Gerak maju invasi Jepang di Asia Tenggara dan Pasifik Barat Daya
mulai Desember 1941 hingga April 1942
Dalam usaha mencapai tujuan akhir perang, dalam beberapa bulan
pertama tahun 1942, tentara Jepang menyerang dan berhasil
mengambil alih Filipina, Thailand, Singapura, Hindia
Belanda, Kepulauan Wake, Britania Baru, serta Kepulauan
Gilbert dan Guam. Dalam proses pengambilalihan wilayah-wilayah
tersebut, Jepang mengakibatkan kerugian besar bagi kekuatan
darat, laut dan udara pihak Sekutu. Negara-negara taklukan
Jepang menurut rencana akan dipakai sebagai pertahanan garis
luar bagi Kekaisaran Jepang, sekaligus melancarkan taktik
perang menghabiskan tenaga lawan dalam usahanya mengalahkan
atau menghabisi serangan balasan Sekutu.[8]
Tidak lama setelah perang berlangsung, Staf Umum Angkatan
Laut mengeluarkan rekomendasi untuk menginvasi
Australia sebagai tindakan pencegahan agar Australia tidak dipakai
sebagai pangkalan militer yang mengancam pertahanan garis luar
Jepang di Pasifik Selatan. Namun rekomendasi ini ditolak Angkatan
Darat Kekaisaran Jepang yang mengemukakan alasan bahwa
Jepang tidak memiliki kapasitas kapal dan kekuatan militer yang
cukup. Pada saat yang bersamaan, komandan Armada IV
Angkatan Laut Jepang Laksamana Madya Shigeyoshi
Inoue mengusulkan pendudukan Tulagi yang berada di
tenggara Kepulauan Solomon dan Port Moresby di Papua Nugini.
Usulannya membuat bagian utara Australia berada dalam
jangkauan pesawat-pesawat terbang Jepang yang berpangkalan di
darat. Sebagai pimpinan Armada IV yang juga disebut Armada Laut
Selatan, Inoue membawahi unit-unit angkatan laut di kawasan
Pasifik Selatan. Ia percaya bahwa pendudukan dan penguasaan
lokasi-lokasi tersebut akan menjamin keamanan dan pertahanan
bagi pangkalan utama Jepang di Rabaul, Britania Baru. Staf Umum
Angkatan Laut dan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang menerima
proposal Inoue dan merencanakan operasi-operasi lanjutan. Dalam
operasi lanjutan, lokasi-lokasi yang diusulkan Inoue akan dijadikan
pangkalan militer pendukung dalam usaha berikutnya
merebut Kaledonia Baru, Fiji, dan Samoa yang bila berhasil akan
memutuskan jalur komunikasi dan perbekalan antara Australia dan
Amerika Serikat.[9]
Pada April 1942, angkatan laut dan angkatan darat menyusun
rencana yang diberi nama Operasi MO. Menurut rencana ini, Port
Moresby akan diserang dari laut dan harus dapat diamankan
sebelum 10 Mei 1942. Rencana yang sama juga mencantumkan
pengambilalihan Tulagi pada 2-3 Mei 1942. Angkatan Laut akan
menjadikan Tulagi sebagai pangkalan bagi pesawat amfibi yang
akan menyerang teritori dan tentara Sekutu di Pasifik Selatan.
Setelah Operasi MO selesai disusun, angkatan laut menyusun
rencana lain untuk Operasi RY yang bertujuan
merebut Nauru dan Kepulauan Banaba yang kaya
dengan fosfat pada 15 Mei 1942. Operasi RY akan dilancarkan
memakai kapal-kapal yang berpangkalan di lokasi yang telah
direbut dalam operasi MO. Operasi militer berikutnya yang
disebut Operasi FS bertujuan merebut Fiji, Samoa, dan Kaledonia
Baru, dan akan disusun setelah operasi MO dan RY selesai. Pada
Maret 1942 pesawat-pesawat Sekutu yang berpangkalan di kapal
induk dan di darat menyerang kapal-kapal perang Jepang yang
melakukan invasi ke kawasan Lae-Salamaua dan mengakibatkan
kerugian bagi Jepang. Oleh karena itu, Inoue meminta Armada
Gabungan untuk mengirimkan kapal induk sebagai perlindungan
dari udara bagi kekuatan militer Jepang dalam Operasi MO. Inoue
terutama menyatakan kecemasannya terhadap pesawat pengebom
Sekutu yang berpangkalan di Townsville dan Cooktown, Australia.
Kedua pangkalam militer Sekutu tersebut berada di luar jangkauan
pesawat pengebom Jepang yang berpangkalan di Rabaul dan Lae.
[10]
Awak darat pesawat di atas dek landasan kapal induk Zuikaku pada
5 Mei.
Sementara itu, armada kapal induk Takagi berlayar ke sisi timur
Kepulauan Solomon sepanjang hari tanggal 5 Mei, berganti haluan
ke barat untuk melewati selatan San Cristobal (Makira), dan
memasuki Laut Koral setelah melewati antara Guadalkanal
dan Kepulauan Rennell pada dini hari 6 Mei. Takagi mulai mengisi
bahan bakar untuk kapal-kapalnya di 180 mil laut (333 km) barat
Tulagi untuk mempersiapkan pertempuran antarkapal induk yang ia
perkirakan bakal terjadi hari berikutnya.[36]
Pada 6 Mei, Fletcher menggabungkan TF11 dan TF44 menjadi
TF17. Pengisian bahan bakar terus dilakukan armada Fletcher
yang yakin kapal-kapal induk Jepang masih berada di utara dekat
Bougainville. Sepanjang hari, patroli pesawat pengintai dari kapal-
kapal induk Amerika gagal menemukan satu pun kapal dari armada
Jepang karena mereka berada di luar jarak jangkauan pesawat
pengintai.[37]
Pukul 10.00 tanggal 6 Mei, kapal pengintai amfibi Kawanishi dari
Tulagi melihat armada TF17 dan melapor ke markas. Laporan
diterima Takagi pada pukul 10.50. Ketika itu, armada Takagi berada
kira-kira 300 mil laut (556 km) di utara armada Fletcher, hampir di
luar jarak jangkauan maksimum pesawat-pesawat di kapal induk.
Kapal-kapal Takagi masih mengisi bahan bakar dan belum siap
tempur. Takagi mengambil kesimpulan berdasarkan laporan
pesawat pengintai bahwa TF17 sedang menuju ke selatan dan
makin menjauh dari armada Jepang. Selain itu, armada Fletcher
dinaungi awan tebal sehingga Takagi dan Hara memperkirakan
pesawatnya akan sulit menemukan kapal-kapal induk Amerika
Serikat. Takagi mengerahkan dua kapal induk dengan kawalan dua
kapal penjelajah di bawah komando Hara untuk berlayar menuju
armada TF17 dengan kecepatan 20 knot (23 mph; 37 km/h) agar
dapat berada di posisi serang ketika ufuk mulai terang pada hari
berikutnya, dan kapal-kapal Jepang yang lain sudah selesai
mengisi bahan bakar.[38]
Pesawat pengebom B-17 Amerika Serikat yang berpangkalan di
Australia beberapa kali diberangkatkan ke Port Moresby untuk
menyerang pasukan invasi Jepang, termasuk kapal-kapal perang
Gotō sepanjang hari 6 Mei, tetapi tidak berhasil mengenai sasaran.
Melalui radio, markas MacArthur memberitakan kepada Fletcher
hasil serangan pesawat pengebom dan lokasi-lokasi pasukan invasi
Jepang. Laporan pilot pesawat di bawah komando MacArthur yang
melihat sebuah kapal induk (Shōhō) sekitar 425 mil laut (787 km)
barat laut armada TF17 meyakinkan Fletcher tentang keberadaan
armada kapal induk Jepang yang membantu kesatuan invasi
Jepang.[39]
Peta animasi Pertempuran Laut Koral 6-8 Mei 1942.
Pukul 18.00 tanggal 6 Mei, Gugus Tugas 17 (TF17) selesai mengisi
bahan bakar. Fletcher memerintahkan tanker Neosho yang dikawal
kapal perusak Sims untuk pindah ke pos lain jauh ke selatan di (
16°S 158°E). TF17 kemudian mengubah haluan ke barat laut
menuju Kepulauan Rossel di Louisiade. Tanpa diketahui kedua
belah pihak, kapal-kapal induk mereka hanya terpisahkan 70 mil
laut (130 km) satu sama lainnya pada pukul 20.00 malam itu. Pada
pukul 20.00 ( 13°20′S 157°40′E), armada di bawah pimpinan Hara
mengubah haluan untuk bertemu dengan armada Takagi yang
sudah selesai mengisi bahan bakar dan sedang menuju ke arah
armada Hara.[40]
Larut malam 6 Mei atau dini hari 7 Mei, Kamikawa Maru selesai
menyiapkan pangkalan kapal amfibi di Kepulauan Deboyne yang
dimaksudkan untuk memberi perlindungan udara bagi pasukan
invasi Jepang ketika mereka mendekati Port Moresby. Sisa
Kesatuan Perlindungan di bawah pimpinan Marumo berada di pos
dekat Kepulauan D'Entrecasteaux dengan maksud melindungi
konvoi kapal-kapal Abe yang segera tiba.[41]
Pertempuran kapal induk, hari pertama
Serangan pagi
Pada 06.25 tanggal 7 Mei, armada TF17 berada 115 mil laut
(213 km) selatan Kepulauan Rossel. Pada waktu yang bersamaan,
Fletcher menugaskan Grup Tugas (TG) 17.3 yang terdiri dari kapal
penjelajah dan kapal perusak di bawah komando Crace untuk
menutup Selat Jomard. Fletcher sadar kapal-kapal Crace akan
bertugas tanpa perlindungan udara karena pesawat-pesawat dari
kapal induk TF17 akan sibuk mencari dan menyerang kapal-kapal
induk Jepang. Penugasan kapal-kapal perang Crace ke Selat
Jomard berarti mengurangi pertahanan antipesawat bagi kapal
induk Fletcher. Namun demikian, Fletcher memutuskan perlu
mengambil risiko untuk memastikan pasukan invasi Jepang agar
tidak lolos mendarat ke Port Moresby sementara dia sibuk
bertempur dengan kapal-kapal induk Jepang.[42]
Fletcher memperkirakan armada kapal induk Takagi berada di
suatu lokasi dekat Kepulauan Louisiade, di sebelah utara dari
tempatnya berada. Yorktown diperintahkannya untuk mengerahkan
10 pesawat pengebom tukik SBD mulai pukul 06.19 pagi untuk
mencari kapal-kapal Jepang. Sementara itu, Takagi yang berada
kira-kira 300 mil laut (556 km) sebelah timur Fletcher (
13°12′S 158°05′E) memberangkatkan 12 pesawat pengebom Tipe
97 pada pukul 06.00 sebagai pesawat pencari kapal-kapal TF17.
Hara memperkirakan kapal-kapal Fletcher berada di selatan dan
menyarankan Takagi untuk mengerahkan pesawat pencari ke
kawasan tersebut. Hampir pada saat yang bersamaan, kapal-kapal
penjelajah Gotō yang terdiri
dari Kinugasa dan Furutaka memberangkatkan empat pesawat
amfibi Kawanishi E7K2 Tipe 94 sebagai pesawat pencari di kapal-
kapal Amerika Serikat di tenggara Kepulauan Louisiade. Beberapa
pesawat pencari lainnya diberangkatkan Jepang dari Deboyne,
empat Kawanishi Tipe 97 dari Tulagi, dan tiga pesawat
pengebom Mitsubishi Tipe 1 dari Rabaul. Kedua belah pihak
mempersiapkan pesawat-pesawat di kapal induk masing-masing
untuk segera bisa diberangkatkan bila musuh ditemukan.[43]
James H. Flatley
Pada pukul 17:47, armada TF17 dilindungi naungan awan tebal di
posisi 200 mil laut (370 km) sebelah barat armada Takagi
mendeteksi pesawat-pesawat Jepang di radar sedang menuju ke
arah mereka. Kapal-kapal TF17 mengubah haluan ke tenggara,
dan memberangkatkan 11 patroli udara bersenjata Wildcat,
termasuk satu pesawat yang diterbangkan oleh James H.
Flatley sebagai pencegat. Pesawat-pesawat Jepang begitu terkejut
dicegat oleh Wildcat, tujuh pengebom torpedo dan satu pengebom
tukik ditembak jatuh. Satu pengebom torpedo rusak berat (dan
kemudian jatuh). Sebaliknya hanya tiga Wildcat yang ditembak
jatuh.[61]
Setelah menderita kerugian besar akibat serangan Sekutu yang
juga mengacaukan formasi kapal-kapal mereka, pimpinan perang
Jepang membatalkan misi setelah berunding lewat radio. Pesawat-
pesawat Jepang segera membuang persenjataan mereka, dan
berbalik arah kembali ke kapal induk. Matahari tenggelam pukul
18.30. Beberapa pengebom tukik Jepang bertemu dengan kapal
induk Amerika Serikat di dalam kegelapan sekitar pukul 19.00.
Kegelapan membuat mereka tidak sadar sedang mendekati kapal
induk musuh. Mereka sempat berputar hendak bersiap untuk
mendarat, tetapi dihalau tembakan antipesawat dari kapal perusak
armada TF17. Pada pukul 20.00 armada TF17 dan armada Takagi
sudah terpisah sekitar 100 mil laut (185 km). Takagi menyalakan
lampu sorot di kapal-kapal perangnya untuk membantu pendaratan
18 pesawat yang selamat. Pada pukul 22.00 semua pesawat telah
mendarat dengan selamat.[62]
Sementara itu, Neosho pada pukul 15.18 dan 17.18 masih dapat
meradiokan ke TF17 bahwa sedang terbawa arus ke arah barat laut
dalam kondisi mulai tenggelam. Koordinat yang diberikan
sewaktu Neosho melapor pada pukul 17.18 ternyata salah
sehingga menyulitkan usaha penyelamatan. Fletcher lalu diberi
tahu satu-satunya pasokan bahan bakar yang terdekat dengannya
sudah tamat.[63]
Setelah kegelapan malam mengakhiri operasi pesawat-pesawat
pada hari itu, Fletcher memerintahkan TF17 untuk melaju ke barat
dan bersiap-siap untuk melancarkan pencarian 360 derajat ketika
ufuk mulai terang. Armada Crace juga mengubah haluan ke barat
agar berada dalam jangkauan tempur dari Louisiade. Inoue
mengontak Takagi dengan perintah agar benar-benar
menghancurkan kapal-kapal induk Amerika Serikat pada hari
berikutnya, dan menunda pendaratan Port Moresby hingga 12 Mei.
Takagi memilih untuk sepanjang malam membawa kapal-kapal
induknya 120 mil laut (222 km) ke utara agar dirinya dapat
berkonsentrasi pada pagi harinya untuk mencari ke arah barat dan
selatan. Selain itu, ia ingin memastikan kapal-kapal induknya dapat
memberi dukungan perlindungan bagi konvoi invasi. Gotō dan
Kajioka tidak dapat mengirimkan posisi dan koordinat kapal-kapal
mereka tepat waktu sehingga tidak dapat melakukan serangan
malam ke kapal-kapal perang Sekutu.[64]
Kedua belah pihak berharap untuk dapat bertemu satu sama
lainnya pada dini hari berikutnya. Sepanjang malam, para awak
mempersiapkan pesawat-pesawat penyerang untuk pertempuran
keesokan harinya. Sementara itu, awak pesawat yang kelelahan
berusaha untuk tidur beberapa jam. Setelah membaca dokumen
Jepang tentang Pertempuran Laut Koral, Laksamana Madya H. S.
Duckworth dari Amerika Serikat pada tahun 1972 berkomentar,
"Tidak diragukan lagi, 4 Mei 1942 di sekitar Laut Koral, adalah
kawasan pertempuran paling membingungkan dalam sejarah
dunia."[65] Hara di kemudian hari berkata kepada Panglima Tertinggi
Yamamoto, Laksamana Matome Ugaki bahwa dirinya begitu
frustrasi dengan "nasib buruk" yang dialami Jepang pada 7 Mei
hingga ia merasa ingin berhenti dari angkatan laut.[66]
Pertempuran antarkapal induk, hari kedua
Serangan ke kapal induk Jepang
Pukul 06.15 tanggal 8 Mei, dari posisi di 100 mil (161 km) tenggara
Kepulauan Rossel ( 10°25′S 154°5′E), Hara memberangkatkan
tujuh pengebom torpedo untuk mencari kapal-kapal Sekutu di posisi
140 hingga 230 derajat di selatan dan diterbangkan hingga 250 mil
laut (463 km) dari kapal-kapal induk Jepang. Ikut membantu dalam
pencarian, tiga pesawat Kawanishi Tipe 97 dari Tulagi dan empat
pengebom Tipe 1 dari Rabaul. Tepat pukul 07.00, armada kapal
induk Jepang mengubah haluan ke barat daya untuk bergabung
dengan dua kapal penjelajah Gotō, Kinugasa dan Furutaka sebagai
tambahan perlindungan. Kapal-kapal konvoi invasi, kapal-kapal
Gotō, dan kapal-kapal Kajioka melaju menuju titik pertemuan di 40
mil laut (74 km) sebelah timur Kepulauan Woodlark untuk
menunggu hasil pertempuran antarkapal induk. Malam itu, zona
frontal hangat berikut awan rendah menggantung yang pada 7 Mei
ikut menyembunyikan kapal-kapal perang Amerika Serikat, sudah
pergi ke utara dan timur untuk memayungi kapal-kapal induk
Jepang. Visibilitas di lokasi kapal-kapal induk Jepang antara 2 mil
(3 km) dan 15 mil (24 km).[67]
Yorktown (tampak depan) dan Lexington sedang menyiapkan
pemberangkatan pesawat ketika matahari terbit 8 Mei.
Pada pukul 06.35, armada TF17 di bawah kendali taktis
Laksamana Muda Fitch sedang berada di posisi 180 mil laut
(333 km) tenggara Lousiade ketika memberangkatkan 18 pesawat
SBD untuk melakukan pencarian 360 derajat hingga jarak 200 mil
laut (370 km). Langit sebagian besar cerah di atas kapal-kapal
induk Amerika dengan visibilitas 17 mil laut (31 km).[68]
Pukul 08.20, pesawat SBD yang diterbangkan Joseph G. Smith
menemukan kapal-kapal induk Jepang melalui sebuah lubang di
tengah awan dan menyampaikannya ke TF17. Dua menit
kemudian, kapal pencari dari Shōkaku yang dikepalai Kenzō Kanno
melihat TF17 dan memberi tahu Hara. Armada kedua belah pihak
hanya terpisah sekitar 210 mil laut (389 km). Kedua pihak berlomba
memberangkatkan pesawat-pesawat penyerang.[69]
Pukul 09.15, kapal-kapal induk Jepang melancarkan serangan
gabungan yang terdiri dari 18 pesawat tempur, 33 pengebom tukik,
18 pesawat torpedo di bawah komando Mayor Kakuichi Takahashi.
Kedua kapal induk Amerika masing-masing melancarkan serangan
terpisah. Kelompok penyerang dari Yorktown yang terdiri dari enam
pesawat tempur, 24 pengebom tukik, dan 9 pesawat torpedo sudah
mengudara pada pukul 09.15. Kelompok penyerang
dari Lexington terdiri dari sembilan pesawat tempur, 15 pengebom
tukik, dan 12 pesawat torpedo yang lepas landas pukul 09.25.
Kapal-kapal induk dari kedua belah pihak melaju dengan kecepatan
penuh untuk memperpendek jarak terbang yang harus ditempuh
pesawat-pesawat mereka ketika pulang.[70]
Pesawat-pesawat pengebom tukik dari Yorktown di bawah
pimpinan William O. Burch sampai di kapal-kapal induk Jepang
pada pukul 10.32, tetapi melambatkan pesawat menanti
kedatangan skuadron torpedo yang terbang lebih lambat. Mereka
bermaksud melakukan serangan secara simultan. Pada waktu
itu, Shōkaku dan Zuikaku terpisah kira-kira 10.000 yard (9.144 m).
Namun Zuikaku tersembunyi oleh hujan deras tiba-tiba yang
dibawa awan rendah menggantung. Kedua kapal induk dilindungi
oleh 16 pesawat tempur Zero yang bertugas sebagai patroli udara
bersenjata. Pesawat-pesawat pengebom tukik
dari Yorktown memulai serangan terhadap Shōkaku pada pukul
10.57. Shōkaku melakukan manuver drastis, tetapi dihantam dua
bom 1.000-pon (454 kg) yang merobekkan bangunan di atas dek
bagian depan kapal dan menyebabkan kerusakan berat di dek
hanggar dan dek landasan. Pesawat-pesawat torpedo
dari Yorktown menembakkan semua torpedo yang dibawa namun
tanpa hasil. Dua pengebom tukik Amerika Serikat dan dua Zero
ditembak jatuh ketika serangan terjadi.[71]