Anda di halaman 1dari 6

Artikel Sejarah

Dampak
XI MIPA 7

Afrel Refiana
Pendudukan
SMAN 1 CIRANJANG

Jepang
Dampak Pendudukan Jepang yang Masih Bisa
Dirasakan Manfaatnya di Masa Kini
Jepang menjajah Indonesia selama 3,5 tahun, terhitung dari menyerahnya Belanda
setelah Perjanjian Kalijati, hingga kekalahan Jepang pada sekutu di Perang Dunia II yang
bersamaan dengan kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Lantaran usia pendudukannya yang
hanya seumur jagung, tak banyak peninggalan infrastruktur yang dibangun Jepang di Indonesia.
Ini berbeda dengan Belanda yang notabene menjajah beberapa wilayah Indonesia dalam kurun
waktu yang sangat lama. Sejumlah infrastruktur warisan Belanda masih bisa digunakan hingga
saat ini. Lalu apa saja infrastruktur peninggalan penjajahan Jepang di Indonesia yang secara
ekonomi masih dipakai hingga saat ini?

1. Bandar Udara Pitu Morotai

Bandar Udara Leo Wattimena, sebelumnya bernama Bandar Udara Pitu yang terletak


di Kabupaten Morotai, Maluku Utara. Bandar Udara Pitu merupakan bandara militer yang dikelola
oleh TNI AU. Pangkalan Udara TNI AU Morotai bermarkas di bandara ini. Lanud TNI AU Morotai
sudah melaksanakan over lay landasan menjadi panjang 2.400 m dan lebar 30 m yang dilengkapi
dengan apron panjang 285 m dan lebar 80 m dan taxy way panjang 130 m dan lebar 25 m. Tahun
depan landasan pacu di bandar udara ini akan di perpanjang menjadi 5100 x 45 meter (16732 ft
× 148 ft). Untuk kedepan nya bandar udara ini untuk penerbangan komersial.

Pulau Moratai adalah invasi pulau terakhir


di Nugini Belanda sebelum pembebasan
Filipina. Pulau itu direbut kembali oleh Divisi
Infanteri ke-31 pada tanggal 15 September 1944,
hanya menghadapi tentangan ringan. Jenderal
MacArthur dan Laksamana
Muda Barbey mendarat pada hari invasi untuk melakukan inspeksi. Saat itu, pulau itu hanya
memiliki lima ratus tentara Jepang.

Setelah pendaratan, Navy Seabees membangun dua lapangan udara di pulau itu, Wama dan
Pitu. Wama dibangun hampir di sepanjang garis pantai dan digunakan sebagai lapangan terbang
tempur. Itu ditinggalkan setelah perang. Pitu dibangun sebagai lapangan terbang pembom ke
pedalaman utara, dan saat ini digunakan sebagai bandara komersial.

Landasan Pitu peninggalan Tentara Jepang yang dibangun pada tanggal 17 Oktober


1944. Terdapat 7 landasan terbang di tempat ini, namun salah satunya telah dioperasionalkan
sebagai Bandara Udara Pitu Pulau Morotai. Landasan Pitu berada di Wawama yang berdekatan
dengan Kota Daruba. Setelah perang, pulau itu menjadi salah satu pusat reklamasi
pesawat Angkatan Udara Kelima terbesar di Pasifik. Operasi peleburan didirikan, dan pesawat
USAAF dari seluruh wilayah diterbangkan ke sana untuk dibuang. Meskipun membongkar pulau
itu penuh sesak dengan pesawat dan kendaraan sampai tahun 1988 ketika itu dibersihkan dalam
upaya terakhir. Scrap tersebut dibawa ke Pabrik Baja Krakatau di Jawa.

2. Bandara Frans Kaisiepo Biak

Mengutip laman resmi Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud, Bandar Udara Frans Kaisiepo di
Biak, Papua, pernah menjadi bandara dengan landasan pacu terpanjang di Indonesia. Panjang
runway mencapai 3.570 meter dan lebar 40 meter, ukuran bandara yang terbilang sangat besar
di era pasca-Perang Dunia II. Karena runway yang panjang, bandara ini bahkan pernah dijadikan
bandara internasional untuk keperluan transit pesawat dari Jakarta dan beberapa negara Asia
menuju Amerika Serikat sebelum menyebrangi Pasifik.

Menilik sejarahnya, Bandara Biak dibangun oleh Jepang pada tahun 1943 untuk
menunjang armada pesawat tempur di Perang Pasifik. Bandara ini juga sedianya dibangun
Jepang sebagai batu loncatan untuk menyerang Australia. Baca juga: Bagaimana Hitler
Membangun Ekonomi Jerman yang Hancur Pasca-PD I? Bandara ini kemudian diambil alih oleh
pasukan Sekutu pimpinan Letnan Jenderal L Eichelburger pada Juli 1944 dan sempat dijadikan
pangkalan militer Australia. Hingga beberapa tahun kemudian bandara ini diserahkan kepada
Belanda dan mengganti namanya menjadi Bandara Mokmer. Perusahaan maskapai Belanda
KLM, sempat menjadikan bandara ini sebagai basis operasionalnya di Pasifik. KLM bahkan
sempat membangun hotel di dekat Bandara yang saat ini berganti nama menjadi Hotel Irian.
Saat Papua diserahkan kepada Indonesia, Bandara Mokmer kembali berganti nama menjadi
Bandara Frans Kaisiepo, diambil dari nama pejuang Papua pro-Indonesia.

3. Selokan Mataram

Selokan Mataram merupakan saluran irigasi primer yang dibangun di masa Sultan
Hamengkubuwono IX dengan biaya dari pemerintah militer Jepang pada tahun 1942. Baca juga:
Sejarah Gedung Sarinah, Dibangun Soekarno dari Pampasan Perang Jepang Sultan Yogyakarta
yang saat itu memilih kooperatif dengan pemerintah militer Jepang meminta dana untuk
pembangunan saluran irigasi yang mengalirkan air dari Kali Opak dan Progo ke Sleman yang kala
itu seringkali dilanda kekeringan.

Alasan Sultan, Mataram butuh saluran irigasi agar bisa menyuplai makanan untuk
pemerintah militer Jepang. Selain itu, berkat Selokan Mataram, ribuan warga Yogyakarta
terhindar dari kewajiban dikirim sebagai kerja paksa atau romusha oleh pemerintah militer
Jepang. Pembangunan irigasi Yogyakarta yang dalam Bahasa Jepang disebut sebagai Gunsei
Hasuiro akhirnya memang bisa mengatasi masalah kekurangan pangan di wilayah tersebut dan
masih memberikan manfaat hingga saat ini.
4. Bandara Sugimanuru

Bandara Sugimanuru merupakan bandara kecil yang terletak di Pulau Muna, Kabupaten
Muna Barat, Sulawesi Tenggara. Bandara ini kini berada di bawah pengelolaan Kementerian
Perhubungan. Baca juga: Kisah Teuku Markam, Pengusaha Aceh Penyumbang 28 Kg Emas
Monas Sebagaimana Bandara Biak, Bandara Sugimanuru dibangun Jepang untuk kepentingan
militer guna mendukung ekspansi Perang Pasifik, terutama di kawasan Laut Jawa dan Laut
Banda. Setelah Jepang hengkang, Bandara ini sempat terbengkalai hingga pada masa Orde Baru
kembali dimanfaatkan untuk penerbangan perintis yang dilayani maskapai Merpati. Panjang
runway Bandara Sugimanuru terbilang kecil, hanya sepanjang 750 meter dengan lebar 23 meter.
Meski kecil, bandara ini jadi bandara terdekat untuk menuju ke Raha, kota terbesar di Pulau
Muna. Selama ini, masyarakat Pulau Muna banyak mengandalkan penerbangan dari Bandara
Batoambari di Baubau dan Bandara Haluoleo Kendari.

Belanda memang lebih lama menjajah Indonesia ketimbang Jepang. Namun, jepang
meninggalkan beberapa peninggalan yang kental akan sejarahnya. Selain peninggalan tersebut
masih banyak lagi peninggalan jepang lainnya yang masih bisa dirasakan manfaatnya dalam
berbagai bidang.

Sumber Informasi
Idris, Muhammad. 2020. “Apa Saja Infrastruktur Peninggalan Penjajahan Jepang di Indonesia?”,
https://money.kompas.com/read/2020/10/02/071034226/apa-saja-infrastruktur-peninggalan-
penjajahan-jepang-di-indonesia?page=all, diakses pada 24 Januari 2021, pukul 18.16.
Artikel ini dibuat oleh

Nama : Afrel Refiana

Kelas : XI MIPA 7

Waktu : 13 Januari 2021

Anda mungkin juga menyukai