JURUSAN ILMU SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2023 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam mengembangkan individu yang efektif dan mampu bersaing dalam masyarakat. Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan tertinggi yang diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan sukses di bidangnya masing- masing. Permasalahan yang dihadapi mahasiswa tidak hanya bersifat intelektual saja, namun juga melibatkan faktor non-akademik dan ekspektasi di luar ruang perkuliahan, yang keseluruhannya dapat menimbulkan stres. Pada titik ini, banyaknya batasan dan aturan yang diberlakukan kepada mahasiswa selama kuliah dimaksudkan untuk membantu mahasiswa dalam beradaptasi dan mengembangkan soft skill yang dibutuhkan di tempat kerja. Perubahan dan kemajuan dunia khususnya di Indonesia berdampak pada kehidupan manusia, sehingga mendorong adaptasi dan pembaharuan di bidang pendidikan. Perguruan Tinggi harus memastikan bahwa kurikulum mereka selalu mutakhir dan relevan dengan tuntutan dunia kerja, dan bahwa teknologi dan inovasi diintegrasikan ke dalam metode pengajaran. Selain itu, koordinasi antara Perguruan Tinggi, industri, dan pemerintah sangat penting untuk memastikan bahwa lulusan universitas memiliki keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri saat ini dan masa depan guna menghasilkan lulusan yang siap menghadapi permasalahan dan peluang di zaman modern. Merdeka Belajar Kampus Merdeka adalah salah satu kurikulum yang tercipta sebagai bentuk penyesesuaian terhadap kemajuan global dalam dunia Pendidikan. Perubahan kurikulum yang terjadi akibat kemajuan teknologi dan merupakan bagian dari proses menghasilkan lulusan yang menguasai dan bersaing dalam pengembangan kurikulum yang dikembangkan pemerintah saat ini. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meluncurkan program atau kebijakan Kampus Merdeka Belajar (MBKM) pada awal tahun 2020 dengan tujuan menjembatani kesenjangan antara lulusan perguruan tinggi dengan dunia perdagangan, industri, dan harapan masa depan. Kurikulum ini memungkinkan mahasiswa merencanakan dan menyelenggarakan pendidikannya berdasarkan minat dan potensinya sendiri. Kurikulum Belajar Kampus Merdeka dimaksudkan untuk dilaksanakan sedemikian rupa sehingga pendidikan mengedepankan pengelolaan antar perguruan tinggi sehingga mahasiswa mendapatkan tambahan pengalaman belajar tidak hanya di dalam kampus tetapi juga di luar kampus. Pembelajaran di Kampus Merdeka memadukan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa dengan minat kritis. Pendekatan pembelajaran di Kampus Merdeka memberikan tantangan dan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan kecerdikan, kreativitas, kemampuan, kepribadian, dan sesuai dengan kebutuhan khusus. Selain itu, hal ini mendorong mahasiswa untuk menjadi mandiri dalam mencari dan memperoleh pengetahuan melalui pengalaman dunia nyata dan pengaturan lapangan, seperti persyaratan kompetensi, situasi dunia nyata, interaksi sosial, kerja tim, manajemen diri, pencapaian target. , dan kinerja yang diinginkan. Mahasiswa akan meningkatkan hard skill dan soft skill melalui implementasi inisiatif Merdeka Belajar secara menyeluruh dan efektif (Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020). Konsep kurikulum pada hakikatnya sudah berada pada tahap implementasi di masing- masing perguruan tinggi, disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi yang ada, baik melalui kemitraan dengan perguruan tinggi dalam dan luar negeri, perusahaan, dan lembaga sosial lainnya yang diatur dalam MOU. Pedoman gagasan kurikulum Kampus Merdeka Belajar (MBKM) diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 15 ayat 1 yang memperbolehkan kegiatan pembelajaran berlangsung baik di dalam maupun di luar Program Studi. Penyelenggaraan MBKM didasarkan pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 3 Tahun 2020. Kurikulum diartikan sebagai suatu rencana yang memuat tujuan, materi, dan pengaturan pembelajaran yang menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam rangka untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi. Pasal 11 (1) Permendikbud juga menjelaskan ciri-ciri proses pembelajaran, yang meliputi pembelajaran interaktif, holistik, integratif, ilmiah, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada siswa. Program MBKM yang dilaksanakan melalui delapan jenis kegiatan, yakni Proyek di Desa, Pertukaran Pelajar, Penelitian, Kegiatan Wirausaha, Studi/Proyek Independen, Proyek Kemanusiaan Kegiatan, serta Mengajar di Sekolah pembelajaran memberikan dampak positif terhadap proses pembelajaran di perguruan tinggi. Program MBKM memperbolehkan mahasiswanya untuk belajar pada berbagai mata pelajaran dengan memperbolehkan mereka belajar selama tiga semester di luar Program Studi. Dalam konteks pendidikan tinggi, program MBKM disosialisasikan kepada civitas akademika. Program MBKM dikenalkan kepada dosen melalui surat edaran, pengumuman, media sosial, media cetak, pertemuan dosen, pertemuan ilmiah, dan sarana lainnya. Mahasiswa dikenalkan dengan program MBKM melalui surat edaran, pengumuman, media sosial, media cetak, ceramah, pertemuan ilmiah, dan sarana lainnya. Kebijakan MBKM mendorong seluruh peserta didik untuk mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan berdasarkan bidang minatnya agar mampu bersaing di dunia global. Strategi tersebut dapat memberikan kemungkinan kepada seluruh mahasiswa untuk memilih keahlian dengan tetap memberikan hak otonomi perguruan tinggi. Hal inilah yang menjadi landasan Kemendikbud dalam mengeluarkan kebijakan MBKM yang harus dilaksanakan oleh seluruh Perguruan Tinggi, termasuk Perguruan Tinggi di Surabaya, agar dapat beradaptasi dengan kurikulum yang ditentukan oleh kebijakan pemerintah sekarang. Dengan mengadopsi, mengevaluasi, mengelola, dan mengembangkan inisiatif Kampus Merdeka Belajar (MBKM), perguruan tinggi berharap dapat mentransformasikan pendidikan. Tahap pertama adalah membuat kebijakan berupa peraturan yang mengatur pelaksanaan program pembelajaran MBKM bagi mahasiswa perguruan tinggi, serta rekomendasi teknis pelaksanaannya. Perubahan kurikulum juga dilaksanakan sesuai dengan konsep kampus merdeka. Menurut MBKM, perguruan tinggi juga memperbolehkan mahasiswanya mengikuti perkuliahan selama tiga semester di luar program gelarnya. Meskipun memiliki tujuan yang mulia, namun pelaksanaan MBKM memiliki banyak tantangan, salah satunya adalah permasalahan kelelahan akademik yang sering kali berkaitan dengan stres, beban kerja, atau aspek psikologis lainnya akibat proses pembelajaran yang dilakukan mahasiswa. Mahasiswa yang tidak siap dan kesulitan untuk beradaptasi terhadap pengaplikasian kurikulum tersebut menimbulkan dampak yang cukup krusial, seperti stres akademik. Stres akademik adalah jenis stres yang terjadi ketika mahasiswa mengalami kesulitan beradaptasi dengan tuntutan akademik yang dianggap mendesak, sehingga dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan memicu ketegangan fisik, psikologis, dan perubahan perilaku (Wilks, 2008; Desmita, 2011). Stres akademik juga dikaitkan dengan tingkat penyesuaian mahasiswa, yakni ketika individu menunjukkan tingkat stres akademik yang signifikan, hal itu berdampak pada bakat dan penyesuaiannya (Hussain, Kumar, & Husain, 2008). Tingkat stres akademik yang tinggi dapat berdampak signifikan terhadap prestasi akademik mahasiswa, keseimbangan emosi, dan bahkan kesehatan secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil riset yang dilakukan oleh Ruang Empati pada tahun 2021. Di mana dalam hasil riset menunjukkan tingginya tingkat depresi di kalangan mahasiswa. Ditemukan bahwa 26% atau 1.018 siswa, dari total 3.901 responden dalam penelitian ini mengalami tingkat depresi yang mungkin tergolong dalam skenario yang memerlukan perhatian serius. Sebagai perbandingan, 41% responden atau 1.597 tergolong berstatus psikologis normal. Berdasarkan tingkat keparahannya, sekitar 21% atau 799 responden mengalami depresi ringan, sedangkan 7% atau 274 responden mengalami depresi berat. Stres akademik merupakan hal yang wajar terjadi akademik merupakan bagian dari pengembangan diri seperti beradaptasi dengan tatanan sosial baru, mendapatkan peran dan tanggung jawab baru sebagai siswa, mempunyai beban belajar dan konsep pendidikan yang berbeda dengan masa sekolah sebelumnya, aktivitas akademik/beban mikrofon tinggi, belajar mengelola masalah keuangan Ketidakmampuan mengatur waktu, harapan dan hambatan pencapaian akademik, perubahan gaya hidup dari masa sebelumnya, dan pertumbuhan konsep diri (Regehr, Glancy, et Pitt, 2013). Stres akademik juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk dukungan sosial. Dukungan sosial didefinisikan sebagai suatu jenis kenyamanan dan bantuan yang diberikan kepada individu oleh orang lain, termasuk perasaan disukai, dihargai, dan memiliki jaringan sosial yang kuat (Sarafino et al., 2015). Menurut Bastman (dalam Maghfiroh, 2018), dukungan sosial dari orang-orang terdekat menunjukkan perhatian terhadap individu, bantuan, dan solusi ketika individu menghadapi permasalahan atau hambatan dalam mencapai tujuannya. Individu yang memiliki dukungan sosial yang cukup mungkin merasa lebih mampu mengatasi stres akademik. Mahasiswa yang dihadapkan pada situasi yang sangat menekan, secara alami akan mencari strategi untuk mengurangi tingkat stres mereka. Hal ini disebut sebagai coping. Coping merupakan suatu upaya yang memadukan penyesuaian kognitif dan tindakan nyata untuk beradaptasi terhadap tekanan-tekanan yang diperkirakan melampaui kemampuan individu, baik yang berasal dari dalam maupun luar diri (Folkman et al., 1986). Coping dipandang sebagai proses penting dalam manajemen stres. Strategi coping didefinisikan oleh Lazarus dan Folkman (1984) sebagai segala upaya yang dilakukan individu untuk mengubah aspek kognitif dan perilakunya dalam menghadapi dan mengelola tuntutan dari luar dan dalam dirinya yang dianggap melebihi kapasitas individu. Teknik penanggulangan dalam konteks stres akademik bisa beragam dan mencakup sejumlah pendekatan. Beberapa siswa mungkin mencari dukungan sosial, seperti mengobrol dengan teman atau keluarga, untuk menghilangkan stres. Menurut Holahan dan Moos (1987), mekanisme coping yang dilakukan seseorang dapat berupa perilaku positif atau buruk. Strategi coping positif mencakup upaya sungguh-sungguh untuk menghilangkan sumber stres, mempertimbangkan cara menghadapi stres, dan mengatur aktivitas lain agar seseorang dapat fokus dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi. Pemahaman strategi coping, yang mencakup tiga pendekatan dasar: coping berorientasi tugas, coping berorientasi emosi, dan coping berorientasi penghindaran, masih terus diteliti. Mengatasi tugas yang berorientasi pada tugas memerlukan upaya aktif untuk menemukan solusi dan alternatif dalam situasi stres. Sebaliknya, coping berorientasi emosi adalah upaya sadar untuk mengelola dan mengatur emosi sebagai respons terhadap stres. Sementara itu, coping berorientasi penghindaran didefinisikan sebagai aktivitas yang disengaja yang dilakukan untuk menghindari atau melarikan diri dari situasi stres (Endler & Parker, 1990, 1994). Kemampuan siswa dalam menggunakan strategi coping adaptif menjadi fokus utama peneliti. Mengatasi adaptif dianggap penting untuk menurunkan stres, meningkatkan toleransi stres, dan membatasi penurunan prestasi akademik (Gustems-Carnicer, Calderón, & Calderón-Garrido, 2019). Mencari dukungan sosial, mengembangkan pola pikir positif, merencanakan penyelesaian masalah, dan meningkatkan keterampilan manajemen waktu adalah contoh strategi penanggulangan adaptif. Memahami dan mendorong penggunaan strategi penanggulangan adaptif dapat membantu mahasiswa mengatasi stres akademik dengan lebih efektif. Hal ini juga dapat membantu mahasiswa menghadapi hambatan akademik dengan sikap lebih optimis, sehingga dapat meningkatkan keberhasilan akademik. Oleh karena itu, mahasiswa harus menerima instruksi dan dukungan yang bertujuan untuk membangun mekanisme penanggulangan adaptif agar dilengkapi dengan alat yang diperlukan untuk mengelola stres akademik dan mencapai potensi akademik mereka sepenuhnya. Berdasarkan fenomena, latar belakang yang terjadi, serta upaya mengatasi permasalahan yang muncul di kalangan mahasiswa pada perguruan tinggi di Surabaya, menggugah peneliti untuk mennganalisis dan mengkajinya secara mendalam terkait Coping Strategi Mahasiswa dalam Mengatasi Tekanan Akademik pada Implementasi Kurikulum MBKM di Perguruan Tinggi Surabaya. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah untuk penelitian adalah: a) Bagaimana penggunaan coping strategi mahasiswa terhadap tekanan akademik pada implementasi kurikulum MBKM? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: a) Mengidentifikasi sejauh mana mahasiswa Perguruan Tinggi Surabaya menghadapi tekanan akademik akibat penerapan Kurikulum MBKM b) Menganalisis coping strategi mahasiswa dalam menghadapi tekanan akademik yang disebabkan oleh Kurikulum MBKM 1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai bagaimana coping strategi yang dilakukan mahasiswa dalam mengatasi tekanan akademik terkait adanya implementasi Kurikulum MBKM di Perguruan Tinggi Surabaya, dan diharapkan dapat berguna untuk menambah referensi bacaan bagi pembaca. b. Manfaat Teoritis Penelitian ini akan membantu peneliti lebih memahami bagaimana mahasiswa beradaptasi terhadap perubahan sistem pendidikan tinggi, khususnya dalam penerapan Kurikulum MBKM. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai permasalahan dan peluang yang dihadapi mahasiswa di era transisi pendidikan dengan mengkaji fungsi strategi coping dalam situasi tersebut. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu BAB III METODE PENELITIAN