Anda di halaman 1dari 30

MODUL PRAKTIKUM

KIMIA ANALISIS

Oleh:
apt. Michael Raharja Gani, M.Farm.
Dr. Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc.
Stephanus Satria Wira Waskita, M.Sc.
Prof. Dr. apt. Sri Noegrohati

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2023
KESELAMATAN KERJA
DI DALAM LABORATORIUM

Bekerja dalam laboratorium kimia yang menyebabkan kontak langsung


dengan bahan-bahan kimia, mengandung risiko berupa bahaya terhadap
keselamatan kerja. Pada umumnya risiko bahaya akan menjadi suatu kenyataan
kecelaakaan dalam bekerja di laboratorium sebagai akibat sikap dan tingkah laku
para pekerja atau praktikan. Misalnya: lalai atau enggan memakai alat pelindung
diri, salah mengambil reagen dalam praktikum dll. Oleh karena itu untuk
membangun dan mengelola kondisi keselamatan kerja di dalam laboratorium
dibutuhkan karyawan yang sering disebut sebagai ”laboran”.
Karyawan yang bekerja mengelola praktikum atau “laboran”memerlikan
pelatihan atau kursus untuk menambah pengetahuan tentang cara bekerja dalam
laboratorium berikut pengetahuan tentang sifat masing-masing bahan kimia.
Disamping ituseorang laboran harus tahu tentang tindakan yang harus dilakukan bila
terjadi bahaya atau kecelakaan.
Pengelolaan suatu praktikum yang terkait dengan matakuliah dilakukan
koordinasi antara karyawan/laboran, dosen dan asisten praktikum dengan seorang
dosen sebagai coordinator. Kerjasam yang baik dari setiap individu yang bekerja di
laboratorium adalah hal yang sangat penting demi keselamatan tercapainya tujuan
suatu mata kuliah (praktikum).

Sumber-sumber bahaya dalam laboratorium kimia:


Secara garis besar, sumber-sumber bahaya dalam laboratorium kimia dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1. Bahan-bahan kimia berbahaya: perlu dikenal jenis, sifat, cara penanganan dan
penyimpanannya. Misalnya bahan kimia beracun, mudah terbakar, eksplosif
dan sebagainya.
2. Teknik percobaan: meliputi pencampuran bahan, destilasi, ekstraksi, reaksi
kimia, dsbnya.
3. Sarana laboratorium: meliputi saluran air, listrik, alat pemadam kebakaran,
dsbnya.
Ketiga sumber tersebut saling terkait satu dengan yang lain, tetapi potensi bahaya
terletak pada keunikan sifat bahan kimia yang digunakan.
Bahan-bahan kimia pada umumnya diklasifikasikan berdasar pada sifat
dasar bahaya yang mungkin timbul.
1. Bahan Kimia Beracun (Toxic Subtances), pada dasarnya semua bahan kimia
adalah beracun tetapi hal ini sangat bergantung pada jumlah zat tersebut yang
masuk ke dalam tubuh. Demikian halnya dengan obat, baru bermanfaat bagi
tubuh pada dosis tertentu dan akan menjadi berbahaya apabila diberikan pada
dosis berlebih. Contohnya: benzene, fenol,asam sianida, dioksan, gas klor, gas
SO2, gas CO, tetra klor, dll.
2. Bahan Kimia Korosif/Iritant (Corrosive Subtance), yakni bahan/zat yang dapat
menimbulkan kerusakan berupa rangsangan/iritasi dan peradangan pada kulit,
mata dan saluran pernapasan. Contohnya: hamper semua asam dan basa,
petroleum, karbondisulfida, gas klor, ozon dll.
3. Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable Subtance), adalah bahan yang mudah
terbakar dengan oksigen, tetapi bila suhu tidak cukup maka proses kebakaran tidak
terjadi. Demikian pula bila ada bahan dan panas, tetapi oksigen tidak cukup maka
kebakaran juga tidak terjadi. Masalahnya dalam laaboratorium ada banyak oksigen
dan tidak dapat ditiadakan sehingga harus diupayakan bekerja dengan hati-hati untuk
menghindarkan terjadinya kebakaran. Contohnya; hidrida logam, eter, alcohol,
benzene, aseton, gas hydrogen, asetilen dll.
4. Bahan Kimia Mudah Meledak/Eksplosif (Explosive Subtances), bahan kimia
reaktif atau tidak stabil dapat bersifat mudah meledak atau eksplosif. Pada
umumnyapeledakan terjadi karena adanya reaksi kimia yang berlangsung sangat
cepat dengan menghasilkan panas dan gas dalam jumlah relative besar. Faktor-
faktor yang sering menyebabkan peledakan atau eksplosif antara lain: suhu
penyimpanan,benturan atau gesekan, kelembapan, listrik dll. Contohnya:
ammonium nitrat bila kena benzene, ammonium perklorat, nitrogliserin,
trinitrotoluene (TNT) dll.
5. Bahan Kimia Oksidator (Oxidising Agent), adalah bahan/zat kimia yang dapat
menghasilkan oksigen dalam reaksinya atau bahan yang dapat mengoksidasi bila
bersentuhan dengan zat lain. Contohnya: sianokobalamine, perklorat, dikromat,
periodat, persulfat, hydrogen peroksida, peroksida organic dll.
6. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Reactive Subtance) adalah bahan kimia
yang mudah bereaksi dengan air menghasilkan panas atau gas yang mudah
terbakar. Contohnya: logam-logam natrium, kalium, kalsium, boron, triklorida,
dll.
Terpaparnya seseorang dengan bahan kimia yang berbahaya atau yang
sering disebut dengan keracunan merupakan kecelakaan yang sering terjadi dalam
laboratorium. Pada umumnya disebabkan oleh masuknya bahan kimia ke dlaam
tubuh melalui saluran pernapasan atau lewat kulit. Sedangkan masuknya bahan
kimia melalui mulut amat jarang terjadi.

• Keracunan melalui pernapasan


Bahan/zat kimia yang mempunyai uap berbahaya harus diletakkan pada
tempat yang tertutup di almari asam karena uapnya bisa terhirup orang yang ada
dalam laboratorium. Gas-gas seperti gas klor, asam klorida, sulfur dioksida,
formaldehid dan ammonia adalah gas yang mempunyai bau spesifik dan dapat
menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan. Demikian pula uap kloroform,
benzene, hidrokarbon terhalogenasi, dan karbon disulfide dapat tercium baunya.
Sebaliknya gas-gas karbon monoksida, metil klorida dan air raksa sangat berbahaya
karena tidak tercium baunya. Gas karbon monoksida, hidrogen sulfide dan hidrogen
sianida dapat menghilangkan kesadaran dan mematikan.
Pertolongan pertama pada keracunan gas-gas seperti di atas, yakni segera
memindahkan korban ke tempat yang mempunyai udara segar. Apabila keracunan
terjadi pada ruangan tertutup atau oleh gas beracun dengan konsentrasi tinggi, maka
penolong hendaknya memakai pelindung pernapasan yang dilengkapi dengan
oksigen. Harus dihindarkan pemberian bahan penetral atau obat melalui mulut
terlebih pada korban yang tidak sadar. Apabila keracuna dirasa berat maka segera
korban dibawa ke dokter.

• Keracunan melalui kulit


Bahan/zat kimia tertentu mempunyai sifat dapat melarutkan lemak, seperti
halnya hamper semua pelarut organik. Kulit dapat mengalami keruskan akibat
larutnya lemak dibawah kulit oleh pelarut organikatau kerusakan jaringan kulit
yang disebabkan oleh asam-asam kuat. Keracunan sistemik dapat terjadi karena
adsorpsi zat kimia ke dalam tubuh melalui kulit akibat kontak langsungdengan
bahan/zat kimia seperti nitrobenzene, sianida, fenol,arsentriklorida dll.
Pertolongan pertama yang harus dilakukan yakni dengan mengambil
bahan/zat kimia tersebut dari permukaan kulit. Hal ini dapat dilakukan dengan
menyiram/mencuci dengan air sebanyak-banyaknya, baik untuk zat yang larut
maupun tidak larut dengan air. Pakaian yang terkena zat kimia harus segera dilepas.
Pendapat seperti: senyawa basa diberikan bagi yang terkena asam dan alcohol bagi
yang terkena fenol atau sebaliknya adalah TIDAK BENAR sehingga tidak boleh
dilakukan sebagai pertolongan pertama. Hanya dokter yang boleh memberikan
pertolongan.
• Keracunan melalui mulut (Tertelan)
Keracunan melalui mulut atau tertelan jarang sekali terjadi, kecuali
kontaminasi makanan atau minuman dan kesalahan dalam pengambilan bahan/zat
kimia. Untuk mencegah terjadinya keracunan melalui mulut maka perlu dijaga
kebersihan ruang makan/minum di laboratorium dan hati-hati dalam penanganan
bahan/zat beracun.
Pertolongan pertama yang dilakukan apabila korban muntah-munttah adalah
memberi banyak minum dengan air hangta. Hal ini dimaksudkan agar korban banyak
muntah dan mengencerkan racun dalam perut. Bila korban tidak muntah, maka perlu
diberikan minum segelas larutan air garam (dua sendok teh garam dapur dalam satu
gelas air) agar yang bersangkutan bias muntah. Jika korban masih belum bisa muntah,
maka dimasukkan jari atau kertas ke dalam tenggorokan agar bisa muntah. Hal ini
dimaksudkan untuk mengambil bahan/zat beracun secepat mungkin sebelum terserap
oleh usus. Semua usaha untuk memuntahkan korban tidak boleh dilakukan bila yang
tertelan adalah pelarut petroleum atau hidrokarbon terhalogenasi. Bila korban pingsan
tidak sadarkan diri, maka pemberian sesuatu melalui mulut tidak diperkenankan dan
pengobatan selanjutnya diberikan oleh dokter.
PERATURAN & TATA TERTIB

1. Setiap peserta praktikum harus hadir tepat pada waktu yang telah ditentukan,
keterlambatan ≥15 menit dari waktu tersebut dapat mengakibatkan ditolaknya
peserta untuk mengikuti praktikum pada hari yang bersangkutan.
2. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat dari bahan kimia
selama mengikuti praktikum, peserta diwajibkan mengenakan alat perlindungan
diri (APD) yang sesuai. APD yang wajib digunakan adalah: masker, sarungtangan,
laboratory google, jas laboratorium lengan panjang putih bersih, sepatu
tertutup, celana panjang hingga mata kaki.

3. Setiap peserta praktikum bertanggung jawab pada ketertiban dan kebersihan


laboratorium. Tiap sub kelompok praktikum hanya boleh meletakkan 1
logbook dan 1 panduan kerja yang akan dilakukan pada hari itu saja di
meja kerja. Adanya terlalu banyak kertas/buku berserakan di meja kerja tidak
diperbolehkan. Asisten berhak menertibkan dan mengurangi poin kedisiplinan
praktikan jika terdapat pelanggaran terkait poin ini.
4. Selama mengikuti praktikum, peserta praktikum wajib berlaku sopan, tidak
bercanda / senda gurau, tidak merokok / makan / minum dalam laboratorium,
dan tidak melakukan hal-hal yang dapat mengganggu kegiatan praktikum.
5. Setiap peserta praktikum harus memperhatikan tentang kemungkinan
kontaminasi reagensia yang digunakan. Oleh karena itu, pengembalian
reagensia ke dalam botol asal sedapat mungkin dihindari. Tutuplah segera botol
dan perhatikan agar tutup botol tidak tertukar dengan yang lain.
6. Setelah menyelesaikan suatu acara praktikum, setiap peserta harus
mengembalikan semua peralatan yang digunakan dalam keadaan bersih dan
kering. Kerusakan peralatan yang terjadi selama praktikum adalah tanggung
jawab perserta.
7. Apabila karena sesuatu hal tidak dapat mengikuti suatu acara praktikum,peserta
dapat mengajukan permohonan ijin kepada Koordinator Praktikum untuk
mengikuti praktikum pada kelompok lain. Ijin akan diberikan apabila
permohonan disertai dengan bukti yang relevan, dapat dipertanggungjawabkan,
dan layak untuk dipertimbangkan.
8. Hal-hal yang belum tertuang dalam peraturan dan tata tertib akan diatur lebih
lanjut.
DESAIN PRAKTIKUM DAN RESPONSI

1. Praktikum dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan


dengan durasi waktu 3 x 50 menit dengan kegiatan sebagai
berikut:
• Minggu pertama dilaksanakan asistensi. Minggu kedua diadakan
diskusi.
• minggu ketiga dan keempat dilakukan latihan uji kualitatif beserta
pengenalan peralatan untuk praktikum kuantitatif.
• Dua minggu terakhir dilakukan responsi kualitatif dan
kuantitatif secara OSCE dengan per golongan waktunya adalah
180 menit.
• minggu terakhir (menyesuaikan jadwal UAS) akan
diadakan responsi terintegrasi model CBT untuk
individu (soal kuantitatif)
2. Pada minggu keempat dan seterusnya hingga minggu
keempat belas, waktu praktikum tetap 3 x 50 menit acara uji
kuantitatif titrimetri dan spektrofotometri masing- masing 4
kali praktikum tiap materi
3. Segala bentuk pembagian kelompok latihan maupun
responsi diatur oleh asisten dan/atau dosen, praktikan
wajib mematuhi pembagian tersebut.
Tata Cara Penilaian Format Laporan
a. Nilai Praktikum (Skor Maksimum 100) a. Laporan Sementara
1. Disiplin 10 1. Judul
2. Pre-test 10 2. Tujuan
3. Post-test/Diskusi 10 3. Dasar Teori
4. Laporan 30 4. Alat dan Bahan
5. Responsi OSCE 30 5. Prosedur Kerja
6. Responsi CBT 10 6. Daftar Pustaka

b. Laporan Resmi
1. Judul
2. Tujuan
3. Dasar Teori
4. Alat dan Bahan
5. Prosedur Kerja
6. Data Pengamatan (tulis tangan)
7. Pembahasan
8. Kesimpulan
9. Daftar Pustaka
ANALISIS KUALITATIF

Tujuan : Mahasiswa mampu menganalisis beberapa senyawa obat secara kualitatif.

Analisis Pendahuluan (Wajib dilakukan untuk semua senyawa)


1. Pengamatan organoleptis (warna, bentuk, bau) senyawa
2. Uji kelarutan (uji dilakukan pada 6 macam pelarut)
3. Uji Pengarangan dan Uji Fluoresensi
4. Uji identifikasi gugus dan golongan

Parasetamol
1. Zat ditambah 10 mL air, lalu ditambahkan 1 tetes FeCl3, terjadi warna biru violet
2. Zat ditambah 1 mL NaOH 3N, dipanaskan, lalu setelah dingin ditambah 1 mL
asam sulfanilat dan beberapa tetes NaNO2 terjadi warna merah.
3. Zat ditambah 1 mL HCl, dipanaskan 3 menit, ditambahkan 10 mL air, didinginkan.
Kemudian ditambahkan 1 tetes kalium bikromat akan timbul warna violet yang
tidak berubah menjadi merah
4. Zat ditambah asam nitrat encer, amati warna yang terjadi drupple plate.

Sulfadiazin
1. Zat ditambah DAB HCl, terjadi warna kuning yang kemudian berubah menjadi oranye.
2. Zat ditambah pereaksi Parri, terjadi warna hijau ungu.
3. Zat ditambah Cu asetat dan aseton, terjadi warna violet kehitaman.
4. Sedikit zat dilarutkan ke dalam campuran air 10 mL dan NaOH 0,1N 1 mL,
ditambahkan 0,5 mL CuSO4, terbentuk endapan hijau zaitun yang jika dibiarkan
berubah menjadi ungu kelabu.
5. Sedikit zat dilarutkan ke dalam NaOH, ditambahkan HCl sampai netral
kemudian ditambahkan 0,5 mL CuSO4, amati endapan yang terjadi.

Isoniazid
1. Zat ditambah Cu asetat dan KCNS, terjadi warna hijau kekuningan.
2. Zat ditambah CuSO4 terjadi warna biru yang lama kelamaan menjadi biru muda.
3. Zat ditambah AgNO3, terjadi endapan warna putih coklat.
4. Reaksi kristal dengan Dragendorf.
5. Reaksi kristal dengan asam pikrat.
6. Reaksi kristal dengan sublimat.
7. Sedikit zat ditambah larutan NaOH dan larutan iodium akan timbul warna merah
coklat dan gas.
8. Pada drupple plate, zat ditambahkan dengan FeCl3, diamati warna yang terjadi
dan adanya gelembung gas.

Vitamin C
1. Sedikit zat + air + NaHCO3 (padat) + FeSO4 (padat), dikocok lalu dibiarkan,
terjadi warna ungu yang bila ditambahkan asam sulfat encer akan hilang.
2. Direaksikan dengan pereaksi Fehling, AgNO3, dan KMnO4 maka akan segera mereduksi
3. Direaksikan dengan fenilhidrazin menghasilkan kristal osazon.
4. Segera mereduksi pereaksi Barfoed dalam keadaan dingin.
5. Zat ditambah CuSO4 dan amonia, terbentuk endapan hijau, lama-kelamaan
menjadi kuning coklat.
6. Zat ditambah NaOH dan FeSO4 (cair), timbul warna violet hijau.
7. Zat ditambah AgNO3 terbentuk endapan abu-abu.

Asam salisilat
1. Zat ditambah 10 mL air, lalu ditambahkan 1 tetes FeCl3, terjadi warna biru violet
2. Zat ditambah pereaksi Folin-Ciocalteu menghasilkan warna biru.
3. Reaksi kristal dengan aseton-air.
Kafein
1. Zat ditambah 1 tetes hidrogen peroksida dan 5 tetes asam sulfat pekat, kemudian
dipanaskan di penangas air sampai kering. Sisa diberi 5 tetes NH3 6N, terbentuk warna
merah-ungu.
2. Zat ditambah dalam 1 mL HCl pekat dalam cawan poselin, ditambah 50 mg kalium klorat
P, uapkan diatas penangas air sampai kering. Tambahkan 3 tetes amonia P, akan
berwarna ungu.

Riboflavin
1. Zat dilarutkan dalam 5 ml aquades sampai berwarna kuning-hijau pada cahaya keluar
dan berfluoresensi kuning-hijau tua. Setelah ditambahkan 1 tetes 3N HCl atau 3N NaOH
fluoresensi ini hilang.
2. Zat ditambah 1 ml larutan perak nitrat 5% akan terbentuk warna merah. Setelah
dibiarkan beberapa lama, terbentuk endapan merah.
3. Zat dilarutkan dalam 1 ml asam sulfat pekat; terbentuk larutan berwarna merah.

Kloramfenikol
1. Zat ditambah dengan sedikit NaOH kemudian ditambah sedikit air, lalu dipanaskan
sampai mendidih; larutan berwarna kuning kuat.
2. Zat dilarutkan dalam 3 ml etanol 70%, ditambahkan 7 ml air dan 200 mg bubuk seng.
Dipanaskan di penangas air selama 10 menit, kemudian disaring dan filtrat ditampung.
a. Ke dalam 2 ml filtrat ditambahkan 2 tetes benzoilklorida, dikocok 1 menit, lalu
ditambahkan 3 tetes larutan besi (III) klorida dan akan terbentuk warna merah ungu
pekat.
b. Ke dalam 2 ml filtrat yang lain ditambahkan 3 tetes asam klorida encer, 3 tetes
larutan natrium nitrat 10%, dan 5 tetes larutan (10 mg 2-naftol dalam 5 ml NaOH
15%) dan akan terbentuk warna merah-jingga.
c. Filtrat ditambah dengan 2 mL asam nitrat dan ditambah perak nitrat, membentuk
endapan putih (perak klorida).

Nipagin
1. Zat ditambah 10 ml air, dipanaskan, lalu didinginkan. Kemudian ditambahkan
larutan besi (III) klorida akan terbentuk warna ungu.
2. Zat dilarutkan didalam alkohol, kemudian dipanaskan, setelah itu ditambahkan dengan
pereaksi Millon. Setelah 10 menit akan terbentuk endapan dan larutan di atasnya
berwarna merah.
3. Zat dilarutkan dalam alkohol 96 %, panaskan, ditambah 1 mL raksa (II) nitrat.
Akan terbentuk endapan dan cairan diatasnya berwarna merah.

Asam Benzoat
1. Zat ditambah 3 mL air, kemudian ditambahkan larutan besi (III) klorida, akan terbentuk
endapan kuning muda.
2. Zat ditambah 3 mL NH4OH / amonium, dipanaskan, kemudian tambah 5 tetes FeCl3 5%
akan terbentuk endapan jingga kekuningan.

CTM
1. Zat ditambah larutan asam sulfat akan terbentuk warna kuning
2. Zat ditambah asam sulfat dan kalium bikromat akan berwarna hijau
3. Zat ditambah FeCl3 akan berwarna kuning
4. Zat ditambah DAB HCl akan berwarna hiijau tosca
5. Zat ditambah reaksi Wassicky (DAB HCl dan asam sulfat) akan berwarna kuning tua

Lidokain HCl
1. Zat dengan larutan tembaga sulfat dan natrium hidroksida membentuk senyawa
kompleks berwarna biru kuat
2. Zat ditambah pereaksi Vitali-Morin menghasilkan warna hijau.
3. Zat ditambah pereaksi Marquis menghasilkan warna merah.

Piridoksin HCl
1. Zat + larutan FeCl3: merah
2. Ke dalam campuran 2 ml larutan asam sulfanilat terdiazotasi dan 1 ml 3N NaOH ditambah kira-kira 5
mg zat, larutan berwarna kuning tua sampai jingga. Kemudian tambahkan 2 ml 3N asam asetat, warna
berubah menjadi merah
3. Ke dalam larutan 50 mg zat dalam 1 ml air ditambahkan 1 tetes larutan tembaga ulfat 2% dan 1 ml 3N
NaOH terbentuk warna biru-ungu
ASIDI – ALKALIMETRI

A. Pendahuluan
Asidimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat basa
dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan
kadar senyawa bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Baik asidimetri
maupun alkalimetri merupakan metode analisis kuantitatif.
Untuk asidi-alkalimetri suatu asam didefinisikan sebagai suatu molekul atau
ion yang dapat memberikan proton (donor proton). Suatu basa didefinisikan sebagai
suatu molekul atau ion yang dapat mengikatproton (akseptor proton). Sebagai
contoh molekul asam adalah H2O, H2S, HCl, dan H2SO4; contoh kation asam adalah
H3O+ dan NH +; contoh anion 4 asam adalah HSO -, HS-, dan H42PO -. 4
+
Sedangkan contoh molekul basa kation adalah Ag(NH3) ; 2contoh anion basa
adalah OH-, SH-, S-, dan SO 4-.
Penetapan titik akhir titrasi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
indikator sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut.
Warna
Indikator Trayek pH
Asam Basa
Kuning metil 2,9 – 4,0 Merah Kuning
Biru bromfenol 3,0 – 4,6 Kuning Biru
Jingga metil 3,1 – 4,4 Jingga Kuning
Hijau bromkresol 3,8 – 5,4 Kuning Biru
Merah metil 4,2 – 6,3 Merah Kuning
Ungu bromkresol 5,2 – 6,8 Kuning Ungu
Biru bromtimol 6,1 – 7,6 Kuning Biru
Merah fenol 6,8 – 8,4 Kuning Merah
Merah kresol 7,2 – 8,8 Kuning Merah
Biru timol 8,0 – 9,6 Kuning Biru
Fenolftalin 8,2 – 10,0 Tak berwarna Merah
Timolftalin 9,3 – 10,5 Tak berwarna Biru

Petunjuk pemilihan indikator:


1. Gunakan 3 tetes larutan indikator kecuali dinyatakan lain
2. Jika asam kuat dititrasi dengan basa kuat, atau basa kuat dapat dititrasi dengan
asam kuat dapat digunakan jingga metil atau fenolftalin
3. Jika asam lemah dititrasi dengan basa kuat dapat digunakan indikator fenolftalin.
4. Jika basa lemah dititrasi dengan dengan asam kuat dapat digunakan indikator
merah metil.
5. Basa lemah jangan dititrasi dengan asam lemah atau sebaliknya karena tidak
ada indikator yang dapat menunjukkan titik akhir yang jelas.
6. Lebih mudah mengamati timbulnya warna dibandingkan mengamati hilangnya
warna.

B. Pembuatan reagen
Berikut ini merupakan cara pembuatan reagen yang selanjutnya akan digunakan
dalam praktikum baik asidimetri maupun alkalimetri. Reagen ini tidak seluruhnya
dibuat oleh praktikan, perhatikan terlebih dahulu cara kerja baru dibuat reagen
sesuai yang dibutuhkan. Koordinasikan dengan asisten/laboran jika terdapat reagen
yang sudah dibuat.
Pembuatan larutan metil jingga
Dilarutkan 20 mg natrium p-dimetilamino azobenzen sulfonat C14H14N3NaO3S ke
dalam 50 mL etanol 20%

Pembuatan fenolftalin
Dilarutkan 200 mg fenolftalin dalam 60 mL etanol 90%

Pembuatan gliserol netral LP


Ke dalam 50 mL gliserol ditambahkan 3 tetes fenoltalin kemudian ditambahkan
bertetes-tetes natrium hidroksida 0,1 N hingga larutan berwarna merah jambu

Pembuatan air bebas CO2


Sejumlah air dididihkan selama beberapa menit. Didinginkan pada tampat yang
terlindung dari cahaya.

Pembuatan merah fenol


Lebih kurang 50 mg merah fenol dilarutkan dalam campuran 2,85 mL NaOH 0,05 N
dan 5 mL etanol 90%, jika perlu dilakukan pemanasan. Setelah larut sempurna
ditambahkan etanol 90% secukupnya hingga 250 mL.

Pembuatan etanol netral


Ke dalam 15 mL etanol 95% ditambahkan 1 tetes merah fenol kemudian
ditambahkan bertetes-tetes naOH 0,1 N hingga larutan berwarna merah.

Pembuatan biru brom fenol


Dihangatkan 100 mg biru bromfenol dengan 3,0 mL NaOH 0,05 N dan 5,0 mL etanol
95%, setelah larut semua, tambahkan etanol 20% secukupnya hingga 250,0 mL.

C. Pembuatan dan pembakuan larutan baku asam klorida 0,1 N


Tujuan : mampu membuat dan membakukan larutan baku asam dari senyawa
baku sekunder yang berupa cairan

Alat dan bahan:


Buret 50 mL Natrium karbonat anhidrat
Gelas ukur 100 mL Asam klorida pekat
Labu takar 500 mL Gelas beker

Pembuatan asam klorida 0,1 N


Sejumlah asam klorida yang diketahui kadarnya diencerkan dengan air secukupnya
hingga tiap 500 mL larutan mengandung 1.8235 g asam klorida.

Pembakuan asam klorida 0,1 N


Sejumlah natrium karbonat dikeringkan pada temperatur 260-270°C selama 1 jam
(sudah disediakan). Lebih kurang 200 mg natrium karbonat anhidrat ditimbang
seksama. Serbuk tersebuk dilarutkan ke dalam 50-75 mL air. Selanjutnya larutan
tersebut dititrasi dengan larutan asam klorida 0,1 N menggunakan indikator jingga
metil hingga warna kuning berubah menjadi merah. Tiap 1 mL asam klorida 0,1 N
setara dengan 5,299 mg natrium karbonat.
Reaksi : Na2CO3 + 2HCl → 2NaCl + CO2 + H2O
Perhitungan :
2 × mg Na2CO3
N HCl = BM Na2 CO3 × mL HCl yang digunakan

D. Pembuatan dan pembakuan larutan baku basa


Tujuan : Mahasiswa mampu membuat dan membakukan larutan baku basa dari
senyawa baku sekunder yang berupa padatan

Alat dan bahan:


Buret 50 mL Kalium biftalat
Gelas ukur 100 mL Natrium hidroksida
Labu takar 500 mL Gelas beker

Pembuatan natrium hidroksida 0,1 N


Sejumlah natrium hidroksida dilarutkan dengan air bebas CO 2 secukupnya hingga
tiap 500 mL larutan mengandung 2,000 g asam klorida.

Pembakuan natrium hidroksida 0,1 N


Lebih kurang 400 mg kalium biftalat (yang sebelumnya telah dikeringkan) ditimbang
seksama (sudah disediakan). Dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambah 75 mL air
bebas CO2, ditutup kemudian dikocok-kocok sampai larut. Selanjutnya larutan
tersebut dititrasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N menggunakan indikator
fenolftalin hingga warna berubah menjadi merah. Tiap 1 mL NaOH 0,1 N setara
dengan 20,42 mg kalium biftalat.

Reaksi : KHC2H4O4 + NaOH → KNaC2H4O4 H2O

Perhitungan : mg kalium biftalat


N NaOH =

BM kalium biftalat × mL NaOH

E. Aplikasi metode asidi-alkalimetri dalam analisis kuantitatif


Penetapan kadar asam salisilat
Tujuan : Mahasiswa mampu menetapkan kadar asam salisilat dengan metode
alkalimetri

Alat dan bahan:


Buret 25 mL Etanol netral
Gelas ukur 50 mL Natrium hidroksida 0,1 N
Erlenmeyer Merah fenol
Eter
Cara penetapan kadar
Timbang saksama sejumlah salep setara dengan lebih kurang 250 mg asam salisilat,
larutkan dalam 20 mL etanol P yang telah dinetralkan dengan merah fenol LP dan
tambahkan 20 mL eter P. Titrasi dengan larutan natrium hidroksida 0,1 N LV,
menggunakan larutan merah fenol LP sebagai indikator. Lakukan penetapan blangko.
Tiap mL NaOH0,1 N setara dengan 13,81 mg C7H8O3.
Reaksi

HO HO

HO NaO

I NaOH + H2O

O O

Perhitungan
mL NaOH × N NaOH × 13,81
Kadar asam salisilat = × 100%
mg bahan × 0,1

1. Penetapan kadar natrium bikarbonat


Tujuan : Mahasiswa mampu menetapkan kadar bahan obat yang berupa garam.

Alat dan bahan:


Buret 50 mL HCl 0,1 N
Gelas ukur 50 mL Merah Metil
Erlenmeyer 100 – 200 mL

Cara penetapan kadar


Timbang dan serbukkan tidak kurang dari 20 tablet. Timbang saksama sejumlah
serbuk yang setara dengan lebih kurang 2 g natrium bikarbonat, larutkan dalam 100
mL air, tambahkan merah metil LP, titrasi dengan asam hidroklorida 1 N LV.
Tambahkan asam perlahan-lahan sambil tetap diaduk hingga larutan berwarna
merah muda lemah. Panaskan larutan hingga mendidih, dinginkan dan lanjutkan
titrasi hingga warna larutan merah muda tidak hilang setelah dididihkan

Reaksi

NaHCO3 + HCl → NaCl + H2O + CO2


3

Perhitungan
mL HCl × N HCl × 3,005
Kadar Natrium bikarbonat = × 100%
mg bahan × 0,1
NITRIMETRI

A. Pendahuluan
Metode nitrimetri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang
didasarkan atas reaksi antara aminaaromatik primer dengan natrium nitrit dalam
suasana asam membentuk garam diazonium.
NaNO2 HCl HNO2 NaCl

Reaksi dilakukan pada temperatur kurang dari 15°C karena pada temperatur
yang lebih tinggi garam diazonium akan terurai menjadi fenol dan nitrogen. Reaksi
diazotasi dapat dipercepat dengan menambahkan kalium bromida.
Titik akhir dapat ditunjukkan dengan menggunakan pasta kanji iodida atau
kertas kanji iodida sebagai indikator luar. Ketika larutan dioleskan pada pasta,
terbentuk warna biru yang muncul dengan segera akibat kelebihan nitrit. Kejadian
ini dapat ditunjukkan kembali setelah larutan didamkan selama 1 menit.
KI + HCl → KCl + HI
2 HI + 2 HONO → I2 + 2 NO + 2 H2O
I2 + kanji → kanji iod (biru)
Penetapan titik akhir titrasi dapat juga ditunjukkan dengan campuran
tropeolin OO dan biru metilen sebagai indikator dalam. Titik akhir juga dapat
ditunjukkan secara potensiometri dengan menggunakan elektroda kolomel – platina
yang dicelupkan ke dalam titrat.

B. Pembuatan dan pembakuan natrium nitrit 0,1 M


Tujuan : Mahasiswa mampu membuat dan membakukan NaNO2 0,1 M.

Alat dan bahan:


Buret 50 mL Natrium nitrit
Gelas beker Asam sulfanilat
Gelas ukur 10 mL, 100 mL Natrium bikarbonat
Batang pengaduk
Lempeng porselin Asam klorida
Termometer 0-100°C Kalium iodida
Baskom+es batu Pati

Pembuatan pasta kanji iodida


Sejumlah 375 mg kalium iodida dilarutkan dalam 5 mL air dan ditambahkan air
hingga mencapai volume 50 mL. Larutan tersebut dipanaskan hingga mencapai suhu
60-70°C,kemudian ditambahkan suspensi 3,75 g pati dalam 17,5 mL air sambil
diaduk. Campuran tersebut dididihkan selama 2 menit (campuran akan menjadi
bening dan mengental), kemudian didinginkan. Selanjutnya campuran berbentuk
pasta dihamparkan pada lempeng porselin dan digunakan sebagai indikator luar.
Pembuatan larutan natrium nitrit 0,1 M
Sejumlah natrium nitrit p.a. dilarutkan dalam air secukupnya hingga tiap 500 mL
larutan mengandung 3.25 g NaNO2.

Pembakuan larutan natrium nitrit 0,1 M


Lebih kurang 400 mg asam sulfanilat p.a. yang sebelumnya telah dikeringkan pada
120 °C sampai bobot tetap (sudah disediakan) ditimbang seksama, dimasukkan ke
dalam gelas beker, kemudian ditambahkan 0,2 g natrium bikarbonat dan sedikit
air, aduk hingga larut. Diencerkan dengan 100 mL air, ditambahkan 10 mL asam
klorida pekat, didinginkan hingga suhu tidak lebih dari 15 °C (± 8°C). Dilakukan titrasi
pelan-pelan dengan natrium nitrit 0,1 M hingga setetes larutan memberikan warna
biru pada indikator kanji iodida (tetap pertahankan campuran pada suhu ± 8°C dalam
baskom es selama titrasi). Titrasi dianggap selesai jika titik akhir tercapai
ditunjukkan dengan larutan yang dibiarkan 1 menit tetap menghasilkan warna biru
pada indikator. Tiap mL larutan NaNO2 0,1 M setara dengan 17,32 mg asam sulfanilat.

Reaksi
O O N

HO S
NH2 NaNO2 2 HCl HO S
2 H2O NaCl Cl

O O

Perhitungan
mg asam sulfanilat
Molaritas NaNO2 =
Volume NaNO2 × BM asam sulfanilat

C. Aplikasi metode nitrimetri dalam penetapan kadar sulfadimidin


Tujuan : Mahasiswa mampu menetapkan kadar senyawa dengan gugus amina
aromatis yang tidak bebas dengan reaksi diazotasi.

Alat dan bahan:


Buret 50 mL Natrium nitrit
Gelas beker Asam klorida
Erlenmeyer Pasta kanji iodida
Termometer 0-100°C Baskom+es batu
Penangas air

Cara penetapan kadar


Sejumlah 500 mg sulfadimidin ditimbang seksama lebih kurang kemudian
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 20 mL asam klorida P dan 50 mL
air, diaduk hingga larut. Pendinginan dilakukan hingga temperatur di bawah 15 °C
Dilakukan titrasi pelan-pelan dengan natrium nitrit 0,1 M yang telah dibakukan. Tiap
mL natrium nitrit 0,1 M setara dengan 27,83 mg C12H14N4O2S
Reaksi
TUGAS MAHASISWA MENCARI
O

Perhitungan
mL NaNO2 × M NaNO2 × 15,116
Kadar sulfadimidin = × 100%
mg bahan × 0,1
BROMATOMETRI

A. Pendahuluan
Brom dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa organik
yang mampu bereaksi secara adisi atau substitusi dengan brom. Dalam suasana
asam kalium bromat akan mengoksidasi bromida menjadi brom dengan reaksi
sebagai berikut.

BrO3 + 5 Br- + 6 H+ 3 Br2 + 3 H2O

Titrasi secara bromatometri dapat dilakukan dengan dua cara meliputi:


1. Titrasi langsung dengan kalium bromat
Pada titik akhir titrasi akan terbentuk brom bebas yang langsung dapat digunakan
sebagai petunjuk bahwa titik akhir titrasi telah tercapai yaitu dengan timbulnya
warna kuning dalam larutan. Pada penggunaan indikator merah metil titik akhir
titrasi dapat diamati dengan lebih jelas. Merah metil menghasilkan warna merah
pada suasana asam yang oleh brom akan mengalami reaksi sehingga dihasilkan
warna kuning. Perubahan warna ini bersifat irrevesibel. Dalam asam kuat reaksi ini
berlangsung dengan cepat sehingga adanya brom dapat bereaksi dengan indikator
sebelum titik akhir titrasi tercapai. Oleh karena itu penambahan sedikit indikator
dilakukan menjelang titik akhir titrasi.
2. Titrasi tidak langsung
Beberapa senyawa tidak dapat dititrasi langsung dengan kalium bromat karena
reaksinya sangat lambat namun dapat bereaksi secara kuantitatif dengan brom
berlebihan. Oleh karena itu, senyawa seperti ini dapat ditetapkan kadarnya
dengan penambahan brom berlebihan yang biasanya diperoleh dari larutan
kalium bromat-kalium bromida. Setelah didiamkan beberapa saat, kelebihan
brom dititrasi dengan natrium tiosulfat setelah terlebih dahulu ditambahkan
kalium iodida. Akibat sifat brom yang mudah menguap maka penetapan kadar
ini dilakukan pada erlenmeyer bertutup.

B. Pembuatan larutan baku


Tujuan : Mahasiswa mampu membuat dan menetapkan kadar larutan baku primer
maupun baku sekunder

Alat dan bahan:


Buret 50 mL Kalium bromat (KBrO3) p.a.
Gelas beker Kalium iodida
Erlenmeyer bertutup Natrium tiosulfat
Pipet volume 25 mL Asam klorida p.a.
Labu takar 1000 mL Kanji
Air bebas CO2 Akuades

Pembuatan kalium bromat 0,1 N


Sejumlah kalium bromat yang ditimbang seksama dilarutkan dalam air secukupnya
hingga tiap 500 mL mengandung 1.392 g KBrO3.
Perhitungan: karena kalium bromat merupakan senyawa baku primer maka tidak
perlu dibakukan terhadap senyawa lain. Normalitasnya dihitung langsung
berdasarkan jumlah bobot yang dilarutkan.
mg KBrO3 × 0,1 N
Normalitas KbrO3 = 1,392

Pembuatan natrium tiosulfat 0,1 N


Sejumlah natrium tiosulfat dilarutkan secukupnya dalam air yang telah dididihkan
(air bebas CO2) hingga 500 mL larutan mengandung 12.41 g Na2S2O3.5H2O.
Jika larutan ini akan digunakan selama beberapa hari ditambahkan 0,1 g natrium
karbonat atau tiga tetes kloroform untuk tiap liternya.

Pembakuan natrium tiosulfat 0,1 N


Sejumlah 25,0 mL kalium bromat 0,1 N dipindahkan ke dalam labu bersumbat
kaca, diencerkan dengan 50 mL air. Ditambahkan 2 g kalium iodida dan 5,0 mL asam
klorida p.a. Labu ditutup dan dibiarkan selama 5 menit. Diencerkan kembali dengan
100 mL air dan dititrasi natrium tiosulfat, menggunakan indikator kanji.

Reaksi

BrO3 + 5 Br- + 6 H+ 3 Br2 + 3 H2O
-
2 I + Br2
→ I2 + 2 Br-

2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6
Perhitungan
25 × N KBrO3
Normalitas Na2S2O3 = mL Na2S2O3

C. Aplikasi metode bromatometri dalam penetapan kadar isoniazid (TIDAK


DILAKUKAN)
Tujuan : Mahasiswa mampu menetapkan kadar senyawa isoniazid dengan metode
titrasi tidak langsung.

Alat dan bahan:


Buret 25 mL Kalium bromat (KBrO3) 0,1 N
Gelas beker Kalium bromida (KBr)
Erlenmeyer bertutup Natrium tiosulfat 0,1 N
Pipet volume 50 mL Asam klorida p.a.
Kalium iodida Kanji

Cara titrasi blanko


Sejumlah 25,0 mL kalium bromat 0,1 N, 2,5 g kalium bromida dan 10 mL asam
klorida p.a., ditunggu selama 30 menit kemudian ditambahkan 1 g kalium iodida
dalam 5 mL air dicampurkan dalam erlenmeyer lalu ditunggu selama 5 menit.
Campuran ini kemudian diencerkan dengan 50 mL air. Dititrasi dengan natrium
tiosulfat 0,1 N menggunakan indikator kanji. Dicatat volume yang dibutuhkan saat
titrasi.

Cara penetapan kadar


Lebih kurang 100 mg isoniazid ditimbang seksama kemudian dilarutkan dalam air
secukupnya hingga 100 mL dalam labu takar 100 mL. Diambil 50,0 mL larutan dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup kemudian ditambahkan 25,0 mL kalium
bromat 0,1 N, 2,5 g kalium bromida, 10 mL asam klorida p.a., dan ditunggu selama
30 menit kemudian ditambahkan 1 g kalium iodida dalam 5 mL air lalu ditunggu
selama 5 menit. Dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N menggunakan indikator
kanji. Tiap mL kalium iodida 0,1 N setara dengan 3,429 mg isoniazid.
Reaksi
K+ + BrO3 + 2 Br- + 6 H- → KBr + Br2 + 3 H2O
H2N
NH O

N 2 Br2 H2 O N N2 4 HBr
O OH

Br2 + 2 KI 2 KBr + I2

2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6
Perhitungan
(Vblanko – Vsampel) × N Na2S2O3 × 3,429
Kadar isoniazid = mg bahan × 0,1 × 100%

D. Aplikasi metode bromatometri dalam penetapan kadar sulfadiazin


Tujuan : Mahasiswa mampu menetapkan kadar senyawa sulfadiazin dengan metode
titrasi langsung.

Alat dan bahan:


Buret 25 mL Kalium bromat 0,1 N
Natrium hidroksida 2 % Kalium bromida
Erlenmeyer bertutup Asam asetat glasial
Indikator merah metil Asam klorida p.a.

Cara penetapan kadar


Lebih kurang 300 mg sulfadiazin yang timbang seksama dilarutkan dalam 20 mL
NaOH 2 %. Pada larutan tersebut ditambahkan 80 mL asam asetat glasial, 3 g kalium
bromida, dan 2 mL asam klorida p.a. Dilakukan titrasi dengan kalium bromat 0,1 N
menggunakan indikator merah metil sebanyak lima tetes secara pelan-pelan. Diamati
perubahan warna dari merah menjadi kuning. Setelah itu ditambahkan kembali satu
tetes indikator merah metil dan titrasi dilanjutkan kembali sampai titik akhir titrasi.
Tiap mL kalium bromat 0,1 N setara dengan 4,172 mg sulfadiazin (C10H10N4O2S).

Reaksi
KBrO3 + 5 KBr + 6 HCl → 3 Br2 + 6 KCl + 3 H2O
NH2 Br NH2

Br

O O

S H+ S
O
3 Br2 O 3 HBr
Br NH

N N

Perhitungan
mL KBrO3 × N KBrO3 × 4,172
Kadar sulfadiazin = × 100%
mg bahan × 0,1
IODIMETRI

A. Pendahuluan
Iodium merupakan senyawa oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial
oksidasi sebesar +0,535 V. Iodium akan direduksi menjadi iodida pada saat terjadi
reaksi oksidasi sebagai berikut:
-
I 2e 2I
2

Titrasi yang melibatkan adanya iodium dapat dilakukan dengan metode


iodimetri (titrasi langsung) serta iodometri (titrasi tidak langsung). Iodimetri
merupakan titrasi langsung dengan baku iodium terhadap senyawa yang memiliki
potensial oksidasi lebih rendah dibandingkan iodium. Iodometri merupakan titrasi
tidak langsung yang yang diterapkan terhadap senyawa yang memiliki potensial
oksidasi lebih tinggi dari sistem iodium iodida.Pada iodometri sampel yang bersifat
oksidator kuat direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan
iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat.

B. Pembuatan dan pembakuan larutan iodium 0,1 N


Tujuan : Mahasiswa mampu membuat dan membakukan larutan iodium yang
merupakan baku sekunder

Alat dan bahan:


Buret 50 mL Iodium
Corong Kalium iodida
Erlenmeyer 250 mL Natrium bikarbonat
Jingga metil Asam klorida
Labu takar 1000 mL Larutan kanji
Arsentrioksida NaOH 1 N

Pembuatan larutan kanji


Dilarutkan 0,5 g kanji (pati) dalam 100 mL air dalam gelas beaker. Kemudian
dipanaskan hingga larutan kanji menjadi bening. Larutan kanji tetap dipanaskan
sebelum dipakai sebagai indikator.

Pembuatan larutan iodium 0,1 N


Dilarutkan 9 g kalium iodida dalam 15 mL air dalam labu bertutup. Sejumlah kurang lebih
6.35 g iodium ditimbang dan ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan kalium
iodida pekat. Labu ditutup dan dikocok sampai seluruh iodium larut. Larutan tersebut
didiamkan pada temperatur kamar dan ditambahan air hingga 500 mL.

Pembakuan iodium 0,1 N


Lebih kurang 150 mg arsentrioksida ditimbang seksama, dilarutkan dalam 20 mL
NaOH 1 N, jika perlu dipanaskan. Larutan tersebut diencerkan dengan 40 mL air,
ditambah 2 tetes jingga metil dan dilanjutkan dengan penambahan asam klorida
encer hingga warna kuning berubah menjadi jingga. Selanjutnya dilakukan
penambahan 2 g natrium bikarbonat sedikit demi sedikit hingga gas habis, diikuti
penambahan 20 mL air dan 3 mL larutan kanji. Larutan dititrasi dengan baku iodium
perlahan-lahan hingga timbul warna biru yang tetap. Tiap mL iodium 0,1 N setara
dengan 4,916 mg arsentrioksida.
Reaksi

As2O3 + 6 NaOH 2 Na3AsO3 + 3 H2O

Na2AsO3 + I2 + 2 NaHCO3 Na3AsO4 + 2 NaI + 2 CO2 + H2O
Perhitungan
mg As2O3
Normalitas I2 = mL iodium × BM As2O3 x4

C. Aplikasi metode iodimetri dalam penetapan kadar vitamin C


Tujuan : Mahasiswa mampu menetapkan kadar vitamin C dengan metode iodimetri.

Alat dan bahan:


Buret 50 mL Iodium 0,1 N
Air bebas CO2 Kanji
Erlenmeyer 100-150 Asam sulfat encer

Cara penetapan kadar


Lebih kurang 400 mg vitamin C yang ditimbang seksama dilarutkan dalam campuran
yang terdiri dari 100 mL air bebas CO2 dan 25 mL asam sulfat encer. Segera
dilakukan titrasi dengan iodium 0,1 N serta penambahan indikator kanji 1,0 mL. Titik
akhir titrasi dicapai jika terjadi warna biru yang tetap selama 1 menit. Tiap mL
iodium 0,1 N setara dengan 8,806 mg vitamin C.

Reaksi
OHHO O HO
HO O

2 HI
I2
O OH
O OH O
O

Perhitungan
vol I2 × N iodium × 8,806
Kadar vitamin C = mg bahan × 0,1 × 100%
Penetapan Kadar Riboflavin dengan Metode Spektrofluorometri

I. Tujuan
Mahasiswa mampu menetapkan kadar riboflavin dalam sampel serbuk
dengan metode spektrofluorometri.

II. Alat dan Bahan


1. Alat
Labu takar 10 mL Erlenmeyer Timbangan analitik
Labu takar 1000 mL Pipet volume pH meter
Labu takar 10 mL Gelas beker 100 mL Spektrofluorometer + kuvet
Corong gelas dan Labu takar 25 mL
kertas saring

2. Bahan
Baku riboflavin Asam sulfat 0,1 N
Sampel riboflavin piridina

III. Cara kerja


a. Pembuatan larutan baku
Timbang saksama lebih kurang 35 mg Riboflavin BPFI masukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 250 mL, tambahkan 20 mL piridina P dan 75 mL air, kocok sampai larut.
Masukkan larutan ke dalam labu tentukur 1000-mL, encerkan dengan air sampai
tanda. Pipet 10 mL larutan ini ke dalam labu tentukur 1000- mL kedua, tambahkan
lebih kurang 4 mL asam sulfat 0,1 N agar diperoleh pH larutan antara 5,9 dan 6,1,
encerkan dengan air sampai tanda hingga kadar lebih kurang 0,35 µg per mL.
b. Pembuatan larutan sampel
Timbang saksama lebih kurang 50 mg, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL,
tambahkan 20 mL piridina P dan 75 mL air, kocok sampai larut. Masukkan larutan ke
dalam labu tentukur 1000-mL, encerkan dengan air sampai tanda. Pipet 10 mL
larutan ini ke dalam labu tentukur 1000-mL kedua, tambahkan lebih kurang 4 mL
asam sulfat 0,1 N agar diperoleh pH larutan antara 5,9 dan 6,1, encerkan dengan air
sampai tanda
c. Pembuatan blanko
Lakukan seperti yang tertera pada Larutan uji tanpa zat uji
d. Prosedur
Ukur intensitas fluoresensi maksimum. Larutan baku, Larutan uji dan Blangko pada
Panjang gelombang emisi lebih kurang 530 nm, menggunakan panjang gelombang
eksitasi lebih kurang 440 nm. Hitung persentase riboflavin, C17H20N4O6, dalam zat
yang digunakan dengan rumus:

IU dan IS berturut-turut adalah intensitas fluoresensi dari Larutan uji dan Larutan
baku; CS adalah kadar Riboflavin BPFI dalam µg per mL Larutan baku dan CU adalah
kadar riboflavin 5’-natrium fosfat dalam µg per mL Larutan uji berdasarkan bobot
yang ditimbang.
Penetapan Kadar Asam Salisilat dalam Bedak Tabur dengan
Metode Spektrofotometri UV

A. Tujuan
Mahasiswa mampu menetapkan kadar asam salisilat dalam sampel bedak
tabur dengan metode spektrofotometri UV.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Labu takar
Pipet volume
Gelas beker 100 mL
Corong gelas dan kertas saring
Timbangan analitik
Spektrofotometer UV + kuvet

2. Bahan
Baku asam
salisilat
Sampel bedak
tabur
Metanol p.a.

C. Cara kerja
1. Pembuatan kurva baku
Absorbansi larutan standar diukur pada λ maksimum yang telah ditentukan. Penentuan
lambda maksimum dilakukan dengan menggunakan 3 seri konsentrasi baku. Hasil
absorbansi larutan standar yang didapat kemudian dibuat persamaan garis kurva
kalibrasinya. Kurva kalibrasi dibuat melalui hubungan serapan panjang gelombang
(absorpsi) terhadap konsentrasi dari beberapa larutan standar yang dibuat satu seri
larutan baku asam salisilat dengan konsentrasi bertingkat. Diukur serapaan konsentrasi
pada panjang gelombang masing-masing. Dibuat larutan standar dengan 7 konsentrasi
yaitu ; 7 bpj, 10 bpj, 13 bpj, 16 bpj, 19 bpj, 22 bpj dan 25 bpj.

2. Penetapan kadar sampel


Sejumlah 500 mg sampel bedak tabur ditimbang dari masing-masing sampel dalam gelas
kimia 25 mL dan dilarutkan dengan 10 mL pelarut pengekstraksi emudian dilakukan
sonikasi selama 15 menit. Larutan dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian hasil
ekstraksi disentrifugsi selama 20 menit hingga tidak berwarna dan ada endapan, Kemudian
larutan disaring menggunkan kertas saring, dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL,
ditambahkan dengan metanol sampai tanda batas. Filtrat dikumpulkan sebagai larutan
sampel untuk ditentukan kadarnya.
Sejumlah 2 mL larutan sampel dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan
larutan metanol sampai tanda batas. Kemudian dipipet lagi 1 mL kedalam labu ukur 10 mL
dan ditambahkan pelarut sampai tanda batas, kemudian diukur absorbansinya pada
panjang gelombang maksimum yang didapatkan
Penetapan Kadar Serbuk Vitamin B12 dengan Metode
Spektrofotometri Visibel

A. Tujuan
Mahasiswa mampu menetapkan kadar vitamin B12 dalam sampel
serbuk dengan metode spektrofotometri visibel.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Labu takar 250 mL
Labu takar 100 mL
Pipet volume
Gelas beker 100 mL
Corong gelas dan kertas saring
Timbangan analitik
Spektrofotometer vis + kuvet
Mikropipet

2. Bahan
Baku Sianokobalamin
Sampel simulasi sianokobalamin
Akuades

C. Cara kerja
1. Pembuatan larutan stok sianokobalamin
• Timbang sejumlah zat, larutkan dan encerkan dengan akuades hingga
kadar lebih kurang 30 µg per mL. Perhatikan minimal penimbangan dan
kepekaan dari timbangan.
2. Penetapan panjang gelombang maksimum
• Dibuat 3 seri larutan konsentrasi dari larutan stok dengan konsentrasi 5,10
dan 15 ppm.
• Ukur serapan Panjang gelombang maksimum dengan menggunakan 3 seri
konsentrasi.
3. Penetapan kadar sianokobalamin dalam sampel
Ukur serapan Larutan uji pada panjang gelombang serapan maksimum lebih
kurang 361 nm, menggunakan air sebagai blangko. Hitung persentase
sianokobalamin, C63H88CoN14O14P, dalam zat yang digunakan dengan rumus:
(𝐴𝑈)…
(𝐴𝑆 × 𝐶𝑈)
AU adalah serapan Larutan uji; AS adalah serapan jenis (E1%) sianokobalamin
pada 361 nm dalam 100 mL.g-1. cm-1, (207); dan CU adalah kadar
sianokobalamin dalam Larutan uji dalam g per mL berdasarkan bobot yang
ditimbang. Dilakukan replikasi sebanyak 3 kali.
Penetapan Kadar Besi (Fe) dalam Sampel Air
dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom

A. Tujuan
Mahasiswa mampu menetapkan kadar Fe sebagai cemaran dalam sampel
air dengan metode SSA.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Labu takar 10 mL
Labu takar 50 mL
Labu takar 25 mL
Pipet volume 1, 2, 3, 4, 5, 10 mL
Mikropipet
Gelas beker 100 mL
Corong gelas dan kertas saring
Timbangan analitik
Seperangkat instrumen SSA (Spectra AA, Agilent) Milipore
Hot plate

2. Bahan Sampel air


Akuademineralisata
Fe standard solution (Agilent) 1000 ppm

C. Cara Kerja
Pembuatan seri larutan baku Fe
Pembuatan larutan stok Fe (25 µg/mL)
Fe standard solution (Agilent) 1000 μg/mL dipipet 0,625 mL dimasukkan ke dalam
labu takar 25 mL. Diencerkan dengan aquademineralisata hingga batas tanda.

Pembuatan seri larutan baku


Larutan stok Fe dipipet masing-masing 1, 2, 3, 4, dan 5 mL ke dalam lima labu takar
25 mL berbeda. Diencerkan dengan aquademineralisata hingga batas tanda.
Diperoleh seri larutan baku dengan konsentrasi 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 dan 5,0 µg/mL.
Penyiapan sampel air
Sampel air yang tersedia dipipet 5,0 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu takar
50 mL. Dilarutkan dengan akuademineralisata hingga batas tanda.

Pengukuran absorbansi Fe
Baku
Semua larutan disaring terlebih dahulu menggunakan milipore sebelum diukur pada
sistem SSA. Absorbansi masing-masing seri larutan baku diukur lalu dibuat kurva
hubungan antara konsentrasi (sumbu x) dan intensitas absorbansi (sumbu y).
Sampel
Semua larutan disaring terlebih dahulu menggunakan milipore sebelum diukur
pada sistem SSA. Sampel air yang telah dipersiapkan diukur serapannya
secara SSA. Nilai kadar Fe ditetapkan berdasarkan persamaan kurva baku yang
dihasilkan. Dilakukan replikasi tiga kali.
JADWAL PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS
SEMESTER GASAL 2023/2024
Minggu ke Acara Pelaksanaan
I (28 Agustus – 1 September 2023) Asistensi
II (4 – 8 September 2023) Diskusi awal materi I -IV
III (11 – 15 September 2023) Latihan Kualitatif Minggu I Semua Kelompok (1 golongan dibagi 8 kelompok, kecuali untuk kualitatif).
IV (18 – 22 September 2023) Latihan Kualitatif Minggu II Kualitatif dilaksanakan individu
V (25 – 29 September 2023) Kecuali 28 September 2023 Kuantitatif Minggu I
VI (2 – 6 Oktober 2023) Kuantitatif Minggu II (Catatan Lab yang digunakan yaitu KA, KAI dan *Analisa Pusat).
VII (9 – 13 Oktober 2023) Kuantitatif Minggu III * Lab digunakan untuk praktikum tentang AAS dan spektro UV
VIII (UTS S1) Diskusi Materi V-VIII
IX (23 -27 Oktober 2023) Kuantitatif Minggu IV
X (30 Oktober – 3 November 2023) Kuantitatif Minggu V
XI (6 -10 November 2023) Kuantitatif Minggu VI
XII (13 – 17 November 2023) Kuantitatif Minggu VII
XIII (20 – 27 November 2023) Kuantitatif Minggu VIII
XIV (27 – 1 Desember 2023) Responsi OSCE
XV (4 – 8 Desember 2023) Responsi OSCE
XVI (Responsi UAS sesuai kalender) Responsi CBT

No. NAMA ASISTEN NIM NAMA DOSEN JADWAL JAGA


1 Chatarina Hikari Sekaranjani Adriandari 218114216 Golongan A 1
2 Hanna C.C Taunu 218114220 Dr. Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. Senin 11.00 – 14.00 WIB
3 Stefani Setialie 218114197
4 Stefanus Dicky Rukmana 208114059 Golongan A 2
5 Andrian Delva Putra 208114182 Yovi Guanse, S.Farm. Selasa 13.00 – 16.00 WIB
6 Felisita Hanna Yogastera 208114060
7 Delicia Noviachen 218114192 Golongan B 1
8 Alicia Caroline Maspaitella 218114171 apt. Michael Raharja Gani, M.Farm. Rabu 11.00 – 14.00 WIB
9 Edwin Paberu Balik 218114148
10 Syavitha Purry Wicaksono 218114179 Golongan B 2
11 Oda Bintang Nagoyasto 208114092 Stephanus Satria Wira Waskita, M.Sc. Rabu 14.00 – 17.00 WIB
12 Julyus Jason Mark 218114040
13 Herluin Sekar Krisantia 218114020 Golongan C 1
14 Devina Nurwanto 218114017 Marcelina Handoyo, S.Farm Kamis 11.00 – 14.00 WIB
15 Paskal Mirakel Grantiawan 208114134
16 Jonathan Edward Oktavinzo 218114052 Golongan C 2
17 Ni Putu Dewi Meliani 208114082 Prof Dr. apt. Sri Noegrohati Kamis 14.00 – 17.00 WIB
18 Bonaventura Alan Davis Permana 218114032
19 Levani Angelica 208114113 Golongan D 1
20 Sebastian Vito Pujo Prakoso 208114020 Marcelina Handoyo, S.Farm Jumat 08.00 – 11.00 WIB
21 Agnes Benita Putri 208114034
22 Diajeng Ayu Prameswari 218114151 Golongan D 2
23 Kresentia Ayu Kusuma Wardhani 218114164 Yovi Guanse, S.Farm Selasa 08.00 – 11.00 WIB
24 Kresensia Laras Pramesthi 218114147
PEMBAGIAN MATERI DAN JADWAL MINGGUAN

Minggu 1 Kelompok 1 Minggu 5 Kelompok 1 Titrasi dengan senyawa As Salisilat Lab KA


Kelompok 2 Kelompok 2 Titrasi dengan senyawa Sulfadimidin Lab KA
Kelompok 3 Kelompok 3 Spektro dengan senyawa Riboflavin Lab KAI
Kelompok 4 Asistensi Lab KA Kelompok 4 Spektro dengan senyawa Sianokobalamin Lab KAI

Minggu 2 Kelompok 1 Minggu 6 Kelompok 1 Titrasi dengan senyawa Sulfadimidin Lab KA


Kelompok 2 Kelompok 2 Titrasi dengan senyawa As Salisilat Lab KA
Kelompok 3 Kelompok 3 Spektro dengan senyawa Sianokobalamin Lab KAI
Kelompok 4 Diskusi Awal Materi Lab KA Kelompok 4 Spektro dengan senyawa Riboflavin Lab KAI

Minggu 3 Kelompok 1 Minggu 7 Kelompok 1 Spektro dengan senyawa Riboflavin Lab KAI
Kelompok 2 Kelompok 2 Spektro dengan senyawa Sianokobalamin Lab KAI
Kelompok 3 Kelompok 3 Titrasi dengan senyawa As Salisilat Lab KA
Kelompok 4 Latihan Kualitatif 1 Lab KA Kelompok 4 Titrasi dengan senyawa Sulfadimidin Lab KA

Minggu 4 Kelompok 1 Minggu 8 Kelompok 1


Kelompok 2 Kelompok 2
Kelompok 3 Kelompok 3
Kelompok 4 Latihan Kualitatif 2 Lab KA Kelompok 4 Diskusi Materi V-VIII Lab KA
Minggu 9 Kelompok 1 Spektro dengan senyawa Sianokobalamin Lab KAI Minggu 13 Kelompok 1 Spektro dengan senyawa As Salisilat Lab Analisa Pusat
Kelompok 2 Spektro dengan senyawa Riboflavin Lab KAI Kelompok 2 Spektro dengan senyawa Besi Lab Analisa Pusat
Kelompok 3 Titrasi dengan senyawa Sulfadimidin Lab KA Kelompok 3 Titrasi dengan senyawa Vitamin C Lab KA
Kelompok 4 Titrasi dengan senyawa As Salisilat Lab KA Kelompok 4 Titrasi dengan senyawa Sulfadiazine Lab KA

Minggu 10 Kelompok 1 Titrasi dengan senyawa Sulfadiazine Lab KA Minggu 14 Kelompok 1


Kelompok 2 Titrasi dengan senyawa Vitamin C Lab KA Kelompok 2
Kelompok 3 Spektro dengan senyawa Besi Lab Analisa Pusat Kelompok 3
Kelompok 4 Spektro dengan senyawa As Salisilat Lab Analisa Pusat Kelompok 4 Responsi OSCE Lab KA

Minggu 11 Kelompok 1 Titrasi dengan senyawa Vitamin C Lab KA Minggu 15 Kelompok 1


Kelompok 2 Titrasi dengan senyawa Sulfadiazine Lab KA Kelompok 2
Kelompok 3 Spektro dengan senyawa As Salisilat Lab Analisa Pusat Kelompok 3
Kelompok 4 Spektro dengan senyawa Besi Lab Analisa Pusat Kelompok 4 Responsi OSCE Lab KA

Minggu 12 Kelompok 1 Spektro dengan senyawa Besi Lab Analisa Pusat Minggu 16 Kelompok 1
Kelompok 2 Spektro dengan senyawa As Salisilat Lab Analisa Pusat Kelompok 2
Kelompok 3 Titrasi dengan senyawa Sulfadiazine Lab KA Kelompok 3
Kelompok 4 Titrasi dengan senyawa Vitamin C Lab KA Kelompok 4 Responsi CBT Lab KA

Anda mungkin juga menyukai