Anda di halaman 1dari 18

MANAJEMEN RITEL

Makalah Perkembangan Bisnis Ritel

Disusun Oleh :
Melinda Krisnawati
Moch. Bayu Kresna S.
Nimas Aki Pertiwi
Rahayu Fibriana
Rizka Pujining Tyas
Silvi Pertiwi
Siti Nova Erlinda
Tety Yunistri
Tya Widha Agustina

11.1.02.02.0054
11.1.02.02.0058
11.1.02.02.0065
11.1.02.02.0070
11.1.02.02.0077
11.1.02.02.0084
11.1.02.02.0085
11.1.02.02.0091
11.1.02.02.0093

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PGRI KEDIRI
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan Rahmat dan
hidayahNya,

sehingga

kami

dapat

menyelesaikan

makalah

tentang

Perkembangan Bisnis Ritel ini.


Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Manajemen Ritel
Program Studi Manajemen Fakultas Universitas Nusantara PGRI Kediri. Dalam
penulisan makalah ini kami banyak mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ema
Nurzainul, S.E., M.M. selaku dosen pembimbing, serta rekan-rekan yang telah
banyak membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menulis makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Kediri, 30 Oktober 2014

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................. i


Daftar Isi ............................................................................................................ ii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 2
Bab II Pembahasan
2.1 Kesempatan Bagi Peritel Lokal ................................................................ 3
2.2 Pertumbuhan Pasar Ritel .......................................................................... 4
2.2.1 Bidang yang mempengaruhi pertumbuhan pasar ritel ...................... 5
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ritel ................... 6
2.2.3 Pengaruh ritel terhadap pertumbuhan ekonomi ................................ 8
2.3 Peran Pemerintahan dalam Bisnis Ritel ................................................... 8
2.4 Siklus Bisnis Ritel .................................................................................. 11
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 14
Daftar Pustaka ................................................................................................. 15

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat perkotaan kini dimanjakan oleh kehadiran berbagai
pusat perbelanjaan. Bahkan lokasinya kadang-kadang di satu kawasan. Kondisi
ini sangat menguntungkan karena masyarakat tinggal memilih gerai mana yang
akan dimasukinya. Ritel merupakan mata rantai yang penting dalam proses
distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam suatu proses
distribusi.
Melalui

ritel,

suatu

produk

dapat

bertemu

langsung

dengan penggunanya. Industri ritel di sini didefinisikan sebagai industri yang


menjual produk dan jasa pelayanan yang telah diberi nilai tambah untuk
memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, kelompok, atau pemakai akhir. Produk
yang dijual kebanyakan adalah pemenuhan dari kebutuhan rumah tangga
termasuk sembilan bahan pokok.
Industri ritel di Indonesia memberikan kontribusi yang besar terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) dan juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah
yang besar. Sebagai negara yang membangun, angka pertumbuhan industri ritel
Indonesia dipengaruhi oleh kekuatan daya beli masyarakat, pertambahan
jumlah penduduk, dan juga adanya kebutuhan masyarakat akan pemenuhan
produk konsumsi. Kehadiran industri ritel modern pada dasarnya memanfaatkan
pola belanja masyarakat terutama kelas menengah ke atas yang tidak mau
berdesak-desakan di dalam pasar tradisional yang biasanya becek atau tidak
tertata rapi.
Walaupun kehadiran ritel modern ini disoroti dapat mematikan pasar
tradisional karena mempunyai keunggulan pada banyak faktor, perkembangannya
sendiri

dapat

dikatakan

tidak

terbendung.

Jika

diamati

lebih

lanjut

maka persaingan bisnis ritel atau eceran itu makin tidak sehat. Pemerintah
cenderung mengobral ijin terhadap pemain besar, bahkan hypermarket, meskipun
sebenarnya pasarnya sudah jenuh. Akibatnya di beberapa kota mulai ada gerai

ritel besar yang tutup, sedangkan di perumahan perumahan dan kampungkampung pedagang kelontong terancam oleh waralaba mini market.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kesempatan bagi peritel lokal?
2. Bagaimana pertumbuhan pasar ritel?
3. Bagaimana peran pemerintah dalam bisnis ritel?
4. Bagaimana siklus bisnis ritel?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui kesempatan bagi peritel lokal
2. Mengetahui pertumbuhan pasar ritel
3. Mengetahui peran pemerintah dalam bisnis ritel
4. Mengetahui siklus bisnis ritel

1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada para pembaca
berupa Pengetahuan mengenai perkembangan bisnis ritel di indonesia.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 KESEMPATAN BAGI PERITEL LOKAL


Pemerintah membidik sektor konsumsi yang sedang tumbuh untuk
mendapatkan pemasukan pajak sekaligus mengembangkan investasi dan produksi
lokal.
Konsumen di Indonesia semakin banyak menghabiskan uangnya,
mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang solid, namun beberapa peritel
khawatir

pemerintah

dapat

merusak

keberuntungan

mereka

dengan

memberlakukan pembatasan.
Tahun lalu, ledakan sektor pertambangan berakhir, sebagian karena
pemerintah memberlakukan aturan kepemilikan asing, pajak-pajak dan lapisan
tambahan birokrasi yang baru untuk industri. Perubahan-perubahan tersebut, yang
bertujuan mendorong investasi domestik dalam pemurnian mineral, melukai
perusahaan tambang dan eksplorasi kecil.
Sekarang, pembuat kebijakan membidik sektor ritel dan konsumsi yang
sedang tumbuh untuk mendapatkan pemasukan pajak sekaligus mengembangkan
investasi dan manufaktur lokal.
Pemerintah telah membuat aturan-aturan yang membatasi jumlah gerai
yang dapat dikontrol oleh waralaba asing seperti Starbucks, dan lapisan birokrasi
untuk impor telepon selular telah ditambah. Pihak berwenang ingin peritel
menjual lebih banyak produk lokal.
Aturan telah diberlakukan bahwa toko dan restoran waralaba harus
memiliki konten lokal 80 persen sebuah tim akan mengawasi kepatuhan
terhadap aturan ini dan pemerintah mempertimbangkan kebijakan tersebut
kepada semua peritel. Hal itu mungkin membantu mengatasi ketidakseimbangan
perdagangan ekonomi namun dapat menjadi masalah bagi merek-merek yang
diproduksi di luar negeri, kecuali mereka mendapat keringanan.

2.2 PERTUMBUHAN PASAR RITEL


Indonesia dapat menjadi surga bagi para peritel. Dengan jumlah
penduduk lebih dari 235 juta jiwa, Indonesia menjadi pasar yang sangat
menguntungkan. Tidak aneh jika pendirian ritel terus meningkat dari tahun ke
tahun.
Data AC Nielsen tahun 2008, diketahui bahwa pertumbuhan ritel modern
setiap tahunnya mencatat kisaran angka 10% - 30%.
Ritel sendiri sebenarnya merupakan mata rantai dalam proses distribusi
barang dan menjadi mata rantai terakhir dalam suatu proses distribusi.
Di Indonesia, ritel telah menjadi industri jasa yang sangat penting dalam
perekonomian. Ini terbukti dengan kontribusinya yang sangat besar. Bahkan kini
menempati posisi terbesar kedua terhadap pembentukan Gross Domestic Product
(GDP) setelah industri pengolahan.
Data BPS per Agustus 2011 menunjukkan bahwa sektor ini mampu
menyerap 23,4 juta tenaga kerja. Angka ini menempati posisi kedua setelah sektor
pertanian yang menampung 39,3 juta tenaga kerja usia di atas 15 tahun.
Ritel dalam arti modern, memang sudah lama berdiri di Indonesia. Sejak
runtuhnya orde baru, ritel modern langsung mengalami perkembangan yang
sangat pesat. Sejak diterapkan kebijakan liberalisasi, pertumbuhan ritel modern
melonjak naik. Namun kebijakan yang dianggap mengancam ekonomi warga
karena tidak dibarengi dengan perlindungan serius kepada usaha kecil masyarakat.
Akibatnya ketimpangan dalam ranah persaingan sulit dihindari.
Pimpinan lembaga persaingan usaha di ASEAN berkumpul di
Yogyakarta untuk meningkatkan komitmen mereka dalam menciptakan wilayah
ekonomi yang berdaya saing tinggi dan bebas dari perilaku anti persaingan.
Peningkatan komitmen tersebut diwujudkan dalam penyelenggaraan kegiatan The
2nd ASEAN High Level Meeting on Competition (AHLMC) yang diadakan oleh
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada tanggal 25 Juni 2012 di Hotel
Phoenix Yogyakarta.
Pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN terbilang cukup tinggi dan
memberi ruang arus investasi yang luar biasa. Namun kondisi ini membuka
peluang terjadinya penyalahgunaan posisi dominan (abuse of dominant position)

atau berkembangnya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Melalui
pertemuan tersebut, lembaga persaingan di ASEAN dapat menata pasar dengan
baik, sehingga mendapatkan keuntungan dan manfaat terhadap pertumbuhan
ekonomi di tingkat nasional dan daerah.
Pada awal tahun ini proyeksi pertumbuhan pasar ritel naik sebesar 9,5
persen. Peritel diperkirakan akan terus menambah gerainya, seiring dengan
masuknya merek-merek asing dan investor.Pasar ritel terus tumbuh sebagai akibat
dari perkembangan berbagai bidang. Pasar ritel yang tumbuh secara nesional tidak
saja menguntungkan peritel besar atau produsen barang ritel, melainkan juga para
peritel kecil yang melayani masyarakat setempat.
2.2.1 Bidang yang mempengaruhi pertumbuhan pasar ritel antara lain :
a. Perkembangan demografi
Jumlah penduduk yang bertambah menyebabkan meningkatnya barang
dan jasa, membuat ragam produk mengalami peningkatan baik dalam jumlah
maupun jenis.
b. Pertumbuhan ekonomi dan sektor-sektor ekonomi
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat membuka lapangan kerja baru
yang cukup besar. Banyaknya karyawan baru diikuti oleh pasar ritel disebabkan
oleh munculnya permintaan akan barang dan jasa.
c. Bidang sosial budaya
Masyarakat

yang semakin aktif dalam kehidupan sosial

akan

meningkatkan aktivitas pengadaan barang dan jasa guna memfasilitasi kegiatan


mereka. Kegiatan dugem atau dunia gemerlap sebagai contoh pola kehidupan
sosial yang menuntut untuk selalu tampil fashionable melahirkan tumbuhnya
department store.
d. Kemajuan teknologi
Memberikan kesempatan kepada produsen untuk menawarkan produk
yang lebih memikat dengan cepat. Peritel mempunyai kesempatan menawarkan
produk baru sehingga produk yang baru berusia/berumur 1 tahun atau 6 bulan
setelah diluncurkan ke masyarakat kini menjadi kalah daya pikatnya sehingga
harganya perlu diturunkan. Produk baru menciptakan permintaan baru, sementara
penurunan harga produk model yang kalah bersaing meningkatkan permintaan.

e. Globalisasi
Gaya hidup adalah aspek kehidupan masyarakat yang dipengaruhi oleh
globalisasi, khususnya perkembangan yang berpengaruh pada kehidupan
masyarakat (infrastruktur yang berkembang akan memperbesar kesempatan
tumbuhnya pasar ritel).
f. Bidang hukum dan peraturan
-

Dalam arti mendorong, misalnya peraturan tentang pembuatan atau


pembangunan usaha baru yang semakin mudah.

Dalam arti menghambat, misalnya peraturan besarnya pajak yang


semakin meningkat.

2.2.2 Faktor faktor yang mempengaruhi perkembangan ritel :


a. Kebutuhan
Setiap manusia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang berbeda,
maka banyak peritel yang mempunyai kemampuan untuk menarik minat
pelanggan dengan produk dan jasa yang ditawarkan yang banyak di tawarkan di
mall besar seperti Sogo, Giant, Matahari,dll. Pola perilaku belanja pelanggan yang
terdeteksi dari sejumlah studi yang dilakukan menunjukkan bahwa aktivitas
belanja pelanggan tidak hanya dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan akan
barang-barang keperluan hidup, namun lebih mengarah pada terpenuhinya
kebutuhan untuk berekreasi dan berelasi. Kondisi inilah yang mendorong bisnis
ritel tradisional mulai harus peka menanggapi kebutuhan pelanggan yang belum
terpenuhi, jika mereka ingin bertahan hidup dalam lingkungan persaingan bisnis
ritel yang semakin tajam.

b. Pemilihan segment target pasar


Segmen target pasar, yaitu segmen-segmen pasar yang direncanakan
untuk dilayani terkait aktivitas memfokuskan sumber daya yang harus disiapkan
oleh ritel, jika seorang pelaku bisnis ritel tetap bertahan dengan pengelolaan ritel
berdasarkan produk dan jasa yang bervariasi ingin peritel tawarkan kepada
pelanggan,oleh karena itu tidak memungkinkan peritel untuk memiliki

keunggulan kompetitif dalam segment menentukan target pasar baik secara


kualitas produk,harga,promosi untuk mendorong dan menarik hati

konsumen

memiliki produk dan jasa yang disukainya.

c. Persaingan
Bisnis ritel saat ini berkembang sangat pesat seiring dengan bergesernya
gaya hidup tradisional ke modern oleh karenanya peluang emas ini dimanfaatkan
oleh peritel-peritel yang mempunyai modal besar dan dengan kemampuan
management Ritel modern baik Jaringan maupun sendirian ( stay lone )serta
berkemampuan mencari modal asing seperti jaringan minimarket maupun
Hipermarket asing yang sudah ada saat ini,maka salah satu caranya untuk
menumbuhkan kekuatan persaingan perusahaan ialah dengan mengadopsi suatu
teknologi informasi guna dapat memantapkan dan memastikan kecepatan
informasi sampai pada level top manajemen. Informasi yang didapatkan harus
cepat, tepat dan efisien sehingga mendukung kebijakan-kebijakan strategis yang
diputuskan oleh top manajemen.

d. SDM
Sangat penting untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan di
bidang manajemen ritel yang akan menambah kesiapan pengelola ritel tradisional
maupun ritel modern pada umumnya dalam mengimplementasikan semua
pengetahuan dan konsep manajemen ritel modern secara terintegrasi khususnya
bagi kesiapan dalam mengelola bisnis ritel modern slaka kecil dan menengah
secara mandiri maupun apabila terjun sebagai bagian dari manajemen suatu
perusahaan ritel skala menengah dan besar.

e. Profitabilitas
Peritel mempunyai keuntungan yang berlipat dari bisnis yang peritel
jalankan jika ditekuni dengan sungguh-sungguh.selain faktor keuntungan fakta
membuktikan bahwa bisnis ritel tumbuh dengan pesat sepanjang jaman,bisnis ritel
merupakan mata pencaharian yang paling banyak ditemui dalam kehidupan

sehari-hari,umur bisnis ritel atau berdagang juga paling panjang di banding sektor
lain,orang berdagang sudah ada sejak jaman dahulu sebelum modernisasi.

2.2.3 Pengaruh ritel terhadap pertumbuhan ekonomi :


Pengaruh positif
1.

Membuat lapangan pekerjaan baru

2.

Membentu pekerjaan yang inovatif dan kreatif

3.

Menambah pemasukan kas negara dengan cara mengekspor barang ke luar


negeri

4.

Membuat pekerjaan mudah lebih semangatdan mandiri


Pengaruh negatif

1.

Mengurangi pemasukan pasar tradisonal karena masyarakat mulai memilih


gaya hidup modern

2.

Mengurangi perekonomian pihak petani daerah pedesaan

3.

Memberikan gaya hidup hedonisme bagi masyarakat menengah ke atas

4.

Merugikan para produsen grosir di kota maupun daerah.

2.3 PERAN PEMERINTAHAN DALAM BISNIS RITEL


Ritel merupakan sektor industri yang sangat populer dan sudah
mendominasi kehidupan Indonesia. Industri ini juga semakin populer sejak
masuknya ritel modern ke Indonesia, yakni ketika Indomart tumbuh dengan pesat,
hingga yang paling fenomenal ketika ritel asing asal Perancis, Carrefour masuk ke
Indonesia dengan ekspansi usahanya yang cukup mengundang kontroversi.
Fenomena tersebut secara perlahan mengakibatkan pelaku usaha
domestik satu persatu kolaps tidak berdaya, terlebih lagi pelaku usaha domestik
dengan skala yang kecil. Tidak mengherankan jika industri ini mendapat sorotan
yang cukup serius oleh berbagai kalangan. Banyak kalangan yang menhendaki
pemerintah untuk turun tangan mengatasi permasalahan tersebut.
Namun, ketika pemeintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112
Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisionall, Pusat
Perbelanjaan dan Toko Modern (Perpres 112/2007) pada tanggal 27 Desember

2007, peraturan ini juga mengundang kontroversi. Pada peraturan ini bertujuan
untuk menciptakan keserasian dalam penyelenggaraan bisnis ritel antara modern
dan tradisional. Namun dalam implementasinya ketentuan ini sulit terealisasikan
karena sulitnya melakukan pengawasan atas pelaksanaan ketentuan perpres
tersebut.
Perpres 112/2007 mengatur secara teknis mengenai pembagian usaha
antara pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Pada beberapa
ketentuan pasal, Perpres 112/2007 terlalu mengatur dengan sangat rinci. Misalnya,
terdapat pengaturan mengenai lokasi dan syarat-syarat pendirian, luas bangunan,
jam operasi, ketentuan pemasokan barang, perizinan, serta pembinaan dan
pengawasan untuk pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern.
Peraturan ini dibuat dengan maksud untuk melindungi dan mengembangkan usaha
kecil serta sebagai suatu upaya pembinaan terhadap usaha kecil supaya bisa maju
dan berkembang. Namun jika dilihat dari sisi persaingan, pengaturan yang rinci
seperti itu justru menghambat pelaku usaha untuk berusaha dan berinovasi,
terutama bagi pusat perbelanjaan dan toko modern.
Dalam peraturan ini , pemerintah menetapkan zona/luas wilayah usaha
pasar tradisional (toko, kios, dan toko modern. Batas luas lantai penjualan toko
modern adalah sebagai berikut :
a. Minimarket, kurang dari 400 m2;
b. Supermarket, 400 m2 s.d 5000 m2;
c. Hypermarket, di atas 5000 m2;
d. Department store, di atas 400 m2;
e. Perkulakan, di atas 5000 m2.
Pendirian toko modern juga wajib memperhatikan jarak lokasi usahanya
misalnya dengan pasar tradisional yang telah ada sebelumnya. Peraturan yang
mengatur mengenai jarak antara toko modern dengan pasar tradisional di atur
dalam peraturan daerah. Misalnya untuk wilayah DKI jakarta, hal ini diatur dalam
pasal 10 peraturan daerah provinsi DKI jakarta no. 2 tahun 2002, tentang
perpasaran swasta. Dalam pasal ini ditentukan mengenai jarak sarana/tempat
usaha sebagai berikut :

a. Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya 100 m2 s.d 200 m2 harus
berjarak radius 0,5 km dari pasar lingkungan dan terletak di sisi jalan
lingkungan/kolektor/arteri;
b. Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya di atas 200 m2 harus berjarak
radius 1,0 km dari pasar lingkungan dan letak di sisi jalan kolektor/arteri;
c. Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya di atas 1000 m2 s.d 2000 m2
harus berjarak radius 1,5 km dari pasar lingkungan dan letak di sisi jalan
kolektor/arteri;
d. Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya di atas 2000 m2 s.d 4000 m2
harus berjarak radius 2 km dari pasar lingkungan dan letak di sisi jalan
kolektor/arteri;
e. Usaha perpasaran swasta yang luas lantainya di atas 4000 m2 harus berjarak
2,5 km dari pasar lingkungan dan harus terletak di sisi jalan kolektor/arteri.
Peraturan yang membatasi operasional pusat perbelanjaan dan toko
modern tersebut secara tidak langsung mengakibatkan terhambatnya kegiatan
berusaha dan berinovasi. Hal ini kurang sejalan dengan misi KPPU ( Komisi
Pengawas Persaiangan Usaha ) yaitu menegakkan hukum persaingan dengan jalan
menjamin kebebasan berusaha dan melakukan inovasi guna bertahan dalam pasar
kompetisi, tidak terkecuali bagi pelaku usaha besar. Salah satu tujuan dibentuknya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999) adalah untuk mewujudkan iklim
usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga
menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha
besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. Terlebih lagi, persaingan
usaha berasaskan pada demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Nasionalisme penting, namun demokrasi ekonomi lebih penting karena
dijamin oleh konstitusi. Oleh karena itu, penerapan Perpres 112/2007 seyogyanya
sejalan dengan implementasi UU 5/1999. Tidak ada yang salah dengan peraturan
yang bersifat teknis seperti Perpres 112/2007, namun pemerintah perlu
mempertimbangkan seberapa efektif peraturan tersebut dapat diimplementasikan,
siapa pihak yang berwenang melakukan pengawasan, dan seberapa siap pihak

10

tersebut melakukan pengawasan. Karena dalam praktiknya, beberapa Pemerintah


Daerah (terutama Pemerintah Kabupaten/Kota) sebagai pihak yang terjun
langsung di lapangan belum melakukan tugas dan fungsinya dengan baik sehingga
pelaksanaan Perpres 112/2007 menjadi bias. Sektor industri ritel merupakan
sektor industri yang krusial bagi negara, karena perekonomian nasional banyak
dipengaruhi oleh keberlangsungan industri ini. Terlebih lagi mengingat pasar
Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial dengan jumlah konsumen dan
tingkat konsumsi yang sangat tinggi dan terus meningkat. Pertumbuhan konsumen
dan persaingan usaha merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga
keduanya perlu dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Hal ini
merupakan konsekuensi logis dari tujuan dibentuknya UU 5/1999, yaitu untuk
menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; serta
mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha
yang sehat sehingga menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi
pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.

2.4 SIKLUS BISNIS RITEL


Seperti halnya produk, organisasi ritel juga mempunyai siklus hidup.
Sebagai contoh, Warehouse Club sedang berada dalam tahap pertumbuhan
(growth), toko-toko diskon dalam tahap kedewasaan (maturity), dan aneka toko
(variety store) dalam tahap khusus (decline). Mengikuti perjalanan hidup produk,
jika siklus hidup produk lebih pendek, maka ritel juga memiliki siklus yang lebih
pendek.
Siklus usaha ritel (the wheel of retailing) adalah suatu hipotesisyang
menjeleaskan munculnya institusi ritel yang baru, dan munculnya ritel yang lma,
yang selanjutnya digantikan oleh institusi ritel yang lebih baru lagi. Menurut
hipotesis tersebut, institusi ritel baru akan masuk ke pasar dengan posisi lowmargin, low-price, dan low-status. Mereka menempatkan fasilitas usaha di
kawasan yang berbiaya sewa rendah, dan membutuhkan sedikit pelayanan bagi

11

konsumen. Keberadaannya merupakan tantangan bagi peritel konvensional yang


memiliki biaya dan harga yang bergerak meningkat dari waktu ke waktu.
High margin
High price
High Status

Membangun institusi ritel dengan


menempatkan pada high-rent area,
memperbaiki fasilitas dan perabot
toko, serta memberikan layanan
tambahan pada konsumen.

1 = Departemen store
2 = Discount store
3 = Superstore
4 = Warehouse club

Low margin
Low price
Low Status

Gambar Siklus Usaha Ritel

Gambar diatas menunjukan perputaran usaha eceran di departemen store,


diskon store, super store, dan warehouse club. Masing-masing muncul sebagai
instistusi retailing yang low-margin, low-price, dan low-status. Secara bertahap,
masing-masing akan bergerak naik yang mengarah menjadi institusi retailing yang
higher-margin, higher-price, dan higher-status.
Para peritel selanjutnya melakukan inovasi-inovasi dan berhasil
memindahkan usahanya ditempat yang biaya sewanya, lebih tinggi memperbaiki
fasilitas dan perabot toko, serta menambahkan beberapa layanan ke beberapa
konsumen. Meraka memperoleh margin yang tinggi, harga yang tinggi, dan status
peritel yang juga tinggi, dan dengan segera meninggalkan posisi mereka yang
semula low-margin, low-price, dan low-status. Kondisi itu akan terus berputar
sebagaimana siklusnya.
Peputaran usaha ritel seperti ditunjukan pada gambar diatas bisa
menjelaskan perkembangan bisnis retailing seperti supermarket dan toko diskon,

12

serta menjelaskan bagaimana keduanya harus bersaing menghadapi warehouse


club dan warehouse store. Namum, hipotesis itu tidak bisa menjelaskan evolusi
dan pertumbuhan pusat-pusat perbelanjaan yang ada di daerah sub-urban. Mereka
sudah muncul sebagai institusi ritel yang high-margin, high-price dan high-status.
Hipotesis itu juga tidak bisa digunakan untuk meramalkan secara spesifik jenis
ritel mana yang akan muncul dan kapan mereka muncul sebagai pemain baru
dalam industri retailing.
Indonesia yang memiliki potensi yang sangat besar bagi pasar ritel.
Dengan jumlah penduduk terbesar ke-empat didunia, tidak heran banyak peritel
asing mengincar pasar ritel di Indonesia. Krisis moneter memberikan peluang
yang sangat besar bagi peritel asing untuk masuk ke Indonesia. Dengan tukar
rupiah yang sangat lemah, mereka memiliki keleluasaan untuk melakukan
ekspansi maupun pembelian saham peritel lokal. Hingga saat ini, setidaknya
tercatat beberapa peritel asing yang gencarmelakukan ekspansi atau menjalin
partnership dengan peritel lokal, misalnya grup carrefour-Promodes yang
mendirikan Paserba Carrefour, Royal Ahold membuka Tops (sebelumnya Ahold
bermitra dengan PSP Food Ritel), Lions dengan Superindo, Dairy Farm dengan
Hero, dan IGA melakukan kerja sama teknis dengan Matahari.

13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pasar ritel bisa terus tumbuh sebagai akibat dari perkembangan berbagai
bidang, pasar ritel yang tumbuh secara nasional tidak saja menguntungkan peritel
besar atau produsen barang ritel melainkan juga para peritel kecil yang melayani
mayarakat setempat. Bidang pertama yang memengaruhi pertumbuhan pasar ritel
adalah

perkembangan

demografi.

Jumlah

penduduk

yang

bertambah

menyebabkan semua barang dan jasa meningkat.


Siklus usaha ritel (the wheel of retailing) adalah suatu hipotesis yang
menjelaskan munculnya institusi ritel yang baru, dan mundurnya ritel yang lama,
yang selanjutnya digantikan oleh institusi ritel yang lebih baru lagi. Menurut
hipotesis tersebut, institusi ritel baru akan masuk ke pasar dengan posisi lowmargin, low-price, low-status.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Berman, Barry, & Evan, Joel R., (2006) Retail Management : A Strategic
Approach 10th ed., Pearson International Edition, New Jersey
2.

Futrell, Charles M., (2001), Sales Management: Teamwork, Leadership,


and Technology 6th ed., Harcourt College Publishing, Texas.

3. Levy, Michael & Weitz, Barton A (2007), Retailing Management, 6th


Edition. New York: McGraw-Hill
4.

Pannen, Paulina & Purwanto, (2005). Penulisan Bahan Ajar. Jakarta:


PAU-PAI, Universitas Terbuka

5.

Sopiah & Syihabudhin, (2008), Manajemen Bisnis Ritel. Yogyakarta:


Penerbit Andi

6. Utami, Christina W. (2006), Manajemen Ritel: Strategi dan Implementasi


Ritel Modern, Jakarta: Salemba Empat.
7. Yuniarsih, Tjutju & Suwanto, (2008), Manajemen Sumber Daya Manusia:
Teori, Aplikasi dan Isu Penelitian, Bandung: Alfabeta

15

Anda mungkin juga menyukai