Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi merupakan sarana yang memiliki peran penting dalam urat nadi

kehidupan manusia. Baik sebagai alat pemindahan barang maupun sebagai sarana

manusia untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.1 Sebelum adanya

transportasi modern saat ini, pada zaman dahulu nenek moyang kita menggunakan

alat transportasi tradisional yang sederhana dengan menggunakan tenaga manusia

maupun hewan, Namun pada perkembangan transportasi tersebut berjalan seiring

dengan pola pikir dan kreativitas manusia dalam bidang teknologi transportasi. Dunia

transportasi dibagi kedalam tiga bidang yaitu transportasi darat, transportasi laut atau

perairan dan transportasi udara.2

Sebagai Negara kepulauan, Indonesia sangat bergantung pada transportasi laut

dan udara yang berguna untuk menghubungkan antar pulau besar maupun kecil,

dalam hal ini transportasi udara memiliki peran penting dalam aspek perpindahan

cepat sehingga keberadaannya harus dapat menyediakan jasa transportasi efektif dan

lebih efisien. Disamping itu transportasi juga tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

1
Eni Setyowati, dkk, “Sejarah Transportasi Bus Esto dan Pngaruhnya Terhadap
Perkembangan Kota Salatiga Tahun 1923-1942”, Jurnal of Indonesian History: Universitas Negeri
Semarang, 2017, hlm.22
2
Sutiawan herwana, “Perkembangan Transportasi Darat di Sukabumi Pengaruhnya terhadap
Kehidupan Sosial Ekonomi dan Perkembangan Kota tahun 1881-1942”, Skripsi: Universaitas
Padjajaran, 2006, hlm.2

1
manusia karena keberadaan transportasi mendukung kelangsungan ekonomi, sosial

budaya, politik, dan pertahanan keamanan.

Dalam sejarahnya, transportasi udara terbilang paling akhir diciptakan

manusia dibandingkan dengan transportasi darat dan laut. Hal ini ditandai dengan

keberhasilan Wright bersaudara pada tahun 1903 yang telah membangun „wright flyer

I‟.3 Sejak saat itu banyak orang berlomba-lomba untuk mengembangkan beragam

macam transportasi udara dengan tujuannya masing-masing. Awalnya transportasi

udara ini bertujuan olahraga atau pertandingan. Seiring berjalannya waktu tranportasi

tersebut berevolusi menjadi sebuah mesin perang hingga sebagai alat angkut komersil

dalam dunia penerbangan.

Penerbangan pertama di Hindia Belanda merupakan penerbangan militer yang

dilakukan oleh Letnan Ter Poorten pada 6 November 1915, penerbangan tersebut

berlangsung selama setengah jam di Tanjung Priok yang pada saat itu merupakan

rekor di Hindia Belanda.4 Sejak saat itu dunia penerbangan memiliki perhatian

khusus dari pemerintah Hindia Belanda. Hal ini dibuktikan dengan keseriusannya

membangun Bandar udara, yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan Vliegveld5.

3
„Wright Flyer I‟ merupakan sebuah pesawat yang di bangun oleh Wright bersaudara pada
tahun 1903 dengan sebuah mesin empat silinder rancangan mereka sendiri, setelah dilakukan beberapa
kali percobaan terbang maka pada tahun 1905 berhasil terbang sejauh 39 kilometer sehingga di tahun
1908 Wilbur membawa sebuah pesawat wright flyer IV ke Eropa untuk diperagakan disana. Sebuah
apresiasi Dari TNI Angkatan Udara, Seabad Penerbangan, Jakarta : TNI AU,2003. hlm 19.
4
M. Haselen Van, “Jejak Langkah Penerbangan di Nusantara, Sebuah Rintisan Penerbangan
Militer Hindia-Belanda 1914-1939”, Jakarta: Aerospace Centre Of Indonesia,2005.hlm.19
5
Vliegvelt diambil dari bahasa belanda pada saat itu yang berarti Lapangan terbang. Hoeve
van .W, Kamus Belanda-Indonesia, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,1996.hlm.578

2
Sejalan dengan itu didirikan pula dinas penerbangan sebagai wadah pelatihan bagi

para calon penerbang professional.

Pelabuhan Udara atau kini disebut dengan Bandara6 pertama yang dibangun di

Hindia Belanda yaitu Pelabuhan Udara Cililitan pada 1924, yang saat ini kita kenal

sebagai bandara Halim Perdana Kusuma. Kemudian pembangunan pelabuhan udara

dilanjutkan di berbagai daerah tanah jajahan Hindia Belanda guna mempermudah

akses transportasi terutama dalam keadaan darurat. Terdapat beberapa pembangunan

pelabuhan udara di Sumatera, di antaranya terdapat di Jambi yang saat itu merupakan

salah satu Keresidenan Pemerintah Kolonial di Hindia-Belanda. Pada awalnya, Jambi

memiliki dua pelabuhan udara yang di bangun untuk keperluan pendaratan darurat.

Kedua pelabuhan udara tersebut berlokasi di Km 7 dari Kota Sarolangun dan di Teluk

Kuali daerah Tebo. Oleh karena pelabuhan udara ini hanya beroperasi dari tahun

1933 hingga tahun 1935, kemudian ditahun yang sama 1933 dibangun pula pelabuhan

udara darurat di pusat Kota Jambi yang dikenal dengan sebutan pelabuhan udara Paal

Merah km.7.

Pelabuhan udara Paal Merah merupakan satu-satunya pelabuhan udara di

wilayah keresidenan Djambi pada masa itu. Pelabuhan udara tersebut mendapat

perhatian khusus dari pemerintah Kolonial, karena merupakan salah satu aset penting

penunjang ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan di bidang

6
Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang
digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar
muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan
fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.
(http://hubud.dephub.go.id/website/Bandara.php diakses pada 04/03/2020 pukul 07:57 WIB)

3
transportasi udara. Pada tahun 1933 pelabuhan udara Merah resmi didirikan dan pada

tahun 1937 terjadi pembangunan serta perluasan pelabuhan udara oleh pemerintah

Kolonial. Kemudian pada tahun 1942 Jepang masuk ke Jambi dan melakukan

pembangunan sebuah bunker di kawasan Pelabuhan udara tersebut. Tahun 1945 pasca

kemerdekaan rakyat Jambi mengambil alih pelabuhan udara tersebut dan memasang

senjata anti pesawat tempur (AAC).7 Pada tahun 1949 pelabuhan udara Paal Merah

menjadi tempat penyelundupan opium dan obat-obatan guna mendanai perang, dan

ditahun yang sama Kolonel Abunjani selaku komandan TKR daerah Djambi

mendapat penawaran dari R.R Cobley seorang penerbang asal U.S mengenai

rencananya mendirikan maskapai penerbangan Rep. Commercial Airlines dengan

modal awal 500.000 str. Dollar.

Tahun 1947-1950 pelabuhan udara Paal Merah Jambi mendapat serangkaian

serangan atau lebih dikenal dengan agresi Militer Belanda, yang dilakukan oleh

Belanda dengan maksud dapat menduduki wilaya Indonesia setelah perang dunia II

berakhir. Terdapat banyak peristiwa sejarah yang terjadi di pelabuhan udara Paal

Merah. Dinamika Pelabuhan Udara Paal Merah ini menjadi penting untuk dilakukan

pengkajian lebih dalam, sebab sejarah secara historis pelabuhan udara ini merupakan

saksi dan berbagai gejolak yang terjadi di Jambi. Mulai dari periode kolonialisme

Belanda, hingga masa revolusi kemerdekaan. Hal ini membuktikan selain sebagai

prasarana umum, pelabuhan udara juga memiliki aspek historis yang layak di teliti,

7
AAC merupakan singkatan dari Anti Air Craft yang merujuk pada jenis senjata berat
penembak jatuh pesawat musuh.

4
untuk itu penulis ingin mengangkat judul “Sejarah Pelabuhan Udara Paal Merah

Jambi 1933-1950”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan pendahuluan diatas maka tercetuslah beberapa

rumusan masalah yang dapat diangkat sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana sejarah berdirinya Pelabuhan Udara Paal Merah Jambi?

1.2.2 Bagaimana perkembangan Pelabuhan Udara Paal Merah 1933-1950?

1.2.3 Bagaimana Dampak Sosial, Ekonomi, Politik Pelabuhan Udara Paal

Merah Jambi?

1.3 Ruang Lingkup Penelitian

Secara keseluruhan penelitian skripsi ini akan membahas tentang hal-hal yang

berkenaan dengan pelabuhan udara Paal Merah Jambi sebagai pelabuhan udara yang

paling memiliki nilai historis dalam sejarah Jambi berdasarkan data yang didapat,

mulai dari Pembangunan landasan pacu darurat pada 1933, Pembangunan dan

perbaikan aerodrome oleh “Departement Van Verkeer En Waterstaat”8 pada 1937,

kemudian peran pelabuhan udara Paal Merah dalam dinamika revolusi kemerdekaan

di Daerah Jambi dari 1945 sampai 1950.

Secara temporal, penelitian ini membatasi waktunya pada tahun 1933 hingga

tahun 1950. Tahun 1933 merupakan awal pembangunan Pelabuhan Udara paal merah

8
Departement Van Verkeer En Waterstaat merupakan Kementerian Transportasi, Pekerjaan
Umum, dan Manajemen air pada masa pemerintahan kolonial belanda di nusantara yang bertanggung
jawab atas manajemen air, transportasi publik, dan infrastruktur.

5
km 7 Jambi oleh “Departement van Oorlog” setelah sebelumnya telah membangun

dua Pelabuhan Udara darurat di Teluk Kuali kabupaten Tebo sekarang dan sebuah

lagi di kilometer 7 dari kota Sarolangun, namun sayang kedua Pelabuhan Udara

tersebut hanya dikuasai hingga tahun 1935, dan sejak saat itu Pelabuhan Udara paal

merah merupakan satu-satunya Pelabuhan Udara di wilayah keresidenan Jambi pada

saat itu. Sedangkan pada tahun 1950 merupakan masa dimana Belanda secara resmi

mengakui kedaulatan Indonesia dan mengakhiri agresi militernya di seluruh wilayah

Indonesia kecuali Papua. Secara spasial, penelitian ini dibatasi ruang lingkupnya

dalam Provinsi di Indonesia terkhusus Provinsi Jambi sebagai lokasi Pelabuhan

Udara berada.

1.4 Tujuan

Berdasarkan rumusan diatas penelitian ini memiliki tujuan secara khusus

sebagai berikut:

1.4.1 Untuk mengetahui sejarah berdirinya Pelabuhan Udara Paal Merah

Jambi

1.4.2 Untuk mengetahui perkembangan Pelabuhan Udara Paal Merah tahun

1933-1950

1.4.3 Untuk mengetahui dampak Soial, Ekonomi, Politik Pelabuhan Udara

Paal Merah Jambi

6
1.5 Manfaat Penelitian

Setelah memahami latar belakang dan rumusan masalah penelitian ini

memiliki beberapa tujuan sebagai berikut:

1.5.1 Sebagai bahan inventarisasi untuk pemerintah dan masyarakat tentang

sejarah dan perkembangan Pelabuhan Udara Paal Merah Jambi 1933-

1950

1.5.2 Mengetahui peranan Pelabuhan Udara Paal Merah Jambi dari masa ke

masa

1.5.3 Penulis ingin menyampaikan pentingnya menulis sejarah Pelabuhan

Udara Paal Merah Jambi

1.6 Tinjauan Pustaka

Dewasa ini masih sangat sulit untuk menemukan tulisan-tulisan dari para

sejarawan terkait penulisan pelabuhan udara maupun penerbangan yang mengulas

tulisan terkait dengan topik tersebut, padahal bila ditinjau lebih mendalam lahan

untuk mengkaji topik tersebut masih sangat luas terlebih lagi bagi para penempuh

jalur sarjana sejarah, adapun buku atau terbitan mengenai topik penerbangan maupun

pelabuhan udara adalah dari kalangan militer terkhususnya Angkatan Udara Republik

Indonesia (AURI).

Setelah melakukan penelusuran guna melakukan tinjauan pustaka terhadap

karya penulis lain, penulis dapat mengumpulkan beberapa buku dan skripsi yang

pertama adalah buku “Seabad Penerbangan” yang ditulis secara berkelompok

sebagai bentuk apresiasi dari TNI AU terhadap sejarah penerbangan dunia hingga

7
Indonesia, buku setebal 178 halaman ini menjelaskan dari awal ide gagasan awal

penerbangan, bagaimana jatuh bangunnya ilmuan melakukan uji coba terhadap balon

udara maupun pesawat terbang hingga bagaimana diawal 1950an Indonesia menjadi

Negara yang turut diperhitungkan kekuatan militernya di asia melalui kedekatan

Indonesia-Uni Soviet pada masa itu sehingga menguat pula Indonesia dari beragam

aspek termasuk perekonomian.

Buku “Jejak Langkah Penerbangan Di Nusantara” sebuah rintisan

penerbangan militer Hindia-Belanda 1914-1939 yang dihimpun oleh M. Van Hasalen

merupakan salah seorang anggota penerbang dari KNIL. Buku ini berisi tentang

bagaimana penerbangan militer Hindia-Belanda selama 25 tahun di bumi nusantara

yang kemudian bernama Indonesia, sejak 1914-1939 telah membawa dampak

kemajuan yang cukup berarti, khususnya bagi penerbangan Nasional dikarenakan

penerbangan masa lalu tersebut kelak menjadi embrio bagi para penerbang Indonesia.

Buku ini telah dialih bahasakan dari bahasa belanda yang berjudul “25 jaar Militaire

Luchtvaart in Netherlandsch-Indie 1914-1939” yang pada versi aslinya merupakan

sumber inspirasi bagi para anggota angkatan udara kerajaan belanda (Koninklijke

Luchtmacht/Royal Netherlands Airforce) buku ini dialih bahasakan dan di produksi

hasil kerja sama dari TNI AU dengan Aero Space Centre of Indonesia.

Selanjutnya buku “Sejarah Penyusunan Pemerintahan Sipil dan Kekuatan

Bersenjata di Daerah Keresidenan Jambi Tahun 1945-1949” merupakan buku yang

cukup lengkap menjelaskan tentang peranan pelabuhan udara paal merah pada saat

pasca kemerdekaan hingga agresi militer belanda II di Jambi. Buku ini diterbitkan

8
oleh dewan pimpinan daerah LVRI Provinsi Jambi dan dicetak tahun 2014. Tentu

saja berbeda dengan yang penulis ungkapkan dalam penelitian.

Setelah itu penulis menemukan buku baerjudul “Penerbangan Perintis Di

Indonesia” karya salah seorang dosen sejarah universitas Indonesia Dr. Yudha

Benharry Tangkilisan, M.Hum. dalam buku ini menjelaskan tentang bagaimana

sejarah jaringan penerbangan perintis hadir di Indonesia, bagaimana peran angkutan

udara dalam pembangunan nasional, dinamika penerbangan nasional, merajut

persatuan dan kesatuan nasional melalui penerbangan, mendorong perkembangan

ekonomi nasional, hingga menyongsong era globalisasi dengan penerbangan.

Berikutnya penulis juga diberikan hasil karya skripsi dari salah seorang

mahasiswa yang pengujinya adalah Dr. Yudha Benharry Tangkilisan, M.hum.

tentang “Peranan Angkutan Udara Perintis Merpati Nusantara Airlines di Irian Jaya

Tahun 1978-1997” yang ditulis oleh Alfathan Wira Saputra tahun 2018, meskipun

terbilang cukup jauh dari judul penulis sendiri dari segi judul maupun angka tahunnya

namun tulisan ini dapat membantu penulis dalam melakukan penelusuran sumber

sejarah dan membuat wawasan penulis menjadi terbuka akan hal-hal yang

bersinggungan dengan dunia penerbangan khususnya pelabuhan udara. Apabila

dalam tulisan ini memilih Irian Jaya sebagai batasan spasialnya maka penulis

memilih Kota Jambi sebagai batasan spasialnya.

Salah satu skripsi berjudul “Sejarah Perkembangan Polonia Sebagai Bandar

Udara di Kota Medan” yang bersyukur penulis bisa temukan sebagai bahan rujukan

penulisan tentang sejarah pelabuhan udara Paal Merah Jambi, karya tersebut di tulis

9
oleh Devika Rizki mahasiswa universitas negeri medan pada tahun 2012. Pada tulisan

ini menceritakan bagaimana sejarah awal penamaan bandara “Polonia” yang berasal

dari kata “Polandia” karena lahan yang didirikan untuk bangunan bandara ini

merupakan kebun milik seorang berkebangsaan polandia bernama Baron Mishalsky

kemudian dibeli oleh pemerintah kolonial guna mendaratkan pesawat yang

diterbangkan perdana dari eropa langsung ke kota medan.

1.7 Kerangka Konseptual

Tulisan ini merupakan penelitian sejarah seputar peran pelabuhan udara Paal

Merah Jambi periode tahun 1933-1950. Bandar Udara atau pelabuhan udara

merupakan kawasan di daratan atau perairan dengan batas-batas tertentu yang

digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun

penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda

transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan

penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.9

Tulisan diharapkan ini mampu menyajikan sejarah pelabuhan udara dari segi

sosial, ekonomi, maupun politik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Prof. Daliman

dalam bukunya : Sejarah memiliki peranan penting dalam pembentukan identitas dan

kepribadian bangsa. Akar sejarah yang dalam dan panjang akan memperkokoh

eksistensi dan identitas serta kepribadian suatu bangsa.10 Sehingga setiap aspek yang

9
http://hubud.dephub.go.id/website/Bandara.php (diakses pada 04/03/2020 pukul 07:57 WIB)
10
A.Daliman, Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta:Ombak,2012.hlm.20.

10
bersinggungan dengan kehidupan sehari-hari manusia dapat ditulis sejarahnya

termasuk juga di dalamnya pelabuhan udara.

Penulisan sejarah pelabuhan udara Paal Merah Jambi ini juga didasari oleh

buku Metodologi Sejarah karangan Kuntowijoyo yang membahas tentang

permasalahan dalam penulisan sejarah kota di bidang Ekologi Kota. Ekologi ialah

interaksi antara manusia dan alam sekitarnya dan perubahan ekologi terjadi bila salah

satu dari komponen itu mengalami perubahan.11 Beberapa hal penyebab perubahan

ini juga disebabkan karena kemajuan teknologi seperti pembuatan jalan, jembatan,

bangunan, serta pembangunan pelabuhan udara seperti yang dimaksudkan penulis

dalam tulisan ini.

Dalam sebuah penulisan sejarah sangat diperlukannya sebuah kerangka

berfikir yang berguna mempermudah pembaca memahami kerangka konseptual

penulis. Untuk itu penulis juga menyediakan bagan kerangka berfikir sebagai berikut.
TRANSPORTASI di KOTA JAMBI

PELABUHAN UDARA PAAL MERAH


JAMBI

DINAMIKA DAMPAK SOSIAL,


EKONOMI,dan
PELABUH-AN UDARA POLITIK

Bagan 1.1 : Kerangka Berfikir

11
Kuntowijoyo, “Metodologi Sejarah, Edisi Kedua”, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana
Yogya.hlm.64

11
1.8 Metode Penelitian

Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode yang pada umumnya

terdapat pada tulisan-tulisan sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik sumber,

interpretasi, dan historiografi. Dalam penelusuran sumber primer penulis

mendapatkan arsip berupa surat menyurat dari Departement Van Verkeer En

Waterstaat kepada Resident Djambi berisi persetujuan atas pembangunan dan

perbaikan Aerodrome di paal merah km.7 Djambi kemudian dokumen dari hasil

sitaan Hatta Djogja Documenten dan terakhir dibantu oleh arsip-arsip foto yang

penulis kumpulkan dari website Jambi Tempoe Doeloe.

Selain arsip surat dan undang-undang penerbangan, penulis juga menemukan

arsip laporan yang terangkum kedalam arsip Centrale Militaire Inlichtingendienst

yang berisi tentang laporan pengalaman penerbangan Catalina PBY5-RI-005,

Penyelundupan OPIUM, Pemberangkatan SUPINO dan MUSO dengan pesawat

tersebut hingga rencana Cobley yang merupakan pilot Catalina untuk mendirikan

maskapai penerbangan Rep. Airlines di Jambi dengan modal awal 500.000 str.dollar,

penulis juga menemukan arsip foto kondisi penerbangan jambi pada tahun 1937, foto

rancangan denah pembangunan pelabuhan udara, foto pelabuhan udara ketika

landasan pacu masih berupa rumput dan kerikil hingga foto susasana serangan udara

militer belanda di kota jambi pada tahun 1949. Kemudian penulis juga mendapatkan

data berupa arsip foto kegiatan pelabuhan udara Paal Merah Jambi dari Dinas

Perpustakaan dan Kearsipan wilayah Provinsi Jambi.

12
Untuk sumber sekunder penulis telah melakukan penelusuran buku-buku yang

berkaitan tentang pelabuhan udara Paal Merah Jambi. Adapun buku yang telah

terkumpul sebagai rujukan seperti buku Jambi dalam Sejarah Nusantara 692-1949 M,

buku Jambi dalam Sejarah 1500-1942, buku KUPON KARET (Kupon Izin Produksi),

buku Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah Jambi, dan buku Sejarah Perjuangan

Kemerdekaan R.I (1945-1949) di Propinsi Jambi. Sumber-sumber tersebut

didapatkan secara sah dan legal dari instansi pemerintahan, perpustakaan umum dan

pribadi, sehingga membuat tulisan ini kaya akan sumber dan tanpa ada unsur

plagiarisme.

Tahap kedua adalah kritik sumber, setelah mengumpulkan sumber-sumber di

tahap heuristik, setelah itu penulis melakukan penilaian dan pengujian terhadap

sumber tersebut. Adapun tujuan ketika melakukan kritik sumber sebagai salah satu

usaha memastikan arsip yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

Dalam penulisan sejarah kritik sumber terbagi menjadi dua yaitu kritik eksternal dan

kritik internal.

Kritik eksternal ialah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap

aspek-aspek luar dari sumber sejarah.12 Aspek luar yang dimaksud meliputi empat

tahap Otentisitas, Mendeteksi sumber palsu, Integritas, dan Penyuntingan. Dalam

penilaian aspek ekstern penulis menemukan arsip asli berupa surat, foto, koran dan

juga peta yang dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan dapat dipastikan lolos

12
Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Ombak,2016 .Hlm.84

13
seleksi empat tahap diatas dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dan kantor

Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Kritik internal merupakan kebalikan dari kritik eksternal, kritik ini lebih

menekankan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber: kesaksian (testimony).13 bertujuan

untuk melihat kredibilitas kesaksian, apakah isi dari arsip tersebut berhubungan dan

dapat di pertanggung jawabkan.

Tahap ketiga interpretasi, interpretasi yang berarti menafsirkan atau memberi

makna kepada fakta-fakta atau bukti-bukti sejarah. tahapan ini dilakukan pada

dasarnya bukti-bukti sejarah hanyalah sebagai saksi di masa lampau adalah saksi bisu

belaka, saksi busu tersebut masih harus menyandarkan dirinya pada kekuatan

informasi dari luar (Ekstern) yaitu peneliti, Penulis, dan sejarawan. Makna dari

interpretasi itu sendiri adalah upaya penafsiran atas fakta-fakta sejarah kedalam

kerangka rekonstruksi realitas masa lampau.

1.9 Sistematika Penulisan

Penyajian tulisan ini dibagi kedalam lima bab pembahasan. Bab I merupakan

pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup, tujuan

penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, sumber penulisan dan sistematika

penulisan. Bab I ini memaparkan apa yang akan ditulis dalam penelitian ini beserta

batasan penulisannya.

13
Ibid.Hlm.91

14
Bab II menjelaskan gambaran umum wilayah resident Djambi. Seperti letak

geografis, topografi wilayah, hingga potensi sumber daya alam yang dimiliki wilayah

tersebut sebagai latar belakang pembangunan pelabuhan udara Paal Merah Jambi.

Selanjutnya bab III membahas sejarah pelabuhan udara Paal Merah Jambi

serta perkembangannya tahun 1933-1950.

Bab IV yang akan memaparkan pembahasan penuh tentang dampak

pelabuhan udara Paal Merah jambi terhadap perkembangan sosial ekonomi dan

politik di kota jambi.

Kemudian diakhiri dengan bab V yang merupakan bab kesimpulan. Bab ini

akan menyajikan kesimpulan dari penelitian ini. Selain itu penulis akan memberikan

saran mengenai hal-hal yang belum terungkap dalam dalam tulisan ini sehingga bisa

dijadikan penelitian lebih lanjut.

15

Anda mungkin juga menyukai