Ritel merupakan sebuah bisnis yang kegiatannya adalah memasarkan barang dan jasa secara eceran atupun satuan kepada para konsumen. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh para pelaku usaha yang menjadi jembatan antara produsen dengan konsumen. Dengan adanya pelaku usaha pada bisnis ritel, produsen akan merasa terbantu menyampaikan produknya ke masyarakat. Oleh karena itu, bisnis ritel memegang peranan penting dalam rantai pasokan. Seiring perkembangan teknologi, kegiatan ritel terbagi menjadi dua yaitu ritel tradisonal dan ritel modern. Ritel tradisonal masih menerapkan kegiatan secara konvensional pada pengelolaan usaha seperti kegiatan jual beli di pasar tradisonal. Sedangkan untuk ritel modern terjadi pengembangan kearah yang lebih modern karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ekonomi, gaya hidup masayarakat, dan juga teknologi tentunya. Contoh perkembangan ritel dari tradisonal ke modern adalah banyaknya muncul swalayan, pasar modern, dan juga specialty store. Usaha ritel akan selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan perekonomian, gaya hidup, dan juga teknologi. Negara Indonesia memiliki potensi yang besar untuk perkembangan usaha ritel modern. Dengan adanya Keputusan Presiden No. 118 tahun 2000 yang dimana isi dari keputusan itu membawa angin segar bagi para penanam modal untuk membuat usaha ritel di Indonesia karena dinilai menguntungkan. Hal ini terbukti dengan maraknya pembangunan ritel modern yang berformat seperti hypermarket, supermarket, dan minimarket yang sudah masuk ke berbagai daerah di Indonesia. Perkembangan ritel yang cukup besar di Indonesia memiliki dampak positif bagi perekonomian negara. Menurut Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, pada tahun 2019 industri ritel di Indonesia memiliki peran yang penting dalam mendukung perekonomian nasional melalui sisi perdagangan dan konsumsi. Pada sisi perdagangan terjadi pertumbuhan 13,02% pada triwulan ketiga tahun 2019 dan pada sisi konsumsi terjadi pertumbuhan 56,52% dari total PDB. Badan Pusat Statistik juga mencatat bahwasanya terjadi peningkatan perekonomian Indonesia sekitar 5,04% pada tahun 2019. Dari data tersebut bisa disimpulkan bahwasanya industri ritel membantu dalam meningkatkan perekonomian negara. Selain itu, sektor ritel juga membantu produk UMKM dan produk lokal dalam memasarkan produknya agar lebih dikenal oleh masyarakat. Perkembangan Ritel di Indonesia juga dipengaruhi faktor demografi, angka demografi yang tinggi di Indonesia juga sangat membantu sektor ritel. Semakin tingginya angka demografi maka akan semakin banyak pula tingkat pembelian masyarakat terhadap barang dan jasa yang dipasarkan melalui sektor ritel. Selain itu, perusahaan yang berjalan pada sektor ritel akan lebih mudah mendapatkan tenaga kerja yang beragam sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Adanya bonus demografi juga akan membawa keuntungan pada perekonomian negara terutama pada sektor ritel dikarenakan akan banyak jumlah penduduk yang berada pada usia produktif dari usia 18 – 64 tahun, dengan begitu akan banyak tenaga kerja yang terpakai. Meskipun sektor ritel memiliki dampak bagus bagi perekonomian, akan tetapi pertumbuhan penjualan ritel di Indonesia masih mengalami naik turun terutama pada tahun 2020 – 2021. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) mengatakan bahwasanya pada tahun 2020 industri sektor ritel akan melemah, penyebabnya adalah adanya pandemi Covid- 19 yang menyebabkan banyaknya perubahan mulai dari kebiasaan masyarkat sampai dengan kebijakan pereknomian. Pada kuartal 1 tahun 2020, pertumbuhan ritel di Indonesia hanya mencapai 3 – 3,5 persen berbeda cukup jauh dari tahun sebelumnya yang mencapi 8 – 8,5 persen. Adanya kebijkan pemerintah untuk melakuakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada April 2020 menjadi penyebab turunnya penjualan. Meskipun pada pertengahan Juni 2020 sudah ada beberapa pusat perbelanjaan yang mulai buka, pendapatan yang didapat dari penjualan ritel masih belum sesuai dengan target yang diharapkan para pelaku usaha sektor ritel. Pada bulan Agustus 2020 – Juli 2021 pertumbuhan ritel masih belum stabil bahkan cenderung mengalami penurunan. Pertumbuhan penjualan ritel di Indonesia mulai tumbuh pada bulan Maret 2021 dan pada bulan April terjadi pertumbuhan signifikan. Pada bulan Juli 2021 penjualan ritel mengalami penurunan kembali sebesar -6,2% dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapi kenaikan 2,5%. Perkembangan penjualan ritel di Indonesia dalam 1 dekade dari 2011 – 2021 selalu diperbaharui setiap bulan. Berdasarkan laporan CEIC, fata penjualan ritel tertinggi terjadi pada bulan Desember tahun 2013 yang meningkat sebesar 28,2% sedangkan penurunan penjualan tertinggi terjadi pada bulan Mei 2020 yang dimana pada saat itu sedang diberlakukaknnya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh pemerintah yang menyebabkan penjualan turun sebesar -20,6%. Industri sektor ritel yang berkembang di Indonesia turut membantu mengatasi salah satu permasalahan sosial yaitu pengangguran yang cukup banyak, banyaknya sektor penjualan ritel membuat banyak tenaga kerja yang diserap oleh perusahaan. Pada tahun 2016, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sektor ritel berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 22,4 juta orang atau 31,81% dari tenaga kerja non pertanian. Pada tahun 2017 terjadi penurunan penyerapan dikarenakan adanya penurunan daya beli masyarakat dan hasilnya penjualan ritel menjadi tertekan. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat hanya 345.243 orang yang terserap. Penurunan jumlah tenaga kerja pada sektor ritel juga disebabkan perusahaan melakukan efisiensi dikarenakan meningkatnya beban operasional perusahaan, gempuran teknologi juga menyebabkan perusahaan melakukan penurunan jumlah tenaga kerja. Adanya pandemi pada awal tahun 2020 sampai dengan saat ini yang tidak tahu kapan selesainya pandemi ini membuat industri sektor ritel kewalahan. Pemberlakuan PPKM pada bulan Juni 2021 yang membuat jam operasional tempat usaha membuat perusahaan mau tidak mau merumahkan beberapa karyawannya. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO), Roy N. Mandey memperkirakan sebanyak 10 – 15 persen dari 2 juta tenaga kerja pada sektor ritel akan dirumahkan dalam beberapa waktu kedepan. Menurut Roy, para pekerja yang dirumahkan tetap akan mendapat gaji sebesar 50 – 60 persen dari gaji biasanya. Selain tenaga kerja yang dirumahkan, pandemi Covid-19 juga menyebabkan karyawan yang terkena kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Salah satu contoh yaitu pada Toko Ramayana City Plaza, Depok yang melakukan PHK terhadap 87 orang karyawannya dan menutup toko lantaran penjualan mengalami penurunan hingga 80%. Hal inilah yang menyebabkan peluang bisnis ritel di Indonesia pada saat pandemi menjadi turun dibandingkan tahun – tahun sebelumnya.
Ekonomi makro menjadi sederhana, berinvestasi dengan menafsirkan pasar keuangan: Cara membaca dan memahami pasar keuangan agar dapat berinvestasi secara sadar berkat data yang disediakan oleh ekonomi makro