Anda di halaman 1dari 33

Pertempuran Laut Karang atau Pertempuran Laut Koral 4 Mei-8

Mei 1942 adalah pertempuran laut besar di medan Perang


Pasifik antara Angkatan Laut Kekaisaran Jepang melawan
angkatan laut dan angkatan udara Sekutu dari Amerika
Serikat dan Australia. Pertempuran ini merupakan pertempuran laut
pertama antara dua armada yang melibatkan kapal induk, dan
dicatat sebagai pertempuran laut pertama dalam sejarah yang
melibatkan kapal-kapal perang kedua belah pihak yang tidak saling
menembak secara langsung dari kapal.
Dalam usaha memperkuat posisi defensif wilayah Kekaisaran
Jepang di Pasifik Selatan, Kekaisaran Jepang memutuskan untuk
menginvasi dan menduduki Port Moresby di Nugini dan Tulagi di
tenggara Kepulauan Solomon. Rencana operasi ini
disebut Operasi MO yang melibatkan beberapa unit utama
dari Armada Gabungan Jepang, termasuk pesawat-pesawat dari
dua kapal induk dan sebuah kapal induk ringan sebagai
perlindungan udara armada invasi. Sebagai panglima tertinggi
Jepang adalah Shigeyoshi Inoue. Amerika Serikat mengendus
rencana Jepang lewat intersepsi radio dan mengerahkan dua
gugus tugas kapal induk Angkatan Laut Amerika Serikat dan
kekuatan gabungan kapal-kapal penjelajah Angkatan Laut Diraja
Australia dan Amerika Serikat.
Pada 3 Mei dan 4 Mei, Jepang berhasil menginvasi dan menduduki
Tulagi, walaupun beberapa kapal perang tenggelam atau rusak
akibat serangan mendadak dari pesawat-pesawat yang berbasis di
kapal induk Yorktown. Setelah mengetahui keberadaan kapal-kapal
induk Amerika Serikat, armada kapal induk Jepang memasuki Laut
Koral (Laut Karang) dengan tujuan menemukan dan
menghancurkan semua kekuatan laut Sekutu.
Mulai 7 Juni, kapal induk dari kedua belah pihak saling
melancarkan serangan udara selama dua hari berturut-turut. Pada
hari pertama, Amerika Serikat menenggelamkan kapal induk ringan
Jepang Shōhō. Sebaliknya serangan Jepang
menenggelamkan kapal perusak Amerika Serikat dan
mengakibatkan sebuah tanker rusak berat hingga harus
ditenggelamkan. Pada hari berikutnya, kapal induk
Jepang Shōkaku rusak parah, sementara kapal induk Amerika
Amerika Serikat Lexington harus ditenggelamkan setelah rusak
berat, dan Yorktown mengalami kerusakan. Armada kedua belah
pihak mengundurkan diri dari kawasan pertempuran setelah kedua
belah pihak mengalami kerugian besar. Pesawat-pesawat hancur
dan kapal induk tenggelam atau rusak. Setelah kehilangan
perlindungan udara dari kapal induk, Inoue menarik mundur
armada invasi Port Moresby dengan maksud mencoba kembali di
lain hari.
Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan taktis pihak Jepang
dalam hal jumlah kapal-kapal musuh yang berhasil ditenggelamkan.
Namun sebaliknya, pertempuran ini berarti kemenangan strategis
bagi pihak Sekutu berdasarkan beberapa alasan. Ekspansi wilayah
Jepang yang sebelumnya tidak tertahankan, untuk pertama kalinya
berhasil ditahan dalam Pertempuran Laut Koral. Jepang juga
mengalami kerugian besar. Kapal induk Shōkaku rusak berat
sementara Zuikaku kehabisan pesawat sehingga tidak dapat turut
serta dalam Pertempuran Midway yang berlangsung bulan
berikutnya. Hal tersebut mengakibatkan kekuatan udara Amerika
Serikat dan Jepang menjadi berimbang hingga pertempuran laut di
Midway berakhir dengan kemenangan Amerika Serikat. Empat
kapal induk Jepang tenggelam di Midway sehingga usaha Jepang
untuk kembali menginvasi Port Moresby dari laut terhenti. Dua
bulan kemudian, Sekutu memanfaatkan kelemahan strategis
Jepang di Pasifik Selatan untuk melancarkan Kampanye
Guadalkanal. Bersama dengan dilakukannya Kampanye Nugini,
Amerika Serikat akhirnya membobol pertahanan Jepang di Pasifik
Selatan, dan akhirnya menjadi salah satu faktor penyebab
kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II.
Latar belakang
Ekspansi Kekaisaran Jepang
Pada 7 Desember 1941, kapal-kapal induk Jepang
menyerang Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl
Harbor, Hawaii. Serangan tersebut menghancurkan atau
melumpuhkan sebagian besar kapal-kapal tempur Armada Pasifik
Amerika Serikat, sekaligus mengawali perang terbuka antara kedua
negara. Dalam perang ini, pemimpin-pemimpin perang Jepang
berusaha melenyapkan ancaman dari armada Amerika, merampas
wilayah-wilayah jajahan Sekutu yang kaya sumber alam, dan
menguasai pangkalan militer strategis untuk mempertahankan
wilayah kekuasaan Jepang yang semakin besar. Pada saat yang
hampir bersamaan dengan Pengeboman Pearl Harbor, Jepang
menyerang Malaya hingga menyebabkan Britania Raya, Australia,
dan Selandia Baru bergabung dengan Amerika Serikat sebagai
Sekutu dalam perang melawan Jepang. Sesuai dengan "Perintah
Rahasia Nomor Satu" tertanggal 1 November 1941 yang
dikeluarkan Armada Gabungan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang,
tujuan awal Jepang dalam perang adalah "(melumpuhkan)
kekuatan Inggris dan Amerika dari Hindia Belanda dan Filipina,
(serta) menetapkan kebijakan kemerdekaan ekonomi dan
swasembada secara otonom."[7]

Gerak maju invasi Jepang di Asia Tenggara dan Pasifik Barat Daya
mulai Desember 1941 hingga April 1942
Dalam usaha mencapai tujuan akhir perang, dalam beberapa bulan
pertama tahun 1942, tentara Jepang menyerang dan berhasil
mengambil alih Filipina, Thailand, Singapura, Hindia
Belanda, Kepulauan Wake, Britania Baru, serta Kepulauan
Gilbert dan Guam. Dalam proses pengambilalihan wilayah-wilayah
tersebut, Jepang mengakibatkan kerugian besar bagi kekuatan
darat, laut dan udara pihak Sekutu. Negara-negara taklukan
Jepang menurut rencana akan dipakai sebagai pertahanan garis
luar bagi Kekaisaran Jepang, sekaligus melancarkan taktik
perang menghabiskan tenaga lawan dalam usahanya mengalahkan
atau menghabisi serangan balasan Sekutu.[8]
Tidak lama setelah perang berlangsung, Staf Umum Angkatan
Laut mengeluarkan rekomendasi untuk menginvasi
Australia sebagai tindakan pencegahan agar Australia tidak dipakai
sebagai pangkalan militer yang mengancam pertahanan garis luar
Jepang di Pasifik Selatan. Namun rekomendasi ini ditolak Angkatan
Darat Kekaisaran Jepang yang mengemukakan alasan bahwa
Jepang tidak memiliki kapasitas kapal dan kekuatan militer yang
cukup. Pada saat yang bersamaan, komandan Armada IV
Angkatan Laut Jepang Laksamana Madya Shigeyoshi
Inoue mengusulkan pendudukan Tulagi yang berada di
tenggara Kepulauan Solomon dan Port Moresby di Papua Nugini.
Usulannya membuat bagian utara Australia berada dalam
jangkauan pesawat-pesawat terbang Jepang yang berpangkalan di
darat. Sebagai pimpinan Armada IV yang juga disebut Armada Laut
Selatan, Inoue membawahi unit-unit angkatan laut di kawasan
Pasifik Selatan. Ia percaya bahwa pendudukan dan penguasaan
lokasi-lokasi tersebut akan menjamin keamanan dan pertahanan
bagi pangkalan utama Jepang di Rabaul, Britania Baru. Staf Umum
Angkatan Laut dan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang menerima
proposal Inoue dan merencanakan operasi-operasi lanjutan. Dalam
operasi lanjutan, lokasi-lokasi yang diusulkan Inoue akan dijadikan
pangkalan militer pendukung dalam usaha berikutnya
merebut Kaledonia Baru, Fiji, dan Samoa yang bila berhasil akan
memutuskan jalur komunikasi dan perbekalan antara Australia dan
Amerika Serikat.[9]
Pada April 1942, angkatan laut dan angkatan darat menyusun
rencana yang diberi nama Operasi MO. Menurut rencana ini, Port
Moresby akan diserang dari laut dan harus dapat diamankan
sebelum 10 Mei 1942. Rencana yang sama juga mencantumkan
pengambilalihan Tulagi pada 2-3 Mei 1942. Angkatan Laut akan
menjadikan Tulagi sebagai pangkalan bagi pesawat amfibi yang
akan menyerang teritori dan tentara Sekutu di Pasifik Selatan.
Setelah Operasi MO selesai disusun, angkatan laut menyusun
rencana lain untuk Operasi RY yang bertujuan
merebut Nauru dan Kepulauan Banaba yang kaya
dengan fosfat pada 15 Mei 1942. Operasi RY akan dilancarkan
memakai kapal-kapal yang berpangkalan di lokasi yang telah
direbut dalam operasi MO. Operasi militer berikutnya yang
disebut Operasi FS bertujuan merebut Fiji, Samoa, dan Kaledonia
Baru, dan akan disusun setelah operasi MO dan RY selesai. Pada
Maret 1942 pesawat-pesawat Sekutu yang berpangkalan di kapal
induk dan di darat menyerang kapal-kapal perang Jepang yang
melakukan invasi ke kawasan Lae-Salamaua dan mengakibatkan
kerugian bagi Jepang. Oleh karena itu, Inoue meminta Armada
Gabungan untuk mengirimkan kapal induk sebagai perlindungan
dari udara bagi kekuatan militer Jepang dalam Operasi MO. Inoue
terutama menyatakan kecemasannya terhadap pesawat pengebom
Sekutu yang berpangkalan di Townsville dan Cooktown, Australia.
Kedua pangkalam militer Sekutu tersebut berada di luar jangkauan
pesawat pengebom Jepang yang berpangkalan di Rabaul dan Lae.
[10]

Shigeyoshi Inoue, komandan Armada IV Angkatan Laut Kekaisaran


Jepang
Komandan Armada Gabungan Jepang, Laksamana Isoroku
Yamamoto secara bersamaan menyusun operasi militer untuk
bulan Juni 1942 yang dimaksudkan agar kapal-kapal induk Amerika
Serikat yang belum hancur di Pearl Harbor masuk perangkap dan
bertemu dengan armadanya dalam pertempuran menentukan di
Samudra Pasifik dekat Atol Midway. Sebagai dukungannya
terhadap Operasi MO, Yamamoto mengerahkan beberapa kapal
perang besar, termasuk dua kapal induk, satu kapal induk ringan,
sebuah divisi kapal penjelajah, dan dua divisi kapal penjelajah,
serta menunjuk Inoue sebagai komandan armada.[11]
Reaksi Sekutu
Selama bertahun-tahun tanpa diketahui Jepang, Bagian Keamanan
Komunikasi, Kantor Komunikasi Angkatan Laut Amerika
Serikat telah berhasil menembus sandi komunikasi Jepang. Hingga
Maret 1942, Amerika Serikat telah berhasil menguraikan 15% dari
kode Ro atau Buku Kode D Angkatan Laut (disebut sandi JN-25B
oleh Amerika Serikat) yang dipakai Angkatan Laut Kekaisaran
Jepang untuk kira-kira setengah dari komunikasi yang
dilakukannya. Hingga akhir April 1942, militer Amerika Serikat
sudah dapat membaca 85% dari sinyal yang ditransmisikan
memakai kode Ro.[12]
Pada Maret 1942, Amerika Serikat untuk pertama kalinya
menangkap pesan Jepang yang menyebut soal Operasi MO.
Amerika Serikat pada 5 April menangkap sandi Angkatan Laut
Kekaisaran Jepang yang ditujukan ke sebuah kapal induk dan
kapal-kapal perang berukuran besar lainnya yang sedang menuju
kawasan operasi Inoue. Pada 13 April, Inggris menguraikan sandi
Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang memberi tahu Inoue
tentang Divisi Kapal Induk Kelima yang terdiri dari kapal
induk Shōkaku dan Zuikaku sedang menuju armada Inoue,
diberangkatkan dari Formosa melewati pangkalan utama AL
Kekaisaran Jepang di Truk. Pihak Inggris meneruskan pesan ini
kepada pihak Amerika Serikat berikut kesimpulan mereka bahwa
Port Moresby kemungkinan besar adalah target Operasi MO.[13]
Komandan baru Sekutu di Pasifik yang baru diangkat,
Laksamana Chester Nimitz dan para staf membahas tentang pesan
Jepang yang bocor dan sepakat pihak Jepang mungkin sedang
memulai operasi besar-besaran di Pasifik Barat Daya pada awal
Mei dan kemungkinan Port Moresby merupakan target. Sekutu
menganggap Port Moresby sebagai pangkalan kunci untuk
serangan balasan yang dipimpin Douglas MacArthur terhadap
kekuatan militer Jepang di kawasan Pasifik. Staf Laksamana Nimitz
juga menyimpulkan kemungkinan operasi militer Jepang mencakup
serangan udara dari kapal induk terhadap pangkalan Sekutu
di Samoa dan Suva. Setelah berkonsultasi dengan Panglima
Tertinggi Armada Amerika Serikat Laksamana Ernest King, Nimitz
memutuskan untuk melawan Jepang dengan cara mengerahkan
seluruh kapal induk (empat kapal induk) armada Pasifik ke Laut
Koral. Pada 27 April, pesan-pesan Jepang yang berhasil ditangkap
pihak intelijen Amerika Serikat memastikan sebagian besar rincian
dan target Operasi MO and RY.[14]

Frank Jack Fletcher, komandan Gugus Tugas 17 Amerika Serikat.


Pada 29 April 1942, Nimitz mengeluarkan perintah
memberangkatkan empat kapal induk bersama kapal-kapal perang
pendukung menuju Laut Koral. Di bawah komando Laksamana
Muda Fletcher, Gugus Tugas 17 (TF17) terdiri dari kapal
induk Yorktown dengan kawalan tiga kapal penjelajah dan empat
kapal perusak, serta dukungan logistik dari dua kapal tanker sudah
berada di Pasifik Selatan. Dukungan logistik diberangkatkan
dari Tongatabu pada 27 April, dan sudah menuju ke Laut
Koral. Gugus Tugas 11 (TF11) di bawah komando Laksamana
Muda Aubrey Fitch terdiri dari kapal induk Lexington yang dikawal
dua kapal penjelajah dan lima kapal perusak sudah berada di
antara Fiji dan Kaledonia Baru. Gugus Tugas 16 (TF16) terdiri dari
dua kapal induk, Enterprise dan Hornet berada di bawah komando
Laksamana Madya William F. Halsey. Mereka baru tiba di Pearl
Harbor setelah dipakai dalam Serangan Doolittle di Pasifik tengah
sehingga tidak diberangkatkan karena tidak akan sampai tepat
waktu di Pasifik Selatan untuk turut serta dalam pertempuran.
Nimitz menunjuk Fletcher sebagai komandan armada laut Sekutu di
kawasan Pasifik Selatan hingga Halsey tiba bersama TF16.
[15]
Walaupun kawasan Laut Koral masih di bawah komando
MacArthur, Fletcher dan Halsey sewaktu berada di kawasan Laut
Koral diperintahkan untuk langsung melapor ke Nimitz, dan bukan
ke MacArthur.[16]
Berdasarkan lalu lintas radio dari TF16 yang berhasil ditangkap
ketika mereka sedang kembali ke Pearl Harbor, Jepang
mengasumsikan semua kapal induk Angkatan Laut Amerika Serikat
sedang berada di Pasifik tengah, kecuali satu kapal induk yang
sedang berada di Pearl Harbor. Jepang tidak tahu lokasi kapal-
kapal induk sisanya, tetapi tidak mengharapkan kedatangan kapal
induk Amerika Serikat hingga Operasi MO mulai berlangsung.[17]
Pertempuran
Persiapan
Informasi lebih lanjut: Susunan kekuatan Pertempuran Laut Koral
Sepanjang akhir April, kapal selam Jepang RO-33 dan RO-
34 memata-matai kawasan yang akan dijadikan tempat pendaratan
tentara Jepang. Kapal-kapal selam Jepang juga
memeriksa Kepulauan Rossel dan teluk-teluk di Kepulauan
Deboyne yang berada di Gugus Kepulauan Louisiade, Selat
Jomard, dan jalur pelayaran ke Port Moresby dari sebelah timur.
Setelah tidak menemui satu pun kapal Sekutu, mereka kembali ke
Rabaul pada 23 April dan 24 April.[18]
Laksamana Muda Kōsō Abe memimpin invasi Jepang ke Port
Moresby dengan mengerahkan 12 kapal angkut yang membawa
sekitar 5.000 prajurit dari Detasemen Laut Selatan Angkatan Darat
Jepang, ditambah sekitar 500 prajurit dari Pasukan Khusus
Pendaratan Angkatan Laut III Kure. Kapal angkut Jepang dikawal
Kesatuan Serang Port Moresby yang terdiri dari satu kapal
penjelajah ringan dan enam kapal perusak di bawah komando
Laksamana Muda Sadamichi Kajioka. Kapal-kapal Abe berangkat
dari Rabaul menempuh perjalanan sejauh 840 mil laut (1.556 km)
dengan kecepatan 8 knot (15 km/h) menuju Port Moresby pada 4
Mei. Pada hari berikutnya, kapal-kapal Abe bergabung dengan
kapal-kapal pengawal di bawah komando Kajioka. Armada Jepang
melaju dengan kecepatan 8 knot (15 km/h) dengan rencana transit
di Selat Jomard di Louisiade, dan melewati sekitar ujung selatan
Pulau Nugini sebelum tiba di Port Moresby pada 10 Mei.
[19]
Garnisun Sekutu di Port Moresby berjumlah sekitar 5.333
prajurit, tetapi jumlah pasukan infanteri hanya setengah dari jumlah
total, dan semuanya dilengkapi persenjataan yang buruk dan
kurang latihan.[20]

Peta pertempuran 3 Mei-9 Mei, menunjukan pergerakan kesatuan


tempur kedua belah pihak[21]
Ujung tombak invasi ke Tulagi adalah Kesatuan Invasi Tulagi di
bawah komando Laksamana Muda Kiyohide Shima. Kesatuan ini
terdiri dari dua kapal penyebar ranjau, dua kapal perusak, enam
kapal penyapu ranjau, dua kapal pemburu selam, dan satu kapal
angkut yang membawa sekitar 400 prajurit dari Pasukan Khusus
Pendaratan Angkatan Laut III Kure. Kesatuan Invasi Tulagi
didukung oleh Grup Perlindungan yang terdiri dari kapal induk
ringan Shōhō, empat kapal penjelajah berat, dan satu kapal
perusak di bawah komando Laksamana Muda Aritomo Gotō. Selain
itu masih terdapat Kesatuan Perlindungan terpisah (kadang-kadang
disebut Grup Pendukung) yang berada di bawah komando
Laksamana Muda Kuninori Marumo. Kesatuan Perlindungan terdiri
dari dua kapal penjelajah ringan, kapal induk pesawat
amfibi Kamikawa Maru, dan tiga kapal meriam yang bergabung
dengan Grup Perlindungan untuk memberikan dukungan proteksi
jarak jauh bagi tentara yang menyerbu Tulagi. Setelah Tulagi jatuh
pada 3 Mei atau 4 Mei, Grup Perlindungan dan Grup Pendukung
diposisikan kembali untuk melindungi invasi Port Moresby.[22] Inoue
mengatur jalannya Operasi MO dari atas kapal
penjelajah Kashima yang juga dinaikinya ketika tiba di Rabaul dari
Truk pada 4 Mei.[23]
Kapal-kapal dalam Grup Perlindungan yang dipimpin Gotō
diberangkatkan dari Truk pada 28 April, berlayar melalui Kepulauan
Solomon antara Kepulauan Bougainville dan Kepulauan
Choiseul sebelum diposkan dekat Kepulauan New Georgia. Kapal-
kapal dalam Kesatuan Perlindungan yang dipimpin Marumo
diberangkatkan dari Irlandia Baru pada 29 April menuju Teluk
Thousand Ships, Kepulauan Santa Isabel, sebelum diposkan
sebagai pangkalan pesawat amfibi pendukung invasi Tulagi pada 2
Mei. Kesatuan invasi di bawah komando Shima diberangkatkan dari
Rabaul pada 30 April.[24]
Kesatuan Serbu Kapal Induk Jepang berintikan kapal
induk Zuikaku dan Shōkaku, serta dua kapal penjelajah berat dan
enam kapal perusak yang diberangkatkan dari Truk pada 1 Mei.
Kesatuan Serbu ini berada di bawah komando Laksamana
Madya Takeo Takagi (sebagai kapal komando adalah kapal
penjelajah Myōkō) bersama Laksamana Muda Chūichi Hara yang
berkedudukan di atas Zuikaku sebagai komandan taktis pesawat
kapal induk. Mereka berlayar melewati sisi timur Kepulauan
Solomon dan memasuki Laut Koral dari selatan Guadalkanal.
Setelah berada di Laut Koral, kapal-kapal induk ditugaskan untuk
memberi perlindungan udara bagi pasukan Jepang yang
melakukan invasi, menghancurkan kekuatan udara Sekutu di Port
Moresby, dan mencegat serta menghancurkan semua kekuatan
angkatan laut Sekutu yang memasuki Laut Koral untuk melakukan
serangan balasan.[25]
Dalam perjalanan menuju Laut Koral, kapal-kapal induk Takagi
ditugaskan untuk mengantar sembilan pesawat tempur Zero ke
Rabaul. Namun cuaca buruk selama dua kali usaha mengantarkan
pesawat Zero pada 2 Mei dan 3 Mei memaksa pesawat-pesawat
tersebut kembali ke kapal induk yang berada di posisi 240 mil laut
(444 km) dari Rabaul. Salah satu pesawat Zero bahkan terpaksa
mendarat di laut. Setelah dua kali usaha pengantaran gagal, Takagi
dalam usaha menjaga jadwal Operasi MO, terpaksa membatalkan
usaha pengantaran pesawat Zero. Kapal-kapal diperintahkannya
menuju ke Kepulauan Solomon untuk mengisi bahan bakar.[26]
Sebagai pemberi peringatan dini, Jepang telah mengerahkan kapal
selam I-22, I-24, I-28, dan I-29 yang membentuk jaringan pengintai
sekitar 450 mil laut (833 km) barat daya Guadalkanal. Namun
armada Fletcher sudah lewat lebih dulu dan memasuki Laut Koral
sebelum kapal-kapal selam Jepang berada di pos masing-masing.
Hal ini menyebabkan Jepang tidak tahu akan keberadaan armada
Sekutu di bawah komando Fletcher. Satu kapal selam Jepang, I-
21 yang dikirim untuk mengintai sekitar Nouméa diserang oleh
pesawat-pesawat dari Yorktown pada 2 Mei. I-21 tidak mengalami
kerusakan, tetapi sepertinya tidak sadar bahwa serangan berasal
dari pesawat yang berpangkalan di kapal induk. Kapal selam RO-
33 dan RO-34 juga dikerahkan sebagai usaha Jepang memblokade
Port Moresby, dan tiba di lepas pantai pada 5 Mei. Keduanya tidak
bertemu dengan kapal-kapal Sekutu selama pertempuran
berlangsung.[27]

Kapal induk Yorktown sedang beroperasi di Samudra Pasifik. Foto


diambil sebelum Pertempuran Laut Koral dari pesawat TBD1 yang
lepas landas dari Yorktown. Sebuah kapal tanker terlihat di latar
belakang.
Pagi 1 Mei 1942, Gugus Tugas 17 (TF17) dan Gugus Tugas 11
(TF11) bertemu sekitar 300 mil laut (556 km) barat laut Kaledonia
Baru ( 16°16′S 162°20′E).[28] Fletcher dengan segera
memerintahkan TF11 untuk mengisi bahan bakar dari
tanker Tippecanoe sementara TF17 mengisi bahan bakar
dari Neosho. TF17 selesai mengisi bahan bakar pada hari
berikutnya, tetapi TF11 melapor bahwa pengisian bahan bakar
tidak akan selesai hingga 4 Mei. Fletcher memilih untuk melayarkan
TF17 ke barat laut menuju Gugus Kepulauan Louisiade. Setelah
pengisian bahan bakar selesai, TF11 diperintahkan untuk
bergabung pada 4 Mei dengan Gugus Tugas 44 (TF44) yang
diberangkatkan dari Sydney dan Nouméa. TF44 adalah armada
kapal perang gabungan Australia-Amerika Serikat di bawah
komando MacArthur, dipimpin oleh Laksamana Muda John
Crace dari Australia. Armada gabungan Australia-Amerika Serikat
terdiri dari kapal penjelajah HMAS Australia, HMAS Hobart,
dan USS Chicago, serta tiga kapal perusak. Setelah selesai
mengisi bahan bakar TF11, tanker Tippecanoe berangkat menuju
Laut Koral untuk mengantarkan sisa bahan bakar kepada kapal-
kapal Sekutu yang ada di Efate.[29]
Tulagi
Informasi lebih lanjut: Invasi ke Tulagi (Mei 1942)
Dini hari 3 Mei, armada Shima sampai di lepas pantai Tulagi dan
mulai mendaratkan pasukan angkatan laut untuk menduduki Pulau
Tulagi. Garnisun kecil pasukan komando Austalia dan unit pengintai
Angkatan Udara Diraja Australia telah lebih dulu dievakuasi
sebelum kedatangan armada Shima. Tulagi dalam keadaan kosong
tidak dijaga. Pasukan Jepang segera memulai pembangunan
markas komunikasi dan pangkalan pesawat amfibi. Pesawat-
pesawat dari Shōhō memberi perlindungan bagi pendaratan
pasukan Jepang hingga setelah tengah hari. Sementara itu,
armada Gotō berbalik menuju Bougainville untuk mengisi bahan
bakar sebelum bertugas memberi perlindungan bagi pendaratan
pasukan Jepang di Port Moresby.[30]
Pukul 17.00 tanggal 3 Mei, Fletcher diberi tahu bahwa armada
invasi Jepang ke Tulagi sudah terlihat sehari sebelumnya ketika
mendekati selatan Kepulauan Solomon. Tanpa diketahui Fletcher,
TF11 telah selesai mengisi bahan bakar pada pagi 3 Mei jauh lebih
awal dari jadwal semula, dan hanya terpisah sejauh 60 mil laut
(111 km) di sebelah timur TF17. Walaupun demikian, TF11 tidak
dapat melaporkan statusnya karena Fletcher memerintahkan
periode pengheningan radio. TF17 mengubah arah dan melaju
dengan kecepatan 27 knot menuju Guadalkanal sebelum
melancarkan serangan udara terhadap pasukan Jepang di Tulagi
pada pagi berikutnya.[31]

Pesawat-pesawat SBD dari Yorktown kembali ke kapal induk


setelah menyerang armada Jepang di pelabuhan Tulagi.
Pada 4 Mei 1942, dari posisi 100 mil laut (185 km) di selatan
Guadalkanal ( 11°10′S 158°49′E), total 60 pesawat dari Gugus
Tugas 17 (TF17) melancarkan tiga serangan udara berturut-turut ke
armada Shima di lepas pantai Tulagi. Pesawat-pesawat yang
berpangkalan di Yorktown mengejutkan kapal-kapal Shima dan
menenggelamkan kapal perusak Kikuzuki ( 09°07′S 160°12′E) dan
tiga kapal penyapu ranjau, merusakkan empat kapal-kapal lainnya,
serta menghancurkan empat kapal amfibi yang memberi
perlindungan bagi pendaratan pasukan. Pihak Amerika Serikat
kehilangan satu pesawat pengebom tukik dan dua pesawat tempur,
tetapi semua awak pesawat akhirnya diselamatkan. Setelah
pesawat-pesawatnya kembali pada senja 4 Mei, TF17
mengundurkan diri ke selatan. Walaupun mengalami kerusakan
akibat serangan pesawat-pesawat dari kapal induk, pembangunan
pangkalan pesawat amfibi diteruskan oleh Jepang dan misi-misi
pesawat pengintai diberangkatkan dari Tulagi pada 6 Mei.[32]
Armada Serbu Kapal Induk Jepang di bawah komando Takagi
sedang mengisi bahan bakar di 350 mil laut (648 km) utara Tulagi
ketika menerima berita adanya serangan dari armada Fletcher
pada 4 Mei. Takagi memerintahkan pengisian bahan bakar
dihentikan, dan mengubah haluan ke tenggara. Ia juga
mengerahkan pesawat-pesawat pengintai untuk mencari kapal-
kapal induk Amerika Serikat di sebelah timur Solomon. Kapal-kapal
pengintai tidak menemukan apa-apa karena memang kapal-kapal
Sekutu tidak berada di kawasan tersebut.[33]
Pencarian lewat udara dan keputusan penting
Pukul 08.16 tanggal 5 Mei, TF17 bertemu dengan TF11 dan TF44
di titik pertemuan yang sudah ditentukan sebelumnya, 320 mil laut
(593 km) selatan Guadalkanal ( 15°S 160°E). Pada kira-kira saat
yang bersamaan, empat pesawat tempur F4F
Wildcat dari Yorktown mencegat pesawat pengintai Kawanishi Tipe
97 dari Skuadron Udara Yokohama yang bergabung
dengan Skuadron Tempur 25 (Dai Nijūgo Kōkū Sentai)
di Kepulauan Shortland. Pesawat Kawanishi Tipe 97 tersebut
ditembak jatuh 11 mil laut (20 km) dari Gugus Tugas 11. Pesawat
tersebut tidak mengirimkan pesan radio sebelum jatuh, tetapi tidak
pernah kembali ke pangkalan udara Jepang sehingga diperkirakan
jatuh akibat tembakan pesawat Amerika yang berasal dari kapal
induk.[34]
Sebuah pesan dari Pearl Harbor memberi tahu Fletcher bahwa
intelijen radio telah menguraikan sandi Jepang tentang rencana
mereka mendaratkan pasukan di Port Moresby pada 10 Mei, dan
kapal-kapal induk Jepang kemungkinan akan berada di dekat
konvoi yang melakukan invasi. Berbekal informasi tersebut,
Fletcher memerintahkan TF17 untuk mengisi bahan bakar dari
tanker Neosho. Setelah selesai mengisi bahan bakar pada 6 Mei,
Fletcher berencana melayarkan armadanya ke utara ke arah Gugus
Kepulauan Louisiade untuk bertempur pada 7 Mei.[35]

Awak darat pesawat di atas dek landasan kapal induk Zuikaku pada
5 Mei.
Sementara itu, armada kapal induk Takagi berlayar ke sisi timur
Kepulauan Solomon sepanjang hari tanggal 5 Mei, berganti haluan
ke barat untuk melewati selatan San Cristobal (Makira), dan
memasuki Laut Koral setelah melewati antara Guadalkanal
dan Kepulauan Rennell pada dini hari 6 Mei. Takagi mulai mengisi
bahan bakar untuk kapal-kapalnya di 180 mil laut (333 km) barat
Tulagi untuk mempersiapkan pertempuran antarkapal induk yang ia
perkirakan bakal terjadi hari berikutnya.[36]
Pada 6 Mei, Fletcher menggabungkan TF11 dan TF44 menjadi
TF17. Pengisian bahan bakar terus dilakukan armada Fletcher
yang yakin kapal-kapal induk Jepang masih berada di utara dekat
Bougainville. Sepanjang hari, patroli pesawat pengintai dari kapal-
kapal induk Amerika gagal menemukan satu pun kapal dari armada
Jepang karena mereka berada di luar jarak jangkauan pesawat
pengintai.[37]
Pukul 10.00 tanggal 6 Mei, kapal pengintai amfibi Kawanishi dari
Tulagi melihat armada TF17 dan melapor ke markas. Laporan
diterima Takagi pada pukul 10.50. Ketika itu, armada Takagi berada
kira-kira 300 mil laut (556 km) di utara armada Fletcher, hampir di
luar jarak jangkauan maksimum pesawat-pesawat di kapal induk.
Kapal-kapal Takagi masih mengisi bahan bakar dan belum siap
tempur. Takagi mengambil kesimpulan berdasarkan laporan
pesawat pengintai bahwa TF17 sedang menuju ke selatan dan
makin menjauh dari armada Jepang. Selain itu, armada Fletcher
dinaungi awan tebal sehingga Takagi dan Hara memperkirakan
pesawatnya akan sulit menemukan kapal-kapal induk Amerika
Serikat. Takagi mengerahkan dua kapal induk dengan kawalan dua
kapal penjelajah di bawah komando Hara untuk berlayar menuju
armada TF17 dengan kecepatan 20 knot (23 mph; 37 km/h) agar
dapat berada di posisi serang ketika ufuk mulai terang pada hari
berikutnya, dan kapal-kapal Jepang yang lain sudah selesai
mengisi bahan bakar.[38]
Pesawat pengebom B-17 Amerika Serikat yang berpangkalan di
Australia beberapa kali diberangkatkan ke Port Moresby untuk
menyerang pasukan invasi Jepang, termasuk kapal-kapal perang
Gotō sepanjang hari 6 Mei, tetapi tidak berhasil mengenai sasaran.
Melalui radio, markas MacArthur memberitakan kepada Fletcher
hasil serangan pesawat pengebom dan lokasi-lokasi pasukan invasi
Jepang. Laporan pilot pesawat di bawah komando MacArthur yang
melihat sebuah kapal induk (Shōhō) sekitar 425 mil laut (787 km)
barat laut armada TF17 meyakinkan Fletcher tentang keberadaan
armada kapal induk Jepang yang membantu kesatuan invasi
Jepang.[39]
Peta animasi Pertempuran Laut Koral 6-8 Mei 1942.
Pukul 18.00 tanggal 6 Mei, Gugus Tugas 17 (TF17) selesai mengisi
bahan bakar. Fletcher memerintahkan tanker Neosho yang dikawal
kapal perusak Sims untuk pindah ke pos lain jauh ke selatan di (
16°S 158°E). TF17 kemudian mengubah haluan ke barat laut
menuju Kepulauan Rossel di Louisiade. Tanpa diketahui kedua
belah pihak, kapal-kapal induk mereka hanya terpisahkan 70 mil
laut (130 km) satu sama lainnya pada pukul 20.00 malam itu. Pada
pukul 20.00 ( 13°20′S 157°40′E), armada di bawah pimpinan Hara
mengubah haluan untuk bertemu dengan armada Takagi yang
sudah selesai mengisi bahan bakar dan sedang menuju ke arah
armada Hara.[40]
Larut malam 6 Mei atau dini hari 7 Mei, Kamikawa Maru selesai
menyiapkan pangkalan kapal amfibi di Kepulauan Deboyne yang
dimaksudkan untuk memberi perlindungan udara bagi pasukan
invasi Jepang ketika mereka mendekati Port Moresby. Sisa
Kesatuan Perlindungan di bawah pimpinan Marumo berada di pos
dekat Kepulauan D'Entrecasteaux dengan maksud melindungi
konvoi kapal-kapal Abe yang segera tiba.[41]
Pertempuran kapal induk, hari pertama
Serangan pagi
Pada 06.25 tanggal 7 Mei, armada TF17 berada 115 mil laut
(213 km) selatan Kepulauan Rossel. Pada waktu yang bersamaan,
Fletcher menugaskan Grup Tugas (TG) 17.3 yang terdiri dari kapal
penjelajah dan kapal perusak di bawah komando Crace untuk
menutup Selat Jomard. Fletcher sadar kapal-kapal Crace akan
bertugas tanpa perlindungan udara karena pesawat-pesawat dari
kapal induk TF17 akan sibuk mencari dan menyerang kapal-kapal
induk Jepang. Penugasan kapal-kapal perang Crace ke Selat
Jomard berarti mengurangi pertahanan antipesawat bagi kapal
induk Fletcher. Namun demikian, Fletcher memutuskan perlu
mengambil risiko untuk memastikan pasukan invasi Jepang agar
tidak lolos mendarat ke Port Moresby sementara dia sibuk
bertempur dengan kapal-kapal induk Jepang.[42]
Fletcher memperkirakan armada kapal induk Takagi berada di
suatu lokasi dekat Kepulauan Louisiade, di sebelah utara dari
tempatnya berada. Yorktown diperintahkannya untuk mengerahkan
10 pesawat pengebom tukik SBD mulai pukul 06.19 pagi untuk
mencari kapal-kapal Jepang. Sementara itu, Takagi yang berada
kira-kira 300 mil laut (556 km) sebelah timur Fletcher (
13°12′S 158°05′E) memberangkatkan 12 pesawat pengebom Tipe
97 pada pukul 06.00 sebagai pesawat pencari kapal-kapal TF17.
Hara memperkirakan kapal-kapal Fletcher berada di selatan dan
menyarankan Takagi untuk mengerahkan pesawat pencari ke
kawasan tersebut. Hampir pada saat yang bersamaan, kapal-kapal
penjelajah Gotō yang terdiri
dari Kinugasa dan Furutaka memberangkatkan empat pesawat
amfibi Kawanishi E7K2 Tipe 94 sebagai pesawat pencari di kapal-
kapal Amerika Serikat di tenggara Kepulauan Louisiade. Beberapa
pesawat pencari lainnya diberangkatkan Jepang dari Deboyne,
empat Kawanishi Tipe 97 dari Tulagi, dan tiga pesawat
pengebom Mitsubishi Tipe 1 dari Rabaul. Kedua belah pihak
mempersiapkan pesawat-pesawat di kapal induk masing-masing
untuk segera bisa diberangkatkan bila musuh ditemukan.[43]

Pesawat pengebom tukik Jepang terbang menuju posisi kapal-


kapal induk Amerika Serikat pada 7 Mei.
Pukul 07.22, sebuah pesawat pencari dari kapal
induk Shōkaku melapor keberadaan kapal-kapal Amerika Serikat
pada 182 derajat 163 mil laut (302 km) dari Takagi. Pukul 07.45,
pesawat pencari memberi konfirmasi telah menemukan "satu kapal
induk, satu kapal penjelajah, dan tiga kapal perusak." Sebuah
pesawat pencari lainnya dari Shōkaku ikut memperkuat laporan
sebelumnya.[44] Pesawat-pesawat dari kapal
induk Shōkaku sebetulnya telah salah lihat. Mereka mengira kapal
tanker Neosho dan kapal perusak Sims sebagai dua kapal induk.
Berbekal laporan telah ditemukannya kapal-kapal induk Amerika
Serikat, Hara atas persetujuan Takagi, segara meluncurkan semua
pesawat-pesawat yang tersedia. Sejumlah 79 pesawat yang terdiri
dari 18 pesawat tempur Zero, 36 pengebom tukik Tipe 99, dan 24
pesawat torpedo diberangkatkan dari Shōkaku dan Zuikaku pada
pukul 08.00. Pada pukul 08.15 mereka sudah terbang dalam
formasi menuju lokasi yang menurut laporan penglihatan ada
"kapal induk" Amerika Serikat.[45]
Pukul 08.20, salah satu pesawat pengintai
dari Furutaka menemukan kapal induk Fletcher, dan segera
melaporkannya ke markas Inoue di Rabaul yang kemudian
diteruskan ke Takagi. Laporan penglihatan adanya kapal induk
Amerika Serikat dikonfirmasi oleh pesawat amfibi
dari Kinugasa pada pukul 08.30. Takagi dan Hara keduanya
dibingungkan oleh laporan penglihatan yang saling bertentangan.
Mereka memutuskan untuk terus menyerang kapal-kapal yang
berada di selatan, sementara mengubah haluan kapal-kapal induk
mereka ke arah barat laut mendekati lokasi yang dilaporkan
pesawat pengintai dari Furutaka.[46] Dari laporan yang saling
bertentangan, Takagi dan Hara berkesimpulan ada dua gugus
kapal induk Amerika Serikat yang terpisah.[47]
Pukul 08.15, pesawat SBD dari Yorktown dengan pilot John L.
Nielsen melihat armada Gotō membayang-bayangi konvoi invasi.
Nielsen membuat kesalahan dalam pesan tersandi, dan
mengatakan penglihatannya sebagai "dua kapal induk dan empat
kapal penjelajah berat" di 10°3′S 152°27′E, 225 mil laut (417 km)
sebelah barat laut armada TF17.[48] Fletcher berkesimpulan armada
kapal induk utama Jepang sudah ditemukan. Semua pesawat yang
ada diberangkatkan dari kapal induk untuk menyerang. Pukul
10.13, sejumlah 93 pesawat Amerika Serikat sudah berada di udara
untuk memulai serangan ke armada Jepang. Mereka terdiri dari 18
pesawat tempur Wildcat, 53 pesawat pengebom tukik SBD, dan 22
pesawat pengebom torpedo TBD Devastator. Pukul 10.19, Nielsen
mendarat dan menyadari kesalahan kode pesan yang
dikirimkannya. Walaupun Shōhō ada di dalam armada Gotō,
Nielsen mengira dia hanya melihat dua kapal penjelajah dan empat
kapal perusak. Namun pada pukul 10.12, Fletcher menerima
laporan dari tiga B-17 Angkatan Darat Amerika Serikat tentang
adanya 10 kapal angkut dan 16 kapal perang di
10°35′S 152°36′E, tepatnya di 30 mil laut (56 km) sebelah selatan
lokasi penglihatan yang dilaporkan oleh Nielsen. Pesawat-pesawat
B-17 sebenarnya melihat kapal-kapal yang sama seperti dilihat
Nielsen, kapal induk Shōhō, kapal-kapal penjelajah Gotō, ditambah
pasukan invasi ke Port Moresby. Percaya dengan penglihatan awak
B-17 yang telah menemukan armada kapal induk Jepang, Fletcher
mengarahkan serangan udaranya menuju target.[49]

Neosho (tengah atas) dibiarkan terbakar dan tenggelam perlahan-


lahan setelah diserang pesawat-pesawat pengebom tukik Jepang.
Pukul 09.15, pesawat-pesawat Takagi yang sampai di lokasi hanya
melihat Neosho dan Sims, dan mencari-cari kapal induk Amerika
Serikat. Akhirnya pada pukul 10.51, pesawat pencari
dari Shōkaku sadar telah salah mengenali tanker dan kapal
perusak sebagai kapal induk. Takagi sekarang sadar kapal-kapal
induk Amerika sudah berada di tengah-tengah antara armadanya
dan konvoi invasi. Pasukan invasi Jepang berada dalam bahaya.
Takagi memerintahkan pesawat-pesawatnya segera
menyerang Neosho dan Sims lalu pulang ke kapal induk secepat
mungkin. Pukul 11.15, pengebom torpedo dan pesawat tempur
membatalkan misi, dan kembali ke kapal-kapal induk mereka
sementara 36 pesawat pengembom tukik menyerang dua kapal
Amerika Serikat.[50]
Empat pengebom tukik menyerang Sims dan sisanya
menjadikan Neosho sebagai sasaran. Tiga buah bom tepat
mengenai kapal perusak Sims yang pecah jadi dua, dan langsung
tenggelam dengan menewaskan semua awak. Dari 192 awak
hanya 14 yang selamat. Neosho terkenal 7 bom. Salah satu
pengebom tukik terkena tembakan antipesawat dan menghujam ke
tanker Neosho. Setelah rusak berat dan mesin
mati, Neosho dibiarkan terapung-apung dan tenggelam perlahan di
( 16°09′S 158°03′E). Sebelum semua sistem mati, Neosho masih
sempat memberitahukan telah diserang kepada Fletcher lewat
radio, dan berada dalam keadaan gawat. Namun rincian
selanjutnya tentang siapa dan apa yang menyerang Neosho tidak
diterima karena terganggunya transmisi radio. Neosho juga salah
memberikan koordinat posisinya ( 16°25′S 157°31′E).[51]
Pesawat penyerang Amerika Serikat melihat kapal
induk Shōhō dalam jarak dekat di timur laut Kepulauan
Misima pada pukul 10.40 dan mulai menyerang. Kapal induk
Jepang dilindungi oleh enam pesawat tempur Zero dan dua
pesawat tempur Tipe 96 yang terbang sebagai patroli udara
bersenjata, sementara pesawat-pesawat lainnya sedang disiapkan
di dekat bawah untuk menyerang kapal induk Amerika Serikat.
Kapal induk Shōhō dikelilingi kapal-kapal penjelajah dalam formasi
berlian, masing-masing dengan jarak 3.000 yard (2.743 m) hingga
5.000 yard (4.572 m).[52]

Shōhō sedang dibom dan ditorpedo oleh pesawat-pesawat kapal


induk Amerika Serikat.
Penyerang pertama, skuadron Lexington yang dipimpin Letnan
Kolonel William B. Ault menghantam Shōhō dengan dua bom
seberat 1.000-pon (454 kg) dan lima torpedo hingga menyebabkan
kerusakan parah. Pada pukul 11.00
skuadron Yorktown menyerang Shōhō yang sudah terbakar dan
hampir tidak bergerak lagi. Mereka menjatuhkan 11 bom atau lebih
seberat 1.000-pon (454 kg) dan paling sedikit dua torpedo
lagi. Shōhō hancur dan tenggelam pada pukul 11.35 (
10°29′S 152°55′E). Cemas akan kedatangan serangan udara
lainnya, Gotō menarik mundur kapal-kapalnya ke arah utara, tetapi
memerintahkan kapal perusak Sazanami untuk kembali memunguti
awak yang selamat. Hanya 203 dari 834 awak kapal
induk Shōhō yang selamat. Tiga pesawat Amerika Serikat jatuh
dalam serangan, termasuk dua SBD dari Lexington dan satu
dari Yorktown. Total 18 pesawat yang dibawa Shōhō hilang tetapi
tiga pesawat tempur patroli udara bersenjata berhasil mendarat
darurat di laut dekat Deboyne dan selamat. Pukul 12.10, pesan
dikirim ke TF17 tentang keberhasilan misi, pilot SBD
dari Lexington dan komandan skuadron Robert E. Dixon
mengatakan "Scratch one flat top! Signed Bob."[53]
Operasi siang hari
Pesawat-pesawat Amerika Serikat pulang dan sudah mendarat di
kapal induk masing-masing pada pukul 13.38. Pada pukul 14.20,
pesawat-pesawat tadi sudah dipersenjatai kembali dan siap
diberangkatkan untuk menyerbu Kesatuan Invasi Jepang ke Port
Moresby atau kapal-kapal penjelajah Gotō. Walaupun demikian,
Fletcher masih cemas tentang keberadaan kapal-kapal induk
Jepang yang lainnya. Ia mendapat berita bahwa sumber-sumber
intelijen Sekutu memperkirakan paling sedikit ada empat kapal
induk Jepang yang dikerahkan dalam Operasi MO. Fletcher
berkesimpulan hari akan mulai gelap untuk memulai serangan pada
saat kapal-kapal pengintainya dapat menemukan kapal-kapal induk
Jepang yang lain. Oleh karena itu, serangan lain untuk hari itu
diputuskannya untuk ditunda. Ia memutuskan terus berlayar di
bawah lindungan awan tebal sementara pesawat-pesawat tempur
terus dipersiapkan untuk bertahan. Fletcher mengubah haluan
TF17 ke barat daya.[54]
Setelah menerima berita tentang karamnya Shōhō, Inoue
memerintahkan konvoi invasi untuk mengundurkan diri sementara
ke utara. Takagi yang pada saat itu berlokasi di 225 mil laut
(417 km) timur TF17 diperintahkannya untuk menghancurkan kapal
induk Amerika Serikat. Ketika konvoi invasi sedang mengubah
haluan, delapan pesawat B-17 Angkatan Darat Amerika Serikat
datang menjatuhkan bom-bom, tetapi tidak mengenai sasaran.
Gotō dan Kajioka diperintahkan untuk menyiapkan kapal-kapal
mereka di selatan Kepulauan Rossel untuk pertempuran laut
malam hari bila kapal-kapal Amerika Serikat muncul dalam jarak
tempur.[55]
Pukul 12.40, pesawat amfibi Jepang yang berpangkalan di
Deboyne melihat dan melaporkan armada Crace berada di posisi
175 derajat, 78 mil laut (144 km) dari Deboyne. Pukul 13.15,
sebuah pesawat Jepang dari Rabaul melihat armada Crace, tetapi
menyampaikan laporan yang salah. Menurut pesawat dari Rabaul,
armada Crace terdiri dari dua kapal induk dan berada di posisi 205
derajat, 115 mil laut (213 km) dari Deboyne. Berbekal laporan
tersebut, Takagi yang masih menunggu kembalinya pesawat-
pesawat yang menyerang Neosho, mengubah haluan kapal ke
barat pada pukul 13.30. Takagi memberitakan Inoue pada pukul
15.00 bahwa kapal-kapal induk Amerika Serikat berada paling tidak
430 mil laut (796 km) di sebelah barat posisinya, dan armadanya
tidak dapat menyerang pada hari itu.[56]

HMAS Australia (tengah) dan TG17.3 sedang bertahan dari


serangan udara, 7 Mei 1942.
Dua kelompok pesawat penyerang dari Rabaul yang sudah
mengudara sejak pagi hari itu dikerahkan staf Inoue untuk menuju
ke posisi kapal-kapal Crace dilaporkan berada. Kelompok pertama
terdiri dari 12 pengebom Tipe 1 dilengkapi torpedo. Kelompok
kedua terdiri dari 19 pesawat serang darat Mitsubishi Tipe 96 yang
dipersenjatai dengan bom. Kedua kelompok pesawat tersebut
menemukan dan mulai menyerang kapal-kapal Crace pada pukul
14.30. Dalam laporan, mereka mengklaim telah menenggelamkan
kapal tempur kelas "California" serta merusakkan sebuah kapal
tempur dan sebuah kapal penjelajah. Pada kenyataannya, kapal-
kapal Crace tidak ada yang rusak, dan empat pesawat Tipe 1
ditembak jatuh. Beberapa saat kemudian, tiga pesawat B-17 dari
Angkatan Darat Amerika Serikat secara tidak sengaja mengebom
kapal-kapal Crace, tetapi tidak menimbulkan kerusakan.[57]
Crace pada pukul 15.26 berbicara melalui radio dengan Fletcher
bahwa dirinya tidak dapat menyelesaikan misi tanpa dukungan
udara. Crace mengundurkan diri ke arah selatan ke posisi sekitar
220 mil laut (407 km) tenggara Port Moresby agar makin jauh dari
jarak jangkauan pesawat Jepang dari darat atau kapal induk,
sambil tetap cukup dekat untuk mengadang armada Jepang
bergerak meninggalkan Louisiade lewat Selat Jomard atau Selat
Cina. Persediaan bahan bakar di kapal-kapal Crace sudah menipis.
Setelah Fletcher memerintahkan pengheningan radio, Crace sama
sekali tidak tahu posisi, situasi, atau rencana Fletcher.[58]
Tidak lama selepas pukul 15.00, Zuikaku menangkap pesan (yang
tidak benar) dari pesawat pengintai yang berpangkalan di Deboyne.
Menurut berita, armada Crace telah mengubah haluan ke tenggara.
Staf Takagi berasumsi pesawat pengintainya sedang membayang-
bayangi armada Fletcher dan merasa pasti bila kapal-kapal Sekutu
tetap melaju ke tenggara, mereka akan berada di dalam jangkauan
pesawat-pesawat Jepang beberapa saat sebelum malam tiba.
Takagi dan Hara memutuskan untuk segera menyerang memakai
kelompok pesawat terpilih, tanpa kawalan pesawat tempur,
walaupun berarti pesawat-pesawatnya baru akan kembali setelah
gelap.[59]
Hara berusaha mengonfirmasikan lokasi kapal-kapal induk Amerika
Serikat. Pukul 15.15, Hara memberangkatkan delapan pengebom
torpedo sebagai pesawat pencari yang menyapu 200 mil laut
(370 km) ke arah barat. Sementara itu, pesawat pengebom tukik
yang menyerang Neosho mendarat kembali di kapal induk. Enam
pilot pengebom tukik yang baru saja tiba diberi tahu bahwa mereka
akan segera diberangkatkan kembali untuk misi lain. Hara hanya
memilih awak pesawat yang paling berpengalaman. Pukul 16.15,
Hara memberangkatkan 12 pengebom tukik dan 15 pesawat
torpedo dengan instruksi terbang 277 derajat hingga 280 mil laut
(519 km). Kedelapan pesawat pencari terbang hingga 200-mil-laut
(370 km) dan berbalik tanpa melihat adanya kapal-kapal Fletcher.[60]

James H. Flatley
Pada pukul 17:47, armada TF17 dilindungi naungan awan tebal di
posisi 200 mil laut (370 km) sebelah barat armada Takagi
mendeteksi pesawat-pesawat Jepang di radar sedang menuju ke
arah mereka. Kapal-kapal TF17 mengubah haluan ke tenggara,
dan memberangkatkan 11 patroli udara bersenjata Wildcat,
termasuk satu pesawat yang diterbangkan oleh James H.
Flatley sebagai pencegat. Pesawat-pesawat Jepang begitu terkejut
dicegat oleh Wildcat, tujuh pengebom torpedo dan satu pengebom
tukik ditembak jatuh. Satu pengebom torpedo rusak berat (dan
kemudian jatuh). Sebaliknya hanya tiga Wildcat yang ditembak
jatuh.[61]
Setelah menderita kerugian besar akibat serangan Sekutu yang
juga mengacaukan formasi kapal-kapal mereka, pimpinan perang
Jepang membatalkan misi setelah berunding lewat radio. Pesawat-
pesawat Jepang segera membuang persenjataan mereka, dan
berbalik arah kembali ke kapal induk. Matahari tenggelam pukul
18.30. Beberapa pengebom tukik Jepang bertemu dengan kapal
induk Amerika Serikat di dalam kegelapan sekitar pukul 19.00.
Kegelapan membuat mereka tidak sadar sedang mendekati kapal
induk musuh. Mereka sempat berputar hendak bersiap untuk
mendarat, tetapi dihalau tembakan antipesawat dari kapal perusak
armada TF17. Pada pukul 20.00 armada TF17 dan armada Takagi
sudah terpisah sekitar 100 mil laut (185 km). Takagi menyalakan
lampu sorot di kapal-kapal perangnya untuk membantu pendaratan
18 pesawat yang selamat. Pada pukul 22.00 semua pesawat telah
mendarat dengan selamat.[62]
Sementara itu, Neosho pada pukul 15.18 dan 17.18 masih dapat
meradiokan ke TF17 bahwa sedang terbawa arus ke arah barat laut
dalam kondisi mulai tenggelam. Koordinat yang diberikan
sewaktu Neosho melapor pada pukul 17.18 ternyata salah
sehingga menyulitkan usaha penyelamatan. Fletcher lalu diberi
tahu satu-satunya pasokan bahan bakar yang terdekat dengannya
sudah tamat.[63]
Setelah kegelapan malam mengakhiri operasi pesawat-pesawat
pada hari itu, Fletcher memerintahkan TF17 untuk melaju ke barat
dan bersiap-siap untuk melancarkan pencarian 360 derajat ketika
ufuk mulai terang. Armada Crace juga mengubah haluan ke barat
agar berada dalam jangkauan tempur dari Louisiade. Inoue
mengontak Takagi dengan perintah agar benar-benar
menghancurkan kapal-kapal induk Amerika Serikat pada hari
berikutnya, dan menunda pendaratan Port Moresby hingga 12 Mei.
Takagi memilih untuk sepanjang malam membawa kapal-kapal
induknya 120 mil laut (222 km) ke utara agar dirinya dapat
berkonsentrasi pada pagi harinya untuk mencari ke arah barat dan
selatan. Selain itu, ia ingin memastikan kapal-kapal induknya dapat
memberi dukungan perlindungan bagi konvoi invasi. Gotō dan
Kajioka tidak dapat mengirimkan posisi dan koordinat kapal-kapal
mereka tepat waktu sehingga tidak dapat melakukan serangan
malam ke kapal-kapal perang Sekutu.[64]
Kedua belah pihak berharap untuk dapat bertemu satu sama
lainnya pada dini hari berikutnya. Sepanjang malam, para awak
mempersiapkan pesawat-pesawat penyerang untuk pertempuran
keesokan harinya. Sementara itu, awak pesawat yang kelelahan
berusaha untuk tidur beberapa jam. Setelah membaca dokumen
Jepang tentang Pertempuran Laut Koral, Laksamana Madya H. S.
Duckworth dari Amerika Serikat pada tahun 1972 berkomentar,
"Tidak diragukan lagi, 4 Mei 1942 di sekitar Laut Koral, adalah
kawasan pertempuran paling membingungkan dalam sejarah
dunia."[65] Hara di kemudian hari berkata kepada Panglima Tertinggi
Yamamoto, Laksamana Matome Ugaki bahwa dirinya begitu
frustrasi dengan "nasib buruk" yang dialami Jepang pada 7 Mei
hingga ia merasa ingin berhenti dari angkatan laut.[66]
Pertempuran antarkapal induk, hari kedua
Serangan ke kapal induk Jepang
Pukul 06.15 tanggal 8 Mei, dari posisi di 100 mil (161 km) tenggara
Kepulauan Rossel ( 10°25′S 154°5′E), Hara memberangkatkan
tujuh pengebom torpedo untuk mencari kapal-kapal Sekutu di posisi
140 hingga 230 derajat di selatan dan diterbangkan hingga 250 mil
laut (463 km) dari kapal-kapal induk Jepang. Ikut membantu dalam
pencarian, tiga pesawat Kawanishi Tipe 97 dari Tulagi dan empat
pengebom Tipe 1 dari Rabaul. Tepat pukul 07.00, armada kapal
induk Jepang mengubah haluan ke barat daya untuk bergabung
dengan dua kapal penjelajah Gotō, Kinugasa dan Furutaka sebagai
tambahan perlindungan. Kapal-kapal konvoi invasi, kapal-kapal
Gotō, dan kapal-kapal Kajioka melaju menuju titik pertemuan di 40
mil laut (74 km) sebelah timur Kepulauan Woodlark untuk
menunggu hasil pertempuran antarkapal induk. Malam itu, zona
frontal hangat berikut awan rendah menggantung yang pada 7 Mei
ikut menyembunyikan kapal-kapal perang Amerika Serikat, sudah
pergi ke utara dan timur untuk memayungi kapal-kapal induk
Jepang. Visibilitas di lokasi kapal-kapal induk Jepang antara 2 mil
(3 km) dan 15 mil (24 km).[67]
Yorktown (tampak depan) dan Lexington sedang menyiapkan
pemberangkatan pesawat ketika matahari terbit 8 Mei.
Pada pukul 06.35, armada TF17 di bawah kendali taktis
Laksamana Muda Fitch sedang berada di posisi 180 mil laut
(333 km) tenggara Lousiade ketika memberangkatkan 18 pesawat
SBD untuk melakukan pencarian 360 derajat hingga jarak 200 mil
laut (370 km). Langit sebagian besar cerah di atas kapal-kapal
induk Amerika dengan visibilitas 17 mil laut (31 km).[68]
Pukul 08.20, pesawat SBD yang diterbangkan Joseph G. Smith
menemukan kapal-kapal induk Jepang melalui sebuah lubang di
tengah awan dan menyampaikannya ke TF17. Dua menit
kemudian, kapal pencari dari Shōkaku yang dikepalai Kenzō Kanno
melihat TF17 dan memberi tahu Hara. Armada kedua belah pihak
hanya terpisah sekitar 210 mil laut (389 km). Kedua pihak berlomba
memberangkatkan pesawat-pesawat penyerang.[69]
Pukul 09.15, kapal-kapal induk Jepang melancarkan serangan
gabungan yang terdiri dari 18 pesawat tempur, 33 pengebom tukik,
18 pesawat torpedo di bawah komando Mayor Kakuichi Takahashi.
Kedua kapal induk Amerika masing-masing melancarkan serangan
terpisah. Kelompok penyerang dari Yorktown yang terdiri dari enam
pesawat tempur, 24 pengebom tukik, dan 9 pesawat torpedo sudah
mengudara pada pukul 09.15. Kelompok penyerang
dari Lexington terdiri dari sembilan pesawat tempur, 15 pengebom
tukik, dan 12 pesawat torpedo yang lepas landas pukul 09.25.
Kapal-kapal induk dari kedua belah pihak melaju dengan kecepatan
penuh untuk memperpendek jarak terbang yang harus ditempuh
pesawat-pesawat mereka ketika pulang.[70]
Pesawat-pesawat pengebom tukik dari Yorktown di bawah
pimpinan William O. Burch sampai di kapal-kapal induk Jepang
pada pukul 10.32, tetapi melambatkan pesawat menanti
kedatangan skuadron torpedo yang terbang lebih lambat. Mereka
bermaksud melakukan serangan secara simultan. Pada waktu
itu, Shōkaku dan Zuikaku terpisah kira-kira 10.000 yard (9.144 m).
Namun Zuikaku tersembunyi oleh hujan deras tiba-tiba yang
dibawa awan rendah menggantung. Kedua kapal induk dilindungi
oleh 16 pesawat tempur Zero yang bertugas sebagai patroli udara
bersenjata. Pesawat-pesawat pengebom tukik
dari Yorktown memulai serangan terhadap Shōkaku pada pukul
10.57. Shōkaku melakukan manuver drastis, tetapi dihantam dua
bom 1.000-pon (454 kg) yang merobekkan bangunan di atas dek
bagian depan kapal dan menyebabkan kerusakan berat di dek
hanggar dan dek landasan. Pesawat-pesawat torpedo
dari Yorktown menembakkan semua torpedo yang dibawa namun
tanpa hasil. Dua pengebom tukik Amerika Serikat dan dua Zero
ditembak jatuh ketika serangan terjadi.[71]

Kapal induk Shōkaku sedang terbakar dan melakukan manuver


mendadak untuk mengelak serangan udara. Foto diambil dari atas
pesawat Amerika Serikat.
Pesawat-pesawat dari Lexington tiba dan menyerang pada pukul
11.30. Dua pengebom tukik menyerang Shōkaku, menghantam
kapal induk ini dengan 1.000-pon (454 kg) dan makin memperparah
kerusakan. Dua pengebom tukik mengincar Zuikaku, tetapi luput.
Pengebom tukik sisanya dari Lexington tidka berhasil menemukan
kapal-kapal induk Jepang di bawah awan tebal. Pengebom torpedo
dari Lexington melepaskan 11 buah torpedo yang tidak satu pun
mengenai sasaran. Tiga belas pesawat Zero yang sedang
berpatroli menembak jatuh tiga Wildcat.[72]
Setelah dek landasan rusak berat serta 233 awak tewas dan
luka, Shōkaku tidak lagi dapat beroperasi. Nakhoda Takaji Joshima
meminta izin dari Takagi dan Hara untuk meninggalkan
pertempuran, dan Takagi setuju. Pukul 12.10, Shōkaku dikawal dua
kapal perusak menarik diri ke arah timur laut.[73]
Serangan ke kapal induk Amerika Serikat
Pukul 10.55. radar CXAM-1 di Lexington mendeteksi pesawat-
pesawat Jepang dalam jarak 68 mil laut (126 km), dan mengutus
sembilan Wildcat untuk mencegat. Setelah memperkirakan
pengebom torpedo Jepang terbang di ketinggian rendah, enam
Wildcat terbang menjadi terbang terlalu rendah hingga tidak
menemukan pesawat-pesawat Jepang yang terbang di atas
mereka.[74] Akibat pesawatnya banyak yang jatuh pada malam
sebelumnya, Jepang tidak dapat melancarkan serangan torpedo
secara penuh. Mayor Shigekazu Shimazaki, komandan pesawat
torpedo, mengerahkan 14 pengebom torpedo untuk
menyerang Lexington dan empat pesawat untuk
menyerang Yorktown. Satu pesawat Wildcat menembak jatuh satu
pesawat torpedo Jepang, dan 8 pesawat SBD
dari Yorktown menghancurkan tiga pesawat torpedo Jepang ketika
sedang menurunkan ketinggian hingga posisi serang. Empat SBD
ditembak jatuh oleh Zero yang mengawal pesawat torpedo.[75]

Lexington (tengah kanan) terbakar ketika sedang diserang


pesawat-pesawat Jepang. Dipotret dari pesawat Jepang.
Serangan Jepang ke kapal-kapal induk Amerika Serikat dimulai
pukul 11.13. Kedua kapal induk terpisah 3.000 yard (2.743 m).
Kapal-kapal yang mengawal menembakkan meriam antipesawat.
Empat pesawat torpedo menyerang Yorktown namun semuanya
luput. Pesawat torpedo sisanya menerapkan taktik militer gerakan
menjepit terhadap Lexington yang memiliki radius putar lebih besar
dari Yorktown. Pada pukul 11:20, Lexington terkena dua
torpedo Type 91. Torpedo pertama menghantam tanki
penyimpanan avgas di lambung kiri. Tanpa dideteksi, uap avgas
menyebar ke kompartemen sekelilingnya. Torpedo kedua
melubangi sistem air utama di lambang kiri hingga mengurangi
tekanan air di tiga ruang api depan dan menyebabkan masing-
masing boiler mati. Walaupun demikian, Lexington masih dapat
berlayar dengan kecepatan 24 knot (28 mph; 44 km/h)
menggunakan boiler yang tersisa. Empat pesawat torpedo Jepang
ditembak jatuh oleh meriam antipesawat.[76]
Sejumlah 33 pengebom tukik Jepang memutar untuk menyerang
dari arah angin bertiup, dan tidak mulai menukik dari ketinggian
14.000 kaki (4.267 m) hingga tiga atau empat menit setelah
pesawat torpedo membuka serangan. Sembilan belas pengebom
tukik dari Shōkaku di bawah komando Takahashi
mengincar Lexington, sementara 14 pengebom tukik di bawah
komando Tamotsu Ema mengincar Yorktown. Pesawat-pesawat
Zero melindungi pesawat-pesawat Takahashi dari serangan empat
pesawat Wildcat dari Lexington. Dua Wildcat yang terbang
memutar di atas Yorktown dapat menggangu formasi pengebom
tukik pimpinan Ema. Pesawat pengebom pimpinan Takahashi
merusakkan Lexington dengan dua bom yang mengenai sasaran,
serta beberapa lainnya yang hampir luput. Kebakaran terjadi
di Lexington, tetapi berhasil dikuasai pada pukul 12.33. Pada pukul
11.27, dek landasan Yorktown terkena satu bom seberat 250-
kilogram (551 pon) yang merupakan bom penembus perisai. Bom
menembus hingga empat lapis dek sebelum meledak dan
menyebabkan kerusakan struktur serius di ruang penyimpanan
pesawat. Total 66 awak tewas dan luka berat. Total hingga 12 bom
yang hampir luput merusakkan lambung Yorktown di bawah air.
Dua pengebom tukik ditembak jatuh oleh pesawat Wildcat ketika
serangan berlangsung.[77]

Tamotsu Ema, pemimpin pengebom tukik Zuikaku yang


merusakkan Yorktown.
Setelah pesawat-pesawat Jepang menyelesaikan serangan,
mereka mulai ditarik mundur, dan yakin telah menyebabkan
kerusakan fatal di kedua kapal induk. Dalam perjalanan pulang,
mereka meladeki sekelompok pesawat Wildcat dan SBD. Dalam
duel udara tersebut, tiga SBD dan tiga Wildcat ditembak jatuh,
sementara Jepang kehilangan tiga pengebom torpedo, satu
pengebom tukik, dan satu Zero. Pada pukul 12.00, pesawat-
pesawat penyerang kedua belah pihak sudah dalam perjalanan
pulang ke kapal induk masing-masing. Dalam perjalanan pulang,
kedua belah pihak saling berpapasan. Duel udara kembali terjadi.
Pesawat yang dipiloti Kanno dan Takahashi ditembak jatuh, dan
keduanya tewas.[78]
Akhir pertempuran
Pesawat-pesawat penyerang pulang dan mendarat di kapal induk
masing-masing antara pukul 12.30 dan 14.30. Walaupun
mengalami kerusakan, Yorktown dan Lexington keduanya masih
dapat dipakai mendarat oleh pesawat-pesawat yang kembali.
Selama pendaratan, karena berbagai alasan, pihak Amerika Serikat
harus kehilangan lagi lima pesawat SBD, dua pesawat TBD, dan
sebuah Wildcat. Sementara itu, Jepang kehilangan dua pesawat
Zero, lima pengebom tukik, dan satu pesawat torpedo. Empat puluh
enam dari 69 pesawat Jepang kembali dengan selamat, dan
mendarat di Zuikaku. Namun di antaranya, tiga pesawat Zero,
empat pengebom tukik, dan lima pesawat torpedo dinyatakan rusak
parah hingga tidak mungkin diperbaiki, dan segera dibuang ke laut.
[79]

Setelah TF17 mendapatkan kembali semua pesawatnya, Fletcher


menimbang-nimbang situasi. Pilot-pilot yang baru pulang melapor
bahwa mereka telah membuat sebuah kapal induk Jepang rusak
berat, tetapi satu kapal induk lainnya dapat menghindari dari
kerusakan. Fletcher memahami bahwa kedua kapal induknya
menderita kerugian besar. Skuadron-skuadron udara yang
dimilikinya juga kehilangan banyak sekali pesawat. Bahan bakar
juga menjadi masalah dengan tenggelamnya Neosho. Pukul 14.22,
Fitch memberi tahu Fletcher bahwa ia menerima laporan
tentang dua kapal induk Jepang yang tidak rusak, dan fakta ini
didukung oleh intersepsi radio. Percaya bahwa dirinya sedang
menghadapi kapal-kapal induk Jepang yang lebih unggul, Fletcher
memutuskan untuk menarik mundur TF17 dari pertempuran.
Fletcher meradiokan ke MacArthur perkiraan posisi kapal-kapal
induk Jepang. Ia juga menyarankan agar MacArthur menyerang
kapal-kapal induk Jepang dengan pesawat pengebom yang
berpangkalan di darat.[80]
Sekitar pukul 14.30, Hara memberi tahu Takagi bahwa hanya ada
24 pesawat Zero, delapan pengebom tukik, dan empat pesawat
torpedo yang operasional. Takagi cemas bahan bakar kapal makin
menipis. Bahan bakar kapal penjelajah tersisa 50%, sementara
bahan bakar di kapal perusaknya hanya tersisa 20%. Pukul 15.00,
Takagi memberitakan Inoue tentang keberhasilan pesawat-pesawat
Jepang menenggelamkan dua kapal induk Amerika
Serikat, Yorktown dan kapal induk kelas "Saratoga," tetapi kerugian
besar dalam bentuk pesawat-pesawat yang hancur menyebabkan
dirinya tidak dapat meneruskan memberi perlindungan udara untuk
invasi. Inoue akhirnya memerintahkan konvoi invasi untuk kembali
ke Rabaul karena sebelumnya pesawat pengintai Inoue juga sudah
melihat kapal-kapal Crace pada hari itu. Operasi MO ditundanya
hingga 3 Juli 1942, dan memerintahkan armadanya untuk
berkumpul di timur laut Kepulauan Solomon untuk memulai
Operasi RY. Zuikaku dan kapal-kapal pengawalnya mengubah
haluan ke arah Rabaul, sementara Shōkaku dipulangkan ke
Jepang.[81]

Lexington sedang terbakar dan ditinggalkan para awaknya.


Di atas Lexington, semua api telah dipadamkan grup pengendali
kerusakan, dan kapal induk ini kembali ke kondisi siap beroperasi.
Namun pada pukul 12.47, percikan dari motor listrik yang tidak
dijaga menyulut uap bensin di dekat pos kontrol pusat kapal.
Ledakan yang terjadi menewaskan 25 orang awak, dan
menimbulkan api besar. Sekitar pukul 14.42, sebuah ledakan besar
lainnya terjadi, dan menimbulkan api kedua yang dahsyat. Ledakan
ketiga terjadi pukul 15.25, dan pada pukul 15.38, awak
kapal Lexington mulai meninggalkan kapal pada pukul 17.07.
Setelah menyelamatkan para awak kapal, termasuk Fitch dan
nakhoda kapal induk Frederick C. Sherman, kapal
perusak Phelps pada pukul 19.15 menembakkan lima torpedo
ke Lexington yang sedang terbakar untuk
menghabisinya. Lexington tenggelam di kedalaman laut
2.400 fathom pada pukul 19.52 ( 15°15′S 155°35′E). Dua ratus
enam belas dari total 2.951 awak kapal induk Lexington tewas
terbawa ke dasar samudra beserta 36 pesawat. Phelps dan kapal-
kapal perang lain yang mengawal Lexington segera meninggalkan
lokasi untuk bergabung dengan Yorktown dan kapal-kapal
pengawalnya. Mereka berangkat pada pukul 16:01, dan TF17
mengundurkan diri ke barat daya. Pada malam itu, MacArthur
memberitakan kepada Fletcher bahwa delapan dari pesawat B-17
miliknya telah menyerang konvoi invasi, dan sekarang sedang
mengundurkan diri ke arah barat laut.[82]
Pada malam itu, Crace membebastugaskan Hobart yang sudah
dalam keadaan kritis bahan bakar. Bersama kapal
perusak Walke yang memiliki masalah mesin, keduanya berlayar
menuju Townsville. Crace tidak sengaja mendengar laporan radio
bahwa konvoi invasi musuh telah dipulangkan kembali. Namun,
Crace tidak mengetahui Fletcher sudah menarik mundur kapal-
kapalnya, dan terus melakukan patroli bersama kapal-kapal TG17.3
di Laut Koral untuk mencegah pasukan invasi Jepang meneruskan
rencana menyerbu ke Port Moresby.[83]
Pascapertempuran
Pada 9 Mei, TF17 mengubah haluan ke timur dan keluar dari Laut
Koral melalui rute selatan Kaledonia Baru. Nimitz memerintahkan
Fletcher untuk mengembalikan Yorktown ke Pearl Harbor secepat
mungkin setelah mengisi bahan bakar di Tongatabu. Sepanjang
hari itu, pesawat pengebom Angkatan Darat Amerika Serikat
menyerang Deboyne dan Kamikawa Maru, tetapi kerusakan yang
ditimbulkan tidak diketahui. Sementara itu, Crace yang tidak
mendapat berita apa pun dari Fletcher menyimpulkan TF17 telah
meninggalkan lokasi pertempuran. Pukul 01.00 tanggal 10 Mei,
setelah tidak mendapat berita lebih lanjut tentang pergerakan
kapal-kapal Jepang menuju Port Moresby, Crace berputar menuju
Australia dan tiba di Cid Harbor, 130 mil laut (241 km) utara
Townsville pada 11 Mei.[84]
Pada pukul 22.00 tanggal 8 Mei, Yamamoto memerintahkan kapal-
kapal Inoue untuk berbalik, menghancurkan sisa kapal-kapal
Sekutu, dan menyelesaikan invasi ke Port Moresby. Inoue tidak
membatalkan penarikan mundur konvoi invasi, tetapi
memerintahkan Takagi dan Gotō untuk mengejar sisa kapal-kapal
Sekutu di Laut Koral. Persediaan bahan bakar kapal-kapal perang
Takagi sudah kritis, dan menghabiskan hampir sepanjang hari 9
Mei mengisi bahan bakar dari tanker Tōhō Maru. Larut malam 9
Mei, Takagi dan Gotō berlayar ke tenggara, dan lalu ke barat daya
menuju Laut Koral. Pesawat-pesawat amfibi dari Deboyne
membantu Takagi mencari armada TF17 pada pagi 10 Mei. Namun
kapal-kapal Fletcher dan Crace sudah meninggalkan lokasi. Pukul
13.00 tanggal 10 Mei, Takagi berkesimpulan musuh sudah pergi
dan memutuskan untuk kembali ke Rabaul. Yamamoto setuju
dengan keputusan Takagi dan memerintahkan Zuikaku kembali ke
Jepang untuk dilengkapi kembali dengan pesawat-pesawat. Pada
saat yang bersamaan, Kamikawa Maru juga meninggalkan
Deboyne.[85] Pada siang 11 Mei, satu pesawat PBY Angkatan Laut
Amerika Serikat yang sedang berpatroli dari Nouméa
melihat Neosho sedang terapung-apung di ( 15°35′S 155°36′E).
Pada hari itu juga, kapal perusak Amerika Serikat Henley bertindak
dan menyelamatkan 109 awak Neosho dan 14 awak Sims yang
selamat, dan lalu menenggelamkan Neosho dengan tembakan
torpedo.[86]
Pada 10 Mei, Operasi RY dinyatakan berakhir. Setelah kapal
penyebar ranjau Okinoshima yang dijadikan kapal komando
ditenggelamkan oleh kapal selam Amerika Serikat S-42 pada 12
Mei ( 05°06′S 153°48′E), pendaratan pasukan ditunda hingga 17
Mei. Sementara itu, armada TF16 di bawah pimpinan Halsey
mencapai Pasifik Selatan dekat Efate, dan pada 13 Mei berlayar ke
utara untuk mencegat kapal-kapal Jepang yang mendekati Nauru
dan Kepulauan Ocean. Setelah mendapat laporan intelijen tentang
operasi berikutnya Armada Gabungan Jepang ke Midway, Nimitz
pada 14 Mei memerintahkan Halsey untuk memastikan pesawat
pengintai Jepang dapat melihat kapal-kapal Halsey pada hari
berikutnya. Nimitz setelah itu segera kembali ke Pearl Harbor. Pada
10.15 tanggal 15 Mei, pesawat pengintai Kawanishi dari Tulagi
melihat TF16 di 445 mil laut (824 km) timur Kepulauan Solomon.
Gerak tipu kapal-kapal Halsey berhasil. Setelah mencemaskan
serangan udara kapal induk Amerika Serikat terhadap pasukan
invasi Jepang, Inoue segera membatalkan Operasi RY. Kapal-kapal
diperintahkannya untuk kembali ke Rabaul dan Truk. Pada 19 Mei,
TF16 yang kembali ke kawasan Efate untuk mengisi bahan bakar,
dan berbelok menuju Pearl Harbor. TF16 tiba di Pearl Harbor pada
26 Mei, sementara Yorktown tiba pada hari berikutnya.[87]

Kerusakan di haluan kapal Shōkaku dan dek landasan depan.


Shōkaku tiba di Kure, Jepang, pada 17 Mei. Dalam perjalanan,
kapal induk ini hampir terbalik akibat kerusakan yang diderita
selama pertempuran. Zuikaku tiba di Kure pada 21 Mei, setelah
berhenti sebentar di Truk pada 15 Mei. Berbekal sinyal intelijen,
Amerika Serikat mengerahkan delapan kapal selam di sepanjang
rute yang diperkirakan akan dilewati kapal-kapal induk Jepang
sewaktu kembali ke Jepang. Namun, kapal-kapal selam tersebut
tidak berhasil melakukan serangan. Staf Umum Angkatan Laut
Kekaisaran Jepang memperkirakan perlu waktu dua hingga tiga
bulan untuk memperbaiki Shōkaku dan melengkapi kembali
skuadron udaranya. Oleh karena
itu, Shōkaku dan Zuikaku keduanya tidak dapat ikut serta dalam
operasi Yamamoto yang berikutnya di
Midway. Shōkaku dan Zuikaku bergabung kembali dengan Armada
Gabungan pada 14 Juli dan berperan utama dalam pertempuran
antarkapal induk yang berikutnya melawan Amerika Serikat. Lima
kapal selam kelas I yang mendukung Operasi MO dialihkan untuk
mendukung penyerangan ke Pelabuhan Sydney tiga minggu
kemudian sebagai bagian dari usaha mengganggu jalur logistik
Sekutu. Dalam perjalanan ke Truk, I-28 terkena tembakan torpedo
dari kapal selam Amerika Serikat Tautog dan tenggelam berikut
semua awaknya.[88]

Anda mungkin juga menyukai