Anda di halaman 1dari 32

MODUL PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK

Oleh:
Tim Praktikum Kimia Organik

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016
KESELAMATAN KERJA

DI DALAM LABORATORIUM

Bekerja dalam laboratorium kimia yang menyebabkan kontak langsung


dengan bahan-bahan kimia, mengandung risiko berupa bahaya terhadap
keselamatan kerja. Pada umumnya risiko bahaya akan menjadi suatu kenyataan
kecelaakaan dalam bekerja di laboratorium sebagai akibat sikap dan tingkah laku
para pekerja atau praktikan. Misalnya: lalai atau enggan memakai alat pelindung
diri, salah mengambil reagen dalam praktikum dll. Oleh karena itu untuk
membangun dan mengelola kondisi keselamatan kerja di dalam laboratorium
dibutuhkan karyawan yang sering disebut sebagai ”laboran”.
Karyawan yang bekerja mengelola praktikum atau “laboran”memerlikan
pelatihan atau kursus untuk menambah pengetahuan tentang cara bekerja dalam
laboratorium berikut pengetahuan tentang sifat masing-masing bahan kimia.
Disamping ituseorang laboran harus tahu tentang tindakan yang harus dilakukan
bila terjadi bahaya atau kecelakaan.
Pengelolaan suatu praktikum yang terkait dengan matakuliah dilakukan
koordinasi antara karyawan/laboran, dosen dan asisten praktikum dengan seorang
dosen sebagai coordinator. Kerjasam yang baik dari setiap individu yang bekerja di
laboratorium adalah hal yang sangat penting demi keselamatan tercapainya tujuan
suatu mata kuliah (praktikum).

Sumber-sumber bahaya dalam laboratorium kimia:


Secara garis besar , sumber-sumber bahaya dalam laboratorium kimia dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1. Bahan-bahan kimia berbahaya: perlu dikenal jenis, sifat, cara penanganan dan
penyimpanannya. Misalnya bahan kimia beracun, mudah terbakar, eksplosif
dan sebagainya.
2. Teknik percobaan: meliputi pencampuran bahan, destilasi, ekstraksi, reaksi
kimia, dsbnya.
3. Sarana laboratorium: meliputi saluran air, listrik, alat pemadam kebakaran,
dsbnya.
Ketiga sumber tersebut saling terkait satu dengan yang lain, tetapi potensi bahaya
terletak pada keunikan sifat bahan kimia yang digunakan.
Bahan-bahan kimia pada umumnya diklasifikasikan berdasar pada sifat
dasar bahaya yang mungkin timbul.

2
1. Bahan Kimia Beracun (Toxic Subtances), pada dasarnya semua bahan kimia
adalah beracun tetapi hal ini sangat bergantung pada jumlah zat tersebut yang
masuk ke dalam tubuh. Demikian halnya dengan obat, baru bermanfaat bagi
tubuh pada dosis tertentu dan akan menjadi berbahaya apabila diberikan pada
dosis berlebih. Contohnya: benzene, fenol,asam sianida, dioksan, gas klor, gas
SO2, gas CO, tetra klor, dll.
2. Bahan Kimia Korosif/Iritant (Corrosive Subtance), yakni bahan/zat yang dapat
menimbulkan kerusakan berupa rangsangan/iritasi dan peradangan pada kulit,
mata dan saluran pernapasan. Contohnya: hamper semua asam dan basa,
petroleum, karbondisulfida, gas klor, ozon dll.
3. Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable Subtance), adalah bahan yang
mudah terbakar dengan oksigen, tetapi bila suhu tidak cukup maka proses
kebakaran tidak terjadi. Demikian pula bila ada bahan dan panas, tetapi oksigen
tidak cukup maka kebakaran juga tidak terjadi. Masalahnya dalam
laaboratorium ada banyak oksigen dan tidak dapat ditiadakan sehingga harus
diupayakan bekerja dengan hati-hati untuk menghindarkan terjadinya
kebakaran. Contohnya; hidrida logam, eter, alcohol, benzene, aseton, gas
hydrogen, asetilen dll.
4. Bahan Kimia Mudah Meledak/Eksplosif (Explosive Subtances), bahan kimia
reaktif atau tidak stabil dapat bersifat mudah meledak atau eksplosif. Pada
umumnyapeledakan terjadi karena adanya reaksi kimia yang berlangsung
sangat cepat dengan menghasilkan panas dan gas dalam jumlah relative besar.
Faktor-faktor yang sering menyebabkan peledakan atau eksplosif antara lain:
suhu penyimpanan,benturan atau gesekan, kelembapan, listrik dll. Contohnya:
ammonium nitrat bila kena benzene, ammonium perklorat, nitrogliserin,
trinitrotoluene (TNT) dll.
5. Bahan Kimia Oksidator (Oxidising Agent), adalah bahan/zat kimia yang dapat
menghasilkan oksigen dalam reaksinya atau bahan yang dapat mengoksidasi
bila bersentuhan dengan zat lain. Contohnya: kalium permanganate, perklorat,
dikromat, periodat, persulfat, hydrogen peroksida, peroksida organic dll.
6. Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Reactive Subtance) adalah bahan
kimia yang mudah bereaksi dengan air menghasilkan panas atau gas yang
mudah terbakar. Contohnya: logam-logam natrium, kalium, kalsium, boron,
triklorida, dll.
Terpaparnya seseorang dengan bahan kimia yang berbahaya atau yang
sering disebut dengan keracunan merupakan kecelakaan yang sering terjadi dalam
laboratorium. Pada umumnya disebabkan oleh masuknya bahan kimia ke dlaam

3
tubuh melalui saluran pernapasan atau lewat kulit. Sedangkan masuknya bahan
kimia melalui mulut amat jarang terjadi.

 Keracunan melalui pernapasan


Bahan/zat kimia yang mempunyai uap berbahaya harus diletakkan pada
tempat yang tertutup di almari asam karena uapnya bisa terhirup orang yang ada
dalam laboratorium. Gas-gas seperti gas klor, asam klorida, sulfur dioksida,
formaldehid dan ammonia adalah gas yang mempunyai bau spesifik dan dapat
menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan. Demikian pula uap kloroform,
benzene, hidrokarbon terhalogenasi, dan karbon disulfide dapat tercium baunya.
Sebaliknya gas-gas karbon monoksida, metil klorida dan air raksa sangat
berbahaya karena tidak tercium baunya. Gas karbon monoksida, hidrogen sulfide
dan hidrogen sianida dapat menghilangkan kesadaran dan mematikan.
Pertolongan pertama pada keracunan gas-gas seperti di atas, yakni segera
memindahkan korban ke tempat yang mempunyai udara segar. Apabila keracunan
terjadi pada ruangan tertutup atau oleh gas beracun dengan konsentrasi tinggi,
maka penolong hendaknya memakai pelindung pernapasan yang dilengkapi dengan
oksigen. Harus dihindarkan pemberian bahan penetral atau obat melalui mulut
terlebih pada korban yang tidak sadar. Apabila keracuna dirasa berat maka segera
korban dibawa ke dokter.

 Keracunan melalui kulit


Bahan/zat kimia tertentu mempunyai sifat dapat melarutkan lemak, seperti
halnya hamper semua pelarut organik. Kulit dapat mengalami keruskan akibat
larutnya lemak dibawah kulit oleh pelarut organikatau kerusakan jaringan kulit
yang disebabkan oleh asam-asam kuat. Keracunan sistemik dapat terjadi karena
adsorpsi zat kimia ke dalam tubuh melalui kulit akibat kontak langsungdengan
bahan/zat kimia seperti nitrobenzene, sianida, fenol,arsentriklorida dll.
Pertolongan pertama yang harus dilakukan yakni dengan mengambil
bahan/zat kimia tersebut dari permukaan kulit. Hal ini dapat dilakukan dengan
menyiram/mencuci dengan air sebanyak-banyaknya, baik untuk zat yang larut
maupun tidak larut dengan air. Pakaian yang terkena zat kimia harus segera
dilepas. Pendapat seperti: senyawa basa diberikan bagi yang terkena asam dan
alcohol bagi yang terkena fenol atau sebaliknya adalah TIDAK BENAR sehingga
tidak boleh dilakukan sebagai pertolongan pertama. Hanya dokter yang boleh
memberikan pertolongan.

4
 Keracunan melalui mulut (Tertelan)
Keracunan melalui mulut atau tertelan jarang sekali terjadi, kecuali
kontaminasi makanan atau minuman dan kesalahan dalam pengambilan bahan/zat
kimia. Untuk mencegah terjadinya keracunan melalui mulut maka perlu dijaga
kebersihan ruang makan/minum di laboratorium dan hati-hati dalam penanganan
bahan/zat beracun.
Pertolongan pertama yang dilakukan apabila korban muntah-munttah
adalah memberi banyak minum dengan air hangta. Hal ini dimaksudkan agar
korban banyak muntah dan mengencerkan racun dalam perut. Bila korban tidak
muntah, maka perlu diberikan minum segelas larutan air garam (dua sendok teh
garam dapur dalam satu gelas air) agar yang bersangkutan bias muntah. Jika
korban masih belum bisa muntah, maka dimasukkan jari atau kertas ke dalam
tenggorokan agar bisa muntah. Hal ini dimaksudkan untuk mengambil bahan/zat
beracun secepat mungkin sebelum terserap oleh usus. Semua usaha untuk
memuntahkan korban tidak boleh dilakukan bila yang tertelan adalah pelarut
petroleum atau hidrokarbon terhalogenasi. Bila korban pingsan tidak sadarkan diri,
maka pemberian sesuatu melalui mulut tidak diperkenankan dan pengobatan
selanjutnya diberikan oleh dokter.

5
PERATURAN TATA TERTIB

1. Setiap peserta praktikum harus hadir tepat pada waktu yang telah ditentukan,
keterlambatan ≥10 menit dari waktu tersebut dapat mengakibatkan ditolaknya
peserta untuk menikuti praktikum pada hari yang bersangkutan.
2. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat dari bahan kimia
selama mengikuti praktikum, peserta diwajibkan mengenakan jas praktikum
berwarna putih yang bersih.
3. Setiap peserta praktimum bertanggung jawab pada ketertiban dan kebersihan
laboratorium.
4. Selama mengikuti praktikum, peserta praktikum wajib berlaku sopan, tidak
bercanda / senda gurau, tidak merokok / makan / minum dalam laboratorium,
dan tidak melakukan hal-hal yang dapat mengganggu kegiatan praktikum.
5. Setiap peserta ppraktikum harus memperhatikan tentang kemungkinan
kontaminasi reagensia yang digunakan. Oleh karena itu, pengembalian
reagensia ke dalam botol asal sedapat mungkin dihindari. Tutuplah segera
botol dan perhatikan agar tutup botol tidak tertukar dengan yang lain.
6. Setelah menyelesaikan suatu acara praktikum, setiap peserta harus
mengembalikan semua peralatan yang digunakan dalam keadaan bersih dan
kering. Kerusakan peralatan yang terjadi selama praktikum adalah tanggung
jawab perserta.
7. Apabila karena sesuatu hal tidak dapat mengikuti suatu acara praktikum,
peserta dapat mengajukan permohonan ijin kepada Koordinator Praktikum
untuk mengikuti praktikum pada kelompok lain. Ijin akan diberikan apabila
permohonan disertai dengan bukti yang relevan dan layak untuk
dipertimbangkan.
8. Hal-hal yang belum tertuang dalam peraturan dan tata tertib akan diatur lebih
lanjut.

6
Percobaan I
Pemakaian Software Kimia Komputasi

Molecular docking atau penambatan molekul adalah sebuah metode komputasi


yang ditujukan untuk meniru peristiwa interaksi suatu molekul ligan (obat) dengan
protein yang menjadi targetnya (reseptor) pada uji in vitro (Motiejunas and Wade,
2006). Secara bahasa, molecular docking terdiri dari dua kata yaitu molecular yang
berarti molekuler, dan docking yang berarti penambatan. Ligan (obat) biasanya berupa
molekul kecil, senyawa ekstrak tumbuhan, atau senyawa sintesis yang diprediksi
memiliki aktivitas farmakologis. Sedangan reseptor berupa rangkaian susunan asam
amino protein, atau dapat pula berupa DNA atau RNA yang terdapat dalam sel tubuh.
Syarat pertama untuk melakukan docking adalah tersedianya struktur
protein dan ligan yang diinginkan. Biasanya struktur telah ditentukan dengan
menggunakan teknik biofisik seperti kristalografi sinar-x, atau spektroskopi NMR,
kemudian disimpan dalam Protein Data Bank. Sedangkan untuk ligan yang akan
digunakan dapat dibuat dengan software menggambar kimia
seperti Chemdraw atau Marvinsketch. Struktur protein dan basis data ligan yang
potensial ini berfungsi sebagai input untuk program docking.
Proses yang terjadi dalam molecular docking adalah ligan akan ditempelkan
pada sisi aktif atau tambat dari suatu protein yang diam (static), dengan menyertakan
molekul ko-faktor dan H2O di dalamnya atau tidak. Dari sini, diperoleh data mengenai
posisi dan orientasi ligan-ligan itu di dalam situs aktif atau situs tambat tersebut, dan
dapat disimpulkan gugus-gugus fungsional ligan yang penting untuk interaksinya yang
tidak boleh dihilangkan, dan gugus-gugus fungsional yang dapat ditingkatkan kekuatan
interaksinya.
Interaksi ligan dengan reseptor terjadi apabila terjadi kecocokan antara bentuk
dan volume antara ligan dan reseptor (Motiejunas and Wade, 2006). Selain itu, gugus-
gugus fungsional pada ligan harus berada pada posisi yang tepat dari asam amino yang
menjadi pasangannya pada sisi aktif atau tambat (Schneider and Baringhaus, 2008).
Sehingga di antara molekul ligan dan sisi tambat protein dapat digambarkan sebagai
kecocokan lubang kunci dengan anak kuncinya (lock-and-key).

7
Gambar 1 : Gambaran proses molecular docking
(A) Gambaran tiga dimensi struktur ligan; (B) Struktur tiga dimensi reseptor; (C) Ligan
mendekati daerah ikatan dari reseptor, dan terjadi konformasi; (D) Ikatan konformasi
dan interaksi intermolekuler yang sesuai teridentifikasi. Ligan (warna pink), dan situs
aktif (warna biru) ditunjukkan telah melekat. Air ditunjukkan oleh daerah putih, dan
interaksi hidrogen ditunjukkan melalui garis putus-putus.
Proses menuju kecocokan antara ligand an reseptor, situs aktif atau situs tambat
menginduksi pengubahan konformasi ligan (Foloppe and Chen, 2009; Motiejunas and
Wade, 2006). Bersama dengan pengubahan konformasi tersebut, dibebaskan sejumlah
energi yang dinamakan energi Gibbs penambatan (∆Gbind) (Schneider and Baringhaus,
2008). Nilai energi bebas Gibbs yang kecil menunjukkan bahwa konformasi yang
terbentuk adalah stabil, sedangkan nilai energi bebas Gibbs yang besar menunjukkan
kurang stabilnya kompleks yang terbentuk. Semakin negatif nilai yang dihasilkan, maka
semakin baik afinitas kompleks ligan-protein, sehingga diharapkan aktivitasnya pun
semakin baik.
Jika terjadi kecocokan, maka konformasi dari ligan disebut konformasi bioaktif.
(Schneider and Baringhaus, 2008). Sedangkan rangkaian posisi gugus fungsional yang
penting dari ligan pada konformasi bioaktif disebut farmakofor (Alvarez and Shoichet,
2005) (lie).

8
Cara kerja :
A. Menggambar senyawa di Arguslab
1. Arguslab dibuka, ikon create new molecule diklik (warna hijau)

2. Untuk mulai menggambar, ikon builder tool kit diklik (warna merah). Sehingga
akan muncul tabel seperti gambar di bawah.

3. Untuk menambahkan atom / rings / asam amino, ikon add atoms diklik (warna
kuning), kemudian kursor diletakkan di bagian gambar kerja (layar hitam), pada
layar diklik kanan maka akan muncul atom yang sudah dipilih.
4. Untuk menghubungkan antar atom, ikon automatic bonds, kemudian atom yang
akan dihubungkan diklik.
5. Untuk mengganti geometri dan hibridisasi dari atom yang sudah digambar,
diklik kanan pada atom yang akan diganti, change atom.

9
\

6. Untuk mengubah jenis ikatan, diklik kanan pada ikatan yang akan diganti,
kemudian dipilih jenis ikatan yang sesuai.

7. Untuk menambahkan atom hydrogen, diklik ikon add hydrogen. Akan


ditambahkan atom hydrogen di setiap tempat yang memilikinya. Untuk
menghapus atom hydrogen, diklik ikon delete hydrogen.
8. Untuk menghapus ikatan, diklik pada bagian ikatan yang akan dihapus, diklik
kanan kemudian delete bond.
9. Untuk mengukur jarak antar dua atom, diklik dua atom yang akan diukur (tahan
Ctrl) kemudian klik ikon display the distance between two atoms.

10
10. Untuk mengukur sudut antara atom, dipilih tiga atom yang membentuk sudut
(atom diklik, dan tahan tombol Ctrl), kemudian klik ikon display the angle
between 3 atoms.

B. Melakukan molecular docking di Arguslab


1. Protein ligan yang hendak digunakan didownload melalui situs (www.rcsb.org).
Kode protein ‘6COX’ diketikkan pada search field. Setelah muncul hasil diklik
download file, dan dipilih PDB File (Text).
2. File yang sudah didownload dibuka pada program Arguslab.
3. Ikon Molecule Tree View diklik, bagian Residues diklik, kemudian Misc diklik,
jenis dengan tipe ‘NAG” didelete sehingga tersisa 701 S58 dan 1139 S58. Kedua
jenis ini merupakan bagian yang akan dipakai.
4. Pada bagian tree view, 701 S58 diklik kiri kemudian akan muncul bagian yang
ditunjukkan dengan warna kuning.
5. Menu edit diklik, kemudian dipilih hide unselected menu, sehingga yang akan
ditampilkan hanya bagian dari 701 S58.
6. Untuk membuat tampilan menjadi di tengah, diklik view kemudian center
molecule.
7. Untuk memunculkan atom hydrogen, klik ikon add hydrogen.
8. 701 S58 diklik kanan dan pilih make ligand from this residue. Maka pada bagian
groups akan muncul 1 S58 yang merupakan ligan.
9. Residu yang sudah dipilih (701 S58) dicopy dan dipaste, dan akan muncul nama
1140 S58 (bisa berbeda). Ini merupakan hasil konformasi dari ligan yang
nantinya akan ditambatkan pada binding site.

11
10. Grup ligan kembali dibuat, dengan cara 1140 S58 diklik kanan dan dipilih make
ligand from this residue. Maka sekarang akan muncul dua grup ligan dengan
nama 1 S58 dan 2 S58.
11. Nama grup diganti, grup 1 S58 diberi nama ligand x-ray dan 2 S58 diberi nama
ligand. Dengan cara pada grup yang dipilih diklik kanan, kemudian diklik
modify, dan nama diganti. Dipastikan group type tetap Ligand.
12. Untuk memudahkan membedakan dua ligan pada lembar kerja, dapat dilakukan
hal yang berbeda, dengan diubahnya salah satu grup (1 ligand x-ray) menjadi
rendering style. Pada nama grup diklik kanan, kemudian pilih Set Render Mode,
dan pilih Cylinder Med.
13. Binding site dibuat pada grup 1 S58, dengan cara grup 1 S58 diklik kanan,
dipilih Make a Bindingsite Group for this Group. Hal ini akan menghasilkan
binding site yang terdiri dari semua residu dengan jarak 3,5 Angstoms dari atom
tersebut.
14. Dilakukan docking dengan cara diklik manu calculation, dipilih dock a ligand
sehingga muncul tampilan seperti berikut.

15. Dipilih ligand pada kotak Ligand. Pada Binding Site dipilih ligand x-ray binding
site. Calculation Size diklik, sehingga docking box akan disesuaikan dan
ditampilkan pada layar. Pada docking engine hanya dipilih Argusdock. Pada
calculation type dipilih dock. Pada Ligand dipilih flexible.
16. Kemudian tombol Start diklik, dan akan dilakukan proses docking.
17. Hasil yang akan muncul menunjukkan angka delta Gibs, dimana semakin negatif
angkanya maka ikatan terjadi semakin kuat.

12
18. Pada Tree View diklik pada bagian calculation dan akan muncul beberapa pose
dengan angka delta Gibs. Dipilih pose 1, diklik kanan, kemudian display. Maka
akan muncul posisi ligan beserta dengan keterangan angka delta Gibs.
19. Dilakukan analisa RMSD dengan cara pada tree view pilih ligand dan ligand x-
ray (salah satu diklik, kemudian ditahan Ctrl dan diklik yang akan dipilih
berikutnya).
20. Pada folder groups diklik kanan, kemudian pilih calculation RMSD between two
similar groups. Kotak informasi akan menunjukkan angka RMSD (hasil yang
dapat diterima adalah <2,5)

C. Melakukan docking dengan senyawa yang diinginkan


1. Setelah melakukan proses docking dengan senyawa yang didownload dilakukan
penghapusan (delete) ligan yang asli. Dengan cara 701 S58 diklik kanan, dipilih
delete.
2. Diklik menu calculation, dipilih docking a database. Kemudian Pada box ligand
datasource diklik get ligands lalu pilih file senyawa yang sudah digambar
sebelumnya (simpan dalam extension .sdf). Pada bagian binding site dipilih
6cox: ligand x-ray binding site. Diklik calculation size, kemudian pada bagian
docking engine dipastikan hanya Argusdock yang dipilih, pada calculation type
hanya dock, dan pada ligand dipilih flexible. Kemudian diklik tombol Start.
3. Pada Tree View diklik pada bagian calculation dan akan muncul beberapa pose
dengan angka delta Gibs. Dipilih pose 1, diklik kanan, kemudian display. Maka
akan muncul posisi ligan beserta dengan keterangan angka delta Gibs.
4. Dilakukan analisa RMSD dengan cara pada tree view pilih ligand dan ligand x-
ray (salah satu diklik, kemudian ditahan Ctrl dan diklik yang akan dipilih
berikutnya).
5. Pada folder groups diklik kanan, kemudian pilih calculation RMSD between two
similar groups. Kotak informasi akan menunjukkan angka RMSD (hasil yang
dapat diterima adalah <2,5)

13
Tempat mengerjakan:
Dalam membahas jangan cerita cara kerja lagi. Tapi membahas hasil yang
diperoleh dan alasannya atau penjelasan tentang hasil yang diperoleh.

14
PERCOBAAN II
Pentingnya Cincin β-laktam Terhadap Aktivitas Antibakteri Amoksisilin
Hidrolisis Cincin β-laktam Amoksisilin

Cincin β-laktam merupakan bagian yang penting untuk aktivitas antibakteri


antibiotik golongan β-laktam (gambar 2). Salah satu contoh antibiotik golongan β-
laktam yang akan kita gunakan dalam praktikum ini adalah amoksisilin (gambar 3).
Gugus karbonil pada cincin β-laktam merupakan sasaran dari serangan substitusi
nukleofilik serin dari enzim transpeptidase. Enzim transpeptidase dapat menyerang
cincin β-laktam dan memutusnya dengan cara yang sama seperti ketika memutus
peptida D-Ala-D-Ala dari bakteri. Struktur amoksisilin yang berbentuk siklik sehingga
molekul tidak pecah menjadi dua dan tidak mempunyai sisi aktif lagi. Struktur
amoksisilin yang besar sehingga menutup rantai pentaglisin atau air untuk
menghidrolisis ikatan ester antara amoksisilin dengan enzim transpeptidase (gambar 4)
(Patrick, 2013). Antibiotik amoksisilin dapat membunuh bakteri dengan menghambat
proses pembentukan dinding sel bakteri melalui mekanisme penghambatan cross-
linking.

Gambar 2. Bagian penting dari antibiotik golongan β-laktam

Gambar 3. Struktur Amoksisilin

15
Gambar 4. Mekanisme transpeptidase cross-linking pada bakteri tanpa adanya antibiotik (A) dan
mekanisme penghambatan cross linking dengan adanya antibiotik golongan β-laktam (Amoksisilin,
penisilin)

Pada praktikum ini akan dibuktikan peran pentingnya cincin β-laktam


amoksisilin untuk memberikan aktivitas antibakteri. Cincin β-laktam merupakan suatu
golongan amida siklik dan dapat dipecah dengan cara hidrolisis baik dengan katalis
asam maupun dengan katalis basa (McMurry, 2008).
Metode Penelitian:
Alat:
Erlenmeyer 100 mL, beker glass, seperangkat alat gelas, termometer, waterbath.
Bahan:
Amoksisilin, etanol (Merck, p.a.), akuades, natrium hidroksida (Merck, p.a.), asam
klorida (Merck, p.a.), kertas saring.
Cara Kerja:
1. Hidrolisis Amoksisilin dengan katalis basa NaOH
Amoksisilin 50 mG (0,137 mmol) dimasukkan kedalam erlenmeyer. Larutan
NaOH 1% 5 mL dan aquades 5 mL ditambahkan dalam erlenmeyer tersebut dan
dipanaskan pada suhu 70OC selama 1 jam. 1N HCl ditambahkan sampai pH
asam dan terbentuk endapan. Endapan disaring dan dikeringkan.

16
2. Analisis kualitatif senyawa hasil hidrolisis
a. Uji organoleptis (bentuk, warna, bau)
b. Uji jarak lebur
Senyawa hasil sintesis dihaluskan dan dimasukkan dalam pipa kapiler sampai
tanda. Pipa kapiler dimasukkan ke dalam melting point apparatus. Suhu saat
senyawa mulai melebur dan saat semua senyawa telah melebur semua dicatat.
3. Senyawa dikatakan murni jika jarak leburnya tidak lebih dari 2OC.

Rendemen =

4. Uji aktivitas anti bakteri


Senyawa tersebut diuji di laboratorium mikrobiologi pada percobaan penentuan
aktivitas antimikroba.

Tempat mengerjakan:
Dalam membahas jangan cerita cara kerja lagi. Tapi membahas hasil yang
diperoleh dan alasannya atau penjelasan tentang hasil yang diperoleh. Mekanisme
reaksi harus dibuat dengan jelas!!

17
Tempat mengerjakan:
Dalam membahas jangan cerita cara kerja lagi. Tapi membahas hasil yang
diperoleh dan alasannya atau penjelasan tentang hasil yang diperoleh. Mekanisme
reaksi harus dibuat dengan jelas!!

18
PERCOBAAN III
Modifikasi Struktur Untuk Peningkatan Bioavaibilitas Obat
Sintesis DI-NATRIUM KURKUMINAT

Kurkumin merupakan senyawa alam yang berasal dari rhizoma tanaman


Curcuma longa L, Curcuma domestika Val, maupun Curcuma xanthorrhiza Roxb,
familia zingiberacae, dengan struktur β-diketon tersubstitusi yang simetris, dimana
gugus karbonilnya terkonjugasi oleh cincin aromatik yang tersubstitusi para dengan
gugus hidroksi (gambar 5).

Gambar 5. Struktur kurkumin


Kurkumin mempunyai berbagai aktivitas antara lain: antioksidan,
antiinflamasi, antimikroba, antikarsinogen, hepatoprotektif, nefroprotektif, penekan
thrombosis, myocardial infarction protective, hipoglikemik, antirematik (Anand et al.,
2007). Berbagai macam aktivitas yang dimiliki oleh kurkumin sehingga mendorong
para peneliti untuk meniliti lebih lanjut. Adanya kelemahan utama yang dimiliki oleh
kurkumin yaitu bioavaibilitasnya yang rendah. Bioavaibilitas kurkumin yang rendah ini
salah satunya diakibatkan oleh kelarutan kurkumin yang rendah pada air (0,0004 mg/L).
Bioavaibilitas kurkumin pada pemakaian peroral pada tikus sebesar 1% (Yang et al.,
2007).
Pada praktikum ini akan dilakukan modifikasi pada struktur kurkumin menjadi
bentuk garamnya yaitu senyawa dinatrium kurkuminat yang merupakan salah satu
derivatnya. Modifikasi menjadi dinatrium kurkuminat yang merupakan suatu garam
adalah untuk meningkatkan kelarutan dari kurkumin. Meningkatnya kelarutan senyawa
dinatrium kurkuminat akan membuatnya mudah menembus membran sel sehingga

19
bioavaibilitasnya akan meningkat dan memberikan efek yang lebih baik dibanding
kurkumin.
Sintesis dinatrium kurkuminat didasarkan pada reaksi asam-basa. Kurkumin
yang mempunyai gugus –OH fenolik akan bersifat asam sebagai penyumbang ion H+
sedangkan NaOH akan berfungsi sebagai basa sebagai penyumbang ion -OH. Sintesis
dilakukan dengan metode solid phase synthesis.
Metode Penelitian:
Alat:
Mortir, stamper, seperangkat alat gelas, waterbath.
Bahan:
Kurkumin, etanol (Merck, p.a.), akuades, natrium hidroksida (Merck, p.a.), kertas
saring.
Cara Kerja:
1. Pembuatan larutan NaOH-etanolik 10% (b/v)
2. Sintesis senyawa dinatrium kurkuminat
Kurkumin 5g (0,014 mol) di masukkan dalam mortir. NaOH-etanolik 10% 11,2
mL ditambahkan sedikit demi sedikit dan sambil diaduk sampai terjadi
perubahan warna dan mengental (sampai kering).
3. Rekristalisasi
Senyawa hasil sintesis ditambah dengan etanol panas (etanol dipanaskan di
atas waterbath sampai mendidih) sedikit demi sedkit sampai semua senyawa
larut. Larutan didinginkan tahap demi tahap (tidak boleh langsung shock
cooling), setelah sesuai dengan suhu ruangan dimasukkan dalam icebath sampai
terbentuk kristal yang optimal. Kristal dikeringkan dan dihitung rendemennya.

Rendemen =

4. Analisis kualitatif senyawa hasil hidrolisis


a. Uji organoleptis (bentuk, warna, bau)
b. Uji warna dengan FeCl3
c. Uji kelarutan (sesuai Farmakope Indonesia V)
5. Uji aktivitas antiinflamasi
Sesuai dengan prosedur pada praktikum farmakologi dan toksikologi

20
Tempat mengerjakan:
Dalam membahas jangan cerita cara kerja lagi. Tapi membahas hasil yang
diperoleh dan alasannya atau penjelasan tentang hasil yang diperoleh. Mekanisme
reaksi harus dibuat dengan jelas!!

21
Tempat mengerjakan:

22
PERCOBAAN IV
Pengaruh Gugus Hidroksi Fenolik Terhadap Aktivitas Antioksidan
Sintesis Diasetil kurkumin

Senyawa antioksidan merupakan senyawa yang dapat menangkap radikal bebas


(radical scavenger). Kurkumin merupakan senyawa alami yang telah diketahui
mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Youssef and Sherbeny, 2005). Kurkumin
dengan struktur rantai terkonjugasi, dua cincin metoksifenol dan bentuk β-diketon atau
enol, secara struktural kurkumin merupakan tipe senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk menangkap radikal bebas sehingga dapat memutus rantai reaksi radikal (Masuda
et al., 2001).
Gugus hidroksi (-OH) fenolik pada kurkumin merupakan gugus yang berperan
sebagai penangkap radikal bebas dalam mekanisme antioksidan. Hal ini dapat dilihat
dari nilai bond dissociaton enthalpies (BDEs) gugus O-H fenolik 111,03 Kkal/mol
daripada nilai BDEs C-H metilen 116,07 Kkal/mol, sehingga atom H dari gugus –OH
fenolik lebih mudah diabstraksi daripada abstraksi atom H dari C-H metilen (Sun et al.,
2002).
Pada praktikum ini untuk membuktikan pentingnya gugus –OH fenolik
kurkumin sebagai penangkap radikal bebas dengan cara membandingkan aktivitasnya
sebagai penangkap radikal bebas dengan senyawa diasetil kurkumin. Diasetil kurkumin
merupakan derivat kurkumin dengan mengubah (menutup) gugus –OH fenolik bebas
kurkumin menjadi gugus asetil.
Diasetil kurkumin merupakan suatu senyawa golongan ester yang dihasilkan
dari reaksi antara kurkumin yang merupakan suatu senyawa golongan alkohol dan
anhidrida asam asetat dengan katalis basa natrium hidroksida (McMurry, 2008) (gambar
6).

23
Gambar 6. Reaksi umum sintesis diasetil kurkumin
Metode penelitian
Alat :
Waterbath, erlenmeyer 100 mL, beker glass, statif, klem, melting point apparatus,
magnetic stirrer, magnetic bar, corong, dan alat gelas lainnya.
Bahan :
Kurkumin, anhidrida asam asetat (Merck, p.a.), natrium hidroksida (Merck, p.a.),
aquadest (Laboratorium Farmasi, USD), etanol (Merck, p.a.), kertas saring.
Cara Kerja:
1. Pembuatan larutan NaOH-etanolik 10% (b/v)
2. Sintesis senyawa diasetil kurkumin
Kurkumin 5g (0,014 mol) dimasukkan kedalam erlenmeyer. NaOH-etanolik
10% 11,2 mL ditambahkan ke kurkumin tersebut dan diaduk selama 15 menit
pada suhu 60OC. Anhidrida asam asetat 6 mL ditambahkan dalam larutan
tersebut dan diaduk selama 1 jam pada suhu 60OC. Senyawa yang terbentuk
disaring.
3. Rekristalisasi
Senyawa hasil sintesis ditambah dengan etanol panas (etanol dipanaskan di
atas waterbath sampai mendidih) sedikit demi sedkit sampai semua senyawa
larut. Larutan didinginkan tahap demi tahap (tidak boleh langsung shock
cooling), setelah sesuai dengan suhu ruangan dimasukkan dalam icebath sampai
terbentuk kristal yang optimal. Kristal dikeringkan dan dihitung rendemennya.

Rendemen =

24
4. Analisis kualitatif senyawa hasil hidrolisis
a. Uji organoleptis (bentuk, warna, bau)
b. Uji warna dengan FeCl3
c. Analisis senyawa hasil sintesis dengan melting point
Senyawa hasil sintesis dihaluskan dan dimasukkan dalam pipa kapiler sampai
tanda. Pipa kapiler dimasukkan ke dalam melting point apparatus. Suhu saat
senyawa mulai melebur dan saat semua senyawa telah melebur semua dicatat.
Senyawa dikatakan murni jika jarak leburnya tidak lebih dari 2OC.
5. Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH
Sesuai dengan metode pada praktikum Farmakognosi-Fitokimia.

Tempat Mengerjakan
Dalam membahas jangan cerita cara kerja lagi. Tapi membahas hasil yang
diperoleh dan alasannya atau penjelasan tentang hasil yang diperoleh. Mekanisme
reaksi harus dibuat dengan jelas!!

25
Tempat mengerjakan

26
PERCOBAAN V
Peningkatan Stabilitas Suatu Senyawa
Sintesis Senyawa 1,5-DIFENIL-PENT-1,4-DIEN-3-ON

Bioavaibilitas kurkumin yang rendah juga dipengaruhi oleh stabilitas kurkumin


yang rendah dalam pH fisiologis manusia. Gugus metilen yang diapit oleh 2 gugus
karbonil pada struktur kurkumin mengakibatkan kurkumin tidak stabil. Kurkumin yang
diinkubasi pada medium 0,1 M bufer fosfat-tanpa serum, pH 7,2 dan suhu 37OC, sekitar
90% kurkumin terdekomposisi dalam waktu 30 menit (Wang et al., 1997). Hasil
degradasi kurkumin adalah trans-6-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-2,4-dioxo-5-heksenal
(A) yang merupakan produk utama, sedangkan vanilin, asam ferulat, dan feruloil
metana merupakan produk minor yang dihasilkan (Tonnesen and Karlsen, 1985; Wang
et al., 1997) (gambar 7). Sifat kurkumin yang mudah terdegradasi pada pH 7,4 (pH
fisiologis manusia) sangat mempengaruhi terhadap bioavaibilitas dan aktivitas yang
ditimbulkan oleh kurkumin.

Gambar 7. Hasil degradasi kurkumin pada buffer fosfat pH 7,2 dan suhu 37 OC
Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan modifikasi
molekul kurkumin dengan menghilangkan gugus metilen aktif, mempertahankan cincin
aromatis yang penting untuk berikatan dengan reseptor (Robinson et al., 2003),
mempunyai gugus α,β-unsaturated keton sehingga dapat berperan sebagai akseptor
Michael dan penting untuk efek antikarsinogen (Dinkova-Kostova, 2000; Adams et al.,

27
2004), mengganti gugus β-diketon menjadi gugus mono keton sehingga lebih sulit
terdegradasi oleh enzim aldo-keto reductase (Straganz et al., 2003). Senyawa hasil
modifikasi itu adalah senyawa 1,5-difenil-pent-1,4-dien-3-on (gambar 8). Senyawa 1,5-
difenil-pent-1,4-dien-3-on dapat disintesis berdasarkan reaksi kondensasi claisen-
schmidt dengan metode solid phase synthesis (McMurry, 2008).

Gambar 8. Struktur senyawa 1,5-difenil-pent-1,4-dien-3-on


Metode Penelitian:
Alat:
Mortir, stamper, seperangkat alat gelas, waterbath, melting point apparatus.
Bahan:
Benzaldehida (Merck, p.a.), aseton (Merck, p.a.), etanol (Merck, p.a.), akuades, kalium
hidroksida (Merck, p.a.), kertas saring.
Cara Kerja:
1. Pembuatan larutan KOH 40% (b/v)
2. Sintesis senyawa 1,5-difenil-pent-1,4-dien-3-on
Benzaldehida 10 mL (0,091 mol) dan aseton 3,34 mL (0,045 mol) dimasukkan
dalam mortir dan diaduk (sambil digerus) sampai rata. KOH 40% 12,6 mL
ditambahkan tetes demi tetes dan sambil diaduk (sambil digerus) sampai terjadi
perubahan warna dan mengental (sampai kering).
3. Rekristalisasi
Senyawa hasil sintesis ditambah dengan etanol panas (etanol dipanaskan di
atas waterbath sampai mendidih) sedikit demi sedkit sampai semua senyawa
larut. Larutan didinginkan tahap demi tahap (tidak boleh langsung shock
cooling), setelah sesuai dengan suhu ruangan dimasukkan dalam icebath sampai
terbentuk kristal yang optimal. Kristal dikeringkan dan dihitung rendemennya.

Rendemen =

28
4. Analisis kualitatif senyawa hasil hidrolisis
a. Uji organoleptis (bentuk, warna, bau)
b. Uji warna dengan FeCl3
c. Analisis senyawa hasil sintesis dengan melting point
Senyawa hasil sintesis dihaluskan dan dimasukkan dalam pipa kapiler sampai
tanda. Pipa kapiler dimasukkan ke dalam melting point apparatus. Suhu saat
senyawa mulai melebur dan saat semua senyawa telah melebur semua dicatat.
Senyawa dikatakan murni jika jarak leburnya tidak lebih dari 2OC.
5. Uji stabilitas
Sesuai praktikum farmasi fisik

Tempat Mengerjakan
Dalam membahas jangan cerita cara kerja lagi. Tapi membahas hasil yang
diperoleh dan alasannya atau penjelasan tentang hasil yang diperoleh. Mekanisme
reaksi harus dibuat dengan jelas!!

29
Tempat Mengerjakan

30
DAFTAR PUSTAKA

Adams, B.K., Ferstl, E.M., Matthew, C.D., Herold, M., Kurtkaya, S., Camalier, R.F.,
Hollingshead, M.G., Kaur, G., Sausville, E.A., Rickles, F.R., Snyder, J.P.,
Liotta, D.C., and Shoji, M., 2004, Synthesis and biological evaluation of novel
curcumin analogs as anti-cancer and anti-angiogenesis agents, Bioorganic &
Medicinal Chemistry, 12, pp. 3871-3883.
Anand, P., Kunnumakkara, A. B., Newman, R.A., and Aggarwal, B.B., 2007,
Bioavaibility of Curcumin: Problems and Promises, Molecular Pharmaceutics,
4 (6), pp 807-818.
Dinkova-Kostova, A.T., Massiah, M.A., Bozak, R.E., Hicks, R.J., and Talalay, P., 2000,
Michael reaction acceptors as inducers of enzymes that protect againts
carcinogenesis depends on their reactivity with sulfhydryl groups, PNAS, 98
(6), pp. 3404-3409.
Leonardo G. F., Ricardo N. dos S., Glaucius, O., and Adriano D. A., 2015, Molecular
Docking and Structure-Based Drug Design Strategies, Molecule Journal, Vol.
20, pp. 13384-13421.
Masuda, T., Maekawa, T., Hidaka, K., Bando, H., Takeda, Y., and Yamaguchi, H.,
2001, Chemical Studies on Antioxidant Mechanism of Curcumin: Analysis of
Oxidative Coupling Products from Curcumin and Linoleate, J.Agric.Food
Chem.,49, 2539-2547.
McMurry, J., 2008, Organic Chemistry, 7th edition, Thomson Brooks/Cole, Canada.
Motiejunas, D., and Wade, R., 2006, Structural, Energetics, and Dynamic Aspects of
Ligand-Receptor Interactions, In J. B. Taylor and D. J. Triggle (Eds.),
Comprehensive Medicinal Chemistry II, 4, Elsevier, pp. 193-214.
Patrick, G.L., 2013, An Introduction to Medicinal Chemistry, 5th edition, Oxford.
Robinson, T. P., Ehlers, T., Hubbard IV, R. B., Bai, Xianhe, Arbiser, J. L., Goldsmith,
D. J, and Bowen, J.P., 2003, Design, Synthesis, and Biological Evaluation of
Angiogenesis Inhibitors: Aromatic Enone and Dienone Analogues of
Curcumin, Bioorg. Med. Chem. Lett., 13, pp. 115-117.
Schneider, G., and Baringhaus, K.H., 2008, Molecular Design: Concepts and
Applications, WILEY-VCH.
Straganz, G.D., Glieder, A., Brecker, L., Ribbons, D,W., and Steiner, W., 2003,
Acetylacetone-cleaving enzyme Dke1: a novel C-C-bond-cleaving enzyme
from Acinetobacter johnsonii, Biochem. J., 369, pp. 573-581.
Sun, Y.M., Zhang, H.Y., Chen, D.Z., and Liu, C.B., 2002, Theoretical Elucidation on
The Antioxidant Mechanism of Curcumin: A DFT Study, Org. Lett, 4 (17), pp.
2909-2911.
Tonnesen, H.H., and Karlsen, J., 1985, Studies of curcumin and curcuminoids: VI.
Kinetics of curcumin degradation in aqueous solutions, Z. Lebensm. Unters.
Forsch. 180, pp. 402-404.

31
Yang, K.Y., Lin, L. C., Tseng, T.Y., Wang, S.C., and Tsai, T.H., 2007, Oral
bioavaibility of curcumin in rat and the herbal analysis from curcuma longa by
LC-MS/MS, J.jchromb, 853, pp. 183-189.
Youssef, K.M., and El-Sherbeny, M.A., 2005, Synthesis and Anti-tumor Activity of
Some Curcumin Analogs, Arch. Pharm. Chem. Life. Sci, 338, pp 181-189.
Wang, Y.J., Pan, M.H., Cheng, A.L., Lin, L.I., Ho, Y.S., Hsieh, C.Y., Lin, J.K.,1997,
Stability of Curcumin in buffer solutions and characterization of its degradation
products, J Pharm Biomed Anal, 15 (12), pp 1867-76.

32

Anda mungkin juga menyukai