Diyakini, John C. Potter adalah salah satu dari dua orang laki-laki dalam mobil kuno ini [8]
Mobil[sunting]
Kendaraan bermotor pertama hadir di Indonesia (Hindia Belanda) tahun 1893. Orang pertama
yang memiliki kendaraan bermotor di Indonesia adalah orang Inggris, John C Potter, yang
bekerja sebagai Masinis Pertama di Pabrik Gula Oemboel, Probolinggo, Jawa Timur. Potter
memesan langsung sepeda motornya ke pabriknya, Hildebrand und Wolfmuller, di Muenchen,
Jerman. Potter pun satu-satunya orang yang menggunakan kendaraan bermotor di Indonesia
pada saat itu.
Industri otomotif Indonesia dimulai tahun 1920 ketika General Motors (GM) mendirikan pabrik
perakitan Chevrolet di Tanjoeng Priok (halaman 89), lalu pada tahun 1955, Pemerintah
Indonesia mendatangkan mobil dari luar negeri untuk mendukung pelaksanaan Konferensi Asia-
Afrika di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, 18-24 April. Mobil-mobil itu adalah Plymouth
Belvedere, Opel Kapitan, dan Opel Kadett.
Toyota Kijang bak terbuka dipamerkan di paviliun Toyota di arena Jakarta Fair pada tahun 1975,
dan Toyota Kijang generasi pertama diluncurkan tahun 1977, bertahan hingga empat tahun.
Pada tahun 1981, lahir pula Toyota Kijang generasi kedua, dan pada tahun 1986 lahir Toyota
Kijang generasi ketiga, sedangkan Toyota Kijang generasi keempat muncul tahun 1996.
Sepeda motor[9][sunting]
Sepeda motor itu tiba pada tahun 1893, satu tahun sebelum mobil pertama milik Sunan Solo
(merk Benz tipe Carl Benz) tiba di Indonesia. Hal itu menjadikan J.C. Potter sebagai orang
pertama di Indonesia yang menggunakan kendaraan bermotor. Selain itu, ada hal yang menarik
apabila kita mengamati tahun kedatangan sepeda motor tersebut. Sedang sepeda motor
pertama di dunia (Reitwagen) lahir di Jerman pada 1885 oleh Gottlieb Daimler dan Wilhelm
Maybach tetapi belum dijual untuk umum. Tahun 1893, sepeda motor pertama yang dijual untuk
umum dibuat oleh pabrik sepeda motor Hildebrand und Wolfmüller di Muenchen, Jerman.
Sepeda motor lain terlihat pada tahun 1902 yang juga digunakan untuk menarik wagon yaitu
sepeda motor Minerva buatan Belgia. Mesin Minerva saat itu juga dipesan dan digunakan pada
merk motor lain sebelum bisa membuat mesin sendiri, diantaranya adalah Ariel Motorcycles di
Inggris.
PT Astra Honda Motor (AHM) merupakan pelopor industri sepeda motor di Indonesia. Didirikan
pada 11 Juni 1971 dengan nama awal PT Federal Motor, yang sahamnya secara mayoritas
dimiliki oleh PT Astra International. Saat itu, PT Federal Motor hanya merakit, sedangkan
komponennya diimpor dari Jepang dalam bentuk CKD (completely knock down). Pabrik sepeda
motor Yamaha mulai beroperasi di Indonesia sekitar tahun 1969, sebagai suatu usaha perakitan
saja, semua komponen didatangkan dari Jepang, baru pada tanggal 6 Juli tahun 1974 berdiri
secara resmi PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing.
Kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia sejak beberapa abad yang lalu, diperkirakan
kapal pinisi sudah ada sebelum tahun 1500an. Menurut naskah Lontarak I Babad La Lagaligo
pada abad ke 14, Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putera Mahkota Kerajaan Luwu
untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We
Cudai. Sawerigading berhasil ke negeri Tiongkok dan memperisteri Puteri We Cudai. Setelah
beberapa lama tinggal di negeri Tiongkok, Sawerigading kembali kekampung halamannya
dengan menggunakan Pinisinya ke Luwu. Menjelang masuk perairan Luwu kapal diterjang
gelombang besar dan Pinisi terbelah tiga yang terdampar di desa Ara, Tanah Beru dan Lemo-
lemo. Masyarakat ketiga desa tersebut kemudian merakit pecahan kapal tersebut menjadi
perahu yang kemudian dinamakan Pinisi.
Perusahaan pelayaran pertama didirikan di Indonesia pada tahun 1890 oleh pemerintah colonial
Belanda yaitu perusahan pelayaran KPM (Koninkelijitke Paketvaart Maattscappi) dan merupakn
satu-satunya perusahaan yang oleh pemerintah Belanda diberikan hak mnopoli di Bidang
pelayaran di Indonesia disamping kewenangan administrasi pemerintahsampai batas tertentu
yang berkaitan dengan pelayaran saat itu.
Sejarah berdirinya PT PELNI bermula dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB)
antara Menteri Perhubungan dan Menteri Pekerjaan Umum tanggal 5 September 1950 yang
isinya mendirikan Yayasan Penguasaan Pusat Kapal-kapal (PEPUSKA).
Latar belakang pendirian Yayasan PEPUSKA diawali dari penolakan pemerintah Belanda atas
permintaan Indonesia untuk mengubah status maskapai pelayaran Belanda yang beroperasi di
Indonesia, N.V. K.P.M (Koninklijke Paketvaart Matschappij) menjadi Perseroan Terbatas (PT).
Pemerintah Indonesia juga menginginkan agar kapal-kapal KPM dalam menjalankan operasi
pelayarannya di perairan Indonesia menggunakan bendera Merah Putih. Pemerintah Belanda
dengan tegas menolak semua permintaan yang diajukan oleh pemerintah Indonesia.
Dengan modal awal 8 (delapan) unit kapal dengan total tonage 4.800 DWT (death weight ton),
PEPUSKA berlayar berdampingan dengan armada KPM yang telah berpengalaman lebih dari
setengah abad. Persaingan benar-benar tidak seimbang ketika itu, karena armada KPM selain
telah berpengalaman, jumlah armadanya juga lebih banyak serta memiliki kontrak-kontrak
monopoli.
Akhirnya pada 28 April 1952 Yayasan Pepuska resmi dibubarkan. Pada saat yang sama
didirikanlah PT PELNI dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
M.2/1/2 tanggal 28 Februari 1952 dan No. A.2/1/2 tanggal 19 April 1952, serta Berita Negara
Republik Indonesia No. 50 tanggal 20 Juni 1952. Sebagai Presiden Direktur Pertamanya
diangkatlah R. Ma'moen Soemadipraja (1952-1955).
Melihat adanya prospek yang baik bagi penerbangan sipil maupun militer di Indonesia, maka
pada tanggal 1 Oktober 1924 sebuah pesawat jenis Fokker F-7 milik maskapai penerbangan
Belanda mencoba melakukan penerbangan dari Bandara Schippol Amsterdam ke Batavia
(sekarang Jakarta). Penerbangan yang penuh petualangan tersebut membutuhkan waktu
selama 55 hari dengan berhenti di 19 kota untuk dapat sampai di Batavia dan berhasil mendarat
di Cililitan yang sekarang dikenal dengan Bandar Udara Halim Perdanakusuma.
Pada tanggal 1 November 1928 di Belanda telah berdiri sebuah perusahaan patungan KNILM
(Koninklijke Nederlandsch Indische Luchtvaart Maatschappij) yang terbentuk atas kejasama Deli
Maatschappij, Nederlandsch Handel Maatschappij, KLM, Pemerintah Hindia Belanda dan
perusahaan-perusahaan dagang lainnya yang mempunyai kepentingan di Indonesia. Dengan
mengoperasikan pesawat jenis Fokker-F7/3B, KNILM membuka rute penerbangan tetap Batavia-
bandung sekali seminggu dan selanjutnya membuka rute Batavia-Surabaya (pp) dengan transit
di Semarang sekali setiap hari. Setelah perusahaan ini mampu mengoperasikan pesawat udara
yang lebih besar seperti Fokker-F 12 dan DC-3 Dakota, rute penerbangan pun bertambah yaitu
Batavia-Palembang-Pekanbaru-Medan bahkan sampai ke Singapura seminggu sekali.
Dengan suksesnya penerbangan pertama Belanda ke Jakarta, masih diperlukan lima tahun lagi
untuk dapat memulai penerbangan berjadwal. Penerbangan tersebut dilakukan oleh perusahaan
penerbangan KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) menggunakan pesawat Fokker F-78
bermesin tiga yang dipakai untuk mengangkut kantong surat. Kemudian pada tahun 1931 jenis
pesawat yang dipakai diganti dengan jenis Fokker-12 dan Fokker-18 yang dilengkapi dengan
kursi agar dapat mengangkut penumpang.
Pada tanggal 25 Desember 1949, Dr. Konijnenburg, mewakili KLM menghadap dan melapor
kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta bahwa KLM Interinsulair Bedrijf akan diserahkan
kepada pemerintah sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) dan meminta presiden
memberi nama bagi perusahaan tersebut karena pesawat yang akan membawanya dari
Yogyakarta ke Jakarta nanti akan dicat sesuai nama itu. Menanggapi hal tersebut, Presiden
Soekarno menjawab dengan mengutip satu baris dari sebuah sajak bahasa Belanda gubahan
pujangga terkenal, Raden Mas Noto Soeroto di zaman kolonial, Ik ben Garuda, Vishnoe's vogel,
die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden ("Aku adalah Garuda, burung milik Wisnu yang
membentangkan sayapnya menjulang tinggi diatas kepulauanmu") Maka pada tanggal 28
Desember 1949, terjadi penerbangan bersejarah pesawat DC-3 dengan registrasi PK-DPD milik
KLM Interinsulair yang membawa Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Kemayoran,Jakarta
untuk pelantikan sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan logo dan nama
baru, Garuda Indonesian Airways, pemberian Presiden Soekarno kepada perusahaan
penerbangan pertama ini.
Pada tanggal 25 Mei 1963 terjadi perubahan status DKA menjadi Perusahaan Negara Kereta
Api (PNKA) berdasarkan PP No. 22 Tahun 1963. Pada tahun 1971 berdasarkan PP No. 61
Tahun 1971 terjadi pengalihan bentuk usaha PNKA menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api
(PJKA). Selanjutnya pada tahun 1990 berdasarkan PP No. 57 tahun 1990, PJKA beralih bentuk
menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), dan terakhir pada tahun 1998 berdasarkan
PP No. 12 Tahun 1998, Perumka beralih bentuk menjadi PT.KA (Persero). Dalam perjalanannya
PT. KA (Persero) guna memberikan layanan yang lebih baik pada angkutan kereta api komuter,
telah menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang
(Serpong) dan Bekasi (Jabodetabek) serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan
penumpang membentuk anak perusahaan PT. KAI Commuter Jabodetabek berdasarkan Inpres
No. 5 tahun 2008 dan Surat Menneg BUMN No. S-653/MBU/2008 tanggal 12 Agustus 2008.