ritel mencapai potensi maksimalnya. Pola perilaku yang dimiliki
konsumen India banyak berubah. Ketika pendapatan yang dapat dibelanjakan meningkat dan
pengaruh Barat meresap ke dalam masyarakat, pola pengeluaran juga telah berubah. Suku
bunga bank telah menyusut ke titik terendah sepanjang masa.
Jadi, orang-orang lebih memilih membelanjakan uangnya daripada menabung untuk saat-saat
sulit. India sedang menghadapi resesi besar dengan banyak lapangan pekerjaan yang
dipangkas. Masih harus dilihat apakah ini berdampak pada industri ritel India.
Konsumen menginginkan barang mewah dan produk berkualitas lebih baik. Mereka ingin
makan di toko dan mendapatkan hiburan di bawah satu atap. Semua ini telah menyebabkan
tumbuhnya organisasi sektor ritel di India. Tantangan terbesar yang dihadapi sektor ritel
terorganisir di India adalah kurangnya ruang Dengan meningkatnya harga real estat karena
peningkatan permintaan dari ritel terorganisir sektor ini, hal ini menimbulkan tantangan bagi
pertumbuhannya. Karena pengecer India harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk ruang
ritel, hal ini memengaruhi profitabilitas mereka secara keseluruhan. Kekurangan akut tenaga
kerja terlatih adalah tantangan lain dalam ritel
Perbandingan Dengan Ritel di India
• Sektor ritel telah menjadi pilar perekonomian India dan berkontribusi terhadap 15% PDB
negara tersebut. Pasar ritel India diperkirakan mencapai US$450 miliar. Sedangkan, pasar
ritel di Indonesia masih belum berkembang dengan baik. Menurut data Asosiasi Pengusaha
Ritel Indonesia (Aprindo) sejak tahun 2012-2013, kondisi industri ritel grafiknya terus
mengalami penurunan.
• Ritel terorganisir di India diproyeksikan tumbuh sebesar 25–30% per tahun. Sedangkan, di
Indonesia pada tahun 2016 pertumbuhan ritel hanya berada di level 8%-9%.
• Tantangan yang dihadapi sektor ritel terorganisir di India:
- Konsumen menginginkan barang mewah dan produk berkualitas lebih baik.
- Meningkatnya harga real estat. Peningkatan permintaan dari ritel terorganisir India sektor
ini, hal ini menimbulkan tantangan bagi pertumbuhannya.
Tantangan yang dihadapi sektor ritel di Indonesia:
-Orang sudah tidak lagi ke toko, cukup pesan online atau dengan jasa jemput barang yang
tersedia dalam aplikasi transportasi daring.
-Indonesia dikaruniai oleh banyaknya usia produktif. Namun hal tersebut tidak dibarengi
dengan peningkatan income atau upah yang didapatkan sehingga tidak signifikan
mendongkrak daya beli

Daftar Pustaka
[1] “Pengusaha: Industri Ritel Semester I-2018 Tumbuh 7-7,5%” –
https://www.cnbcindonesia.com/news/20180622163406-4-20125/pengusaha-industri-ritel-
semester-i-2018-tumbuh-7-75
[2] “Melambat Sejak 2015, Penjualan Ritel Agak Membaik di 2018” –
https://www.cnbcindonesia.com/market/20190211170350-17-54862/melambat-sejak-2015-
penjualan-ritel-agak-membaik-di-2018
[3] MODERN DAY RETAIL MARKETING MANAGEMENT. 2017

Anda mungkin juga menyukai