Anda di halaman 1dari 4

LP PENGKAJIAN PEMERIKSAAN FISIK PADA LANSIA

A. Pengertian
Pemeriksaan fisik adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien
untuk menemukan tanda-tanda klinis penyakit. Pemeriksaan fisik dilakukan secara
sistematis (head to toe) mulai dari bagian kepala sampai kaki
B. Tujuan
1) Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri
2) Melengkapi dasar rencana perawatan individu
3) Memeriksa kondisi tubuh dan membantu dokter mendiagnosa penyakit
C. Alat & Bahan
1) Register lansia
2) Gula, kopi, aram
3) Bau-bauan
4) Garputala
5) Snellen chart
6) Lampu senter
7) Penutup mata
8) Reflek hamer
D. Prosedur
1. Pemeriksaan penciuman
a) Membertitahu kepada penderita bahwa daya penciumannya akan diperiksa.
b) Melakukan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada sumbatan atau bagian pada
rongga hidung.
c) Meminta penderita untuk menutup salah satu lubang hidung
d) Meminta penderita untuk mencium bau-bauan tertentu seperti yang disebutkan
diatas melalui lubang hidung yang terbuka.
e) Meminta penderita menyebutkan jenis bau yang diciumnya.
f) Pemeriksaan yang sama dilakukan juga untuk lubang hidung kontralateral.
Interpretasi hasil pemeriksaan:
g) Terciumnya bau-bauan secara olfaktorius kedua sisi adalah baik. tepat
menandakan fungsi nervus
h) Hilangnya kemampuan mengenali bau-abuan (anosmia) yang bersifat unilateral
tanpa ditemukan adanya kelainan pada rongga hidung merupakan salah satu tanda
yang mendukung adanya neoplasma pada lobus frontalis cerebrum.
i) Anosmia yang bersifat bilateral tanpa ditemukan adanya kelainan pada rongga
hidung merupakan salah satu tanda yang mendukung adanya meningioma pada
cekungan olfaktorius pada cerebrum. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari
trauma ataupun pada meningitis. Pada orangtua dapat terjadi gangguan fungsi
indra penciuman ini terjadi tanpa sebab yang jelas. Gangguan ini dapat berupa
penurunan daya penciuman (Hiposmia). Bentuk gangguan lainnya dapat berupa
kesalahan dalam mengenali bau yang dicium, misalnya minyak kayu putih
tercium sebagai bawang goreng hal ini disebut parosmia.
2. Pemeriksaan penglihatan
Pemeriksaan meliputi :
a) Pemeriksaan visus dengan snellen chart
Gantungkan kartu Snellen atau kartu E yang sejajar mata responden dengan
jarak 6 meter (sesuai pedoman tali). Tutup satu mata klien kemudian suruh
baca dua baris pada huruf snellen chart pada jarak 6 meter, ulangi untuk
satunya
penilaian visus dengan snellen chart
1. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca atau memperagakan
posisi huruf E KURANG dari setengah baris maka yang dicatat maka baris
yang tertera angka di atasnya
2. Jika ditulis Visus 6/6, angka 6 diatas (pembilang) menunjukkan kemampuan
jarak baca penderita, angka 6 di bawah menunjukkan kemampuan jarak baca
orang normal
3. Visus 6/60 artinya penderita hanya dapat menghitung jari pada jarak 6 meter,
sedangkan orang normal bisa menghitung dalam jarak 60 meter, begitu juga
penilaian visus 5/60, 4/60, 3/60, 2/60, 1/60.
4. Hasil ditulis terpisah VOD (visus okulus dextra) dan VOS (Visus olukus
sinistra)
Pemeriksaan visus dengan hitung jari
1. Bila pasien belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu Snellen
atau kartu E maka mulai pemeriksaan HITUNG JARI pada jarak 3 meter (tulis
03/060).
2. Jika hitung jari 3 meter jari belum bisa terlihat pasien maka pasien diminta
maju 2 meter (tulis 02/060), bila belum terlihat pasien maju 1 meter, jika
pasien bisa melihat jari dengan jarak satu meter maka visus pasien ditulis
01/060.
3. Bila pemeriksaan jari hasilnya pasien belum juga melihat jari pemeriksa maka
lakukan goyangan tangan pada jarak 1 meter (tulis 01/300)
4. Jika goyangan tangan belum terlihat oleh pasien maka arahkan cahaya senter
ke mata pasien dan tanyakan apakah pasien dapat melihat SINAR SENTER,
jika ya tulis Visus 01/888. Bila tidak dapat melihat sinar senter disebut BUTA
TOTAL dengan Visus 00/000
b) Tes Lapang Pandang
 Prosedurnya klien duduk, perawat duduk sejajar dengan pasien menghadap
pasien
 Pasien diminta tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung
pemeriksa yang memegang pena warna cerah
 Gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung
memberitahu klien melihat benda tersebut, ulangi mata kedua.
3. Tes Pendengaran
a) Pemeriksaan weber
Tujuan untuk membandingkan daya transport melalui tulang telinga kanan dan
kiri penderita.
 Garputala Letakkan didahi penderita pada keadaan normal kiri dan kanan
sama keras (penderita tidak dapat menentukan dimana yang lebih keras).
 Bila terdapat tuli konduksi disebelah kiri, missal oleh karena otitis media,
pada tes weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat tuli persepsi disebelah
kiri, maka tes weber terdengar lebih keras dikanan.
b) Pemeriksaan rinne
Tujuan untuk membandingkan pendengaran melalui tulang dan udara dari
penderita. Pada telinga sehat pendengaran melalui udara didengar lebih lama dari
pada melalui tulang.
 Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai penderita tidak dapat
menden gamya lagi, kemudian garputala dipindahkan kedepan meatus
eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan tes
positif, pada orang normal atau tuli persepsi, tes rinne ini positif. Pada tuli
konduksi tes rinne negatif.
c) Pemeriksaan Schwabach
Tujuan membandingkan hantaran tulang penderita dengan hantaran tulang
pemeriksa (dengan anggapan pendengaran. pemeriksa adalah baik).
 Garputala yang telah digetarkan ditempatkan diprosesus mastoid penderita.
Bila penderita sudah tidak mendengar lagi suara garputala tersebut, maka
segera garputala dipindahkan ke prosesus mastoid pemeriksa.
 Bila hantaran tulang penderita baik, maka pemeriksa tidak akan mendengar
suara mendenging lagi. Keadaan ini dinamakan schwabach normal. Bila
hantaran tulang penderita kurang baik, maka pemeriksa masih medengar suara
getaran garputala tersebut. Keadaan ini dinamakan schwabach memendek.
4. Tes Perasa
a) Meminta pemeriksa menjulurkan lidah
b) Meletakkan gula, asam, garam, atau sesuatu yang pahit di sebelahnya kiri dan
kanan dari 2/3 bagian depan lidah
c) Meminta penderita untuk mengatakan/menuliskan apa yang dirasakannya
Catatan: pada saat dilakukan pemeriksaan hendaknya:
 Lidah penderita terus menerus dijulurkan keluar
 Penderita tidak diperkenankan bicara
 Penderita tidak diperkenankan menelan.
5. Tes Peraba
a) Melakukan pemeriksaan sensasi nyeri dengan janim pada daerah dahi, pipi,
rahang bawah.
b) Melakukan pemeriksaan sensasi suhu dengan kapas yang dibasahi air hangat pada
daerah dahi, pipi, dan rahang bawah.
c) Melakukan pemeriksaan reflex kornea
d) Menyentuh kornea dengan ujung kapas (normal penderita akan menutup mata/
berkedip)
e) Menanyakan apakah penderita dapat merasakan sentuhan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai