A. Pendahuluan
Ilmu dan manusia merupakan suatu yang sangat erat kaitannya. Sejak awal
keberadaan manusia telah diajarkan oleh Tuhan tentang berbagai ilmu. sejarah yang
menandai keberadaan manusia dengan tingkah lakunya juga terkait erat dengan ilmu
betapapun sederhananya sosok ilmu tersebut. Biasanya, ada keterkaitan yang erat
antara kehidupan manusia dengan geografis masing-masing wilayah yang pada
tataran awal mereka.
Klasifikasi Barat dan Islam, bukan merupakan suatu padanan yang lazim
dipakai dalam berbagai kajian. Jika disepadankan, maka istilah Islam tersebut
dimaknai dengan Timur, yang kebanyakan masyarakat beragama Islam. Demikian
juga halnya dengan pembagian rentan sejarah dunia barat menjadi beberapa bagian
yakni klasik (Yunani dan Romawi), pertengahan (masa al-masih sampai renaissance)
modern (abad ke-17 sampai sekarang). Tidak lupa ada istilah kontemporer dalam ilmu
pengetahuan di dunia Barat.
Pembagian rentan sejarah juga terjadi di dalam dunia islam baik itu secara
klasik, pertengahan, modern dan juga kontemporer. Peradaban Barat dan Timur
keduanya mempengaruhi khazanah perkembangan ilmu betapapun sederhananya.
Keduanya mempunyai sejarah panjang dalam mengakses peradaban manusia dengan
berbagai pirantinya yang disesuaikan dengan kondisi geografis masing-masing.
B. Periode era kontemporer di dunia islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kontemporer adalah pada
waktu yang sama atau pada masa kini. Kontemporer adalah istilah yang bisa juga
disebut dengan semasa, sewaktu, atau dewasa ini. Kontemporer juga populer dengan
sebutan kekinian sekarang ini.
Secara historis dapat ditelusuri narasinya munculnya era kontemporer yaitu
dari periode runtuhnya Kerajaan Ottoman (1922) pasca Perang Dunia I (1914-1918).
Ada yang menyebutkan kekalahan bangsa Arab di tangan Israel pada perang tahun
1967 merupakan garis pemisahan antara masa pemikiran modern dengan era
kontempore Secara umum, era kontemporer dunia Islam bersamaan dengan semangat
antikolonialisme yang melanda dunia pasca Perang Dunia II (1939-1945). (huda, 2018)
Dalam studi kritis Nasr, pada peta dunia Islam era kontemporer dimulai pada
abad 18 H/19 M. dapat dilihat bahwa selain dari dunia Ottoman, Persia dan
semenanjung arab yang dijajah oleh berbagai kekuatan eropa. setelah Perang Dunia I,
Inggris menguasai sebagian besar Muslim Afrika, Mesir, India, Irak, Palestina,
Yordania, Aden, Oman, dan Teluk Persia Emirat Arab (nasr s. h., 2002)
Ada Rusia yang secara bertahap memperluas kekuasaannya atas daerah-daerah
Muslim seperti Daghestan, Chechnya, Caucasia, dan Asia Tengah. Ada Orang-orang
Spanyol menguasai bagian Afrika Utara, ada Muslim Filipina yang dipaksa banyak
orang untuk menjadi Katolik.
Dalam konteks ini gerakan abad kemerdekaan negara-negara Islam mulai
mencuat dengan basis etos agama Islam dan nasionalisme yang mulai menembus
dunia Islam dari Barat ke tingkat yang lebih besar lagi dan menjadi lebih kuat selama
abad 20. Dengan runtuhnya Kekaisaran Ottoman pada akhir Perang Dunia I, yang
sekarang adalah Turki menjadi negara merdeka dan negara pertama dan hanya di
dunia Islam yang mengklaim sekularisme sebagai dasar ideologi negara tersebut.
Pada akhir Perang Dunia II, dengan semangat antikolonialisme yang melanda
dunia, gerakan kemerdekaan mulai terjadi di seluruh dunia Islam. Segera setelah
perang, India dibagi menjadi Muslim Pakistan sebagai bangsa Muslim terbesar, dan
India sebagai bangsa mayoritas Hindu, di mana minoritas Muslim yang cukup besar
terus hidup di sana. Pakistan sendiri dipartisi pada tahun 1971 menjadi Pakistan dan
Bangladesh. Demikian juga setelah Perang, setelah pertempuran berdarah Indonesia
merdeka dari Belanda diikuti oleh Malaysia. (rabi', 2006)
Di Afrika, negara-negara Islam di Afrika Utara melawan kolonialisme
Perancis dan mendapatkan kemerdekaan mereka pada 1950-an, kecuali untuk
Aljazair, di mana pertempuran sengit untuk kemerdekaan yang mengakibatkan
kematian satu juta warga Aljazair, berlangsung. Aljazair akhirnya menjadi
sepenuhnya merdeka pada tahun 1962. Demikian juga dengan negara-negara Islam di
Afrika yang memperoleh kemerdekaan mereka dari Inggris dan Perancis, meskipun
pengaruh ekonomi yang kuat dari mantan penguasa kolonial berlanjut sampai hari ini.
Pada 1970-an hampir seluruh dunia Islam setidaknya secara nominal merdeka
kecuali untuk wilayah yang masih berada dalam kekaisaran Soviet dan Turkistan
Timur. Dengan pecahnya Uni Soviet pada tahun 1989, bagaimanapun wilayah
mayoritas Muslim dari kedua Caucasia dan Asia Tengah menjadi merdeka.
Lebih jauh menurut Nasr, kemerdekaan negara-negara Islam di zaman modern
tidak berarti kemandirian budaya, ekonomi, dan sosial yang sesungguhnya. Jika ada,
setelah kemerdekaan politik banyak bagian dunia Islam menjadi bagian budaya
bahkan lebih ditundukkan dari budaya Barat sebelumnya. Disatu sisi, ada keinginan
sebagian umat Islam untuk persatuan Islam yang bertentangan dengan segmentasi
umat dan pembagian dunia Islam tidak hanya menjadi kuno, tetapi sering disalah
pahami dan merupakan buatan yang baru. Di sisi lain, ada keinginan yang kuat untuk
melestarikan identitas dan karakter dari dunia Islam sebelum serangan peradaban
Barat modern invasi yang nilainya terus berlanjut.
Penulis menuliskan point penting dalam era kontemporer yaitu:
Pertama, era kontemporer dunia Islam berawal dari abad 19 M atau pasca
Perang Dunia I. Kedua, awal periode ini bersamaan dengan semangat
antikolonialisme yang melanda dunia. Semangat antikolonialisme dapat dipahami
sebagai ekspresi keinginan mandiri yang terlepas dari hegemoni kekuasaan negara-
negara kolonial Barat yang bermisi ekplorasi kekayaan, kristenisasi, dan westernisasi.
Ketiga, adanya keinginan untuk melestarikan identitas dan karakter dari dunia Islam
berhadapan dengan invasi nilai budaya Barat yang masih berlanjut dan hal ini
berakibat munculnya ketegangan internal dunia Islam. Di antara indikasi ketegangan
ini adalah adanya pergolakan dan kerusuhan di sebagian wilayah dunia Islam.
Nyatanya, ada sejumlah implikasi yang dialami oleh dunia Islam sendiri pada
era kontemporer, Sejumlah implikasi ini adalah sebagai berikut:
1. Lemahnya keberdayaan untuk melestarikan identitas dan karakter dunia
Islam karena berhadapan dengan invasi nilai nilai budaya Barat yang masih
berlanjut sampai sekarang. Tidak dapat dipungkiri bahwa sejumlah produk
dunia Barat di bidang bidang politik (contoh: demokrasi), budaya, serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi mengisi ruang-ruang
kebutuhan umat Islam.
2. Munculnya ketegangan-ketegangan internal maupun eksternal dunia Islam.
Ketegangan internal ini dapat dilihat pada kasuskasus pergolakan dan
kerusuhan semisal Perang Teluk dan radikalisme ISIS terhadap kelompok-
kelompok lain sesama muslim. Sedang ketegangan eksternalnya secara
utama dapat dilihat pada kasus 9/11 (tragedi WTC Burn, 11 September
2001), di samping perlawanan Muslim Palestina, perlawanan Muslim
Afghanistan, bombing dan suicide attack di sejumlah negara termasuk di
Indonesia, dan lain-lain.
3. Sejumlah problem sosial umat Islam yang terjadi di beberapa belahan dunia
semisal problem-problem disharmoni relasi sosial internal dan eksternal,
minoritas muslim di negara-negara Barat, diskriminasi gender di dunia
Islam, hegemoni ekonomi oleh dunia Barat, ketertinggalan kualitas
pendidikan di dunia Islami, hak asasi manusia, ambiguitas politik di
sebagian negara-negara Islam, dan fundamentalisme.
Sebenarnya konteks kontemporer islam ini merujuk pada tradisi (masa lalu)
dan modernitas, dinama dunia islam kontemporer tidak untuk meninggalkan
tradisi dan tidak pula menutup diri dari modernitas
C. Gerakan-gerakan islam era kontemporer
Pada masa kontemporer banyak bermunculan gerakan – gerakan seperti Islam
Liberal, Islam Kultural, Post Tradionalisme Islam, menunjukkan adanya keberagaman
dalam pemikiran para cendekiawan muslim baik yang tradisonal maupun modern/
kontemporer. Inilah dinamika dalam Islam yang harus disikapi dengan inklusif dan
bijaksana.
1. Islam Liberal
Makna umum dari kata liberal adalah pembebasan. Islam adalah agama
pembebasan. Islam memberikan ruang untuk berpikir bebas. liberalisme sudah terjadi
begitu lama dalam Islam. Liberalisme sesungguhnya adalah paham yang berusaha
memperbesar wilayah kebebasan individu dan mendorong kemajuan sosial. (dasker,
2006 )
Liberalisme merupakan paham kebebasan, artinya manusia memiliki
kebebasan. Bebas, karena manusia mampu berpikir dan bertindak sesuai dengan apa
yang diinginkan. Prinsip- pinsip liberalisme adalah kebebasan dan tanggung jawab.
Tanpa adanya sikap tanggung jawab, tatanan masyarakat liberal tidak akan pernah
terwujud. (azmi, ijirm )
Istilah Islam liberal, yang disematkan kepada pemikir Islam progresif,
pertama kali digunakan oleh para penulis Barat, seperti Leonard Binders dan Charles
Kurzman. Islam liberal menghadirkan kembali masa lalu untuk kepentingan
modernitas. Elemen yang paling mendasar pada Islam liberal adalah kritiknya baik
terhadap tradisi untuk memajukan islam ke dalam modernitas seperti kemajuan
ekonomi, demokrasi, hak-hak hukum. (wijaya c, 2021)
Bentuk utama Islam Liberal-mengutip Charles Kurzman ada tiga. Bentuk
pertama menggunakan posisi atau sikap liberal sebagai sesuatu yang secara eksplisit
didukung oleh syariat; bentuk kedua menyatakan bahwa kaum Muslim bebas
mengadopsi sikap liberal dalam hal-hal yang oleh syariat dibiarkan terbuka untuk
dipahami oleh akal budi dan kecerdasan manusia; bentuk ketiga memberikan kesan
bahwa syariat yang bersifat ilahiah ditujukan bagi berbagai penafsiran manusia yang
beragam.
Adapun gagasan yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur bahwa sebuah
pemikiran Islam dapat disebut liberal yaitu: pertama, melawan teokrasi, yaitu ide-ide
yang hendak mendirikan negara Islam. Kedua, mendukung gagasan demokratis.
Ketiga, membela hakhak perempuan. Keempat, membela hak-hak non-Muslm.
Kelima, membela kebebasan berpikir. Keenam, membela gagasan kemajuan." Siapa
pun yang membela salah satu dari keenam gagasan di atas, maka bolehlah disebut
sebagai penganut gagasan Islam liberal. (zuhdi, 2017)
Dengan demikian, gagasan Islam liberal berusaha memadukan Islam dengan
situasi modernitas sebagai sesuatu yang tidak dapat dielakkan, sehingga Islam tetap
mampu menjawab perubahan sosial yang secara terus-menerus terjadi. Islam harus
tetap menjadi pengawal menuju realitas kesejarahan yang hakiki di tengah pergolakan
situasi modernitas dan era globalisasi.
2. Islam Kultural
Kata kultural yang berada dibelakang kata islam berasal dari bahasa
inggris, culture yang berarti kesopanan, kebudayaan dan pemeliharaan. Teori
lain mengtakan bahwa kata culture ini berasal dari bahasa latin cultura yang
artinya memelihara atau megerjakan, mengolah. Dari beberapa teori definisi
kebudayaan tersebut diatas, dapat diketahui bahwa kebudayaan adalah segala
bentuk hasil kreativitas manusia dengan menggunakan segala daya dan
kemampuan yang dimilikinya dalam rangka mewujudkan kehidupannya yang
sejahtera. (S.Kuhn, 1970)
Dengan diketahui bersama, bahwa dalam agama islam antara agama
dan kebudayaan sungguhpun sumbernya berbeda, tapi saling mempengaruhi.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi dengan perantara
malaikat jibril untuk menjadi pedoman bagi manusia dalam mencapai
kesejahteraan duniawi dan kebahagiaan ukhuwawi. Sedangkan kebudayaan
ialah semua produk aktivitas intelektual manusia untuk memperoleh
kesejahteraan dan kebahagiaan hidup duniawi. (zuhdi, 2017)
Munculnya Islam cultural agak mudah dimengerti apabila kita
memperhatikan ruang lingkup ajaran Islam yang tidak hanya mencakup
masalah keagamaan seperti teologi, ibadah dan akhlak, melainkan jugga
mencakup masalah keduniaan seperti masalah perekonomian, pertahanan
keamanan dan lain-lain. Jika pada aspek keagamaan peran Allah dan Rasul lah
yang dominan. Pada aspek keduniaan peran manusialah yang paling dominan.
(Abdullah, 1992)
Dalam pengalamannya di lapangan, Islam cultural mengalami
pengembangan pengertian dari apa yang dikemukakan di atas. Islam cultural
selanjutnya muncul dalam bentuk sikap yang lebih menunjukkan
inklusissivitas. Yaitu sikap yang tidak mempermasalahkan bentuk atau symbol
dari suatu pengamalan agama, tetapi yang lebih penting tujuan dan missi dari
pengamalan tersebut. Dalam hubungannya ini kita menjumpai ajaran tentang
dzikir ini terkadang mewujud dalam menyebut nama Allah sekian ratus kali
dengan menggunakan alat semacam tasbih, ada yang menggunakan batu, ada
yang dengan memasang tulisan kaligarafi pada dinding rumah dan sebagainya.
(Rahman, 1984)
3. Islam Struktural
Struktur adalah sebuah gambaran yang mendasar dan kadang tidak
berwujud, yang mencakup pengenalan, observasi, sifat dasar, dan stabilitas
dari pola-pola dan hubungan antar banyak satuan terkecil di dalamnya. Dari
istilah – istilah “struktural”, sebagaimana yang telah. Disebutkan diatas itulah,
lahir istilah lain, seperti : strukturalisme. Strukturalisme adalah faham atau
pandangan yang menyatakan bahwa semua masyarakat dan kebudayaan
memiliki suatu struktur yang sama dan tetap (zuhdi, 2017)
Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual
obyek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak
terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur
sistem tersebut melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan
melukiskan struktur inti dari suatu obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik
antara unsur-unsur pada setiap tingkat). Gagasan-gagasan strukturalisme juga
mempunyai metodologi tertentu dalam memajukan studi interdisipliner
tentang gejala-gejala budaya, dan dalam mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan
dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi metode struktural dalam
bermacam bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang sia-sia untuk
mengangkat strukturalisme pada status sistem filosofis. (Hoodbhoy, 1982)
4. Postradisionalisme Islam
Sebenarnya sulit untuk merumuskan definisi yang bisa menjelaskan
seluruh kompleksitas post tradisionalisme. Marzuki Wahid mendefinisikan
post tradisionalisme adalah suatu gerakan melompat tradisi yang tidak lain
adalah upaya pembaharuan tradisi secara terus-menerus dalam rangka
berdialog dengan modernitas sehingga menghasilkan tradisi baru (new
tradition) yang sama sekali berbeda dengan tradisi sebelumnya (dasker, 2006 )
Sebagai gerakan yang berhasrat untuk melahirkan tradisi baru post
tradisionalisme merupakan gerakan yang lahir dengan poroses yang panjang
dan berakar pada pemikirpemikir pencerahan tempo dulu. Dari geneologi
intelektual inilah, post tradisionalisme islam melewati fase- fase awal
pembentukan hingga perumusan metodologi dan praksis sosisl politik. Fase
pertama merupakan fase pembentukan dan pengkayaan ide baik dalam
pemikiran maupun aksi politik. Pada fase ini muncul beberapa perdebatan
gagasan seperti nasionalisme, pribumisasi, sekularisas, feminisme dan hak
asasi manusia (al-huquq al-insaniyah alasasiyah), dan sebagainya.
Sedangkan perumusan metodologi post tradisionalisme Islam
menghasilkan paradigm baru pemikiran Islam yang dirumuskan sebagai kritik
nalar (naqd al-aql) maupun telaah kontemporer (qira’ah muashirah) terhadap
tradisi. Muhammad Abid Al-Jabiri, Muhammad Arkoun, dan Nashir Hamid
Abu Zaid merupakan sederet nama yang berusaha melakukan rekontruksi
metodologis bagi post tradisionalisme. (azmi, ijirm )
Post tradisionalisme Islam berpandangan bahwa sesungguhnya tidak
mungkin melakukan rekontruksi pemikiran dan kebudayaan dari ruang sejarah
yang kosong, artinya betapapun kita teramat bersemangat untuk melampaui
Zaman yang sering disebut sebagai kemunduran umat Islam, kita mesti
mengaku bahwa khazanah pemikiran dan kebudayaan yang kita miliki adalah
kekayaan yang sangat berharga untuk dikembangkan sebagai entry point
merumuskan tradisi baru. (Daud, 1997)
Perlu diketahui, pengertian post tradisionalisme Islam tentang tradisi
berbeda dengan pemahaman kaum Neomodernisme Islam yang membaca
tradisi melalui optic Al-qur’an dan Hadits yang diadakan transenden, turun
dari langit, lengkap dan mencakup segala hal. Singkatnya bukan sebagai
bagian dari dinamika sejarah yang berubah-ubah. Dalam pengertian inilah kita
diperkenalkan dengan kenyataan tradisi Islam yang historis yang sifatnya
membumi. (Muntaha et al., 2017) Berkaitan dengan upaya merekontruksi
tradisi sebagai mana ditunjukkan Zuhairi.
5. Islam Radikal
Kata radikal yang dimulai dengan nama agama, misalnya Islam
radikal, lazim digunakan untuk mengacu kepada kelompok beragama dengan
ekspresi tertentu. Menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Data, dan
Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI Mastuki Hs, istilah
radikal berasal dari kata raddict yang berarti mendalam atau mengakar. Pada
makna tersebut, menurut dia, memiliki citra positif. Namun, ketika kata itu
dikaitkan dengan agama, memiliki makna yang positif dan negatif.
Beragama secara raddict atau radikal yang berarti mengakar,
mendalam, menjiwai. Sikap radikal dalam beragama seperti itu tak boleh
dicegah oleh siapa pun karena penganutnya menjalankan agama berdasarkan
keyakinan yang benar, haknya dijamin dalam konstitusi.
Di sisi lain, kata radikal itu juga memilik makna negatif. Misalnya
Islam radikal yang mengacu kepada kelompok yang mengatasnamakan agama
untuk melakukan teror. Islam radikal berpandangan agama secara ekstrem,
fanatik, fundamental, dan revolusioner. ketika cara pandang tersebut
diwujudkan dalam tindak kekerasan, pemaksaan kehendak, melakukan teror,
itu sudah membahayakan.
D. Hakekat Pemikiran Kontemporer
Sebenarnya dalam Gerakan yang dijelaskan diatas, mampu mengkonsepkan
beberapa pemikiran era kontemporere dunia islam, antara lain:
1. Pertama, fundamentalis
Yaitu model pemikiran yang sepenuhnya percaya pada doktrin Islam sebagai
satu-satunya alternatif bagi kebangkitan Islam dan manusia. Mereka biasanya
dikenal sangat commited pada aspek religius budaya Islam. Bagi mereka, Islam
telah mencakup segala aspek kehidupan sehingga tidak memerlukan segala teori
dan metode dari luar, apalagi Barat.
Garapan utamanya adalah menghidupkan kembali Islam sebagai agama,
budaya sekaligus peradaban, dengan menyerukan untuk kembali pada sumber asli
(al-Qur'an dan Sunnah) dan mempraktekkan ajaran Islam sebagaimana yang
dilakukan Rasul dan Khulafa' al- Rasyidin. Tradisi dan Sunnah Rasul harus
dihidupkan kembali dalam kehidupan modern sebagai bentuk kebangkitan Islam.
2. Kedua, tradisionalis (salaf)
Yaitu model pemikiran yang berusaha berpegang pada tradisi-tradisi yang
telah mapan. Bagi mereka, segala persoalan umat telah diselesaikan secara tuntas
oleh para ulama terdahulu. Tugas kita sekarang hanyalah menyatakan kembali
atau merujukkan dengannya. Perbedaan kelompok ini dengan fundamentalis
terletak pada penerimaannya pada tradisi.
Fundamentalis membatasi tradisi yang diterima hanya sampai pada khulafa' al-
rasyidin , sedang tradisionalis melebarkan sampai pada salaf al-shalih , sehingga
mereka bisa menerima kitab-kitab klasik sebagai bahan rujukannya. Hasan Hanafi
pernah mengkritik model pemikiran ini. Yaitu, bahwa tradisionalis akan
menggiring pada ekslusifisme, subjektivisme dan diterminisme.
3. Ketiga, reformis
Yaitu model pemikiran yang berusaha merekonstruksi ulang warisan budaya
Islam dengan cara memberi tafsiran baru. Menurut mereka, Islam telah
mempunyai tradisi yang bagus dan mapan. Akan tetapi, tradisi ini tidak dapat
langsung diaplikasikan melainkan harus harus dibangun kembali secara baru
dengan kerangka berpikir modern dan prasyarat rasional, sehingga bisa survive
dan diterima dalam kehidupan modern. Karena itu, mereka berbeda dengan
tradisionalis yang menjaga dan menerima tradisi seperti apa adanya.
4. Keempat, postradisionalis
Yaitu model pemikiran yang berusaha mendekonstruksi warisa Islam
berdasarkan standar modern. Model ini sesungguhnya sama dengan reformis yang
menerima tradisi dengan interpertasi baru. Perbedaannya, postadisionalis
mempersyaratkan dekonstruktif atas tradisi, bukan sekedar rekonstruktif, sehingga
yang absolut menjadi relatif dan yang ahistoris menjadi historis.
5. Kelima, moderinis
Yaitu model pemikiran yang hanya mengakui sifat rasional ilmiah dan
menolak kecenderungan mistik. Menurutnya, tradisi masa lalu sudah tidak
relevan, sehingga harus ditinggalkan. Karakter utama gerakannya adalah
keharusan berpikir kritis dalam soal keagamaan dan kemasyarakatan. Mereka ini
biasanya banyak dipengaruhi cara pandang marxisme. Meski demikian, mereka
bukan sekuler. Sebaliknya, mereka bahkan mengkritik sekuler selain salaf.
Menurutnya, kaum sekuler telah bersalah karena berlaku eklektif terhadap Barat,
sedang kaum salaf bersalah menempatkan tradisi klasik pada posisi sakral dan
shalih likulli zaman wa makan . Sebab, kenyataannya, tradisi sekarang berbeda
dengan masa lalu.
Modernis menjadikan orang lain (Barat) sebagai model, sedang salaf
menjadikan masa lalu sebagai model. Keduanya sama-sama ahistoris dan tidak
kreatif, sehingga tidak akan mampu membangun peradaban Islam ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
dasker, b. (2006 ). progesive islam and the state in contemporary muslim . singapore :
nanyang technologi university.
huda, s. (2018). struktur pemikiran dan gerakan islam kontemporer . al-tahir, vol. 18,
no.1 , 151-173.
nasr, s. h. (2002). islam: religion, history, dan civilization. new york: harper collins .