Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL PENELITIAN

COPING STRATEGI MAHASISWA DALAM MENGATASI TEKANAN


AKADEMIK PADA IMPLEMENTASI KURIKULUM MBKM DI
PERGURUAN TINGGI SURABAYA

Oleh:
Tacsiya Kristina Rodearna Marpaung
22040564087

PROGRAM STUDI S1 SOSIOLOGI


JURUSAN ILMU SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan sangat penting dalam mengembangkan individu yang efektif dan mampu
bersaing dalam masyarakat. Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan tertinggi yang
diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan sukses di bidangnya masing-
masing. Permasalahan yang dihadapi mahasiswa tidak hanya bersifat intelektual saja, namun
juga melibatkan faktor non-akademik dan ekspektasi di luar ruang perkuliahan, yang
keseluruhannya dapat menimbulkan stres. Pada titik ini, banyaknya batasan dan aturan yang
diberlakukan kepada mahasiswa selama kuliah dimaksudkan untuk membantu mahasiswa
dalam beradaptasi dan mengembangkan soft skill yang dibutuhkan di tempat kerja.
Perubahan dan kemajuan dunia khususnya di Indonesia berdampak pada kehidupan
manusia, sehingga mendorong adaptasi dan pembaharuan di bidang pendidikan. Perguruan
Tinggi harus memastikan bahwa kurikulum mereka selalu mutakhir dan relevan dengan
tuntutan dunia kerja, dan bahwa teknologi dan inovasi diintegrasikan ke dalam metode
pengajaran. Selain itu, koordinasi antara Perguruan Tinggi, industri, dan pemerintah sangat
penting untuk memastikan bahwa lulusan universitas memiliki keterampilan yang relevan
dengan kebutuhan industri saat ini dan masa depan guna menghasilkan lulusan yang siap
menghadapi permasalahan dan peluang di zaman modern.
Merdeka Belajar Kampus Merdeka adalah salah satu kurikulum yang tercipta sebagai
bentuk penyesesuaian terhadap kemajuan global dalam dunia Pendidikan. Perubahan
kurikulum yang terjadi akibat kemajuan teknologi dan merupakan bagian dari proses
menghasilkan lulusan yang menguasai dan bersaing dalam pengembangan kurikulum yang
dikembangkan pemerintah saat ini. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan
program atau kebijakan Kampus Merdeka Belajar (MBKM) pada awal tahun 2020 dengan
tujuan menjembatani kesenjangan antara lulusan perguruan tinggi dengan dunia perdagangan,
industri, dan harapan masa depan. Kurikulum ini memungkinkan mahasiswa merencanakan
dan menyelenggarakan pendidikannya berdasarkan minat dan potensinya sendiri. Kurikulum
Belajar Kampus Merdeka dimaksudkan untuk dilaksanakan sedemikian rupa sehingga
pendidikan mengedepankan pengelolaan antar perguruan tinggi sehingga mahasiswa
mendapatkan tambahan pengalaman belajar tidak hanya di dalam kampus tetapi juga di luar
kampus.
Pembelajaran di Kampus Merdeka memadukan pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada mahasiswa dengan minat kritis. Pendekatan pembelajaran di Kampus Merdeka
memberikan tantangan dan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan
kecerdikan, kreativitas, kemampuan, kepribadian, dan sesuai dengan kebutuhan khusus.
Selain itu, hal ini mendorong mahasiswa untuk menjadi mandiri dalam mencari dan
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman dunia nyata dan pengaturan lapangan, seperti
persyaratan kompetensi, situasi dunia nyata, interaksi sosial, kerja tim, manajemen diri,
pencapaian target. , dan kinerja yang diinginkan. Mahasiswa akan meningkatkan hard skill
dan soft skill melalui implementasi inisiatif Merdeka Belajar secara menyeluruh dan efektif
(Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020).
Konsep kurikulum pada hakikatnya sudah berada pada tahap implementasi di masing-
masing perguruan tinggi, disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi yang ada, baik melalui
kemitraan dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri, perusahaan, dan lembaga sosial
lainnya yang diatur dalam MOU. Pedoman gagasan kurikulum Kampus Merdeka Belajar
(MBKM) diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020
Pasal 15 ayat 1 yang memperbolehkan kegiatan pembelajaran berlangsung baik di dalam
maupun di luar Program Studi. Penyelenggaraan MBKM didasarkan pada Standar Nasional
Pendidikan Tinggi yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 3
Tahun 2020. Kurikulum diartikan sebagai suatu rencana yang memuat tujuan, materi, dan
pengaturan pembelajaran yang menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
dalam rangka untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi. Pasal 11 (1) Permendikbud juga
menjelaskan ciri-ciri proses pembelajaran, yang meliputi pembelajaran interaktif, holistik,
integratif, ilmiah, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada siswa.
Program MBKM yang dilaksanakan melalui delapan jenis kegiatan, yakni Proyek di
Desa, Pertukaran Pelajar, Penelitian, Kegiatan Wirausaha, Studi/Proyek Independen, Proyek
Kemanusiaan Kegiatan, serta Mengajar di Sekolah pembelajaran memberikan dampak positif
terhadap proses pembelajaran di perguruan tinggi. Program MBKM memperbolehkan
mahasiswanya untuk belajar pada berbagai mata pelajaran dengan memperbolehkan mereka
belajar selama tiga semester di luar Program Studi. Dalam konteks pendidikan tinggi,
program MBKM disosialisasikan kepada civitas akademika. Program MBKM dikenalkan
kepada dosen melalui surat edaran, pengumuman, media sosial, media cetak, pertemuan
dosen, pertemuan ilmiah, dan sarana lainnya. Mahasiswa dikenalkan dengan program
MBKM melalui surat edaran, pengumuman, media sosial, media cetak, ceramah, pertemuan
ilmiah, dan sarana lainnya.
Kebijakan MBKM mendorong seluruh peserta didik untuk mampu menguasai
berbagai ilmu pengetahuan berdasarkan bidang minatnya agar mampu bersaing di dunia
global. Strategi tersebut dapat memberikan kemungkinan kepada seluruh mahasiswa untuk
memilih keahlian dengan tetap memberikan hak otonomi perguruan tinggi. Hal inilah yang
menjadi landasan Kemendikbud dalam mengeluarkan kebijakan MBKM yang harus
dilaksanakan oleh seluruh Perguruan Tinggi, termasuk Perguruan Tinggi di Surabaya, agar
dapat beradaptasi dengan kurikulum yang ditentukan oleh kebijakan pemerintah sekarang.
Dengan mengadopsi, mengevaluasi, mengelola, dan mengembangkan inisiatif Kampus
Merdeka Belajar (MBKM), perguruan tinggi berharap dapat mentransformasikan pendidikan.
Tahap pertama adalah membuat kebijakan berupa peraturan yang mengatur pelaksanaan
program pembelajaran MBKM bagi mahasiswa perguruan tinggi, serta rekomendasi teknis
pelaksanaannya. Perubahan kurikulum juga dilaksanakan sesuai dengan konsep kampus
merdeka. Menurut MBKM, perguruan tinggi juga memperbolehkan mahasiswanya mengikuti
perkuliahan selama tiga semester di luar program gelarnya. Meskipun memiliki tujuan yang
mulia, namun pelaksanaan MBKM memiliki banyak tantangan, salah satunya adalah
permasalahan kelelahan akademik yang sering kali berkaitan dengan stres, beban kerja, atau
aspek psikologis lainnya akibat proses pembelajaran yang dilakukan mahasiswa.
Mahasiswa yang tidak siap dan kesulitan untuk beradaptasi terhadap pengaplikasian
kurikulum tersebut menimbulkan dampak yang cukup krusial, seperti stres akademik. Stres
akademik adalah jenis stres yang terjadi ketika mahasiswa mengalami kesulitan beradaptasi
dengan tuntutan akademik yang dianggap mendesak, sehingga dapat menimbulkan perasaan
tidak nyaman dan memicu ketegangan fisik, psikologis, dan perubahan perilaku (Wilks,
2008; Desmita, 2011). Stres akademik juga dikaitkan dengan tingkat penyesuaian mahasiswa,
yakni ketika individu menunjukkan tingkat stres akademik yang signifikan, hal itu berdampak
pada bakat dan penyesuaiannya (Hussain, Kumar, & Husain, 2008).
Tingkat stres akademik yang tinggi dapat berdampak signifikan terhadap prestasi
akademik mahasiswa, keseimbangan emosi, dan bahkan kesehatan secara keseluruhan. Hal
ini ditunjukkan dengan hasil riset yang dilakukan oleh Ruang Empati pada tahun 2021. Di
mana dalam hasil riset menunjukkan tingginya tingkat depresi di kalangan mahasiswa.
Ditemukan bahwa 26% atau 1.018 siswa, dari total 3.901 responden dalam penelitian ini
mengalami tingkat depresi yang mungkin tergolong dalam skenario yang memerlukan
perhatian serius. Sebagai perbandingan, 41% responden atau 1.597 tergolong berstatus
psikologis normal. Berdasarkan tingkat keparahannya, sekitar 21% atau 799 responden
mengalami depresi ringan, sedangkan 7% atau 274 responden mengalami depresi berat.
Stres akademik merupakan hal yang wajar terjadi akademik merupakan bagian dari
pengembangan diri seperti beradaptasi dengan tatanan sosial baru, mendapatkan peran dan
tanggung jawab baru sebagai siswa, mempunyai beban belajar dan konsep pendidikan yang
berbeda dengan masa sekolah sebelumnya, aktivitas akademik/beban mikrofon tinggi, belajar
mengelola masalah keuangan Ketidakmampuan mengatur waktu, harapan dan hambatan
pencapaian akademik, perubahan gaya hidup dari masa sebelumnya, dan pertumbuhan
konsep diri (Regehr, Glancy, et Pitt, 2013).
Stres akademik juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk dukungan
sosial. Dukungan sosial didefinisikan sebagai suatu jenis kenyamanan dan bantuan yang
diberikan kepada individu oleh orang lain, termasuk perasaan disukai, dihargai, dan memiliki
jaringan sosial yang kuat (Sarafino et al., 2015). Menurut Bastman (dalam Maghfiroh, 2018),
dukungan sosial dari orang-orang terdekat menunjukkan perhatian terhadap individu,
bantuan, dan solusi ketika individu menghadapi permasalahan atau hambatan dalam
mencapai tujuannya. Individu yang memiliki dukungan sosial yang cukup mungkin merasa
lebih mampu mengatasi stres akademik.
Mahasiswa yang dihadapkan pada situasi yang sangat menekan, secara alami akan
mencari strategi untuk mengurangi tingkat stres mereka. Hal ini disebut sebagai coping.
Coping merupakan suatu upaya yang memadukan penyesuaian kognitif dan tindakan nyata
untuk beradaptasi terhadap tekanan-tekanan yang diperkirakan melampaui kemampuan
individu, baik yang berasal dari dalam maupun luar diri (Folkman et al., 1986). Coping
dipandang sebagai proses penting dalam manajemen stres. Strategi coping didefinisikan oleh
Lazarus dan Folkman (1984) sebagai segala upaya yang dilakukan individu untuk mengubah
aspek kognitif dan perilakunya dalam menghadapi dan mengelola tuntutan dari luar dan
dalam dirinya yang dianggap melebihi kapasitas individu. Teknik penanggulangan dalam
konteks stres akademik bisa beragam dan mencakup sejumlah pendekatan. Beberapa siswa
mungkin mencari dukungan sosial, seperti mengobrol dengan teman atau keluarga, untuk
menghilangkan stres. Menurut Holahan dan Moos (1987), mekanisme coping yang dilakukan
seseorang dapat berupa perilaku positif atau buruk. Strategi coping positif mencakup upaya
sungguh-sungguh untuk menghilangkan sumber stres, mempertimbangkan cara menghadapi
stres, dan mengatur aktivitas lain agar seseorang dapat fokus dalam mengatasi permasalahan
yang dihadapi.
Pemahaman strategi coping, yang mencakup tiga pendekatan dasar: coping
berorientasi tugas, coping berorientasi emosi, dan coping berorientasi penghindaran, masih
terus diteliti. Mengatasi tugas yang berorientasi pada tugas memerlukan upaya aktif untuk
menemukan solusi dan alternatif dalam situasi stres. Sebaliknya, coping berorientasi emosi
adalah upaya sadar untuk mengelola dan mengatur emosi sebagai respons terhadap stres.
Sementara itu, coping berorientasi penghindaran didefinisikan sebagai aktivitas yang
disengaja yang dilakukan untuk menghindari atau melarikan diri dari situasi stres (Endler &
Parker, 1990, 1994).
Kemampuan siswa dalam menggunakan strategi coping adaptif menjadi fokus utama
peneliti. Mengatasi adaptif dianggap penting untuk menurunkan stres, meningkatkan toleransi
stres, dan membatasi penurunan prestasi akademik (Gustems-Carnicer, Calderón, &
Calderón-Garrido, 2019). Mencari dukungan sosial, mengembangkan pola pikir positif,
merencanakan penyelesaian masalah, dan meningkatkan keterampilan manajemen waktu
adalah contoh strategi penanggulangan adaptif. Memahami dan mendorong penggunaan
strategi penanggulangan adaptif dapat membantu mahasiswa mengatasi stres akademik
dengan lebih efektif. Hal ini juga dapat membantu mahasiswa menghadapi hambatan
akademik dengan sikap lebih optimis, sehingga dapat meningkatkan keberhasilan akademik.
Oleh karena itu, mahasiswa harus menerima instruksi dan dukungan yang bertujuan untuk
membangun mekanisme penanggulangan adaptif agar dilengkapi dengan alat yang diperlukan
untuk mengelola stres akademik dan mencapai potensi akademik mereka sepenuhnya.
Berdasarkan fenomena, latar belakang yang terjadi, serta upaya mengatasi
permasalahan yang muncul di kalangan mahasiswa pada perguruan tinggi di Surabaya,
menggugah peneliti untuk mennganalisis dan mengkajinya secara mendalam terkait Coping
Strategi Mahasiswa dalam Mengatasi Tekanan Akademik pada Implementasi Kurikulum
MBKM di Perguruan Tinggi Surabaya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah untuk
penelitian adalah:
a) Bagaimana penggunaan coping strategi mahasiswa terhadap tekanan akademik pada
implementasi kurikulum MBKM?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah:
a) Mengidentifikasi sejauh mana mahasiswa Perguruan Tinggi Surabaya menghadapi
tekanan akademik akibat penerapan Kurikulum MBKM
b) Menganalisis coping strategi mahasiswa dalam menghadapi tekanan akademik yang
disebabkan oleh Kurikulum MBKM
1.4 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai bagaimana coping
strategi yang dilakukan mahasiswa dalam mengatasi tekanan akademik terkait adanya
implementasi Kurikulum MBKM di Perguruan Tinggi Surabaya, dan diharapkan dapat
berguna untuk menambah referensi bacaan bagi pembaca.
b. Manfaat Teoritis
Penelitian ini akan membantu peneliti lebih memahami bagaimana mahasiswa
beradaptasi terhadap perubahan sistem pendidikan tinggi, khususnya dalam penerapan
Kurikulum MBKM. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai
permasalahan dan peluang yang dihadapi mahasiswa di era transisi pendidikan dengan
mengkaji fungsi strategi coping dalam situasi tersebut.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
BAB III
METODE PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai