Anda di halaman 1dari 22

Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546

Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

Analisis Yuridis Kebijakan Privasi dan Pertanggungjawaban Online Marketplace dalam


Pelindungan Data Pribadi Pengguna Pada Kasus Kebocoran Data

Maichle Delpiero, Farah Azzahra Reynaldi, Istiawati Utami Ningdiah, Nafisah Muthmainnah1

Abstrak
Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika, pertumbuhan nilai e-commerce di Indonesia
menduduki peringkat pertama di dunia dengan persentase sebesar 78%. Pertumbuhan yang pesat ini
tentunya akan melahirkan berbagai permasalahan yang tidak dapat dihindari. Salah satu permasalahan
yang mencuat ke publik adalah permasalahan kebocoran data pribadi konsumen. Sayangnya,
permasalahan tersebut kurang mendapatkan perhatian dari masyarakat yang kemudian menunjukkan
bahwa tingkat kesadaran masyarakat terhadap pelindungan data pribadi masih rendah. Pasalnya, masih
banyak masyarakat yang secara sukarela memberikan data pribadinya di layanan online marketplace,
tanpa mengetahui bahwa data tersebut dapat disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab
sehingga dapat merugikan dirinya sendiri. Penelitian ini mengkaji kebijakan privasi online marketplace
terkait pelindungan data pribadi dan bentuk pertanggungjawaban online marketplace secara preventif
maupun represif terhadap kebocoran data. Adapun, penelitian menggunakan jenis penelitian yuridis
normatif yang bersumber dari data sekunder meliputi bahan hukum primer berupa peraturan perundang-
undangan dan bahan hukum sekunder berupa buku, jurnal, dan referensi yang relevan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kebijakan privasi berbagai online marketplace di Indonesia masih belum sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan masih belum maksimal dalam melindungi dan menjamin
keamanan data pribadi pengguna. Untuk itu, tulisan ini hadir guna meningkatkan kesadaran pihak-pihak
terkait meliputi 1) pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data
Pribadi; 2) penyedia layanan online marketplace system untuk meningkatkan kualitas pelindungan data
pribadi konsumen; 3) masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelindungan data
pribadi di era revolusi industri.
Kata kunci: e-commerce, kebocoran data, online marketplace, pelindungan data pribadi

Legal Analysis of Online Marketplace Privacy Policy and Accountability in Protection of Users’
Personal Data on Data Leakage Cases
Abstract
Following data from the Ministry of Communication and Informatics, Indonesia ranked first as the highest
country with e-commerce growth's value in the world is up to 78%. This rapid growth will indubitably give
rise to various problems that unavoidable. One of the problems that have risen to the public is data
leakage. Unfortunately, data breaches were lack of recognition by the public. It showed the level of public
awareness of personal data protection is still low. The reason is, there are still many people who voluntarily
provide their personal data in-services online marketplace, without knowing that this data can be misused
by irresponsible people so that it can harm themselves. This study examines the privacy policies of online
marketplace related to personal data protection and forms of online marketplace preventive and
repressive for data leakage. In addition, this research applied a normative juridical approach to the
secondary data. Whereas, including primary legal materials in the form of statutory regulations, and
secondary legal materials such as books, journals, and relevant references. This research results that
privacy policies of various online marketplaces in Indonesia disobeyed the laws and regulations and are
still not optimal in protecting and ensuring the security of users' data. Hence, this paper aims to raise
awareness of related parties: 1) the government to immediately ratify the Personal Data Protection Bill;
2) in-service provider online marketplace system to improve the quality of consumer personal data
protection; 3) the public to raise awareness of data protection in the era of the industrial revolution.
Keywords: e-commerce, data leakage, online marketplace, personal data protection

1 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Fakultas Hukum, Kampus Unpad Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21
Jatinangor, Kab. Sumedang 45363 Jawa Barat, maichle19001@mail.unpad.ac.id, farah18011@mail.unpad.ac.id,
farah18011@mail.unpad.ac.id, farah18011@mail.unpad.ac.id
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

A. Pendahuluan tren di tahun 2020 adalah


Perkembangan teknologi yang kian marketplace, seperti Tokopedia,
masif telah mengubah gaya hidup Shopee, Bukalapak, Lazada, Bhinneka,
masyarakat yang semula dilakukan dan sebagainya. Selain menjadi tren,
secara tradisional berubah menjadi marketplace juga menjadi platform
modern (modernisasi). Modernisasi berbelanja yang paling dipercayai
tentunya berimplikasi ke seluruh berdasarkan survei yang dilakukan
aspek kehidupan masyarakat, oleh SIRCLO–perusahaan e-commerce
terutama dalam hal mempermudah enabler penyedia solusi bisnis bagi
akses memperoleh informasi. brand–tahun lalu.3
Kemajuan teknologi yang Pada tahun 2020, terjadi
berkembang pesat mendorong fenomena melonjaknya kegiatan
manusia untuk dapat beradaptasi dan berbelanja online yang dilakukan oleh
berinovasi dalam melakukan kegiatan masyarakat Indonesia selama wabah
di berbagai sektor seperti sosial, pandemi Covid-19.4 Hal tersebut
ekonomi, dan budaya. Dalam dikarenakan tuntutan kebutuhan
perkembangannya, sektor ekonomi masyarakat yang tidak dapat dipenuhi
menjadi salah satu sektor yang dengan mobilisasi secara langsung di
tumbuh secara signifikan. Hal ini tengah kebijakan pembatasan yang
dikarenakan lahirnya suatu inovasi diberlakukan oleh pemerintah.
perdagangan melalui sistem Berdasarkan data yang dirilis oleh
elektronik atau biasa disebut e- Bank Indonesia pada September
commerce, yakni suatu perdagangan 2020, transaksi e-commerce di
yang transaksinya dilakukan melalui Indonesia meraup nilai transaksi
serangkaian perangkat dan prosedur hingga mencapai Rp 180,74 triliun.5
elektronik.2 Nilai transaksi ini menunjukkan
Eksistensi e-commerce bahwa jumlah transaksi e-commerce
memberikan kemudahan kepada telah meningkat dua kali lipat dari
pihak konsumen dalam melakukan sebelum mewabahnya virus corona.
transaksi jual beli. Kegiatan Peningkatan tersebut membuktikan
bertransaksi yang dulunya harus bahwa kemajuan teknologi telah
dilakukan secara tatap muka memberikan dampak yang positif
(konvensional) kini dapat dilakukan terutama dalam sektor ekonomi dan
melalui ruang virtual (cyberspace). bisnis. Namun, perlu disadari
Oleh karenanya, konsumen dapat bahwasanya kemajuan teknologi yang
melakukan transaksi jual beli hanya pesat tidak hanya memberikan
dengan menggunakan internet manfaat saja, tetapi juga akan
dimanapun dan kapanpun. Adapun, menyulut berbagai permasalahan.
kegiatan e-commerce dapat Dimana dalam ruang lingkup e-
diselenggarakan melalui berbagai commerce, masalah pokok yang
platform yakni marketplace, media sering timbul adalah kebocoran data
sosial, dan website. Salah satu pribadi. Pada praktiknya, pengguna
platform e-commerce yang menjadi online marketplace diwajibkan untuk

2 Pasal1 Angka 24 Undang-Undang 7 Tahun 2014 tentang Communication and Networking, Volume 13, Nomor 2,
Perdagangan. 2020, hlm. 1451.
3 SIRCLO, “Jumlah Pengguna E-Commerce Indonesia di Tahun 5 CNN Indonesia, “Transaksi E-Commerce Capai Rp180,74 T per

2020 Meningkat Pesat”, <https://www.sirclo.com/jumlah- September 2020”,


pengguna-e-commerce-indonesia-di-tahun-2020- <https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20201215150
meningkat-pesat/>, diakses pada 13 Mei 2021. 353-78-582406/transaksi-e-commerce-capai-rp18074-t-
4
Anam Bhatti (et.al), “E-Commerce Trends During Covid-19 per-september-2020>, diakses pada 13 Mei 2021.
Pandemic”, International Journal of Future Generation
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

mendaftar terlebih dahulu dengan kebutuhannya sendiri. Selain itu,


cara mengisi sejumlah data pribadi kebocoran data juga dapat dilakukan
kepada platform tersebut. Dengan secara sengaja yang berasal dari
diterimanya data pribadi oleh online faktor eksternal seperti peretasan
marketplace tersebut memicu data melalui serangan siber misalnya
kerentanan terjadinya kebocoran dengan hacking, virus, trojans, hingga
data yang akan menimbulkan encrypting ransomware.7
kerugian bagi para pengguna. Kebocoran data pribadi dapat
menjadi langkah awal untuk
munculnya berbagai macam aktivitas
mengganggu seperti spam pada email
dan SMS, dan lain sebagainya. Selain
itu, data yang bocor tersebut dapat
menimbulkan berbagai kejahatan
siber yang merugikan konsumen.
Pada praktiknya, seringkali pelaku
kejahatan siber melakukan phishing,
yang merupakan sebuah metode
penipuan yang membuat korbannya
secara tidak langsung memberikan
Tabel 1.1. Jenis Kebocoran Data seluruh informasi yang dibutuhkan
Berdasarkan Penyebabnya oleh sang pelaku.8 Adapun, metode
Kebocoran data merupakan sebuah phishing dapat berupa social
pengungkapan informasi yang engineering attacks, manipulasi link,
bersifat rahasia baik disengaja hingga website forgery.
(intentional threats) maupun tidak Kebocoran data pengguna
disengaja (inadvertent threats) telah terjadi pada beberapa online
kepada pihak yang tidak berwenang.6 marketplace di Indonesia yakni
Kebocoran inadvertent threats Tokopedia, Bukalapak dan Bhinneka.
adalah kebocoran data yang bersifat Pada tanggal 1 Mei 2020, dilaporkan
ketidaksengajaan atau kelalaian. Hal sebanyak 91 juta data pengguna
ini dapat disebabkan oleh lemahnya Tokopedia ditawarkan dalam forum
sistem keamanan data pribadi hacker dengan harga US$5.000
konsumen online marketplace seperti sehingga Tokopedia dan
ketika terjadinya configuration error KEMENKOMINFO digugat oleh
dan improper encryption hingga Komunitas Konsumen Indonesia (KKI)
adanya ancaman dari pihak internal senilai Rp 100 miliar.9 Bocornya data
seperti cyber espionage dan sabotage oleh peretas hingga dilakukannya
oleh pegawai online marketplace penjualan merupakan indikasi bahwa
untuk membocorkan data-data Tokopedia tidak menjalankan prinsip
pribadi tersebut, baik untuk pelindungan data pribadi dari akses
menjualnya kembali atau untuk dan pengungkapan yang tidak sah.10

6
Long Cheng (et.al), “Enterprise Data Breach: Causes, 9
Zuhri Mahrus, “Kebocoran Data Pengguna Tokopedia,
Challenges, Prevention, and Future Direction”, WIREs Data Bukalapak, dan Bhinneka: Siapa Peduli?”,
Mining and Knowledge Discovery, 2017, hlm. 1. <https ://cyberthreat.id/read/6795/Kebocoran-Data-
7 Ibid.
Pengguna-Tokopedia-Bukalapak-dan-Bhinneka-Siapa-
8 Mia Haryati Wibowo dan Nur Fatimah, “Ancaman Phishing
Peduli>, diakses pada 12 Mei 2021.
Terhadap Pengguna Sosial Media Dalam Dunia Cyber 10
Muhammad Fathur, “Tanggung Jawab Tokopedia Terhadap
Crime”, Jurnal of Education and Information Kebocoran Data Pribadi Konsumen”, Proceeding : Call for
Communication Technology, Volume 1, Nomor 1, 2017, Paper - 2nd National Conference on Law Studies: Legal
hlm. 2. Development Towards A Digital Society Era,2020, hlm. 51.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

Selain Tokopedia, diketahui bahwa Publik, Peraturan Menteri Komunikasi


sebanyak 13 juta data pengguna dan Informatika Nomor 20 Tahun
Bukalapak diperjualbelikan oleh 2016 tentang Perlindungan Data
peretas Pakistan yaitu Gnostic Players Pribadi Dalam Sistem Elektronik
pada tahun 2019. Berdasarkan rilis (Permen PDPSE) dan dalam kaitannya
resmi dari Bukalapak, dinyatakan dengan perdagangan melalui sistem
bahwa data tersebut diperoleh atas elektronik (e-commerce) adalah
akses tidak sah ke dalam cold storage melalui Peraturan Pemerintah Nomor
backup di luar sistem Bukalapak. 71 Tahun 2019 tentang
Adapun untuk Bhinneka, data Penyelenggaraan Sistem dan
pengguna yang bocor dan ditawarkan Transaksi Elektronik (PP PSTE).
dalam dark web adalah sebanyak 1,2 Berbagai regulasi yang penulis
juta data.11 Melalui kasus-kasus di sebutkan, merupakan bentuk dari
atas, dapat disimpulkan bahwa perwujudan tanggung jawab negara
kebocoran data pengguna telah dalam mengakomodir pelindungan
menjadi suatu ancaman nyata privasi sebagaimana secara tersirat
sehingga diharapkan para online diamanatkan konstitusi melalui Pasal
marketplace di Indonesia dapat 28 G ayat (1).
meningkatkan upaya preventif dan Indonesia dapat terbilang
represif untuk mencegah kebocoran cukup tertinggal dalam hal
data dan melindungi data pribadi pelindungan data pribadi warga
pengguna. negaranya. Hal ini dapat kita lihat dari
Salah satu bentuk manifestasi perbandingan dengan negara lain
pelindungan data pribadi adalah seperti Thailand yang telah
dengan adanya pengaturan yuridis mengesahkan Personal Data
formal yang sui generis tentang Protection Act atau PDPA pada
pelindungan data pribadi. Namun tanggal 28 Mei 201913 sebagai payung
faktanya hingga saat ini Indonesia hukum terhadap pelindungan data
masih belum memiliki peraturan pribadi warga negara Thailand. Satu
mengenai pelindungan data pribadi lagi negara tetangga Indonesia yang
yang terintegrasi dan komprehensif. sudah jauh lebih dahulu mengatur
Kendati demikian, Indonesia sejatinya perihal pelindungan data pribadi
telah memiliki peraturan yang adalah Malaysia, yang juga
terpisah secara sektoral mengenai merupakan negara pertama yang
pelindungan data pribadi.12 Seperti mempelopori lahirnya regulasi
yang diatur dalam Undang-Undang mengenai pelindungan data pribadi di
Nomor 19 Tahun 2016 tentang rumpun ASEAN ketika PDPA Malaysia
Perubahan Atas Undang-Undang disahkan pada tahun 2013.14 Permen
Nomor 11 Tahun 2008 tentang PDPSE yang dimiliki Indonesia
Informasi dan Transaksi Elektronik sejatinya belum dapat disetarakan
(UU ITE), Pasal 40 Undang-Undang dengan PDPA dari kedua negara
Nomor 30 Tahun 1999 tentang tetangga ini disebabkan masih banyak
Telekomunikasi, Pasal 6 Undang- sekali hal-hal yang perlu diatur dalam
Undang Nomor 14 Tahun 2008 suatu payung hukum untuk
tentang Keterbukaan Informasi

11 Zuhri Mahrus, Op.cit. 14 FarahShahwahid dan Surianam Miskam, “The Personal Data
12 DLA Piper, “Data Protection Laws of The World Thailand vs Protection Act 2010: Taking The First Step Towards
Indonesia”, <https://www.dlapiperdataprotection.com>, Compliance”, E-proceedings of the Conference on
diunduh pada 13 Mei 2021. Management and Muamalah (CoMM 2014), 2014, hlm.
13 Ibid.
154.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

melindungi data pribadi warga pertanggungjawaban bagi online


negaranya. marketplace saja tetapi juga
Rancangan Undang-Undang memberikan eksplanasi yang lebih
Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) komprehensif terkait kelemahan
di Indonesia telah melewati berbagai peraturan perundang-undangan yang
perubahan dari waktu ke waktu mengatur berkaitan dengan
sebagai wujud penyempurnaan pelindungan data pribadi melalui
daripada peraturan yang sudah ada. beberapa peraturan perundang-
Tahun 2021 ini, RUU PDP kembali undangan seperti Undang-Undang
masuk ke dalam Prolegnas Prioritas Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana
2021 dan diharapkan untuk segera telah diubah dengan Undang-Undang
disahkan menjadi undang-undang. Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE, PP
Dalam perubahan terbaru yang PSTE, dan Permen PDPSE.
dilakukan pada Januari 2020, Pasal 13 Rumusan Masalah
RUU PDP menyebutkan bahwa Dari pemaparan uraian latar belakang
“Pemilik Data Pribadi berhak untuk tersebut, rumusan masalah yang
menerima serta menuntut ganti rugi dijadikan dasar analisis penelitian ini
atas pelanggaran Data Pribadinya ialah
sesuai dengan ketentuan peraturan 1. Implementasi pengaturan
perundang-undangan.” dimana pelindungan data pribadi dalam
nantinya hal ini amat berkenaan kebijakan privasi online
dengan pelaksanaan perdagangan marketplace berdasarkan hukum
dalam sistem elektronik ketika terjadi positif Indonesia
kasus kebocoran data pemilik data 2. Pertanggungjawaban online
pribadi yang diproses oleh marketplace dalam pelindungan
penyelenggara perdagangan dalam data pribadi pada kasus
sistem elektronik. kebocoran data.
Perbedaan tulisan ini dengan
penelitian sebelumnya yang ditulis B. Metode Penelitian
oleh Muhammad Fathur dalam Metode penelitian yang digunakan
tulisan yang berjudul Tanggung Jawab oleh penulis dalam tulisan ini adalah
Tokopedia Terhadap Kebocoran Data penelitian secara yuridis-normatif
Pribadi Konsumen adalah hasil yakni berpedoman kepada norma
penelitian ini bukan hanya mengkaji hukum, prinsip-prinsip hukum, serta
secara umum kelemahan hukum positif Indonesia yang
pelindungan data pribadi oleh salah memiliki relevansi dengan
satu online marketplace saja, pelindungan data pribadi (baik yang
melainkan juga menganalisis secara sudah diundangkan maupun yang
mendalam berkenaan dengan potensi belum diundangkan). Penulisan ini
kebocoran data konsumen dengan mengkaji pokok-pokok permasalahan
memberikan analisis dan komparasi berkaitan dengan pelindungan data
melalui kebijakan privasi yang pribadi dengan menggunakan
diterapkan oleh beberapa online pendekatan perundang-undangan
marketplace dengan hukum positif (statute approach) dan pendekatan
yang berlaku di Indonesia. Lebih perbandingan (comparison
lanjut, perbedaan lainnya terletak approach). Teknik pengumpulan data
pada pertanggungjawaban online utama yang dilakukan penulis adalah
marketplace pada kasus kebocoran dengan studi dokumentasi yang
data. Dimana, penelitian ini lebih didapat melalui riset secara daring,
menekankan tidak hanya terhadap focus group discussion (FGD), dan
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

webinar. Selanjutnya, penulis pemecahan masalah yang menjadi


melakukan pengolahan data dengan rumusan masalah utama dalam
melakukan kategorisasi, menyusun tulisan ini.
serta memverifikasi keabsahan dari
hasil kolektivitas data tersebut. C. Pembahasan dan Analisis
Adapun, sumber data yang 1. Implementasi pengaturan
penulis gunakan dalam penelitian ini pelindungan data pribadi dalam
adalah data sekunder yang mencakup kebijakan privasi online
dua bahan hukum utama yakni bahan marketplace berdasarkan hukum
hukum primer dan bahan hukum positif Indonesia
sekunder. Bahan hukum primer a. Lemahnya kebijakan privasi
merupakan bahan hukum yang online marketplace dalam
bersifat otoritatif yakni meliputi memberikan jaminan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun pelindungan data pribadi
2008 sebagaimana telah diubah Dalam rangka memberikan
dengan Undang-Undang Nomor 19 jaminan pelindungan data pribadi
Tahun 2016 tentang Informasi dan dalam kegiatan e-commerce,
Transaksi Elektronik (UU ITE), seluruh online marketplace
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 terikat dalam suatu kewajiban
tentang Perlindungan Konsumen, untuk menyediakan sebuah
Peraturan Pemerintah Nomor 71 pengaturan kebijakan privasi.
Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Istilah kebijakan privasi dapat
Sistem dan Transaksi Elektronik, dijumpai dalam PP PSTE, yang
Peraturan Menteri Kementerian mendefinisikan bahwa kebijakan
Komunikasi dan Informasi Nomor 20 privasi merupakan sertifikat
Tahun 2016 tentang Perlindungan keandalan yang jaminan
Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. keandalannya adalah
Selain itu, bahan hukum sekunder memberikan kepastian data
yakni bahan hukum yang digunakan pribadi konsumen dilindungi
untuk mendukung bahan hukum kerahasiaannya sebagaimana
primer, yakni terdiri atas Rancangan mestinya.16 Selain itu, pengaturan
Undang-Undang Perlindungan Data kebijakan privasi dalam online
Pribadi, hasil penelitian terdahulu, marketplace diatur pula dalam
buku, jurnal, dan referensi yang UU ITE.17
memiliki relevansi dengan penelitian Pada praktiknya, berbagai
ini. online marketplace telah
Kemudian, teknik analisis data mematuhi ketentuan tersebut
yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengintegrasikan
adalah deskriptif analitik yakni sebuah kebijakan privasi ke dalam bentuk
teknik yang ditujukkan untuk e-contract. Adapun dalam
memperoleh visualisasi tentang pembahasan ini, penulis akan
status gejala yang ada pada saat memaparkan kelemahan dari
penelitian (expose de facto)15, kebijakan privasi beberapa online
sehingga dapat menguraikan secara marketplace di Indonesia, yaitu
jelas dan sistematis terhadap sebagai berikut:

15 Winarno Surakhmad, Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik, 17 Mashitoh Indriyani (et.al), “Perlindungan Privasi dan Data
Bandung: Tarsito, 1990, hlm. 144-146. Pribadi Konsumen Daring Pada Online Marketplace
16 Penjelasan Pasal 76 huruf (c), Peraturan Pemerintah Nomor
System”, Justicia Jurnal Hukum, Volume 1, Nomor 2, 2017,
71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan hlm. 196.
Transaksi Elektronik
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

1) Tokopedia18 lokasi Wi-Fi, geo-location, dan


Komitmen nyata Tokopedia sebagainya. Ketika terjadi
dalam menghargai dan kebocoran, frasa “tidak terbatas”
melindungi data pribadi ini dimungkinkan dapat
pengguna diwujudkan melalui mengancam keamanan dan
adanya kebijakan privasi. keselamatan pengguna apabila
Kebijakan privasi ini menetapkan ternyata data yang diakses adalah
dasar dalam melakukan segala sesuatu yang bersifat lebih
bentuk pengelolaan data pribadi privasi, terutama ketika data
pengguna baik ketika melakukan tersebut disalahgunakan.
pendaftaran, mengakses, atau Selanjutnya, dinyatakan
mempergunakan layanan pada bahwa Tokopedia dapat
situs. Akan tetapi, terdapat menggabungkan data yang
beberapa kebijakan privasi dari diperoleh dari sumber tersebut
Tokopedia yang memiliki dengan data lain. Faktanya,
kelemahan dan dapat berpotensi penggabungan data lain ini tidak
mengancam keamanan data serta dijelaskan secara spesifik
keselamatan pengguna, antara berkenaan dengan mekanisme
lain: dan jenis data yang digabungkan
a) Perolehan dan Pengumpulan sehingga dapat memicu lahirnya
Data Pengguna hasil pengolahan data yang
Data yang diserahkan secara bermasalah. Terlebih lagi, hal ini
mandiri kepada pengguna, tidak sejalan dengan Pasal 59 ayat
termasuk namun tidak terbatas (2) huruf b PP PMSE yang
pada data yang diserahkan pada menyatakan bahwa data pribadi
saat pengguna mengisi data-data harus dimiliki hanya untuk satu
pembayaran pada saat pengguna tujuan yang telah dideskripsikan
melakukan aktivitas transaksi secara spesifik serta sah. Data
pembayaran melalui situs, tersebut dilarang untuk diproses
termasuk namun tidak terbatas lebih lanjut dengan cara yang
pada data rekening bank, kartu tidak sesuai dengan tujuan
kredit, virtual account, instant tersebut.
payment, internet banking, dan b) Keamanan, Penyimpanan
gerai ritel. Dengan cakupan data dan Penghapusan Data
pembayaran yang luas dan tidak Pribadi Pengguna
terbatas tersebut, apabila terjadi Dalam ketentuan angka 3,
kebocoran data maka dinyatakan bahwa walaupun
kemungkinan terburuknya akan Tokopedia telah menggunakan
mengakibatkan pembobolan upaya terbaiknya untuk
terhadap akun bank yang dimiliki mengamankan dan melindungi
pengguna. data pribadi pengguna, perlu
Data yang terekam pada saat diketahui bahwa pengiriman data
pengguna mempergunakan situs, melalui internet tidak pernah
termasuk namun tidak terbatas sepenuhnya aman. Dengan
pada data lokasi riil atau demikian, Tokopedia tidak dapat
perkiraannya seperti alamat IP, menjamin 100% keamanan data

18 Tokopedia, “Kebijakan Privasi”,


<https://www.tokopedia.com/privacy#keamanan-data>,
diakses pada 14 Mei 2021.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

yang disediakan atau dikirimkan transaksi, dan lain-lain.20 Dalam


kepada Tokopedia oleh pengguna hal ini, Informasi lain yang
dan pemberian informasi oleh dikaitkan dengan frasa “tidak
pengguna merupakan risiko yang terbatas” menjadi sangat samar
ditanggung oleh pengguna sehingga pengguna tidak
sendiri. Berdasarkan kebijakan mengetahui sejauh mana data
ini, penulis berpandangan bahwa yang diakses dan akibat yang akan
keamanan internet yang rendah timbul kedepannya.
tidak dapat dijadikan alasan oleh 3) Bhinneka
Tokopedia untuk lepas dari Layaknya online marketplace lain,
tanggung jawabnya sebagai penetapan kebijakan privasi
online marketplace yang merupakan wujud komitmen dari
menyimpan dan menggunakan Bhinneka untuk melindungi dan
data pengguna. Selain menjaga menghargai data pribadi
dan menjamin data pengguna, pengguna. Dinyatakan bahwa,
Tokopedia wajib meningkatkan setiap informasi yang pengguna
security system, memeriksa serta berikan bersifat terbatas untuk
memperbaikinya secara berkala. tujuan proses yang berhubungan
2) Bukalapak dengan Bhinneka dan tidak untuk
Kebijakan privasi Bukalapak tujuan lain. Akan tetapi komitmen
tunduk terhadap hukum positif tersebut tidak tercermin dalam
Indonesia yang mengatur tentang kebijakan privasi Bhinneka terkait
informasi dan transaksi ganti rugi yang menyatakan
elektronik, penyelenggara sistem bahwa Bhinneka tidak
elektronik dan perlindungan data bertanggung jawab atas kerugian
pribadi pengguna serta peraturan pengguna yang ditimbulkan oleh
pelaksana dan peraturan tindakan peretasan terhadap
perubahan yang berhubungan data pribadi pada akun
dengan data dan informasi pengguna.21 Kebijakan ini dapat
pengguna.19 Seperti halnya dikatakan sebagai bentuk
Tokopedia, dalam kebijakan pelepasan tanggung jawab secara
privasi Bukalapak termuat frasa penuh dari Bhinneka sebagai
“tidak terbatas” yang salah online marketplace yang
satunya dapat ditemukan pada memperoleh, mengumpulkan
kebijakan terkait perolehan dan dan mengolah data pengguna.
pelindungan data yang Terlebih lagi, ketika peretasan
menyatakan bahwa Bukalapak oleh pihak ketiga terhadap akun
berhak meminta data dan pengguna terjadi maka hal
informasi pengguna meliputi tersebut merupakan bukti bahwa
perilaku pengguna di Bukalapak sistem keamanan dari Bhinneka
dan/atau selama menggunakan belum memberikan pelindungan.
layanan informasi pilihan produk, Oleh sebab itu, menurut
fitur, dan layanan, juga Informasi pandangan penulis, kebijakan ini
lain pengguna yang meliputi memperlihatkan bahwa Bhinneka
namun tidak terbatas pada tidak maksimal dalam menjamin
aktivitas pendaftaran, login, keselamatan data pribadi
19 Bukalapak, “Kebijakan Privasi”, 21
Bhinneka, “Kebijakan Privasi”,
<https://www.bukalapak.com/privacy>, diakses pada 14 <https://www.bhinneka.com/kebijakan-privasi>, diunduh
Mei 2021. pada 15 Mei 2021.
20 Ibid.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

pengguna dengan melepas Online Marketplace ditinjau


tanggung jawabnya. dari Hukum Positif Indonesia
Lemahnya kebijakan online Sebelum melakukan transaksi
marketplace di atas juga diketahui dalam online marketplace,
tidak sejalan dengan dua prinsip biasanya pengguna diwajibkan
dalam Basic Principles of National terlebih dahulu untuk menyetujui
Application OECD Guidelines on the segala bentuk syarat dan
Protection of Privacy and Transborder ketentuan maupun kebijakan
Flows of Personal Data, yaitu:22 privasi yang sebelumnya telah
1) Collection Limitation Principle dipersiapkan dan ditentukan
(Prinsip Pembatasan secara sepihak oleh online
Pengumpulan) marketplace yang secara
Prinsip ini menyatakan bahwa harus otomatis, hal tersebut menjadi
terdapat batasan dalam sebuah kontrak baku.
pengumpulan data pribadi dan Keberadaan kontrak baku
sejenisnya, diperoleh melalui cara tersebut bertujuan untuk
yang sah dan adil, serta sesuai dengan memberikan kemudahan bagi
persetujuan dari subjek data. Apabila para pihak yang terlibat dalam
melihat kebijakan privasi ketiga online transaksi elektronik. Terlebih
marketplace yang memuat frasa dalam transaksi melalui online
“tidak terbatas” terutama dalam marketplace, persetujuan
perolehan dan pengumpulan data mengenai persyaratan-
serta tidak memberikan penjelasan persyaratan kontrak baku
spesifik dalam hal penggabungan tersebut dapat tercapai melalui
data, maka kebijakan tersebut telah lisensi click wrap yang muncul
tidak sesuai dengan prinsip ini. ketika online marketplace
2) Security Safeguards Principle pertama kali digunakan. Biasanya
(Prinsip Perlindungan pengguna ditanya tentang
Keamanan) kesediaannya menerima kontrak
Prinsip ini menyatakan bahwa data baku tersebut melalui alternatif “i
pribadi harus dilindungi dengan accept” atau “i don’t accept”
penjagaan keamanan yang wajar sehingga online marketplace
terhadap risiko seperti kehilangan hanya memerlukan satu atau dua
atau akses yang tidak sah, perusakan, kali klik untuk mendapat
penggunaan, modifikasi atau persetujuan dari konsumen.23
pengungkapan data. Kebijakan privasi Dengan melakukan klik
Tokopedia yang tidak menjamin 100% tersebut, maka pengguna secara
keamanan data pengguna hingga otomatis dianggap telah patuh
lepas tangannya Bhinneka terkait kepada kebijakan privasi maupun
pemberian ganti rugi atas tindakan syarat dan ketentuan pemakaian
peretasan dapat diketahui tidak aplikasi yang di dalamnya
memberikan perlindungan dan termasuk pemberian akses
penjagaan keamanan data pengguna. terhadap data pribadi milik
b. Legalitas Klausula Baku konsumen kepada online
dalam Kebijakan Privasi marketplace. Keabsahan
mengenai kontrak elektronik ini
22 Part Two Number 7 and 11, Basic Principles of National 23
Sinaga, D. H., & Wiryawan, I. W., “Keabsahan Kontrak
Application OECD Guidelines on the Protection of Privacy Elektronik (e-contract) Dalam Perjanjian Bisnis”, Kertha
and Transborder Flows of Personal Data. Semaya: Journal Ilmu Hukum, Volume 8, Nomor 9, 2020,
hlm. 1385-1395.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

sendiri diatur dalam UU ITE yang yang dikarenakan dan/atau


mengatakan bahwa kontrak terjadi selama Keadaan
elektronik merupakan perjanjian Memaksa. Dalam hal ini
para pihak yang dibuat melalui Keadaan Memaksa mencakup
sistem elektronik. namun tidak terbatas pada
Dalam Pasal 52 PP PMSE penutupan, pemogokan,
disebutkan bahwa kontrak perusahaan, serangan atau
elektronik dikatakan sah serta ancaman teroris, kebakaran,
mengikat apabila kontrak ledakan, bencana alam atau
elektronik tersebut telah sesuai bencana non alam, pandemi
dengan syarat serta kondisi dalam atau epidemi, tidak adanya
penawaran secara elektronik, atau terganggunya jaringan
terdapat kesepakatan di antara telekomunikasi, informatika,
pihak yang terlibat, informasi listrik, terjadinya kegagalan
yang tercantum di dalamnya sistem yang diakibatkan pihak
telah sesuai dengan informasi ketiga di luar kewenangan
yang tercantum dalam Bhinneka, terjadinya
penawaran, dilakukan oleh subjek kegagalan atau tidak
hukum yang cakap sesuai berfungsinya sistem dan/atau
undang-undang, terdapat hal jaringan perbankan;
tertentu, dan objek transaksi ketentuan perundang-
dilarang bertentangan dengan undangan, peraturan dari
peraturan perundang-undangan, pemerintah, putusan
ketertiban umum, maupun pengadilan.
kesusilaan. 2) Dalam pengaturan mengenai
Meski telah memenuhi syarat pembatasan tanggung jawab
sahnya perjanjian sebagaimana dikatakan bahwa setelah
yang telah dicantumkan dalam melakukan pemberian
KUHPerdata dan PP PMSE, namun informasi data pribadi maka
sayangnya masih banyak online pengguna telah menyetujui
marketplace yang memasukan bahwa pengguna melepaskan
klausula eksonerasi di berbagai hak atas klaim, kerugian,
kontrak baku elektronik tuntutan, dan gugatan yang
mengenai kebijakan privasi. mungkin terjadi atas
Klausula eksonerasi tersebut perolehan, penyimpanan,
berupa pengalihan maupun penggunaan, pemanfaatan,
penghapusan tanggung jawab dan/atau pengungkapan
yang seharusnya dibebankan informasi data pribadi dalam
kepada pihak online marketplace. sistem Bhinneka.
Pengalihan tanggung jawab ini 3) Dalam pengaturan mengenai
contohnya dapat dilihat dari ganti rugi dikatakan bahwa
kebijakan privasi Bhinneka yang Pengguna setuju untuk
mengatakan bahwa24: Bhinneka (termasuk
1) Pihak Bhinneka tidak perusahaan terafiliasi,
bertanggung jawab atas direktur, komisaris, pejabat,
kebocoran data yang terjadi serta seluruh karyawan dan

24 Bhinneka, “Kebijakan Privasi”,


<https://www.bhinneka.com/kebijakan-privasi>, diakses
pada 15 Mei 2021.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

agen) tidak bertanggung bahwa konsumen tidak lagi


jawab dan pengguna setuju memiliki hak atas klaim tuntutan,
untuk tidak menuntut kerugian, hingga gugatan
Bhinneka bertanggung jawab konsumen setelah melakukan
atas segala kerusakan atau pemberian informasi data pribadi
kerugian (termasuk namun atas penyimpanan, perolehan,
tidak terbatas pada hilangnya pemanfaatan, penggunaan,
uang, reputasi, keuntungan, maupun pengungkapan informasi
atau kerugian tak berwujud data pribadi yang ada di dalam
lainnya) yang diakibatkan sistem Bhinneka sangatlah
secara langsung atau tidak menyalahi aturan serta
langsung dari adanya melanggar hak konstitusional
tindakan peretasan yang individu.
dilakukan oleh pihak ketiga Apabila terjadi kebocoran
kepada akun pengguna. data pribadi maupun hal lainnya
Hal ini menunjukan yang menyebabkan kerugian
ketidakmaksimalan peran online materil maupun kerugian
marketplace sebagai pelaku immaterial dari konsumen, maka
usaha untuk menjaga data pribadi hal tersebut dapat dikategorikan
konsumennya serta menunjukan juga sebagai perbuatan melawan
ketidakpatuhan hukum pelaku hukum dikarenakan selain
usaha terhadap peraturan melanggar apa yang tertulis,
perundang-undangan. Mengenai syarat perbuatan melawan
klausula baku telah diatur dalam hukum juga termasuk melanggar
Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang- perbuatan yang tidak sesuai
Undang Nomor 8 Tahun 1999 dengan kesusilaan dan
tentang Perlindungan Konsumen kepatutan, ketertiban umum,
(UUPK) yang menyebutkan hingga undang-undang yang
bahwa dalam menawarkan berlaku.25 Dalam hukum perdata
barang atau jasa untuk sendiri, ganti rugi dapat timbul
diperdagangkan, pelaku usaha dikarenakan wanprestasi
dilarang mencantumkan klausula dan/atau perbuatan melawan
baku pada setiap dokumen hukum.26 Mengenai hal ini, diatur
maupun perjanjian jika di pula dalam Pasal 18 PP PMSE
dalamnya menyatakan yang menyatakan bahwa
pengalihan tanggungjawab oleh konsumen dapat melaporkan
pelaku usaha. Ketentuan tersebut kerugian yang dialami kepada
kemudian dipertegas dengan menteri jika perdagangan
Pasal 53 PP PMSE yang dilakukan melalui sistem
menyatakan bahwa klausula baku elektronik. Sehingga dapat
yang merugikan konsumen disimpulkan bahwa hak
seperti yang telah diatur dalam mengklaim ganti rugi maupun hak
UUPK Pasal 18 merupakan hal gugatan atau tuntutan konsumen
yang dilarang dalam kontrak tidak dapat dihapuskan.
elektronik. Terlebih, kebijakan Online marketplace memiliki
Bhinneka yang mengatakan kewajiban untuk melindungi data

25 Lubis,P. P. dan Yunita, Y “Perlindungan Konsumen Terhadap Hukum Keperdataan, Volume 2, Nomor 1, 2018, hlm. 199-
Pencantuman Klausula Eksonerasi Dalam Tiket Bus Antar 207.
Kota Antar Provinsi”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang 26 Ibid.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

privasi konsumennya dari eksonerasi ini tentunya sangat


kemungkinan kebocoran data merugikan konsumen terlebih
sebagaimana yang telah dikarenakan kedudukan antara
dicantumkan dalam Pasal 24 PP konsumen dan pelaku usaha tidak
PMSE yang mengatakan bahwa seimbang.28
online marketplace wajib Akibat hukum dari
menyediakan pengamanan dicantumkannya klausula
sistem elektronik yang mencakup eksonerasi dalam sebuah kontrak
prosedur dan sistem pencegahan baku dapat dilihat dalam Pasal 18
maupun penanggulangan UUPK ayat (3) yang menyatakan
terhadap ancaman dan juga bahwa klausula baku yang
serangan yang menimbulkan ditetapkan oleh pelaku usaha
gangguan hingga kerugian. Maka pada dokumen maupun
dari itu, online marketplace juga perjanjian yang memenuhi
tidak boleh sepenuhnya melepas ketentuan sebagaimana
tanggung jawab ketika terjadi dimaksud pada ayat (1) dan ayat
peretasan terhadap akun (2) dinyatakan batal demi hukum
konsumen terutama yang atau dianggap tidak pernah ada.
disebabkan oleh Bagi online marketplace yang
ketidakmaksimalan sistem melanggar Pasal 62 UUPK jo. Pasal
keamanan online marketplace
18 UUPK, maka akan dijatuhi
tersebut. Pengalihan tanggung
jawab tersebut juga melanggar denda paling banyak dua milyar
prinsip perlindungan keamanan rupiah atau pidana penjara paling
data (security safeguards lama sebanyak lima tahun . Dalam
principle) yang mengharuskan Pasal 63 UUPK dinyatakan bahwa
adanya perlindungan data pribadi
terhadap sanksi pidana tersebut,
melalui penjagaan keamanan
terhadap risiko seperti dapat juga dijatuhkan hukuman
perusakan, penggunaan, tambahan. Contoh hukuman
kehilangan, pengungkapan, tambahan tersebut adalah
hingga modifikasi data yang perampasan barang, penggantian
dilakukan secara tidak sah.27
ganti rugi, pengumuman
Dalam klausula baku, pelaku
usaha berada di posisi yang kuat keputusan hakim, perintah
dikarenakan bebas menentukan penghentian kegiatan yang
isi dari kontraknya serta dapat menimbulkan kerugian terhadap
melepas maupun mengalihkan konsumen, kewajiban penarikan
pertanggungjawabannya dengan
barang dari peredaran hingga
adanya klausula eksonerasi.
Sedangkan konsumen berada di pencabutan izin usaha. Hal ini
posisi yang lemah dikarenakan sesuai dengan teori perlindungan
tidak bebas menentukan apa data pribadi yakni interactive
yang diinginkan dalam perjanjian justice yang memungkinkan
tersebut. Sehingga dapat
konsumen mendapatkan
disimpulkan bahwa klausula
27 Siti Yuniarti, "Perlindungan Hukum Data Pribadi Di 28 Muhammad Saiful Rizal (et.al), “Perlindungan Hukum atas
Indonesia", Business Economic, Communication, and Social Data Pribadi bagi Konsumen dalam Klausula Eksonerasi
Sciences (BECOSS) Journal, Volume 1, Nomor 1, 2019, hlm. Transportasi Online”, Legality: Jurnal Ilmiah Hukum”,
147-154. Volume 27, Nomor 1, 2019, hlm. 68-82.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

kompensasi atas kerugian yang Prinsip ini pun telah diadopsi ke


ditimbulkan akibat klausula baku dalam regulasi terkait perlindungan
dalam kontrak elektronik konsumen di Indonesia.
Lebih jauh,
tersebut. Richard Wright pertanggungjawaban yang
menyebutkan bahwa teori ini diterapkan dalam kebijakan online
menyediakan kompensasi yang marketplace terhadap kasus
merupakan perangkat yang kebocoran data di Indonesia
bertujuan untuk melindungi menganut teori strict liability.
Menurut Sidharta, strict liability
konsumen dari interaksi yang merupakan wujud distingtif dari suatu
merugikan (harmful interaction) perbuatan melawan hukum, yakni
yang biasanya diterapkan dalam prinsip pertanggungjawaban dalam
hukum kontrak, hukum pidana, perbuatan melawan hukum yang
maupun perbuatan melawan tidak didasarkan pada kesalahan pada
umumnya, melainkan prinsip ini
hukum.29 mengharuskan para pelaku usaha
2. Pertanggungjawaban online untuk langsung bertanggung jawab
marketplace dalam pelindungan atas kerugian yang timbul karena
data pribadi pada kasus perbuatan melawan hukum itu.31
kebocoran data Berdasarkan hasil analisis kebijakan
Secara konseptual, bentuk privasi online marketplace Indonesia
pertanggungjawaban online di atas, ditegaskan bahwa online
marketplace sejatinya berpangku market place tidak bertanggungjawab
pada prinsip praduga untuk selalu atas kebocoran data yang disebabkan
bertanggung jawab atau Presumption karena suatu keadaan memaksa
of Liability. Prinsip ini menyatakan (force majeure). Hal ini selaras
bahwa tergugat—dalam hal ini online dengan beberapa pendapat ahli yang
marketplace—dianggap selalu menafsirkan strict liability sebagai
bertanggung jawab sampai ia dapat suatu tanggung jawab yang
membuktikan bahwa dirinya tidak menentukan kesalahan tidak sebagai
bersalah, dan beban pembuktian ada faktor yang pasti, namun terdapat
pada tergugat.30 Pembuktian pengecualian yakni suatu force
semacam ini juga dikenal sebagai majeure.32 Adapun secara konkret,
sistem pembuktian terbalik. bentuk pertanggungjawaban online
Konstruksi praduga untuk selalu marketplace terhadap kasus
bertanggung jawab dalam kebocoran data telah diatur dalam
menanggapi kasus kebocoran data regulasi-regulasi berikut.
yang terjadi dapat dianggap relevan a. Undang-Undang Nomor 11
ketika suatu kebocoran data Tahun 2008 sebagaimana
merupakan force majeure atau akibat telah diubah dengan
kelalaian pihak online marketplace.
29
Rizki Nurdinisari, “Perlindungan Hukum Terhadap Privasi dan Hukum Bisnis dan Investasi, Volume 7, Nomor 2, 2016, hlm.
Data Pribadi Pengguna Telekomunikasi dalam 9.
Penyelenggaraan Telekomunikasi Khususnya dalam 31
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT
Menerima Informasi Promosi yang Merugikan Grasindo, Jakarta, 2000, hlm. 63.
(Spamming),” Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum 32 Putu Ari Sara Deviyanti, “Tuntutan Ganti Rugi Penggunaan

Universitas Indonesia, 2013, hlm. 16. Data Pribadi Surat Elektronik Menurut Undang-undang
30 Aulia Muthiah, “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Kepada
Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-
Konsumen Tentang Keamanan Pangan dalam Perspektif undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Hukum Perlindungan Konsumen”, Dialogia Iuridica: Jurnal Transaksi Elektronik”, Skripsi, Fakultas Hukum Udayana,
2017, hlm. 21-22.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

Undang-Undang Nomor 19 tentang Penyelenggaraan


Tahun 2016 tentang Sistem dan Transaksi
Informasi dan Transaksi Elektronik (PP PSTE)
Elektronik (UU ITE) Berdasarkan Pasal 76 PP PSTE,
Dalam praktiknya jika dilihat kebijakan privasi termasuk ke
dalam kasus kebocoran data dalam salah satu kategorisasi dari
salah satu online marketplace sertifikat keandalan. Sertifikat
pada putusan Nomor keandalan merupakan sebuah
235/PDT.G/2020/PN.JkT.PST, dokumen yang menyatakan
salah satu alasan gugatan dalam bahwa pelaku usaha yang
perkara tersebut adalah pasal 15 menyelenggarakan transaksi
ayat (1) UU ITE yang menjelaskan elektronik telah lulus audit atau
bahwasanya penyelenggara uji kesesuaian dari Lembaga
sistem elektronik wajib Sertifikasi Keandalan.33 Menurut
menyelenggarakan sistem hemat penulis, nomenklatur
elektronik yang handal dan aman “pelaku usaha” disini tidak
serta bertanggung jawab relevan dengan konsep dan
terhadap beroperasinya sistem praktik yang terdapat di dalam
elektronik sebagaimana online marketplace system
mestinya. Namun, perlu sekarang. Dimana secara
diketahui bahwa pasal 15 ayat (1) konseptual marketplace disini
tidak akan berlaku apabila bukan berperan sebagai pelaku
penyelenggara sistem elektronik usaha, melainkan berkedudukan
dapat membuktikan adanya sebagai penyedia atau wadah
keadaan memaksa, dan/atau pemasaran produk secara
adanya kesalahan/kelalaian pihak elektronik yang berusaha untuk
pengguna sistem elektronik. mempertemukan penjual dengan
Pada dasarnya, kelemahan pembeli untuk dapat saling
utama yang terdapat didalam UU bertransaksi.34 Terlebih lagi
ITE ini adalah belum secara dalam praktiknya, yang memiliki
spesifik mengatur ketentuan kewajiban atas pemerolehan
pertanggungjawaban online sertifikat keandalan tersebut
marketplace dalam kasus ialah online marketplace
kebocoran data. Termasuk juga, tersebut, bukan sang pelaku
belum diaturnya sanksi atau usaha. Oleh karenanya,
hukuman secara komprehensif dibutuhkan penggunaan kata
yang dapat dibebankan kepada yang relevan sehingga tidak
penyelenggara sistem elektronik, menimbulkan penafsiran ganda
atau dalam konteks ini, online yang dapat digunakan sebagai
marketplace. Penjelasan lebih strategi untuk menghindari
lanjut diatur dalam Peraturan tanggung jawab yang semestinya.
Pemerintah Nomor 71 Tahun Selanjutnya, salah satu
2019 tentang Penyelenggaraan bentuk pertanggungjawaban
Sistem dan Transaksi Elektronik. marketplace pada kasus
b. Peraturan Pemerintah kebocoran data dapat merujuk
Nomor 71 Tahun 2019 kepada pasal 100 ayat (2) PP PSTE
33 Pasal 1 Angka 27, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 34
Deni Apriadi dan Arie Yandi Saputra, “E-Commerce Berbasis
2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Marketplace Dalam Upaya Mempersingkat Distribusi
Elektronik Penjualan Hasil Pertanian”, Jurnal RESTI, Volume 1, Nomor
2, 2017, hlm. 132.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

yang menjelaskan mengenai dikarenakan, keadilan itu sendiri


sanksi administrasi, yakni terdiri merupakan suatu konsep yang
atas denda administratif, abstrak.35 Dimana, sesuatu yang
diputuskannya akses, teguran bersifat abstrak sangat tidak
tertulis, penghentian sementara, sesuai apabila digunakan dalam
maupun dikeluarkan dari daftar. sebuah ketentuan hukum.
Penulis melihat bahwa Terlebih lagi, faktanya, konsep
penerapan sanksi administratif keadilan masih menjadi isu yang
terhadap kasus kebocoran data menjadi perdebatan dalam ilmu
masih lemah. Hal ini dikarenakan, hukum sendiri, karena hakikatnya
jika ditinjau secara bebas, dari hingga sekarang masih belum ada
104 pasal yang terdapat dalam ukuran pasti yang dapat
peraturan tersebut, belum ada digunakan untuk menentukan
satupun ketentuan yang spesifik sesuatu itu adil atau tidak.36
mengklasifikasikan permasalahan 2) Pasal 14 ayat (5)
mengenai kebocoran data, “Penyelenggara Sistem Elektronik
sehingga menimbulkan wajib memberitahukan secara
ambiguitas dalam menerapkan tertulis kepada pemilik data
sanksi administratif khususnya tersebut jika terjadi kegagalan
kepada kasus kebocoran data ini. dalam perlindungan terhadap
Namun, setelah penulis kaji data pribadi yang dikelola,.”
secara mendalam, maka Jika ditinjau dengan
penerapan sanksi administrasi ketentuan yang sama dalam pasal
dalam kasus kebocoran data 40 RUU PDP, penulis menemukan
paling mendekati kualifikasi pada: beberapa kelemahan yang sangat
1) Pasal 14 ayat (1) huruf a fundamental terhadap
“Penyelenggara Sistem Elektronik pengaturan ini. Pertama, waktu
dalam melakukan pemrosesan pemberitahuan tertulis. Dalam
Data Pribiadi, wajib ayat (1) RUU PDP, dijelaskan
melaksanakan prinsip bahwa maksimal marketplace
perlindungan Data Pribadi yang harus memberitahukan secara
meliputi: a. Pengumpulan data tertulis kepada pemilik data
pribadi dilakukan dengan cara adalah 3x24 jam, sedangkan
yang sah secara hukum, adil, dalam pengaturan ini tidak ada.
terbatas dan spesifik, dan Dengan kata lain, dalam hal
diketahui serta disetujui oleh apabila terjadi kebocoran data,
pemilik data pribadi.” maka marketplace dapat
Pada poin a di atas yang memberitahukan secara tertulis
berbunyi pengumpulan data kapan saja, bahkan setelah ada
pribadi dilakukan secara terbatas gugatannya. Kedua, subjek
dan spesifik, sah secara hukum, pemberitahuan tertulis. Pada
adil, dengan sepengetahuan dan ayat (1) RUU PDP dinyatakan
persetujuan dari pemilik data bahwa kewajiban marketplace
pribadi. Disini penulis menilai untuk memberikan
frasa “adil” tidak sesuai dengan pemberitahuan tertulis bukan
prinsip kepastian hukum. Hal ini hanya ditujukan ke pemilik data

35 Bahder Johan Nasution, “Kajian Filosofis Tentang Konsep 36 Ibid., hlm. 119.
Keadilan Dari Pemikiran Klasik Sampai Pemikiran Modern”,
Yustisia, Volume 3, Nomor 2, 2014, hlm. 123.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

pribadi saja, melainkan juga diimplementasikan dalam hal


kepada Menteri. Dalam hal ini, pengaturan pelindungan data
penulis melihat bahwa dengan pribadi konsumen online
adanya pemberitahuan tertulis marketplace ketika terjadi
kepada Menteri, maka dapat indikasi kebocoran data
meningkatkan usaha represif konsumen. Hal ini dikarenakan
dalam menanggulangi terjadinya terdapat beberapa pasal yang
kebocoran data. Ketiga, isi telah mengakomodir amanat dari
pemberitahuan tertulis. Dalam UUD 1945. Salah satunya adalah
ayat (2) RUU PDP dijelaskan dalam Pasal 24 ayat (1) RUU PDP
beberapa format ketentuan yang mengatur perihal informasi
penulisan pemberitahuan tertulis yang wajib disampaikan oleh
yakni terdiri atas data pribadi pengendali data pribadi.
yang terungkap, kapan dan Menilai dari klausul yang
bagaimana data tersebut disebutkan dalam pasal a quo,
terungkap hingga upaya permasalahan yang timbul dari
penanganan dan pemulihan atas penggunaan nomenklatur yang
terungkapnya data pribadi oleh multitafsir dalam kebijakan
pengendali data pribadi. Disini, privasi suatu online marketplace
penulis menilai pengaturan ini dapat diminimalisir. Karena
dapat meningkatkan efektivitas menurut RUU PDP, dengan
dalam menanggulangi kebocoran adanya klausul jenis dan relevansi
data terutama dalam data pribadi yang akan diproses
memberikan jaminan serta rincian informasi yang
pelindungan kepada konsumen. dikumpulkan, membuat online
Dengan adanya format tersebut, marketplace harus memberikan
pemilik data pribadi tidak perlu penjelasan yang rinci dan jelas
susah payah untuk bertanya lagi agar dapat dimengerti oleh
dengan informasi yang kurang pemilik data sebelum menyetujui
jelas dan tidak perlu risau jika datanya untuk diolah oleh online
terjadi kebocoran data, karena marketplace. Selain itu, Pasal 41
dalam pemberitahuan tertulis RUU PDP juga mendukung
tersebut sudah dicantumkan adanya pelindungan secara
upaya untuk penanganan dan komprehensif terhadap data
pemulihan kebocoran data pribadi pengguna sebagaimana
pribadi tersebut. disebutkan bahwa “Pengendali
c. Peraturan Menteri Data Pribadi diwajibkan untuk
Kementerian Komunikasi bertanggung jawab atas
dan Informasi Nomor 20 pemrosesan Data Pribadi serta
Tahun 2016 tentang wajib untuk menunjukkan
Perlindungan Data Pribadi pertanggungjawabannya dalam
dalam Sistem Elektronik pemenuhan kewajiban
(Permen PDPSE) pelaksanaan prinsip pelindungan
Menurut penulis Permen PDPSE Data Pribadi.” Salah satu prinsip
merupakan payung hukum yang pelindungan data pribadi adalah
paling mendekati sesuai untuk pembatasan pengumpulan37,

37 Sinta Dewi Rosadi, Cyber Law Aspek Data Privasi Menurut


Hukum Internasional, Regional, dan Nasional, Bandung:
Refika Aditama, 2015, hlm. 30.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

maknanya adalah harus ada karena informasi yang dicuri


pembatasan yang jelas untuk phisher adalah kata sandi akun
suatu penyelenggara sistem atau nomor kartu kredit korban.40
elektronik ketika mengumpulkan Melihat kejahatan yang terus
data pribadi penggunanya. Salah berevolusi, perlu diadakannya
satu bentuknya adalah dengan suatu upaya preventif yang lebih
pengumpulan yang sah secara maksimal berupa payung hukum
hukum dan adil. Dengan kata lain, untuk melindungi data pribadi
online marketplace tidak dapat pengguna agar dapat merasa
memberikan klausul ‘tidak lebih aman dalam menggunakan
terbatas pada’ dalam kebijakan online bahwa pengendali data
privasi yang mereka buat. pribadi wajib melindungi
Lebih jelas dalam Permen keamanan data pribadi dengan
PDPSE juga disebutkan mengenai marketplace. Hal ini penulis
kewajiban penyelenggara sistem temukan dalam Pasal 27 RUU PDP
elektronik terkait dengan yang mengatur melakukan
kegagalan pelindungan data penyusunan dan penerapan
pribadi penggunanya, dimana hal langkah teknis operasional dan
tersebut tercantum pada Pasal 28 penentuan tingkat keamanan
huruf c Permen PDPSE sebagai untuk melindungi data pribadi
sebuah upaya preventif. Namun, dari gangguan pemrosesan data.
penulis menilai aspek Dimana klausul ini tidak penulis
pelindungan preventif yang temukan dalam Permen PDPSE.
diberikan oleh Permen PDPSE Langkah teknis operasional yang
masih prematur, mengingat saat diproposalkan oleh RUU PDP
ini sudah banyak kejahatan yang dapat menjadi langkah preventif
berevolusi dalam ranah siber, yang efektif untuk
seperti ransomware yang diimplementasikan dalam online
menyerang informasi perusahaan marketplace dimana nantinya
dengan meminta imbalan atas penyelenggara harus memiliki
data yang dicuri38, memasuki suatu standar operasional
server suatu perusahaan tanpa prosedur untuk melindungi data
izin dengan melewati batas pribadi pengguna yang juga
kewenangan atau yang biasa merupakan informasi rahasia
dikenal dengan istilah hacking39, perusahaan.
dan phishing atau aktivitas Sebagai upaya represif,
seseorang untuk mendapatkan Permen PDPSE memberikan
data pribadi pengguna dengan bentuk pelindungan berupa
cara menipu korban melalui penyelesaian sengketa yang
penggunaan identitas palsu yang dilakukan melalui pengaduan
menyerupai identitas asli suatu kepada Menteri Komunikasi dan
situs resmi. Data pribadi yang Informatika yang dituang dalam
dicuri pun amat krusial dan Pasal 29 Permen PDPSE. Ayat 3
menimbulkan kerugian ekonomi dalam pasal tersebut

38 Aini Khalida Muslim (et.al.), “A Study of Ransomware Attacks: 39 Zoran Cekerevac (et. al.), “Hacking, Protection and the
Evolution and Prevention”, Journal of Social Consequences of Hacking”, Komunikacie Volume 20,
Transformation and Regional Development Volume 1, Nomor. 2, hlm. 68.
Nomor 1, hlm. 18 40 Dian Rachmawati, “Phising sebagai Salah Satu Bentuk
Ancaman Dalam Dunia Cyber”, Jurnal Saintikom Volume 13
Nomor 3, hlm. 211
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

menjelaskan juga terkait kriteria dikhawatirkan terjadi dalam hal


kegagalan pelindungan kerugian atas bocornya data
kerahasiaan data pribadi apa saja pribadi. Sementara itu, RUU PDP
yang dapat menjadi alasan memberikan jalan keluar lain
pengaduan, yakni41: yakni melalui ketentuan pidana
a. tidak adanya pemberitahuan yang diatur dalam Pasal 61 pada
yang dilakukan secara tertulis ayat (1) yang berbunyi:
atas kegagalan perlindungan (1) Setiap Orang yang dengan
rahasia Data Pribadi oleh sengaja memperoleh atau
Penyelenggara Sistem mengumpulkan Data Pribadi
Elektronik kepada Pemilik yang bukan miliknya dengan
Data Pribadi atau tujuan menguntungkan diri
Penyelenggara Sistem sendiri atau orang lain secara
Elektronik lainnya yang melawan hukum atau dapat
mempunyai keterkaitan mengakibatkan kerugian
dengan Data Pribadi tersebut, Pemilik Data Pribadi
baik yang berpotensi ataupun sebagaimana dimaksud
yang tidak berpotensi dalam Pasal 51 ayat (1)
menimbulkan kerugian; atau dipidana dengan pidana
b. meskipun telah dilakukan denda paling banyak
pemberitahuan secara Rp50.000.000.000,00 (lima
tertulis atas kegagalan puluh miliar rupiah) atau
perlindungan rahasia Data dengan pidana penjara paling
Pribadi kepada Pemilik Data lama 5 (lima) tahun.
Pribadi maupun Kendati demikian, RUU PDP
Penyelenggara Sistem juga memberikan sanksi
Elektronik lainnya yang administratif dengan klausul yang
terkait dengan kegagalan sama dengan Permen PDPSE.
tersebut, namun waktu Hanya saja pada Pasal 50 RUU
pemberitahuannya dilakukan PDP yang mengatur sanksi
terlambat. administratif, dijelaskan secara
Selain itu, Permen PDPSE juga lebih rinci mengenai pelanggaran
mengatur mengenai sanksi pada pasal berapa saja yang akan
administratif dalam Pasal 36 ayat mendapatkan sanksi
(1). Dalam pasal tersebut administratif. Sanksi pidana yang
disebutkan bahwa bentuk sanksi terdapat dalam RUU PDP tersebut
dapat berupa peringatan lisan, kemudian menjadi suatu ultimum
peringatan tertulis, penghentian remedium sehingga dapat
sementara kegiatan, dan/atau mencapai tujuan hukum yakni
pengumuman di situs dalam keadilan dan kepastian hukum.
jaringan (website online). D. Penutup
Kemudian penulis beranggapan Kesimpulan
bahwa upaya represif yang Dalam kebijakan privasi beberapa
ditawarkan oleh Permen PDPSE online marketplace, penulis
belum dapat mengatur secara menemukan kejanggalan berupa
efektif peristiwa yang pencatuman frasa “tidak terbatas”

41 Pasal 29 Ayat 3 Peraturan Menteri Komunikasi dan


Informatika tentang Perlindungan Data Pribadi dalam
Sistem Elektronik.
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

yang tidak sejalan dengan collection substansi peraturan perundang-


limitation principle dan ketentuan PP undangan sebagai payung hukum
PSTE yang menyebutkan bahwa yang melindungi korban atas
pemrosesan data pribadi pengguna kebocoran data pribadi dalam online
wajib dilakukan dengan cara yang sah marketplace dianggap belum dewasa
secara hukum, terbatas dan spesifik, dan tidak efisien untuk
adil, dan dengan persetujuan dari diimplementasikan. Banyak celah
pengguna. Selain itu, perlindungan yang dapat diambil oleh online
dan penjagaan data pengguna pada marketplace dalam berdalih dan
kebijakan privasi online marketplace melepas tanggung jawabnya atas
diketahui juga tidak sejalan dengan kelalaian yang terjadi. Di satu sisi,
security safeguards principle. Penulis Indonesia sudah memiliki RUU PDP
juga menemukan kelemahan berupa yang sudah masuk Prolegnas Prioritas
pencantuman klausula eksonerasi di yang telah mengatur lebih banyak
dalam kebijakan privasi berbagai aspek pelindungan data pribadi baik
online marketplace. Adanya klausula secara preventif maupun represif.
tersebut mengidentifikasi adanya Saran
ketidaksesuaian kewajiban pelaku Secara preventif, pemerintah harus
usaha untuk melindungi data pribadi memberikan pengawasan yang lebih
konsumennya karena pihak online ketat terhadap online marketplace
marketplace belum sepenuhnya yang beroperasi di Indonesia.
mematuhi ketentuan klausula baku Pengawasan tersebut dapat berupa
dalam kontrak elektroniknya seperti pengawasan terhadap keamanan
apa yang sudah diatur dalam teori sistem yang digunakan marketplace
pelindungan data pribadi seperti tersebut maupun pengawasan
security safeguards dan interactive terhadap klausula baku yang
justice, UUPK, PP PSTE, dan PP PMSE. tercantum pada kontrak elektronik
Oleh karenanya, penulis menarik mengenai kebijakan privasi.
kesimpulan bahwa kebijakan privasi Sedangkan secara represif, kebijakan
berbagai online marketplace di privasi yang mengandung klausula
Indonesia masih belum sesuai dengan eksonerasi diatur dalam UUPK yang
peraturan perundang-undangan dan mengatakan bahwa akibatnya adalah
masih belum maksimal dalam batal demi hukum sehingga klausula
melindungi dan menjamin keamanan tersebut harus direvisi. Maka dari itu,
data pribadi pengguna. online marketplace yang ada di
Sejatinya, Indonesia diharapkan mampu
pertanggungjawaban online menyesuaikan kebijakan privasinya
marketplace terhadap kasus agar sesuai dengan peraturan
kebocoran data, mengedepankan perundang-undangan yang ada di
prinsip praduga untuk selalu Indonesia guna menjamin keamanan
bertanggung jawab dan menganut data pribadi konsumennya dari
teori strict liability. Lebih lanjut, ancaman kerugian yang terjadi.
pertanggungjawaban konkret online Rancangan Undang-Undang
marketplace dalam hal kebocoran Pelindungan Data Pribadi merupakan
data telah diatur secara implisit dalam salah satu upaya terbaik untuk
beberapa peraturan perundang- menjadi pertahanan terbaik untuk
undangan di Indonesia secara melindungi data pribadi pengguna
sektoral yakni melalui UU ITE, PP online marketplace. Dimana dalam
PSTE, dan Permen PDPSE. Namun, RUU PDP, pelindungan diatur secara
rupanya setelah ditelaah lebih lanjut, komprehensif baik secara preventif
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

maupun represif. RUU PDP yang Farah Shahwahid dan Surianam Miskam,
sudah masuk ke dalam Prolegnas “The Personal Data Protection Act
Prioritas (per-2021) diharapkan untuk 2010: Taking the First Step
segera disahkan agar kekosongan Towards Compliance”, E-
hukum mulai terisi, dan kedepannya proceedings of the Conference on
masyarakat dapat lebih merasa aman Management and Muamalah,
dan nyaman ketika menggunakan 2014.
fitur online marketplace. Long Cheng (et.al), “Enterprise Data
Breach: Causes, Challenges,
DAFTAR PUSTAKA Prevention, and Future
Buku Direction”, WIREs Data Mining
Sinta Dewi Rosadi, Cyber Law Aspek Data and Knowledge Discovery, 2017.
Privasi Menurut Hukum Lubis, P. P., dan Yunita, Y “Perlindungan
Internasional, Regional, dan Konsumen Terhadap
Nasional, Refika Aditama, Pencantuman Klausula Eksonerasi
Bandung, 2015. Dalam Tiket Bus Antar Kota Antar
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Provinsi”, Jurnal Ilmiah
Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, Mahasiswa Bidang Hukum
2000. Keperdataan, Volume 2, Nomor 1,
Winarno Surakhmad, Penelitian Ilmiah 2018.
Dasar Metode Teknik, Tarsito, Mashitoh Indriyani (et.al), “Perlindungan
Bandung, 1990. Privasi dan Data Pribadi
Konsumen Daring Pada Online
Dokumen Lain Marketplace System”, Justicia
Jurnal Jurnal Hukum, Volume 1, Nomor
Anam Bhatti (et.al), “E-Commerce Trends 2, 2017.
During Covid-19 Pandemic”, Mia Haryati Wibowo dan Nur Fatimah,
International Journal of Future “Ancaman Phishing Terhadap
Generation Communication and Pengguna Sosial Media Dalam
Networking, Volume 13, Nomor 2, Dunia Cyber Crime”, Jurnal of
2020. Education and Information
Bahder Johan Nasution, “Kajian Filosofis Communication Technology,
Tentang Konsep Keadilan Dari Volume 1, Nomor 1, 2017.
Pemikiran Klasik Sampai Muhammad Fathur, “Tanggung Jawab
Pemikiran Modern”, Yustisia, Tokopedia Terhadap Kebocoran
Volume 3, Nomor 2, 2014. Data Pribadi Konsumen”,
Cekerevac, Zoran (et.al), “Hacking, Proceeding: Call for Paper - 2nd
Protection and the Consequences National Conference on Law
of Hacking”, Komunikacie Volume Studies: Legal Development
20, Nomor 2, 2018. Towards A Digital Society Era,
Deni Apriadi dan Arie Yandi Saputra, “E- 2020.
Commerce Berbasis Marketplace Aini Khalida Muslim (et.al), “A Study of
Dalam Upaya Mempersingkat Ransomware Attacks: Evolution
Distribusi Penjualan Hasil and Prevention”, Journal of Social
Pertanian”, Jurnal RESTI, Volume Transformation and Regional
1, Nomor 2, 2017. Development Volume 1 Nomor 1,
Dian Rachmawati, “Phising sebagai Salah 2019.
Satu Bentuk Ancaman Dalam Aulia Muthiah, “Tanggung Jawab Pelaku
Dunia Cyber”, Jurnal Saintikom Usaha Kepada Konsumen Tentang
Volume 13 Nomor 3, 2014. Keamanan Pangan dalam
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

Perspektif Hukum Perlindungan Merugikan (Spamming),” Tesis,


Konsumen”, Dialogia Iuridica: Program Pascasarjana Fakultas
Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi, Hukum Universitas Indonesia,
Volume 7, Nomor 2, 2016. 2013.
Muhammad Saiful Rizal (et.al), Website
“Perlindungan Hukum atas Data https://www.sirclo.com/jumlah-
Pribadi bagi Konsumen dalam pengguna-e-commerce-
Klausula Eksonerasi Transportasi indonesia-di-tahun-2020-
Online”, Legality: Jurnal Ilmiah meningkat-pesat/
Hukum”, Volume 27, Nomor 1, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi
2019, hlm. 68-82. /20201215150353-78-
Rizki Nurdinisari, “Perlindungan Hukum 582406/transaksi-e-commerce-
Terhadap Privasi dan Data Pribadi capai-rp18074-t-per-september-
Pengguna Telekomunikasi dalam 2020
Penyelenggaraan Telekomunikasi https://www.dlapiperdataprotection.com
Khususnya dalam Menerima https ://cyberthreat.id/read/6795/Keboc
Informasi Promosi yang oran-Data-Pengguna-Tokopedia-
Merugikan (Spamming),” Tesis, Bukalapak-dan-Bhinneka-Siapa-
Program Pascasarjana Fakultas Peduli
Hukum Universitas Indonesia, https://www.sirclo.com/jumlah-
2013, hlm. 16. pengguna-e-commerce-
Sinaga, D. H., dan Wiryawan, I. W., indonesia-di-tahun-2020-
“Keabsahan Kontrak Elektronik meningkat-pesat/
(e-contract) Dalam Perjanjian https://www.cnnindonesia.com/ekonomi
Bisnis”, Kertha Semaya: Journal /20201215150353-78-
Ilmu Hukum, Volume 8, Nomor 9, 582406/transaksi-e-commerce-
2020. capai-rp18074-t-per-september-
Yuniarti, S., "Perlindungan Hukum Data 2020
Pribadi Di Indonesia", Business https://cyberthreat.id/read/6795/Keboco
Economic, Communication, and ran-Data-Pengguna-Tokopedia-
Social Sciences (BECOSS) Journal, Bukalapak-dan-Bhinneka-Siapa-
Volume 1, Nomor 1, 2019, hlm. Peduli
147-154. https://www.dlapiperdataprotection.com
Skripsi
Putu Ari Sara Deviyanti, “Tuntutan Ganti Dokumen Hukum
Rugi Penggunaan Data Pribadi Basic Principles of National Application
Surat Elektronik Menurut OECD Guidelines on the
Undang-undang Nomor 19 Tahun Protection of Privacy and
2016 Tentang Perubahan Atas Transborder Flows of Personal
Undang-undang Nomor 11 Tahun Data.
2008 Tentang Informasi Dan Undang-Undang Republik Indonesia
Transaksi Elektronik”, Skripsi, Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Fakultas Hukum Udayana, 2017. Perdagangan
Tesis Undang-Undang Republik Indonesia
Rizki Nurdinisari, “Perlindungan Hukum Nomor 11 Tahun 2008
Terhadap Privasi dan Data Pribadi sebagaimana telah diubah
Pengguna Telekomunikasi dalam dengan Undang-Undang Republik
Penyelenggaraan Telekomunikasi Indonesia Nomor 19 Tahun 2016
Khususnya dalam Menerima tentang Informasi dan Transaksi
Informasi Promosi yang Elektronik
Padjadjaran Law Review P-ISSN : 2407-6546
Volume 9, Nomor 1, 2021 E-ISSN : 2685-2357

Peraturan Menteri Kementerian Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun


Komunikasi dan Informasi Nomor 2019 tentang Penyelenggaraan
20 Tahun 2016 tentang Sistem dan Transaksi Elektronik
Perlindungan Data Pribadi dalam
Sistem Elektronik

Anda mungkin juga menyukai