Surel : qac_msb@gmail.com
PENGANTAR PENULIS
1
Segala puji bagi Allah Swt, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan novel
ini dengan tepat waktu sebagai tugas yang diberikan.
Tak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
Saw. Yang telah membawa kita keluar dari jalan yang
gelap menuju jalan yang terang.
Puput Yolasari
Daftar Isi
2
Pengantar Penulis.............................................2
Daftar isi...........................................................3
Arok..................................................................5
Tanca................................................................43
Ki Lembung......................................................60
Bertemu Umang...............................................95
Nyi Lembung,Emakku.....................................106
Prajurit Tumapel..............................................112
Paramesywari Tumapel...................................122
Biografi Pnulis................................................143
3
BIOGRAFI TOKOH
Ken Arok atau sering disebut juga sebagai “ Sri Ranggah
Rajasa ” ( diperkirakan lahir di Jawa Timur pada tahun
1182, dan wafat di Jawa Timur pada tahun 1247 ). Ken
Arok adalah seorang pendiri Wangsa Rajasa yang
menurunkan raja-raja besar di tanah Jawa, mulai dari
singhasari sampai kerajaan Majapahit. Ken Arok ini
memerintah dengan gelar raja Sri Rajasa Bhatara Sang
Amuwarbhumi pada tahun 1222-1247 Masehi.
Tidak ada yang mengetahui secara pasti siapa orang tua
dari Ken Arok, menurut kisah dari kitab Pararaton, Ken
Arok disebut sebagai putra tunggal dari Dewa Brahma
yang diturunkan melalui rahim seorang budak
perempuan bernama Ken Endog.
4
AROK
Tetesan air hujan membasahi sepanjang derap langkah
ku yang tergesa-gesa sore hari itu, namun naungan awan
kelabu itu tak juga menghalangi sang surya yang sudah
hampir tenggelam ketika aku sampai Di kebun buah
Bapa Dang Hyang Lohgawe. Sengaja ku tepiskan
langkah ku untuk menghindari mahaguru dan segera
mencari tempat air. Adalah tidak patut jika aku
ditemukan dalam keadaan begini kotornya.Usai
berbenah diri akupun berganti pakaian dan masuk ke
pemondokan menyusul teman-teman seperguruanku.
5
"Dari mana saja kau? Mukamu sudah hitam biru begitu.
Sudah lama kau tak belajar."
6
"Kenal, ya, Bapa mahaguru."
7
lagi mengharapkan kedatanganmu, sekalipun kau bebas
datang dan pergi. Kau mengerti maksudku?"
8
dengan yang ditunjuk Bapa Dang Hyang Lohgawe.
Semua teman-temanku dapat meneruskan giliran
penjelasannya dengan apik,bukti bahwa mereka telah
banyak belajar. Bapa Dang Hyang Lohgawe tersenyum
puas.
9
"Baik, aku harus percaya bahwa kau telah mengetahui
semua itu, dan kemudian berpendapat. Wahai muridku,
tiadakah kau tahu bahwa berpendapat tanpa
berpengetahuan memiliki hukuman mati bagi seorang
calon brahmana?. Dia takkan mungkin jadi brahmana
yang bisa dipercaya jika demikian rupa."
10
Akuwunya, Tunggul Ametung (akuwu: dibawah dari
pemerintahan kerajaan,sekarang setingkat dengan bupati)
11
Dang Hyang Lohgawe telah bersekutu dengan kami
semua, suka ataupun tidak, hendak bersekutu melawan
Akuwu Tumapel Tunggul Ametung dan Sri Baginda
Kretajaya."
12
" Ya Bapa,memang tiada yang dapatmembantah bahwa
Sri Baginda Erlangga adalah seorang pembangun besar.
Namun satu hal yang akan Bapa Mahaguru katakan
nantinya ialah: hanya satu yang tidak pernah
dibangunkannya, yakni kedudukan kaum brahmana."
Aku terhenti oleh Tanca yang menarik sedikit kain
sarung penutup celanaku.
" Dan yang belum lagi yang pernah Bapa katakan: Sri
Baginda Erlangga melecehkan ajaran agama kita,
menjungkir-balikkan para dewa Hindu yang kita semua
puja yang, kita semua harapkan karunianya dan takuti
murkanya. Dan diagungkannya Hyang Wisynu sebagai
dewa tertinggi karena Hyang Wisynu saja yang menitis
pada manusia terbaik di seluruh negeri, manusia
terbijaksana di jagad pramudita ini ,maka dengan
demikian ia sendiri malah menyatakan diri sebagai
titisan dari Hyang Wisynu.Ya, Bapa Mahaguru, dengan
demikian dia sendiri telah dapat mengangkat dirinya
sebagai seorang dewa dengan segala kebesaran dan
kekuasaan yang dimilikinya, serta mengangkat nenek-
moyangnya yang disukainya, raja-raja terdahulu..."
13
"Kau .... !" tegah Bapa Dang Hyang Lohgawe.
14
dan mengutuk. Namun anehnya tak seorang pun pernah
berniat atau berani menghadap Sri Baginda Kretajaya
untuk mempersembahkan pendapatnya. Bukankah Kaum
brahmana itu sendiri yang sebenarnya tak punya
keberanian?, mereka justru ketakutan sebelum berbuat,
ketakutan untuk berbuat itu yang menyebabkan para
brahmana telah kehilangan kedudukannya selama dua
ratus tahun ini. Apakah sebabnyaialah rasa ketakutan?,
Ya, Bapa Mahaguru? Bukankah itu juga merupakan
pendapat sendiri? Dan apalah artinya mengetahui,
berpendapat, kemudian takut padanya? Lihatlah, ini
murid Bapa sudah angkat bicara."
15
"Cukup," Dang Hyang Lohgawe membuka matanya.
"Hai engaku Temu muridku, aku menikmati
kefasihanmu dan buah daripada pelajaran yang telah
kuberikan padamu. Kata-kata mu itu turun naik, sarat
dan kosong, melesit tinggi dan jauh menukik. "
16
Dijolok?" Bapa Dang Hyang Lohgawe kembali
tercengang.
17
kudengar tadi bukan lagi keluar dari mulut seorang calon
brahmana.Hal itu lebih patut diucapkan oleh seorang
calon raja, di medan perang, di medan tikai, kemudian di
atas singgasana."
18
semua kesyaktian-Nya, aku turunkan pada anak ini nama
yang akan membawanya pada kenyataan sebagai bagian
dari cakrawarti ( pemerintahan ). Kenyataan itu kini
masih, dan semoga selamaya akan membara dalam
dirimu. AROK namamu."
19
Melihat mereka yang turut bangga padaku , rasanya
hatiku menjadi semakin kuat dalam memimpin rencana
kali ini. Mereka pun masih riuh ramai bercerita dan
bercanda satu sama lain, sejenak aku masih terdiam
menatap mereka sembari memikirkan rencanaku.
Di tengah- tengah itu,aku meminta perhatian mereka
sekali lagi, mereka merapatkan lingkaran dan
mengepungku lebih dekat .
20
itudi bungkus dengan kain hitam yang nampak telah
berdebu. Tetapi aku sama sekali belum mempunyai
selera untuk membacanya. Aku masih juga tak dapat
merumuskan perasaan apa yang sedang menggelombang
di dalam dada ini. Bahagia namun arghh entahlah .
21
ini,namun rasanya aku masih dapat mendengar bisikan
terakhirnya.
22
Siapa tidak mengenal nama Ki Bango Samparan?
Seorang penjudi yang lebih sering ditemukan di tempat
perjudian daripada di rumah? Seorang penjudi yang
mengirimkan bocah-bocah untuk belajar.
23
cukup kuat untuk mempelajari Sansakerta. Ternyata anak
itu mempunyai semangat tinggi dalam belajar. Ingatan
dan kecerdasannya melebihi dari dugaannya. Sekali lagi
Bapa Tantripala memanggil Ki Bango Samparan, hendak
menanyakan kembali bagaimana cerita sesungguhnya
tentang asal anak itu.
24
mereka tahu, kereta tertutup dengan pengawalan
demikian selalu membawa upeti emas dan perak ke
Kediri. keragu-raguan itulah yang mengakibatkan
penyerangan itu gagal. Anak-anak itu terpaksa buyar
melarikan diri, melalui jalan-jalan yang tak dapat
ditempuh oleh kuda, melompati pagar, terjun kesungai,
dan bahkan ada yang bersembunyi di bawah jembatan
kecil. Juga tak terkecuali si Temu yang melarikan diri ke
jurusan barat. Untuk anak seusianya,Temu kecil
mempunyai susunan otot yang kuat, dan paru-paru lebih
kuat lagi, ia sangat handal dalam berlari, gesit dalam
menghindar dari serangan, serta ada saja akal yang ia
pakai dalam menjalankan rencananya.
25
Memasuki desa ini aku pasti tertangkap jika mereka
dibantu penduduk beramai-ramai.
"Ya, kerja saja yang tenang," kata bapak itu. Aku pun
ikut mencangkul dengan irama ayunan seperti mereka.
Para prajurit pengejar itu memasuki ladang dan
memeriksa kami berenam, bertanyalah salah seorang
prajurit pada bapak itu: "Siapa saja semua ini?"
26
"Lihat itu, kalau si umang anak perempuanku tidak aku
suruh pergi mengambil air, tak mungkin kau ikut
mencangkul. Dan sudah pasti di sini juga kau tadi
tertangkap." Kata bapak itu.
27
mengejarku, orang-orang lain mengecamku, anak-anak
lain menjauhi, menganggap diriku dan teman-temanku
sebagai brandalan. Namun orang tua yang satu ini
membenarkan. Tentu dia mempunyai alasan,bukan?.
" Ah, bapak ini, sahaya hanya anak biasa. Pandai benar
bapak memuji " Aku terkekeh pelan
28
perempuan itu kesulitan memikul kendi air dan hendak
meraih cangkul. Sedangkan ke empat abangnya pun
telah mendahuluinya dengan memikul cangkul,dan
barang bawaannya masing-masing. Ku hampirilah anak
perempuan itu, lalu membantu membawakan kendi air
yang besarnya meliputi hampir setengah badannya itu.
Dan anak perempuan itu hanya tersenyum, dan
setelahnya kami berjalan beriringan sampai di rumah.
29
rebus ), ulekan cabe, dan sego jagung ( Nasi yang terbuat
dari gilingan jagung ) yang masih mengepul asapnya
tanda ia baru masak.
30
"Tidak pernah."
31
tidak penting. Dalam rontal itu disebutkan bekas guruku
ini telah bertahun-tahun mencari keterangan siapa
sesungguhnya diriku, dan ia tidak pernah berhasil. Bapa
Tantripala bahkan pernah menanyaiku langsung, dan aku
tidak memberikan sesuatu kejelasan apapun padanya.
Biarlah orang hanya tahu sampai pada menjadi anak-
pungut Ki Bango Samparan.
32
Keesokan harinya, aku pergi ke ladang untuk menggarap
lahan, sebagaimana yang dilakukan para saudara
angkatku, setiap saat aku ditemani si Umang, memang
ia tak mampu mebantu banyak dalam pekerjaan ladang,
namun ia adalah anak yang pantang menyerah dan
senang membantu, sebuah labu kerdil kering yang
berisikan air selalu dibawakannya padaku. Pekerjaanku
terasa tidak terlalu melelahkan sebab umang ternyata
adalah anak yang benar-benar ceria dan banyak bicara,
tak jarang celotehannya itu dapat menimbulkan gelak
tawa ku. Kemudian tak berselang berapa lama,Ki Bango
datang di tempat kerjaku di ladang, langsung
memelukku dan mencium ubun-ubunku, seraya berseru:
33
Setelahnya,aku dan Umang pun bergegas pulang.
Pikirku para saudara-saudara angkat ku akan gembira
jika aku membagikan masing-masing satu perak itu pada
mereka. Apa artinya lima catak untukku? Aku bahkan
bisa memegang dan memiliki ratusan kali jumlah itu dari
hasil jarahan upeti. Sewaktu aku sampai dirumah, para
saudara angkatku baru saja pulang dari menggarap
ladang, tampak dari pakaian mereka yang nampak kotor
dipenuhi debu dan lumpur, wajah mereka terlihat lusuh
dan letih.
" Apa bapak pergi lagi kang? ",tanya Umang pada salah
satu kakaknya
34
"Apa sebabnya uang ini datang ke tangan kami melalui
tanganmu?"
35
Semakin banyak yang diberikannya padaku,
makasemakin banyak pula yang aku sembunyi-sembunyi
berikan pada Umang.
36
dengan jerih payah yang kulakukan dibalik setiap
penyergapannya.
37
"Ada apa ini ramai-ramai?" Tengah Ki Bango Samparan.
38
"Kalau Kakang pergi, bawalah sahaya."
39
"Pergilah kau pada Bapa Tantripala di desa
Kapundungan. Belajarlah kau baik-baik di sana. Kau
seorangtani. Itu kau jangan lupa. Walaupun kau sudah
dibenarkan oleh Bapa Tantripala untuk meninggalkan
rumahnya, kau harus selalu ingat bahwa kau seorang
tani." Untuk terakhir kali Ki Bango buka destar kepala
ku dan diciumnya ubun-ubunku.
40
dengan tegas, Umang hanya mengangguk dan masih
menangis. Kemudian dilepaskannya rangkulan itu.
Kucium kening Umang untuk yang terakhir, dan pergi
dengan di iringi tangisan pilu Umang.
41
Aku tidak pernah mengenal cinta selama ini. Pada
teman-temanku aku mendapat kesetiaan. Namun dari
orang-orang yang lebih tua tidak pernah. Ki Bango
Samparan dan istrinya begitu mengasihiku. Tetapi
Umang?, kasih sebagai saudara atau cintakah yang
ditaburkannya pada diriku?. Aku telah berjanji untuk
menemuinya suatu hari nanti, dan mungkin harus ku
pertimbangkan sekali lagi bagaimana seharusnya aku
berlaku terhadap Umang. Dan aku mulai terlelap tidur,
menikmati kenangan itu.
TANCA
Setelah meninggalkan rumah Bango Samparan, aku
pergi ke sawah. Kudapati Tanca yang sedang
mempersiapkan sawah milik Bapaknya menjelang
musim penghujan itu. Dari kejauhan pun ia telah
melihatku, dan menghentikan pekerjaannya sejenak.
Tanca, dia sahabat sekampungku di karangksetra ini, dia
seorang yang cerdas, pekerja keras,cepat tanggap, dan
selalu setia di sisi ku.
42
"Kau harus membantu keluargamu." Sembari ku tepuk
pundak Tanca.
43
pengarahan walaupun dari Kapundungan nantinya,dan
kuminta pada mereka semua agar membantu ayah Tanca,
karena Tanca akan kubawa pergi belajar pada Bapa
Tantripala. Setelah itu kami saling mengucapkan salam
perpisahan satu sama lain, dan kutinggalkan mereka
yang turut melambaikan tangan pada ku.
44
Di tengah perjalanan ke desa Kapundungan, Tanca
memperlihatkan dua catak perak pesangon dari
orangtuanya. Dan aku sendiri mendapat pesangon rontal
untuk diberikan pada Bapa Tantripala. Kemudian
sepanjang jalan itu, kami membicarakan harta benda
milik bersama yang disimpan dalam sebuah gua di
hutan.
45
"Mereka tak pernah kalah,Temu. hanya kehilangan."
46
Aku menengok untuk melihat Tanca yang terlelap tidur
tak jauh dariku. Dari sinar pelita itu aku dapat lihat
pemuda itu tidur dengan mulut dan kelopak mata
setengah terbuka. Pagi belum juga datang, langit masih
saja gelap dan semua masih terlelap dalam nikmat mimpi
mereka masing-masing. Sekali lagi kulihat Tanca,betapa
jelek kau kalau tidur seperti itu. Aku beranjak dan
menutupkan selembar kain pada mulutnya. Nah, begitu
kau kelihatan lebih patut. Aku pun berbisik pada
telinganya.
47
BERGURU PADA BAPA
TANTRIPALA
Sejak bertemu pertama kali, aku tahu Bapa Tantnpala
jatuh kasih padaku. Sama seperti Ki Bango Samparan,
beliau sering memuji mataku ini. " Mata itu! " aku sering
sekali mendengar Bapa Tantripala menyebutnya. Entah
apa sebenarnya yang ada pada mataku ini, aku sendiri
belum pernah melihatnya.Didalam bilik pemondokan
Bapa Tantripala, terdapat sebuah cermin perak besar, dan
untuk pertama kali pula dalam hidupku, aku dapat
melihat wajahku sendiri pada cermin perak itu,
kemudian aku teralihkan perhatian pada mataku sendiri,
dan ku lihat memang berbeda dari yang lain-lain.
Telengnya besar, cerah dan bersinar-sinar. Berbeda
dengan yang lalu-lalu, aku hanya dapat melihat
bayangan wajahku yang terpantul di air curuk atau kali
yang tenang.
48
Dalam perguruan ini aku tinggalkan semua teman-
temanku. Sedangkan BapaTantripala tak mengerti apa
harus diajarkannya lagi padaku. Pada suatu kali untuk
menyatakan kasihnya, Bapa Tantripala membawanku
masuk ke dalam hutan. Di sana secara rahasia aku di ajar
tentang atman dan brahman, bagaimana mencapai yoga
tantri untuk mendapatkan siddhi ( kesaktian) ,
diawali dengan sumpah untuk tidak akan menyampaikan
hal ini pada siapa pun.
49
triwangsa sudah tidak murni lagi. Aku sendiri adalah
seorang brahmana yang bukan karena keturunan, tapi
karena ilmuku. Dan kau, Temu, kau bisa jadi satria
karena kemampuanmu. Tingkah lakumu bukan lazim
pada seorang sudra, tapi satria.Matamu bukan mata
satria, tapi brahmana. Kau patut mendapat kelengkapan
secukupnya. Jadilah pemimpin yang pemberani nan arif
kelak."
50
menguasai ilmu-ilmu itu. Bapa Tantripala terpaku lemah
pada tanah melihat hal itu.
51
sekaligus khawatir padamu. Akankah kau bawa kemana
raga dengan kemampuan luarbiasa ini?. Akankah kau
dapat merubah tata kepemimpinan dan membuat seluruh
kawulamu sejahtera, ataukah justru kau akan terlena dan
bertindak seperti halnya dengan para penguasa kejam
itu?. "
52
pemondokan Bapa Dang Hyang Lohgawe. Kau akan
bertemu lagi dengannya " Jelas Bapa Tantripala sembari
menepuk-nepuk belakang punggungku.
53
BERTEMU SANG
MAHAGURU
Setelah menempuh perjalanan kaki yang cukup jauh, dan
beberapa kali menumpang pada dokar milik orang.
Akhirnya aku tiba di Pangkur. Sepanjang jalan, aku
masih saja terpikiran oleh ucapan Bapa Tantripala.
54
Lohgawe tak dapat lancar bicara Sansakerta, tak seperti
para brahmana lainnya. Sekalipun ia telah melewati
pendidikan di negeri Hindu. Dan kekurangan ini selalu
berhasil menjadi penghalangnya, terutama dalam sidang-
sidang kaum brahmana dari banyak negeri.
55
Lagi-lagi mata ini yang selalu dipuji oleh orang-orang.
Kemudian kusampaikan tujuanku kemari, dan ku
serahkan rontal dari Bapa Tantripala padanya. Rontal itu
tak langsung dibacanya. Kemudian diajaknya aku
berkeliling pemondokan. Dan diperkenalkan pada murid
seperguruan yang lain.
56
Sebagai pelajar yang ikut tinggal didalam pemondokan,
aku membantu menggarap ladang dan sawah untuk
penghidupanku. Di waktu senggang aku pimpin teman-
temanku yang dulu di Karangksetra, Kapundungan dan
juga sekarang di Pangkur. Beberapa kali aku berpindah
tempat untuk berguru, kawanku pun semakin banyak.
57
Dari yang aku ketahui, semua pejabat Tumapel menaruh
takut pada sang Akuwu bukan hanya sekedar hormat
pada para pemimpin, ataupun kuasanya. Namun
kejahatan yang dilakukan sang Akuwu yang telah terlalu
banyak, seakan menimbulkan teror bagi rakyat rendahan
seluruh negeri.
58
KI LEMBUNG
Kini untuk pertama kali aku hendak menilai masalaluku
sebelum menjadi anak pungut Ki Bango Samparan.
59
di situ? Aku angkat kau, masuk dalam pelataran pertama
pura, melalui paduraksa ( pintu gerbang halaman
kedua pura) mengintip ke halaman kedua. Sepi sunyi.
Tak ada orang didalamnya. Kemudian aku dekapkan kau
pada dadaku.
" Nyi.. Nyi !!.. Lihatlah Nyi !!. Para dewa telah
mengirimkan pada kita bayi lelaki yang seorang ini.
Pelihara dan kasihilah dia seperti anak sendiri."
60
menggiringnya ke sawah dengan Ki Lembung memikul
garu ( garpu besar untuk memindahkan jerami ) atau
luku ( alat untuk menggemburkan tanah ) di
belakangnya.
61
Pengetahuanku menjadi jauh lebih banyak daripada
teman-temanku. Selalu ada saja hal membuatku
penasaran dan ingin terus mengembari melihat dan
mengamati hal-hal baru. Sepulang dari pengembaraan
singkat itu, aku dapat bercerita tentang hewan, tanaman
dan manusia yang pernah kutemui pada teman-temanku.
Dan jadilah aku guru bagi teman-temanku.
62
Sekali lagi aku teringat pada sebuah peristiwa lalu, aku
melihat beberapa orang prajurit menyeret seorang gadis
dan dibawa masuk ke dalam hutan. Dan aku kerahkan
semua temanku untuk mengikuti prajurit-prajurit itu,
Kami mengganggu mereka, sehingga terpaksa
melepaskan korban mereka. Dan para penduduk desa
yang mengtahui perbuatan kami itu, hanya membiarkan
dan pura-pura tidak tahu. Bahkan beberapa dari para
penduduk desa membenarkan perbuatan kami, sebab
melihat kian banyak nya kesewenang-wenangan yang
dilakukan pihak penguasa pada kami para rakyat
rendahan.
63
Ki Lembung. Seorang bapak yang berwibawa dan
pengasih itu. Darinya aku mendapatkan ilmu cara
menangkis dan menyerang, dengan tongkat
kemudiandengan senjata tajam. Betapa aku hormat dan
sayang padanya. Kini aku benar-benar ingin mengetahui
kabarnya. Ki Lembung adalah guruku yang pertama.
" Temu !!.. Temu !!.. kami semua lari. Juga ternak-ternak
kita. Seekor macan tiba-tiba datang entah dari mana
asalnya, dan telah menyeret seekor kerbau
kepunyaanmu."
64
perjalanan aku menggiring kerbau ku yang berpuluh-
puluh itu, aku merasa sangat cemas sekaligus takut.
Sedangkan Ayahku, Ki Lembung seperti biasa
menunggu di depan pintu kandang, dan menghitung
kerbau-kerbau itu seekor demi seekor, dan:
65
marahnya Ki Lembung bukan karena kehilangan seekor
kerbaunya, melainkan karena aku tidak dapat menjaga
pada tugas yang yang diberikannya padaku. Sekejap aku
melihat wajah Ki Lembung yang marah membara. Aku
tak dengar lagi perkataan apa saja yang
disemburkannya padaku. Aku sangat malu pada diriku
sendiri, kemudian aku memilih untuk berbalik dan lari.
Kudengar pula Ki Lembung yang teriak memanggilku
berulang kali, dengan nada yang mulai terdengar
Khawatir. Tapi rasa malu ku lebih besar saat itu,
sehingga aku enggan untuk menoleh dan terus lari
sembari menangis sekencang-kencangnya.
66
pencegatan sendiri atau dengan teman-temanku yang
mengikuti ku selama ini. Melukai dan dilukai, kalah dan
menang. aku keluar masuk desa-desa, untuk
mengumpulkan jarahan upeti dari tumapel untuk
kediri.Bergabung dengan para penjahat besar untuk
kemudian menaklukkan dan ditaklukkan, dan kemudian
meninggalkannya.
67
teman sepengajaranku pun bangun. Juga diriku yang
menyadari hal itu juga bangun dari pengembaraan pada
masalaluku. Tubuhku masih tetap tergeletak di Ambin.
Malas rasanya untuk beranjak pergi dari posisi ini. Aku
terlalu hanyut dalam ingatan-ingatan yang berharga itu.
68
Hati ini terasa sakit sekaligus resah mendengar mimpi
dari Tanca.
69
Aku merasa amat geram terhadap sang akuwu, Tanggul
ametung. Lebih-lebih pada Raja yang kejam itu, Sri
Baginda Kretajaya. Kini aku merasa telah mempunyai
kekuatan cukup, ilmu dan pengetahuan yang memadai.
Aku akan gulingkan Tunggul Ametung, Akuwu
Tumapel. Aku akan kerahkan semua temanku di desa-
desa sebelah barat Tumapel. Tetapi jumlah dan peralatan
mereka belum mencukupi. Sepertinya aku harus
mempersiapkan banyak hal. Dan bila Tunggul Ametung
tidak digulingkan oleh diriku, siapa yang berani
melakukan?. Dua puluh tahun, seumur hidupku ini,
Akuwu itu telah merajalela menjadi seorang perampok
dan peneror besar yang diberi penggada oleh Sri Baginda
Kretajaya.
70
ia sudah pergi melaksanakan suruhanku rupanya. Aku
mengambil alat-alatku dan mulai bekerja.
71
Aku masih tetap duduk berlutut dihadapan Bapa Dang
Hyang Lohgawe. Malam pun semakin sunyi dan
diselingi oleh gelepar kalong ( kelelawar ) yang
menyerbui tajuk pepohonan buah.
72
"Kau akan kembalikan cakrawarti Bathara Guru Sang
Mahadewa Syiwa."
73
karena debu jalanan, aku dibuat heran melihatnya,
mengapa kaki tua itu belum juga lelah berjalan sejauh
ini. Dan baru sekali ini aku saksikan guruku itu
menempuh perjalanan sejauh ini.
74
bawah pohon asam hutan itu, Bapa Mahaguru baru
berhenti berjalan. Buru-buru Aku menghampiri,
mengambil bungkusan pada ujung tongkat tombak dan
membukanya di hadapan Bapa Mahaguru.Bapa
Mahaguru hanya memakan sekepal ketan dengan daging
serbuk, kemudian minum tiga sampai empat teguk air
yang terisi didalam sebuah buah labu kerdil. Dan sisa
separuh dari perbekalan itu, disorongnya kepadaku,
menyuruhku untuk menghabiskannya.
"Ya, Bapa."
75
"Ya, ke Kawi. Tahu untuk apa?"
"Dengar, Bapa."
76
oleh kami. Hanya pohon, cabang, ranting dan dedaunan,
yang seakan menutupi sinar rembulan itu seperti sebuah
tembok.
" Ya, Bapa Mahaguru. Apakah tak pernah ada yang baik
pada para penyembah Buddha, ya, Bapa Mahaguru?"
Tanya ku penasaran sebab mengapa alasan Bapa Dang
Hyang Lohgawe begitu menolak Buddha.
"Apa kau lupa, Arok ?.. tentang apakah yang terjadi pada
Mataram dulu? Berapa sudah candi-candi agung
dirobohkan oleh balatentara nya. Batu-batu candi yang
mulia itu justru mereka jadikan umpak ( penyangga )
untuk kuil mereka? Kita tak pernah lakukan itu, maka
kita pun tak dapat memberikan ampun bagi mereka."
"Tidak, Bapa."
77
"Sansakertamu baik. Semua itu langsung dalam
Sansakerta tentunya."
" Tentu saja akan banyak hal baik yang harus kau dengar
dari banyak guru yang patut kau muliakan."
78
sembah ke jurusan candi.dan aku menancapkan obor di
tanah, kemudian mengikuti sesembahannya.
79
sembah pada guruku itu.Kemudian seseorang datang
menghampiriku dan mengambil bungkusan dan tombak
itu dari tanganku. Kemudian dipersilahkannya aku untuk
menggabungkan diri dengan mereka.
80
Malam harinya, para brahmana kembali melaksanankan
persidangan.Aku hanya duduk terdiam memperhatikan
jalannya panas pertikaian sidang tanpa mencampuri
sedikit pun. Malam menjadi begitu gelap bermendung.
Suara hujan yang deras di sertai kilatan petir sampai
terdengar oleh kami semua yang berada didalam biara.
Kemudian pintu tembaga itu mulai digedor-gedor
dengan keras. Sidang pun terhenti, dan mereka
memasang sikap siaga. Lalu para brahmana pun kembali
ke dalam ruang persmbunyiannya. Dan tersisa seorang
yang tugasnya membuka pintu tadi. Kemudian dibuka
kannya pintu itu. Semua mengawasi dari celah-celah
dinding yang kecil, menunggu muka siapa yang bakal
masuk lebih dahulu. Nampak seorang wanita yang
datang berlari masuk ke dalam biara masih dengan
membawa obor. Badannya telah basah oleh keringat dan
hujan deras diluar bercampur debu. Suaranya hampir tak
terdengar sebab derasnya hujan dan kilatan petir yang
seakan sahut menyahut. Rambutnya kacau balau. Lalu
menjatuhkan diri di ruang tengah biara kehabisantenaga.
81
brahmana ini. Kemudian mulai terdengar keluh dari
wanita malang itu.
82
"Kau, perempuan, kelilingi negeri seorang diri begini?
Berita apakah yang hendak kau sampaikan padaku "
83
Lohgawe menarik Mpu Parwa dari perempuan yang
masih tergeletak tak kuat berdiri itu.
84
Bapa Dang Hyang Lohgawe dan aku mengantarkan
Mpu Parwa ke belakang. Dalam perjalanan balik ke
sidang Bapa Mahaguru bertanya padaku.
85
tadi telah lelah tidak mendapatkan sesuatu keputusan
pegangan itu, sertamerta menyetujui.
86
"tidak atau jangan dianggap sebagai awal kemerosotan
para brahmana, juga tidak akan mengurangi satu titik
pun hal penting yang akan kusampaikan. Kita telah
menahan-nahan kejengkelan selama ini. Lihatlah ini,"
87
paling berharga dari kaum brahmana yang tak dapat
diragukan ini, namun mengapa dikerahkan hanya untuk
memburuk-burukkan yang tidak disukai ?, tidak menjadi
kekuatan yang dapat mengungguli yang lain-lain."
88
"Tidak, Yang Terhormat. Sahaya tinggalkan Bapa
Tantripala, setelah sahaya mendengarkan ajarannya
tentang tata tertib selama tiga tahun."
"Sudah lama kita tak dengarkan suara sesegar itu " Puji
yang lainnya lagi
89
"barangsiapa tidak tahu kekuatan dirinya, dia tidak akan
tahu kelemahan dirinya. Dan barangsiapa tidak tahu akan
kedua-duanya, dia pusing dalam ketidaktahuannya."
90
( Nandi, ialah lembu tunggangan dewa syiwa,
mempunyai empat kaki yang menjejak ke bumi.
Empatkaki nandi inilah sebagai modal pemberontakan
Ken Arok nantinya, yakni teman, kesetiaan, uang dan
senjata. )
91
" Anak semuda itu. Bahkan Sri Baginda Jayabaya sendiri
seharusnya memerlukan datang untuk menemui mu."
"Jagad Dewa!"
92
BERTEMU UMANG
Setelah lulus sebagai siswa begini, aku merasa bebas
untuk pergi ke mana pun yang aku suka. Tapi tiada
kudapati para pemuda di desa karangksetra, mereka
semua telah pergi meniinggalkan desanya. Dengan
melalui jalan hutan, kini aku menuju ke Desa Randu
Alas, ke rumah orangtua angkat pertamaku, yakni Ki
Lembung.
93
Dari atas pohon terdengar lengkingan suara yang
memanggilku "Arok!!!"
94
tergantung parang. Seperti yang lain-lain juga badannya
kotor. Dengan kaki dan hati ragu ia berdiri gemetaran.
Aku mengikuti kearah mana Tanca memandang. Dan
berbisikklah ia padaku.
"Umang?"
95
Kaki Umang semakin menggigil, kemudian jatuh
berlutut.
"Perintahkan! Perintahkan!"
96
"Kau dengar, Umang? semua teman-teman mu sedia
membantu."
97
"Gadis kecil beringus dulu ini, kini sudah besar," desau
ku .
98
"Sini damar itu," perintah Tanca. "Tidak patutkah Arok
datang jauh-jauh mencari kau? Bahkan senyum pun kau
tidak?. Umang lihat kemari..!! "
99
" Tidak kah Abang tahu penderitaanku selama ini?.. "
Teriak Umang padaku.
100
Lengkungsari, karena punggungnya begitu
melengkungnya seakan pada bongkoknya tepat seorang
dewa yang selalu menariknya ke atas. Pada suatu hari,
Tumpal mengumpani babi-bongkoknya dengan
potongan-potongan ubi mentah. Apa katanya sekali ini?"
Aku menengok pada Umang yang sudah mulai tenang
dan mulai menahan tawa.
101
badannya itu. "Sudah bertiduran saja di pangkuanku."
Sejenak Umang tak bisa bicara.
102
Kami keluar dari hutan, mencabut damar di pinggir
jalanan desa dan lari memburu rombongan kami.
103
NYI LEMBUNG,
EMAKKU.
Menjelang esok paginya, kami telah mengepung Desa
Randu Alas yang terpencil di dalam hutan itu. Desa kecil
itu kini telah padat dengan gubuk-gubuk para pelarian
dari Tumapel. Sawah dan ladang telah melebar lebih
sepuluh kali lipat. Sangat berbeda saat kutinggalkan
enam tahun lalu. Tetapi tak ada satupun prajurit Tumapel
yang nampak saat kami tiba.
104
"Suara siapa itu yang memanggil-manggil kalau bukan
suara anakku?"
"Temu, anakku?"
"Temu, Mak."
105
"keterlaluan kau Temu!!.." ia terhisak-hisak
106
"Kau tidak diganggu prajurit tadi?"
107
Dalam Boponganku ituNyi Lembung memeluk leherku,
dan kurasakan air mata nya menetes pada rambut dan
wajahku.
" Kerbau itu milik para prajurit, dan aku yang diharuskan
memeliharanya."
108
" Ayolah Mak!!..Siapa yang akan memelihara Mak
kalau sakit?"
"Bagaimana makannya?"
109
PRAJURIT TUMAPEL.
Masih di Karangksetra. Setelah kembali dari rumah
Emakku, siangnya aku dan rombonganku mengepung
tempat penampungan para budak yang sebelumnya
dijaga oleh para prajurit Tumapel . Aku memasuki
penampungan itu. Pengap rasa hawanya. Ruang gelap
tertutup dan berjerujikan besi seperti sebuah sangkar
raksasa. Baru memasuki beberapa langkah saja, bau tak
sedap telah terbau menyengat olehku. Melihat pintu
utama dari sebalik kerangkeng dibuka. Orang-orang itu
berkumpul. Sungguh memprihatinkan kondisi mereka
itu. Rata semua kurus kering, dan sangat kumal.
110
"Inilah Bango Samparan, Yang Mulia!" Aku melompat
turun dari batu, membuka kerangkeng itu, kemudian
bersujud dan mencium kakinya. Ki Bango melangkah
mundur kemudian juga berlutut mencium tanah, sembari
ketakutan.
111
Dan Umang pun beregegas lari mengangkat sembah
pada Ki Bango Samparan "Bapak, inilah Umang."
112
Esok harinya, baru saja aku sampai di Pangkur, Sakit
rasanya seluruh badan ini menempuh jalanan sejauh itu,
kemudian langsunglah aku masuk ke dalam asrama. Tak
kujumpai teman seperguruanku, teryata semua siswa
sudah berangkat ke sawah. Dan kemudian tidurlah aku di
ambin tempatku yang lama.
113
menggulingkannya. Semua brahmana di Tumapel,
Kediri, di seluruh pulau Jawa, akan menyokongmu.
Dengan Tumapel di tanganmu kau akan bisa hadapi
Kediri. Demi Hyang Mahadewa, kau pasti bisa." Bapa
Dang Hyang Lohgawe meyakinkanku.
114
Aku memejamkan kedua mata ini . Dalam hati aku
tempa rencana dalam hubungan dengan semua orang
yang mengasihiku.Kereta kami telah tiba di Kutaraja dan
hendak menuju Pakuwuan. Saat mendekati Pakuwuan,
kereta kami berhenti dan dan naiklah seorang yang
mengaku sebgai kepala prajurit Tumapel, ia memimpin
kusir untuk membelok ke belakanng.
115
Tunggul Ametung pun memimpin kami sebagai dua
orang tamunya untuk duduk di bangku. Kepala prajurit
itu menutup pintu dan pergi. Sedari tadi aku hanya
berdiri di belakang Bapa Dang Hyang Lohgawe.
116
" Tunggu! " Tanggul Ametung berbalik. kemudian
berjalan mondar-mandir dari tempat itu ke pintu Bilik
Agung.
117
"Setiap persetujuan menuntut biaya, Yang Mulia." Ucap
Bapa Dang Hyang Lohgawe.
118
"Baik Panggil anak buahmu yang dulu, guna
memperkuat pasukan pengawal pekuwuan sebelum kau
siap meredakan dan memadamkan kerusuhan." Tanggul
Ametung ikut memerintah padaku.
119
PARAMSYWARI
TUMAPEL
Telah genap satu iringan purnama aku berlatih di
Tumapel, dan di bangunkan sebuah bilik kepunyaanku
sendiri, dari ujung jalan yang lain aku melihat sebuah
tandu dipikul oleh empat orang emban ( pembantu,
Dayang ) wanita dengan tapas penutup kepala. Segera
aku ketahui bahwa di dalam tandu itu adalah Yang Mulia
Paramesywari Ken Dedes .
120
“ jagad Dewa!!.. cahaya apakah yang aku lihat ini ?..
adakah mungkin yang mulia mendapatkan berkah dari
para dewa?..” Ucapku dalam hati.
121
aku datang membantunya, dan mendengar suara dewi
itu.
122
kutemui, keayuan nya itu benar-benar menawan hati.
Dengan darah brahmana murni yang mengalir dalam
tubuhnya, tentu saja Tanggul Ametung ingin
menjadikannya sebagai barang awal kejatuhan kaum
brahmana. Aku teringat kembali masa disaat aku
pertama kali melihat tandu iring-iringan Dedes.
123
"Waktu Mpu Parwa ada bersama kami di persidangan
para brahmana lalu "
124
"Sebentar lagi Tunggul Ametung jatuh, Tanca." Jawabku
penuh keyakinan.
125
Dan saat itu juga aku berangkat lagi ke belakang gedung
pekuwuan. Tempat pertama aku melihat wajah ayu
Dedes tadi. Pintu gerbang itu tidak terkunci dari dalam.
Aku hanya menyorongnya dan terbuka. Dua orang
pengawal gerbang itu mengangguk mempersilahkan ku
masuk. Setelah menutup pintu itu, aku pun mengangkat
sembah pada Sang Akuwu yang duduk bersanding
dengan Dedes di bangku kayu taman, di bawah
rindangan pepohonan.
126
"Pernah kau belajar pada Yang Suci Dang Hyang
Lohgawe?"
127
Dan aku mengangkat sembah terimakasih.
128
"Coba katakan padaku yang masih bodoh ini," Dedes
meneruskan,"apa saja yang kau ketahui dari ucapan
Kramasara tentang wanita?"
129
Tunggul Ametung dengan nada sengit berkata "
Mengapa?.. Cukup Dedes!!.. kemari kau"
130
" Enyah kau dari hadapanku " perintah Tanggul
Ametung padaku. Dan aku pun hanya dapat
mengepalkan kedua tangan ini menahan segala bentuk
amarah yang melanda hati.
131
Akhirnya pintu Bilik Agung terbuka. Yang muncul
bukan Akuwu, tetapi Paramesywari dalam pakaian
kebesaran yang serba gemilang. Diiringkan oleh para
menteri dan Belakangka ia menyeberangi pendopo,
berdiri pada anak tangga. Dan mengumumkan:
132
Aku mengangkat muka dan kembali mengagumi
kecantikan Dedes. Dalam hati aku membenarkan
Tunggul Ametung yang memberinya tahta pada tahta
Tumapel. Ia adalah mahkota untuk kerajaan mana pun,
karena kecantikannya, karena pengetahuannya, karena
ke-brahmanaannya, karena ketangkasannya, karena
keinginannya untuk mengetahui persoalan negeri.
Dedes.. suatu hari nanti kau harus jadi milikku.
133
Aku menaiki pohon dan melompati gerbang untuk
masuk diam-diam ke taman larangan tersebut. Tak lama
kemudian, terlihat pintu gerbang taman yang dibuka
dengan ragu-ragu. Siapa lagi kalau itu bukan Dedes.
Dengan selendang panjang menutupi kepalanya itu.
Lambat-lambat ia menutup pintu, nampaknya sambil
memperhatikan apakah para pengawal telah pergi.
Memang mereka semua telah pergi dan berbaliklah
Dedes menghadap ke Taman Larangan. Mata nya
membelalak terkejut, melihat sosok ku yang keluar dari
kegelapan tempat persembunyianku. Hampir saja ia
terpekik, dan langsung aku tutup mulutnya yang mungil
itu menggunakan tanganku.
134
" Mpu Parwa amat sangat merindukanmu Dedes.. ia
marah besar begitu mengetahui kau diculik oleh Tanggul
Ametung.. Ayahmu takkan sudi melihat mu sebelum
suamimu tumpas karena senjata."
135
"Sahaya ada pada pihak para brahmana, pada pihak
Kakanda." Kata Dedes meyakinkan.
136
"Akan Kakanda tinggalkan sahaya begini seorang diri?"
Dedes memelukku, dan mendongakkan pandangnya ke
atas menatapku dengan murung.
137
yang ia berikan padaku setiap aku menemuinya. Dan
kuceritakan isi dari berbagai rontal, hingga kisah
pengembaraanku sebelum menjadi prajurit Tumapel
seperti sekarang ini. Aku sadar bahwa Dedes merupakan
istri kepunyaan orang lain. Lebih tepatnya, kepunyaan
Tanggul Ametung, musuhku sendiri. Aku benar-benar
harus menumpas perampok rakyat itu demi mendapatkan
Dedes sepenuhnya. Aku paham betul keadaan Dedes di
dalam Pakuwon Tumapel ini, memang benar ia seorang
paramesywari, namun bagaikan terkurung dalam sangkar
dan neraka yang dibikin oleh suaminya sendiri. Sungguh
malang dia.
138
membunuh Ayahanda.. " Ucap Dedes sembari
membenarkan posisi badannya yang bersandar padaku.
139
dalam dadanya, ia pandangi genangan bekas air hujan
didekatnya.
BIOGRAFI PENULIS
140
Puput Yolasari, ia adalah anak pertama dari tiga
bersaudara. Lahir di Sragen, Jawa Tengah pada 24
Januari 2006. Ia sangat gemar menggambar, dan
membaca komik. Pendidikannya dimulai dari TK
Pembina Masamba, kemudian melanjutkannya di SDN
087 Katokkoan, lalu bersekolah di SMPN 4 Masamba
sebelum bersekolah di sekolah favoritnya yaitu SMAN 8
Luwu Utara.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.pdfdrive.com>arokdedes
https://www.rakyatmembaca.com/arokdedes
https://www.academia.education/kenarok
141
142