Anda di halaman 1dari 105

ANALISIS PERILAKU HARGA BERAS DAN

GABAH DI INDONESIA

SKRIPSI

Oleh :

Ayu Lestari
NPM. E1D017055
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2023

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS PERILAKU HARGA


BERAS DAN GABAH DI INDONESIA” ini merupakan karya saya sendiri (ASLI), dan
isi dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan oleh orang lain untuk
memperoleh gelas akademis disuatu institusi pendidikan, dan sepanjang sepengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar
pustaka.

Bengkulu, Mei 2023

Ayu Lestari
NPM. E1D017055
RINGKASAN

ANALISIS PERILAKU HARGA BERAS DAN GABAH DI INDONESIA.

Salah satu komoditas pangan dengan nilai ekonomi, sosial dan politik yang
strategis yaitu beras. Stabilisasi harga dan pasokan beras menjadi salah satu faktor yang
sangat penting untuk mewujudkan pembangunan negara yang berkelanjutan dalam konteks
ketahanan pangan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan konsumsi beras yang
tinggi. Bahan pangan pokok berupa beras sulit tergantikan. Berapapun harga beras di
pasaran, orang akan tetap berusaha membelinya. Tentunya masyarakat menginginkan beras
yang terbaik atau kualitas terbaik. Namun karena fluktuasi harga, kemampuan masyarakat
untuk memperoleh beras dengan kualitas terbaik semakin menurun dikarenakan harga yang
cenderung meningkat. Petani sebagai produsen membutuhkan harga jual yang pasti. Bagi
konsumen yang menggunakan beras dalam jumlah besar sebagai bahan baku, kepastian
harga membantu perencanaan produksi. Permintaan beras yang tinggi akan menyebabkan
harga beras berfluktuasi. Fluktuasi harga gabah dan beras yang terjadi dalam hal ini
merupakan gambaran dari perilaku harga beras dan gabah, ini artinya menganalisa perilaku
harga menjadi menarik. Harga sering digunakan sebagai sinyal bagi petani atau produsen
untuk berproduksi dan memasarkan. Oleh karena itu, diperlukan analisa lebih lanjut
dengan melihat pola trend harga, perubahan harga musiman, variasi harga yang terjadi
harga pada beras dan gabah.

Penulis melakukan atau mengambil lokasi penelitian secara sengaja (purpossive) di


Indonesia dengan pertimbangan bahwa Indonesia merupakan negara dengan produksi
beras dan gabah yang dengan produksi beras dan gabah yang tinggi. Penelitian ini
dilaksanakan agar melihat perilaku harga beras dan gabah di Indonesia tahun 2017-2021.
Metode analisis data yang dilaksanakan pada penelitian ini ialah pengukuran dengan
menggunakan analisis variasi harga, trend, musiman dan korelasi harga. Hasil dari
penelitian yang dilakukan adalah variasi harga beras dan gabah di Indonesia memiliki
fluktuasi harga yang rendah, trend harga beras memiliki nilai yang positif sedangkan trend
harga gabah mimiliki nilai yang negatif, harga beras dan gabah tinggi pada awal dan akhir
tahun, ini artinya harga beras dan gabah tidak mengikuti pola musiman, harga beras dan
gabah di ndonesia tidak memiliki korelasi.

Kata Kunci : Perilaku Harga, Variasi Harga, Trend, Musiman, Korelasi Harga.
(Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu, 2023)
SUMMARY

ANALYSIS OF PRICE BEHAVIOUR OF RICE AND PADDY IN INDONESIA

One of the food commodities with strategic economic, social and political value is
rice. Stabilisation of rice price and supply is one of the most important factors to achieve
sustainable development of the country in the context of food security. Indonesia is one of
the countries with high rice consumption. The staple food of rice is difficult to replace.
Regardless of the price of rice in the market, people will still try to buy it. Of course,
people want the best or best quality rice. However, due to price fluctuations, people's
ability to obtain the best quality rice is decreasing as prices tend to increase. Farmers as
producers need a fixed selling price. For consumers who use large quantities of rice as raw
materials, price certainty helps with production planning. High demand for rice will cause
rice prices to fluctuate. The fluctuations in grain and rice prices that occur in this case are
an illustration of the price behaviour of rice and grain, which means that analysing price
behaviour is interesting. Prices are often used as a signal for farmers or producers to
produce and market. Therefore, further analysis is needed by looking at price trend
patterns, seasonal price changes, price variations that occur in rice and grain prices.

The author conducted or takes the research location purposively in Indonesia with
the consideration that Indonesia is a country with high rice and paddy production. This
research was conducted in order to see the behaviour of rice and paddy prices in Indonesia
in 2017-2021. The data analysis method carried out in this study is a measurement using
price variation analysis, trend, seasonality and price correlation. The results of the research
conducted are that the price variations of rice and paddy Indonesia have low price
fluctuations, the trend of rice prices has a positive value while the trend of paddy prices has
a negative value, the prices of rice and paddy are high at the beginning and end of the year,
this means that the prices of rice and paddy do not follow seasonal patterns, the prices of
rice and paddy in Indonesia have no correlation.

Keywords: Price Behaviour, Price Variation, Trend, Seasonality, Price Correlation.


(Agribusiness Study Program, Department of Agricultural Socio-Economic, Faculty of
Agriculture, Bengkulu University, 2023).
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 22 Oktober 1999 di


Parmonangan yang merupakan anak dari pasangan Mangapul
Silitonga dan Rospita Pasaribu. Penulis merupakan anak pertama
dari tujuh bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah
dasar di SD Negeri 10220 Parmonangan, kemudian melanjutkan
pendidikan menengah pertama di SMP N 2 Siabu dan lulus pada
tahun 2014. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah
atas di SMA N 3 Padangsidempuan dan lulus pada tahun 2017 dan di tahun yang sama
penulis diterima di Universitas Bengkulu Program Studi Agribisnis melaluli Seleksi
Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama aktif menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi eksternal
kampus yaitu Kerohanian Mahasiswa Kristen (KMK) dan Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia (GMKI). Penulis juga mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan pada acara
HIMASETA sebagai salah satu wujud pengimplementasian Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Pada Juni hingga Agustus 2020 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) kota
Bengkulu, Kec. Muara bangkahulu, Kab. Kota Bengkulu. Penulis melaksanakan Magang
pada bulan Juni 2020 di Bank Indonesia. Untuk meraih gelar sarjana pertanian penulis
menyusun skripsi dengan judul “Analisis Perilaku harga beras dan gabah di Indonesia”
di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr. Ir. Ketut Sukiyono, M. Ec, dan ibu Ir. Ellys Yuliarti,
M.Si.
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

1 Timotius 4:12
“ Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan
bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu
dan dalam kesucianmu”

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kemurahan dan kasih-Nya yang
selalu memberikan berkat, pengharapan dan kesempatan sehingga dengan izin-nya saya
dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai rasa syukur dan cinta yang tulus skripsi ini saya
persembahkan kepada:

 Bapak (Mangapul Siitonga) yang selalu berjuang dan membimbing saya sehingga
mampu menyelesaikan tugas akhir dari perkuliahan ini.
 Mama (Rospita Pasaribu) yang menjadi role model of my life dan memberikan kasih
sayang serta doa yang tulus.
 Adik-adik ku “The Silitonga’s” (Widya, Ryaldi, Noni, Sopi, Marino, Geo) yang selalu
mensupport dan menghibur serta mendoakan saya dalam menyelesaikan perkuliahan
ini.
 Untuk yang selalu bertanya “ Kapan skripsimu selesai? ”
Terlambat lulus atau lulus tidak tepat waktubukanlah sebuah kejahatan, bukan pula
sebuah aib. Alangkah kerdilnya jika mengukur kecerdasan seseorang hanya dari siapa
yang paling cepat lulus. Bukankah sebaik-baiknya skripsi adalah skripsi yang selesai?
Karena mungkin ada suatu hal dibalik terlambatnya mereka lulus, dan percayalah alas
an saya disini merupakan alas an yang sepenuhnya baik.
 Keluarga besar HIMASETA UNIB.
 Almamater kebangganku, Universitas Bengkulu.
UCAPAN TERIMAKASIH

Sebagai suatu penghormatan selama proses penelitian berlangsung sampai


penulisan skripsi ini selesai, melalui skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu selama penelitian hingga penyusunan penelitian ini.

 Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini.
 Kedua orang tua yaitu Mangapul Silitonga dan Rospita Pasaribu yang tak henti-
hentinya memberikan doa, semangat, dukungan untuk terus berjuang serta kasih
saying yang begitu besar.
 Kepada adik-adik ku (The Silitonga’s) yang menjadi tempat untuk berbagi suka duka,
tempat bertukar pikiran, memberikan motivasi serta mau berjuang bersama untuk
menyelesaikan tanggung jawab.
 Bapak Prof. Dr. Ir. Ketut Sukiyono, M. Ec selaku dosen pembimbing utama yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbingku, mengarahkan penulis dan selalu sabar
dalam membimbing penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi.
 Ibu Ir. Ellys Yuliarti, M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing
pendamping yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan
skripsi serta sabar dalam membimbing penulis sehingga dapat memyelesaikan skripsi.
 Bapak Dr. Indra Cahyadinata, S.P, M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia
memberikan masukan, kritikan, dan saran sehingga dapat terciptanya skripsi saya ini.
 Bapak Ir. Nusril, M.M. selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan
masukan, kritikan, dan saran sehingga dapat terciptanya skripsi saya ini.
 Seluruh dosen dan staf serta karyawan administrasi Lab Sosial Ekonomi Pertanian dan
Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
 Anggranda Squad yang selalu memberikan semangat, motivasi serta saran yang
membangun.
 Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah turut mendoakan
dan mendukung penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.
 Last but least, I wanna thank me. I wanna thank for believing in me. I wanna thank me
for doing all this hard work. Iwanna thank me for having days off. I wanna thank me
for never quitting.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat
serta karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS
PERILAKU HARGA BERAS DAN GABAH DI INDONESIA”. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata I pada jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.
Melalui kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir.
Ketut Sukiyono M.Ec selaku dosen Pembimbing Utama dan Ir. Ellys Yuliarti, M.Si selaku
dosen Pembimbing Pendamping, yang telah memberikan saran, wawasan dan semangat
dan keberanian bagi penulis dan atas bantuan pemikiran serta kesediaan untuk meluangkan
waktu sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Tak lupa penulis mengucapkan
terima kasih kepada seluruh staff Pengajar Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, rekan-rekan
mahasiswa SOSEK, serta seluruh pihak yang telah memberikan bantuan moril dan spiritual
sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan.
Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
penulis. Akhirnya penulis dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.

Bengkulu, April 2023

Ayu Lestari
E1D017055

9
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR............................................................................................... vi
DAFTAR ISI.............................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL...................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................. x
I. PENDAHULUAN............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................ 5
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 7
2.1 Landasan Teori.............................................................................................. 7
2.2 Penelitian Terdahulu..................................................................................... 16
2.3 Kerangka Berpikir......................................................................................... 20
III. METODE PENELITIAN..................................................................................... 22
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian....................................................................... 22
3.2 Metode Pengumpulan data............................................................................ 22
3.3 Metode Analisis Data.................................................................................... 22
3. 4 Defenisi dan Konsep Pengkuran Variabel................................................... 26
IV. GAMBARAN UMUM........................................................................................ 27
4.1 Kondisi Pertanian.......................................................................................... 27
4.2 Beras/ Padi di Indonesia................................................................................ 28
4.3 Luas Panen Serta Produksi Gabah dan Beras............................................... 29
4.4 Perkembangan Harga Gabah dan Beras di Indonesia................................... 33
V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................. 37
5. 1 Deskripsi Data.............................................................................................. 37
5. 2 Analisis Variasi Harga................................................................................. 39
5.3 Analisis Trend Harga.................................................................................... 42
5.4 Perilaku Musiman......................................................................................... 49
5.5 Analisis Korelasi Harga Gabah dan Beras di Indonesia............................... 59
5.6 Faktor- Faktor Yang Mmepengaruhi Harga Beras........................................ 61

VI. SIMPULAN DAN SARAN................................................................................. 64


6.1 Simpulan....................................................................................................... 64
6.2 Saran.............................................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 65
LAMPIRAN............................................................................................................... 70

10
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1.1 Harga rata- rata beras di Indonesia 2021 (Rp/ Kg)..................................................... 3
2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................................................. 15
5.1 Statistik Deskripsi Harga Beras dan Gabah di Indonesia............................................ 37
5.2 Variasi harga Gabah di Indonesia............................................................................... 39
5.3 Variasi harga Beras di Indonesia................................................................................. 41
5.4 Estimasi Trend Linear Harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering
Giling (GKG) ditingkat Petani Tahun 2017-2021..................................................... 42
5.5 Estimasi Trend Linear Harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering
Giling (GKG) ditingkat Penggiling Tahun 2017-2021.............................................. 44
5.6 Hasil Analisis Estimasi Trend Linear Harga Beras ditingkat Penggiling Tahun
2017-2021.................................................................................................................. 46
5.7 Indeks Musiman Harga Gabah ditingkat Petani dan ditingkat Penggiling................. 49
5.8 Indeks Musiman Harga Beras ditingkat Penggiling dan ditingkat Pedagang............. 55
5.9 Korelasi harga gabah dan beras di Indonesia.............................................................. 59

11
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1.1 Grafik Rata-rata harga gabah di Indonesia .......................................................... 2
2.1 Kurva Pasar Persaingan Sempurna...................................................................... 9
2.2 Kurva Pasar Monopoli......................................................................................... 9
2.3 Pola data horizontal.............................................................................................. 14
2.4 Pola data musiman............................................................................................... 14
2.5 Pola data sikklikal................................................................................................ 14
2.6 Pola data trend...................................................................................................... 14
2.7 Kerangka Berpikir................................................................................................ 21
4.1 Perkembangan Luas Panen di Indonesia Tahun 2021-2022................................ 29
4.2 Perkembangan Produksi Gabah di Indonesia 2017-2022................................... 30
4.3 Perkembangan Produksi Gabah Berdasarkan Provinsi ........................................ 31
4.4 Perkembangan Produksi Beras di Indonesia 2021-2022 ................................... 32
4.5 Perkembangan Harga Gabah di Indonesia........................................................... 34
4.6 Perkembangan harga beras di Indonesia ........................................................... 36
5.1 Kurva Trend Harga Beras dan Gabah Bulanan di Indonesia .............................. 37
5.2 Kurva Trend Harga GKP tingkat petani ………….………................................. 43
5.3 Kurva Trend Harga GKG tingkat petani.............................................................. 44
5.4 Kurva Trend Harga GKP tingkat penggiling ………………………………….. 45
5.5 Kurva Trend Harga GKG tingkat penggiling....................................................... 46
5.6 Kurva Trend Harga Beras Premium tingkat penggiling...................................... 47
5.7 Kurva Trend Harga Beras Medium tingkat penggiling........................................ 48
5.8 Kurva Trend Harga Beras Tingkat Pedagang...................................................... 48
5.9 Kurva Indeks Variasi Harga GKP ditingkat Petani............................................. 51
5.10 Kurva Indeks Variasi Harga GKG ditingkat Petani........................................... 51
5.11 Kurva Indeks Variasi Harga GKP tingkat Penggiling....................................... 52
5.12 Kurva Indeks Variasi Harga GKG tingkat Penggiling....................................... 53
5.13 Kurva Indeks Variasi Harga Beras Premium..................................................... 56
5.14 Kurva Indeks Variasi Harga Beras Medium...................................................... 57
5.15 Kurva Indeks Variasi Harga Beras di tingkat Pedagang.................................... 57

12
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1 Data Harga Gabah................................................................................................... 71
2 Data Harga Beras.................................................................................................... 73
3 Data Produksi Beras Di Indonesia.......................................................................... 75
4 Data Impor Beras.................................................................................................... 76
5 Standar Deviasi Gabah ditingkat Petani dan Penggiling......................................... 76
6 Standar Deviasi Beras ditingkat Petani dan Penggiling………………………….. 76
7 Koefisien Variasi Harga Gabah............................................................................. 77
8 Koefisien Variasi Harga Beras................................................................................ 76
9 Hasil Analisis Trend................................................................................................ 77
10 Hasil Analisis Musiman........................................................................................ 84
11 Hasil Analisis Korelasi Harga............................................................................... 85
12 Hasil Analisis Regresi Linier Menggunakan SPSS............................................... 86

13
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu komoditas pangan dengan nilai ekonomi, sosial dan politik yang
strategis yaitu beras. Stabilisasi harga dan pasokan beras menjadi salah satu faktor yang
sangat penting untuk mewujudkan pembangunan negara yang berkelanjutan dalam konteks
ketahanan pangan (Bappenas, 2010). Oleh sebab itu beras dipandang sebagai komoditas
yang memiliki nilai ekonomi dalam pembangunan ekonomi di Indonesia.
Sekitar 95 persen penduduk Indonesia bergantung pada beras (Alimoeso, 2011) dan
rumah tangga miskin menghabiskan hampir 21,8 persen pengeluaran mereka untuk beras.
Indonesia menjadi salah satu negara di Asia Tenggara dengan tingkat konsumsi beras yang
tinggi yaitu 139 kg/orang/tahun. Senada dengan itu, Lantarsih (2012) bahwa beras
merupakan makanan pokok utama dan cenderung monolitik di berbagai wilayah di
Indonesia. Oleh karena itu, ketersediaannya selalu menjadi perhatian pemerintah karena
berkaitan dengan pembangunan ekonomi serta kesejahteraan bangsa.
Dalam pengendalian inflasi, harga pangan khususnya komoditas beras meemiliki
peranan penting. Kontribusinya yang signifikan terhadap inflasi dan respon yang cepat
terhadap berbagai guncangan membuatnya cocok untuk digunakan sebagai indikator utama
inflasi (Prastowo et al. 2008). Sebagaimana dijelaskan oleh Machmud (2005), harga beras
bersifat unik dalam menentukan harganya. Oleh karena itu perlu kehati-hatian dalam
penentuan harganya. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani harga beras harus
dinaikkan, tetapi jika harga beras tinggi maka angka kemiskinan akan meningkat. Studi
yang di lakukan oleh Bank Dunia (2004), mengatakan bahwa kenaikan harga beras sebesar
33 persen berkontribusi terhadap peningkatan kemiskinan 3,1 juta orang. Artinya, dengan
kenaikan harga beras, jumlah penduduk miskin juga tentu meningkat. Di sisi lain,
penurunan harga beras juga menurunkan tingkat kemiskinan, namun juga meningkatkan
tingkat kemiskinan yang berimbas pada kelompok pertanian.
Umumnya, saat panen raya tiba petani padi akan menjual gabahnya langsung ke
pedagang besar atau tengkulak (Hardinawati, 2017). Saat harga beras meningkat, maka
pedagang beras akan sangat diuntungkan. Situasi ini tentu sangat menyulitkan petani,
terutama pada musim panen raya karena harga gabah sering turun. Ditambah dengan

14
masuknya beras impor, harga beras dalam negeri turun dan keadaan petani semakin
terpuruk. Rata-rata harga beras dan gabah di Indonesia selama 5 tahun terakhir dapat
dilihat pada gambar 1.1:
5510 5450 5566 5551
5487

4856 4809
4600 4771 4650

Harga GKG

Harga GKP

2017 2018 2019 2020 2021

Gambar 1.1 Grafik Rata-rata harga gabah di Indonesia


Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia (2021)
Gambar 1.1 menunjukkan bahwa harga gabah secara terus menerus berubah dari
waktu ke waktu dan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kenaikan harga pada tahun
2020 meningkat pesat dan menjadi harga tertinggi untuk gabah kering giling (GKG) dalam
waktu 5 tahun terakhir. Hal ini dikarenakan ketersediaan beras lokal tidak dapat memenuhi
permintaan beras didalam negeri, sehubungan dengan itu pemerintah mengurangi jumlah
impor beras dalam rangka program swasembada beras (Desmayanti, 2017). Kajian yang di
lakukan oleh Badan Pusat Statisti (2002), kenaikan harga pangan khususnya beras
tergolong komponen volatile food karena sifatnya yang rentan terhadap waktu panen,
gangguan alam, dan harga komoditas pangan domestik dan internasional. Sementara itu,
harga gabah kering panen (GKP) tertinggi terjadi pada 2018. Menurut data Badan Pusat
Statistik (2021), harga pangan kering di tingkat rumah tangga juga berfluktuasi dari tahun
ke tahun. Berdasarkan 1840 transaksi penjualan di 29 provinsi pada Agustus 2021,
penjualan gabah kering giling (GKG) tercatat sebesar 19,02 %. Harga rata-rata GKG
tingkat petani naik 1,65% pada Agustus 2019, namun turun 1,01 % atau Rp 5.396 per kg
pada Agustus 2021. Naik turunnya harga pangan dipengaruhi oleh tingkat produksi
pangan. Seperti yang dikemukakan Lipsey (1995) dalam penelitian Rahim (2017),
perubahan harga terjadi karena fluktuasi produksi, yang pada akhirnya mempengaruhi
pendapatan produsen.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan konsumsi beras yang tinggi yaitu
1.451 per kapita per minggu (BPS, 2021). Bahan pangan pokok berupa beras sulit
tergantikan. Berapapun harga beras di pasaran, orang akan tetap berusaha membelinya. Hal
ini terjadi karena beras merupakan salah satu kebutuhan pokok hidup. Tentunya

15
masyarakat menginginkan beras yang terbaik atau kualitas terbaik. Namun karena fluktuasi
harga, kemampuan masyarakat untuk memperoleh beras dengan kualitas terbaik semakin
menurun dikarenakan harga yang cenderung meningkat. Rata-rata harga beras di Indonesia
disajikan pada tabel 1.1
Tabel 1.1 Harga rata- rata beras di Indonesia 2021 (Rp/ Kg)

Beras Tingkat Penggiling (Rp/Kg) Beras Tingkat Pedagang


Bulan
(Rp/Kg)
Premium Medium
Jan 9780.19 9404.74 12186
Feb 9772.1 9386.31 12191
Mar 9606.97 9153.68 12127
Apr 9549.76 8978.86 12049
Mei 9627.08 8909.5 12082
Jun 9537.16 8906.67 12081
Jul 9401.61 8886.9 12054
Ags 9499.36 8915.75 12044
Sep 9455.56 8962.39 12043
Okt 9449.47 9010.82 12061
Nov 9539.29 9071.94 12070
Des 9672.54 9128.44 12134
Sumber : Badan Pusat Statistik (2021)
Tabel 1.1 menunjukkan perkembangan harga beras di Indonesia memiliki
kecendrungan atau trend yang sama yaitu mengalami kenaikan pada setiap bulannya. Pada
bulan Januari hingga bulan Maret, harga beras cenderung fluktuatif dan meningkat. hal
tersebut dikarenakan ketersediaan beras yang lebih sedikit dibanding jumlah permintaan
sedangkan pada bulan April hingga bulan September harga beras mengalami penurunan
hal ini disebabkan ketersediaan beras yang melimpah imbas dari panen raya.
Ketidakseimbangan jumlah permintaan dan penawaran ini, dimana jumlah permintaan
lebih tinggi dari jumlah penawaran mengakibatkan harga beras meningkat. Di sisi lain
anggaran permintaan beras yang terjadi di Indonesia cukup besar. Besarnya anggaran
terhadap permintaan beras di Indonesia akan menarik para pelaku pemasaran untuk
membuat rantai pemasaran beras yang lebih panjang. Ini mengakibatkan peluang
terjadinya fluktuasi harga beras Indonesia menjadi lebih besar. Salah satu dampak yang
terjadi yaitu beralihnya konsumen beras dari komoditas beras biasa ke beras medium atau
komoditas kualitas super karena harga beras medium yang mengalami penurunan yang
cukup drastis sebesar Rp 4.000-8.000an sedangkan harga beras kualitas super melonjak
turun sebesar Rp 2.000-13.000an yang disebabkan oleh ketersediaan beras yang melimpah
(PIHPS Nasional, 2021).

16
Pasokan beras mempengaruhi harga beras. yang juga dipengaruhi oleh harga
komoditas lain dan kebijakan pemerintah (Agus, 2006). Saat musim panen, jumlah
produksi akan melimpah sedangkan di luar musim panen, hasil panen akan rendah bahkan
berkualitas buruk. Ini akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pada harga produk
pertanian. Hal ini selaras dengan Anindita (2004) menjelaskan bahwa fluktuasi harga
pertanian disebabkan oleh tiga alasan, yaitu fluktuasi permintaan dan penawaran dan
eksperimen dalam proses penentuan harga. Semakin banyak saluran/lembaga pemasaran
yang terlibat, maka semakin beragam situasi keuangan suatu lembaga yang mempengaruhi
fluktuasi penawaran dan permintaan, termasuk menyalahgunakan kekuasaan untuk
keuntungan sementara.
Keadaan dilapangan menunjukkan bahwa harga jual beras melambung tinggi di
pasar-pasar Indonesia. Menurut data yang di publikasi oleh Pusat Informasi Harga Pangan
Strategis Nasional (2021) mengungkapkan bahwa harga beras meningkat sebesar Rp.
10.000/kg – Rp. 19.000/kg dengan kualitas medium pada kuartal pertama di tahun 2021.
Hal ini dikarenakan margin keuntungan yang diambil pengepul beras terlalu besar.
Pengumpul beras sering melakukan penipuan saat melakukan kartel harga, sehingga
menyulitkan konsumen untuk melihat harga beras yang fluktuatif. Kebijakan tentang
jumlah produksi. kualitas dan stabilisasi harga sangat diperlukan untuk menjaga produksi
beras yang berkelanjutan.
Petani sebagai produsen membutuhkan harga jual yang pasti, Ketidakpastian harga
jual akan mempengaruhi alokasi faktor produksi petani untuk waktu yang lama, membuat
petani harus menanggung lebih banyak risiko perubahan harga. Bagi konsumen yang
menggunakan beras dalam jumlah besar sebagai bahan baku, kepastian harga membantu
perencanaan produksi. Situasi saat ini menunjukkan bahwa permintaan beras akan terus
meningkat. Jika permintaan beras tidak seimbang dengan produksi, maka permintaan beras
yang tinggi akan menyebabkan harga beras berfluktuasi. Hal ini sesuai dengan penelitian
Sugiharti (2004) bahwa ada hubungan antara fluktuasi dan jumlah produksi.
Fluktuasi harga gabah dan beras yang terjadi dalam hal ini merupakan gambaran
dari perilaku harga beras dan gabah, ini artinya menganalisa perilaku harga menjadi
menarik. Beberapa penelitian terkait dengan perilaku harga yang di lakukan oleh Juliyanto
(2021) dan Devina (2016) bahwa trend harga di pengaruhi oleh harga sebelumnya.
Temuan-temuan ini menunjukkan pentingnya informasi harga bagi petani, termasuk
konsumen. Harga sering digunakan sebagai sinyal bagi petani atau produsen untuk
berproduksi dan memasarkan. Mengkaji perilaku harga produk pertanian sangat penting

17
tidak hanya bagi petani dan konsumen tetapi juga untuk pengambilan keputusan dalam
merumuskan kebijakan harga. Oleh karena itu, diperlukan analisa lebih lanjut dengan
melihat pola trend harga, perubahan harga musiman, variasi harga yang terjadi harga pada
beras dan gabah. Hal ini menjadi penting, apabila di lihat dari penelitian sebelumnya
perilaku yang di teliti berbeda-beda serta terbatasnya penelitian terdahulu yang ditemukan
dalam menganalisa perilaku harga beras dan gabah membuat perlunya keterbaruan dalam
penelitian.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, hal ini membuat peneliti tertarik
untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana perilaku harga beras dan gabah di Indonesia dan
Provinsi Bengkulu.

1.2 Rumusan Masalah


Sesuai dengan latar belakang tentang “Analisis Perilaku Harga Beras dan Gabah di
Indonesia. Berikut ini merupakan rumusan permasalahan pada kajian ini:
1. Bagaimana variasi harga harga beras dan gabah di Indonesia?
2. Bagaimana trend harga beras dan gabah di Indonesia?
3. Bagaimana periaku musiman harga beras dan gabah di Indonesia?
4. Bagaimana korelasi harga gabah dan beras di Indonesia?
5. Apakah saja faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga beras dan gabah di
Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis variasi harga harga beras dan gabah di Indonesia.
2. Menganalisis trend harga beras dan gabah di Indonesia.
3. Menganalisis perilaku musiman harga beras dan gabah di Indonesia.
4. Menganalisis korelasi harga gabah dan beras di Indonesia.
5. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga beras dan gabah di
Indonesia

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada
berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi produsen beras dan gabah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan tentang tingkat perilaku harga beras dan gabah sehingga dapat mengetahui
langkah-langkah produksi atau penanaman yang tepat untuk mengurangi risiko
kerugian pada saat harga beras dan gabah naik atau turun.

18
2. Bagi konsumen beras dan gabah, penelitian ini diharapkan bisa memberikan
informasi yang bermanfaat tentang perilaku harga beras dan gabah sehingga
konsumen dapat mengambil keputusan yang tepat.
3. Bagi pemerintah atau instansi terkait, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan dalam pengendalian harga beras
dan gabah sehingga produsen dan konsumen tidak dirugikan dalam situasi ini.

19
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Harga
Menurut Anindita (2004), harga menyatakan nilai rupiah suatu negara atau sarana
finansial apapun. Menurut Gunadarma (2010), harga adalah nilai ganti dari penerimaan
produk (kepada konsumen dan produsen), umumnya dinyatakan pada unit moneter.
Menurut Buchari dalam Sutanto (2010), harga adalah nilai ekonomis satu produk
yang dinyatakan dalam unit moneter. Sedangkan menurut Saladin dalam Susanto (2010),
harga adalah sebanyak uang yang digunakan jadi sarana bayar untuk mendapatkan barang
dan jasa.
Harga adalah total yang dikenakan untuk suatu barang atau total harga yang
ditukar konsumen sebab mempunyai atau memanfaatkan barang tersebut (Kotler dan
Armstrong, 2010). Dari sejumlah penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa harga adalah
nilai unit suatu barang yang dinyatakan menjadi total yang dibayarkan untuk berbelanja
barang atau jasa tersebut atau menggunakannya sebagai sarana tukar.

2.1.2 Peranan Harga


Menurut Rachman (2004), harga mempunyai dua peran penting didalam proses
pengambilan keputusan membeli oleh konsumen. yaitu:
1. Berperan sebagai alokasi harga, fungsi harga. membantu konsumen memutuskan
bagaimana memperoleh pengembalian tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya
beli mereka. Sehingga, pengetahuan tentang harga dapat membantu konsumen untuk
memutuskan bagaimana mengalokasikan daya beli mereka terhadap berbagai jenis
barang atau jasa. Konsumen dapat membandingkan berbagai harga yang ada,
kemudian memutuskan barang atau jasa yang menjadi alokasi dana.
2. Berperan sebagaiKeterangan harga, yaitu harga yang mendukung menentukan mutu
produk dan komponen produk lainnya. Ini meringankan konsumen menganggap susah
untuk membandingkan faktor produksi atau pemasukan secara objektif.Gagasan yang
terkadang terjadi adalah bahwa mutu suatu barang atau jasa dicerminkan oleh harga
yang tinggi.
Sementara itu, menurut Anindita (2004), harga memegang fungsi rangkap dalam
aktivitas. Artinya, harga memegang fungsi yang sangat penting bagi industri dalam
struktur ekonomi terbuka. lembur. Perkembangan harga secara spontan menghambat
penawaran barang untuk mencukupi permintaan pasar konsumen. Menggabungkan
beberapa peranan harga di atas, dapat disimpulkan bahwa harga membawakan fungsi yang

20
sungguh penting baik bagi produsen maupun konsumen. Produsen berfungsi sebagai tolak
ukur produksi barang dan jasa dan konsumen sebagai salah satu tolak ukur mendukung
menetapkan barang dan jasa yang diinginkan untuk menilai faktor produksi dan mutu.

2.1.3 Penentuan Kebijakan Harga


Ketidakmampuan pasar untuk berfungsi secara efektif dan menyebabkan aktivitas
dan pertumbuhan ekonomi tidak berkembang disebut kegagalan pasar. Mekanisme pasar
yang tidak berfungsi atau timpang memerlukan intervensi pemerintah dalam perekonomian
(Sukirno, 2008).
Harga suatu barang merupakan hasil keseimbangan antara penawaran dan
permintaan. Keseimbangan tingkat harga komoditas tertentu, terutama pada kebutuhan
bahan makanan, seringkali menyebabkan ketidakpuasan. Dalam beberapa kasus,
ketidakpuasan dapat membuat tekanan politik dari masyarakat kepada pemerintah dan
mengharapkan pemerintah untuk menjaga harga pada tingkat tertentu melalui kebijakan
pengendalian harga yang maksimal agar harga tidak naik terlalu tinggi atau turun terlalu
jauh.
Harga-harga yang terjadi di pasar ditentukan oleh jumlah permintaan dan
penawaran barang. Penetapan harga yang paling ekstrim terdapat pada pasar persaingan
sempurna dan monopolistik.
A. Pasar Persaingan Sempurna
Pasar persaingan sempurna didefinisikan sebagai struktur pasar dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Ada banyak konsumen dan pedagang di pasar, dan setiap pembeli dan penjual tidak bisa
mengganti harga yang dibentuk oleh pasar. Banyak penjual dan pembeli di pasar
menggambarkan kecilnya bagian barang yang diproduksi oleh masing-masing penjual
dibandingkan sama jumlah output pasar.
2. Seluruh penjual memproduksi barang yang sama (seragam), dan produsen memproduksi
barang yang sungguh menyerupai, sehingga konsumen bisa membeli dari penjual
manapun tanpa khawatir akan perbedaan produk penjual.
3. Setiap penjual dan pembeli mudah masuk dan keluar pasar.
4. Setiap pembeli dan penjual memiliki informasi pasar yang sempurna. Konsumen
dianggap mengerti tingkat harga yang berlangsung dan perubahannya
Penggambaran serta penjelasan pasar persaingan sempurna melalui kurva berikut
ini:

21
Gambar 2.1 Kurva Pasar Persaingan Sempurna
Kurva penawaran produsen adalah bagian dar kurva biaya marjinal yang terletak
diatas kurva biaya rata-rata minimum. Kurva penawaran diperoleh dari perpotongan kurva
biaya marjinal dan garis harga. Persimpangan ini membentuk kurva penawaran. Kurva
penawaran dalam pasar persaingan sempurna dapat diturunkan dari kondisi keseimbangan
pasar yang berbeda pada tingkat harga yang berbeda.
B. Pasar monopoli
Pasar monopoli memiliki ciri yaitu terdapat hanya satu penjual barang ataupun jasa
dan barang substitusi (pengganti) tidak ada. Sehingga pada pasar monopoli tidak ada
persaingan antar penjual.
Penggambaran serta penjelasan pada pasar monopoli melalui kurva 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Kurva Pasar Monopoli


Dalam pasar monopoli, keseimbangan perusahaan terbentuk saat pendapatan
marjinal sama dengan biaya marjinal. Jika kurva permintaan bergeser. maka kurva
pendapatan marjinal juga akan bergeser dan produsen monopoli akan kembali memilih
produk yang memaksimalkan keuntungan. Menghubungkan serangkaian titik
keseimbangan yang disebabkan oleh pergeseran kurva permintaan.

2.1.4 Pembentukan Harga


Proses pembentukan harga komoditas secara umum ditentukan dari berbagai faktor
salah satunya adalah pengaruh jalur distribusi Ini disebabkan adanya perbedaan biaya pada
agen lembaga pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan harga yaitu
permasalahan disribusi, biaya angkut, rantai pasokan serta marjin pemasaran pada setiap
rantai pasokan.
Menurut teori harga Samuel (2004), jika pasar dalam keadaan persaingan
sempurna. harga dipengaruhi oleh daya tarik permintaan dan penawaran. Beberapa variabel

22
yang dapat mebentuk harga yaitu: biaya produksi, biaya distribusi, biaya penyimpanan,
biaya pemasaran, bunga pinjaman bank dan lai-lain. Nicholson (2004) mengatakan bahwa
struktur pasar dapat mempengaruhi kekuatan penjual atau distributor sehingga
mempengaruhi harga yang terbentuk dipasar. Secara teori, struktur pasar dapat berupa
pasar monopoli, duopoli, oligopoli, persaingan monopolistik dan persaingan sempurna.
Melimpahnya hasil pertanian saat musim panen raya membuat petani tidak
memiliki daya tawar untuk membuat perubahan harga dan bertindak sebagai price taker. Di
sisi lain, industri penggilingan padi dan pedagang yang terbatas cendrung membentuk
struktur pasar oligopolistic, dimana pasar ini memiliki kekuatan untuk mempengaruhi
harga. Harga pada komoditi dapat terbentuk karena hasil interaksi permintaan dan
penawaran. Harga yang terbentuk di pengaruhi oleh jumlah barang yang diperdagangkan.
Di sisi lain, jumlah permintaan semakin banyak tentunya harga akan naik dan dari sisi
penawaran, semakin banyak barang yang ditawarkan maka harga akan turun. Banyak
faktor yang mempengaruhi perilaku penawaran dan permintaan dalam pembentukan harga.
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi perilaku penawaran dan permintaan dalam
pembentukan harga. Namun, untuk komoditas beras pembentukan harga cenderung
dipengaruhi dari sisi penawaran (supply shocks). karena jumlah permintaan lebih stabil
dari waktu ke waktu seiring dengan pola trend yang berkembang.
Ada banyak faktor yang menyebabkan jumlah penawaran produk pertanian yang
seringkali susah untuk dikendalikan. Studi oleh Deaton dan Laroque (1992), Chambers dan
Bailey (1996) serta Tomek dan Kenneth (1990) dalam Saptana (2019) menarik
kesimpulan bahwa terdapat dua penyebab yang mempengaruhi pembentukan harga
pertanian. yaitu masalah yang terjadi saat panen dan system penyimpanan yang dilakukan
oleh petani. Perubahan harga beras di Indonesia memiliki pola siklus yang sistemik, pola
pertumbuhan yang lebih cepat dan beragamnya harga beras yang terbentuk. Perubahan
harga cenderung mengalami peningkatan pada saat musim tanam dan menurun pada saat
musim panen. Pasokan dan distribusi produk pertanian akan mempengaruhi harga
komoditas tersebut. Tekanan dari sisi permintaan juga dapat mendorong harga pertanian,
meskipun pada tingkat yang lebih rendah daripada tekanan dari sisi penawaran. Menurut
Tomekand Kenneth (1990), penyebab meningkatnya harga pangan yaitu pendapatan
masyarakat jumlah dan kepadatan penduduk.
Dengan asumsi persaingan sempurna di pasar, harga beras dan gabah terbentuk
karena adanya hubungan antara penawaran dan permintaan yang terjadi dan dalam
praktiknya pasar tidak selalu bekerja dengan sempurna. Pada musim panen, tatanan pasar

23
beras dan gabah cenderung menjadi struktur pasar oligopolistik dimana pembeli memiliki
kekuatan dalam menentukan harga. terutama kekuatan dalam menentukan harga
penggilingan padi sedang (PPM) dan penggilingan padi besar (PPB).
Situasi ini sering diperparah ketika panen raya tiba dengan curah hujan yang tinggi
mengakibatkan terhambatnya proses kegiatan panen, pengeringan dan distribusi gabah dan
beras serta terbatasnya jumlah pekerja. Hal ini dapat mendorong turunnya harga selama
musim panen. Saat puncak panen, petani padi cenderung membayar lebih rendah dari biaya
produksi. Oleh karena itu, pemerinah perlu menggabungkan kebijakan non harga dan
kebijakan harga (Sawit dan Halid 2010; Maulana 2012).

2.1.5 Variasi Harga


Murty (2000) berpendapat bahwa terjadinya perbedaan harga pada berbagai tempat
disebabkan oleh kekuatan pasar, kebijakan harga dan penyimpangan yang terjadi di pasar.
Variasi harga yang besar sebagai dampak dari fluktuasi menyebabkan timbulnya masalah
yang besar dan sulit dihadapi, namun fluktuasi dengan tingkat variasi yang lebih rendah
cenderung dapat diatasi. Pemerintah dan masyarakat memiliki tanggungjawab untuk
menjaga harga komoditas pangan agar tetap stabil. Kestabilan harga bahan pangan dapat
mendukung pembangunan ekonomi yang lebih lancar serta terciptanya stabilitas politik
dan keamanan.
Dalam menentukan kestabilan perubahan harga, dapat digambarkan melalui
besarnya koefisien variasi dari suatu data yang diamti secara runtun. Jika nilai koefisien
variasi lebih kecil ini berarti bahwa harga masih relatif stabil (Rachman, 2005).
Jumlah penyebaran nilai yang menggunakan standar deviasi relatif terhadap nilai
rata-rata dan dihitung dalam persentase disebut koefisien variasi (Suharyadi & Purwanto,
2003). Rumus yang digunakan untuk menganalisisnya adalah berikut:
Standar Deviasi
Koefisien Variasi ( KV )= × 100 %
Rata−rata
Koefisien variasi deret waktu dari data harga memberikan pandangan bahwa
fluktuasi dapat digunakan untuk melihat stabilitas harga pada suatu komoditas. Stabilitas
harga yang terkendali ditunjukkan dengan nilai koefisien variasi yang lebih kecil dimana
fluktuasi harga tidak terlalu tinggi. Suatu wilayah dikatakan memiliki harga yang stabil
jika variasi harga berada pada kisaran kurang dari 9 persen sebaliknya jika nilai koefisien
variasi lebih dari 9 persen menunjukkan harga pada wilayah tersebut memiliki fluktuasi
yang tinggi serta tidak stabil.

24
Para ahli ekonomi menilai fluktuasi harga sebagi standar kestabilan harga. Pada
tingkat fluktusi yang lebih kecil, maka koefisien variasi lebih kurang sama dengan standar
deviasi yang digunakan. Menurut Gilbert (2011), fluktuasi merupakan sebuah istilah dalam
ekonomi dan finasial untuk mendiskusikan perkembangan harga. Pada level teknikal,
fluktuasi harga memiliki ukuran kuantitatif untuk tingkat perubahan harga. Secara umum,
sebagian orang berpendapat bahwa harga di katakan berfluktuasi apabila harga semakin
meningkat. Jumlah pemintaan yang besar namun tidak diiringi dengan jumlah penawaran
mengakibatkan harga cenderung melambung tinggi dan berfluktuasi.
Menurut Anindita (2004), fluktuasi harga musiman bergantung pada penyimpanan
dan resiko sebagai dampak dari cara penanganan komoditas sepanjang tahun. Teknik yang
digunakan dalam menganalisis perubahan harga musiman yang bersifat deskriptif yaitu
dengan melihat perubahan harga bulanan yang digambarkan melalui grafik. Dari hasil
pengamatan, ini dapat menjadi suatu informasi untuk melihat pola perubahan harga
musiman.
Perubahan harga ini biasanya mengikuti system pola tahunan dan ketika pola ini
perhatikan maka polanya akan sama sepanjang tahun. Namun nyatanya biasanya harga
komoditas pertanian bersifat pola musiman. Fluktuasi musiman ini biasanya terjadi ketika
terdapat perubahan penawaran terhadap permintaan. Faktor yang menyebabkan terjadinya
fluktuasi harga yaitu iklim dan permintaan musiman. Karena hasil pertanian sangat
bergantung padakondisi iklim yang terjadi. sehingga terdapat waktu dimana harga prduk
pertanian menjadi meningkat dan menurun. Maka pada sebagian hasil pertanian pada
produksinya dicerminkan dengan pola dasar musiman.

2.1.6 Trend
Suatu metode analisa yang diracang untuk memperkirakan atau meramalkan harga
dimasa depan dan memahami peningkatan maupun penurunan trend data disebut analisis
trend. Untuk mendapat hasil peramalan yang baik diperlukan informasi tentang data yang
diamati, dimana data ini diamati dalam kurung waktu yang lama sehingga diperoleh hasil
peramalan yang lebih akurat. Dari hasil analisis yang diperoleh dapat diketahui bagaimana
perubahan fluktuasi serta penyebabnya.
Trend merupakan suatu peramalan terhadap suatu variabel dimana variabel yang
digunakan yaitu waktu. Trend dapat digolongkan menjadi tiga motede yaitu trend linier,
trend parabolik dan trend eksponensial. Trend linier dapat diketahui dengan melihat
diagram yang terbentuk yaitu linier. Jika diagram yang terbentuk membentuk parabola
baim terbuka kebawah maupun keatas maka disebut trend parabolik dan uji yang

25
digunakan yaitu uji Kai-Kwadrat. Sedangkan trend eksponensial dapat diketahui dengan
menghitung logaritma terlebih dahulu dan kenaikan yang berlipat ganda.
Adapun persamaan dari ketiga metode trend tersebut adalah berikut ini :
a. Trend linier : Y= a + bX + e
b. Trend parabolik : Y= a + bX + cX + e
c. Trend eksponensial : Y= a.b + e
Suatu trend dikatakan linier jika peningkatan dan penurunan yang akan diramalkan
membentuk linier. Dalam sebuah trend, waktu menjadi variabel bebas yang digunakan baik
data harian, mingguan, bulanan, semesteran dan tahunan. Model yang digunakan
ergantung dari variabel waktu yang digunakan dan data data yang digunakan harus sesuai
dengan kebutuhan. Persamaan pada trend linier dapat ditulis dengan persamaan berikut:
Y= a + bX+ e
Dimana:
Y : trend
X : waktu (hari. minggu. bulan. tahun)
a.b : bilangan konstan
2.1.7 Pola Data Time Series
Data yang amati sepanjang tahun secara berkala disebut sebagai data time series.
Waktu pengamatan yang dilakukan dapat berupa data mingguan, bulanan, kuartal hingga
tahunan. Namun pada sebagian masalah dapat juga berupa hari ataupun jam. Analisis time
series berfungsi untuk mengetahu pola variasi yang digunakan untuk meramalkan pola
dimasa depan serta membantu pembuatan perencanaa manajemen operasi. Menganalisa
time series berarti mengolah data masa lampau yang kemudian diproyeksikan untuk
memperkirakan pola dimasa depan dengan melihat pola hubungan yang terjadi antar
variabel (Yamit. 1996).
Hal yang harus diperhatikan dalam suatu data time series yaitu pola atau tipe yang
dimiliki oleh data tersebut. Menurut Hanke dan Wichern (2005) dalam Setyowati (2018)
ada beberapa pola pada data time series yaitu:
1. Pola data trend terbentuk jika nilai rata-rata terus berubah dalam kurun waktu yang
panjang. Trend merupakan salah satu komponen jangka panjang yang mendasari
pertumbuhan pada data time series (Hanke dan Wichern. 2003). Pola data trend ini
dapat terjadi apabila terdapat kanaikan ataupun penurunan dalam jangka panjang.
Menurut Jonathan. D dan Kung. S.C (2008), grafik pada pola data trend di gambarkan
sebagai berikut:

26
Gambar 2.1 Pola data musiman
2. Pola musiman merupakan pola data yang dipengaruhi oleh sifat musiman dimana data
dapat terus berubah-ubah dan berulang dari tahun ke tahun sesuai dengan musim yang
terjadi (Hanke dan Wichern. 2003). Sedangkan menurut Makradis dan Wheelright
(1983) dalam Yamit (2003) pola data musiman terjadi jika data yang terbentuk
dipengaruhi oleh musiman. Adapun pola musiman menurut Jonathan. D dan Kung. S.C
(2008) digambarkan melalui grafik berikut:

Gambar 2.2 Pola data musiman


3. Pola siklik/ siklus merupakan salah satu pola gerak yang biasanya disebut sebagai
komponen dari analisis time series. Pola datanya berfluktuasi seperti gelombang di
sekitar trend. Pola siklus adalah model yang susah karena pola datanya merupakan tipe
pola yang tidak stabil, terlihat naik dan turun (Hanke,2003). Sedangkan pola siklus
menurut Makriadis dan Wheelwright tahun 1983 dalam Yamit (2003), terjadi apabila
datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang, seperti siklus bisnis.
Adapaun grafik pola siklus, yaitu sebagai berikut :

Gambar 2.3 Pola Data Siklus


4. Pola data tidak beraturan adalah Pergerakan yang disebabkan oleh pengaruh yang tidak
dapat diprediksi, tidak teratur dan tidak berulang dalam pola tertentu. Menurut Makradis
dan Wheelright (1983) dalam informasi Yamit (2003). Pola data tidak beraturan dapat
digambarkan melalui grafik berikut ini (Jonathan. D dan Kung. S.C, 2008) :

Gambar 2.4 Pola data tidak beraturan

27
2.1.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Beras
Mudya Dewi Afsari dan Astri Ridha Yanuarti (2016), pergerakan harga beras
sangat dipengaruhi oleh tiga faktor, diantaranya:
1. Faktor ketersediaan beras
Hal ini berkaitan dengan hasil produksi panen petani padi di daerah sentra
produksi. Ketersediaan beras ini juga sangat dipengaruhi oleh beberapa keadaan seperti
luas lahan panen, perubahan iklim yang terjadi yang berdampak terhadap produksi,
produktivitas, pergeseran musim tanam dan musim panen, serta adanya serangan hama
penyakit terhadap proses budidaya padi yang berdampak terhadap produksi. Di samping itu
ketersediaan stok beras di Bulog juga mampu mempengaruhi harga beras, mengingat
Bulog bisa melakukan pembelian dan penjualan secara besar pada komoditas beras.
2. Faktor permintaan dari konsumen
Faktor peningkatan dan penurunan permintaan konsumen dapat mempengaruhi
harga beras terutama saat menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional, adanya kepanikan
atau kekhawatiran konsumen akan kelangkaan beras dipasar serta adanya perubahan pola
konsumsi, preferensi dan diversifikasi pangan kebutuhan pokok konsumen.
3. Faktor distribusi
Faktor distribusi menjadi pemicu kenaikan dan penurunan harga beras. Proses
distribusi beras mengeluarkan beberapa biaya seperti biaya distribusi, jarak dari sentra
produksi ke sentra konsumsi, dan adanya gangguan dalam proses distribusi. Di sisi lain
faktor kebijakan pemerintah juga mempunyai andil dalam pergerakan harga beras, yaitu
berkaitan dengan kebijakan impor ekspor beras serta kebijakan pembelian dan penjualan
beras dengan harga tertentu yang dilaksanakan oleh Bulog.

2.2 Penelitian Terdahulu


Penelitian mengenai perilaku harga beras dan gabah masih jarang di teliti
sebelumnya. sehingga perlu adanya referensi yang relevan untuk membantu menghadapi
masalah yang akan di teliti. Penelitian yang akan di jadikan sebagai referensi dilihat dari
indikator perilaku harga, penggunaan alat analisis dalam dalam penelitian tersebut. Untuk
mendukung penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa jurnal atau penelitian terdahulu,
beberapa penelitian terdahulu diantaranya telah dirangkum dalam tabel 2.1:

28
29

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


No Penulis Komoditi Perilaku Yang Di Teliti Alat Analisa Hasil Penelitian
Harga tertinggi pada tahun 2015 dan
Sofrini dan Regresi Linier Berganda diramalkan akan terjadi kenaikan pada
Peramalan harga bawang
1 Nikmatul Cabai merah ARIMA (Autoregressive awal tahun dan akhir tahun.
merah
(2015) Integrated Moving Average) Harga bulanan terendah diramalkan terjadi
pada bulan Februari dan Mei.
Harga beras menunjukkan harga yang
Cahya Fluktuasi harga beras dan
Augmented Dicky-Fuller (ADF) relative stabil (tidak berfluktuasi).
2 Suryana dkk Beras Integrasi pasar
Terdapat integrasi (keterpaduan) pasar
(2014)
yang kuat.
Fluktuasi pada harga cabai merah
Fluktuasi harga harga cabai mengikuti proses ekuibilirium dalam
Timmer’s Indek of
Titik Haryanti Cabai merah. korelasi harga jangka panjang. Terdapat perbedaan harga
3 Market Connection (IMC)
(2012) Merah antara konsumen dan ditingkat produsen dan ditingkat konsumen
OLS (Ordinary Least Square)
produsen serta berkorelasi negative dengan
integrgasi pasar.
Transmisi perubahan harga pasar dunia
Fatimah dan
CPO (Crude dan harga ditingkat perusahaan memiliki
Yulianti Perubahan transmisi harga
4 Palm Oil) Regresi Linier berganda hubungan keeratan secara nyata.
(2017) CPO
Mengalami perubahan harga di tingkat
perusahaan.
Variasi musiman menunjukkan bahwa
Least Square Method harga nominal cengkeh dipengaruhi secara
Lutfianingsih Variasi musiman dan
5 Cengkeh Simple Average Method musiman. Peramalan harga cengkeh di
(2014) peramalan harga cengkeh
Box Jenkins (ARIMA) Jawa Timur tertinggi pada Agustus 2015
dan terendah pada Juli 2015
6 Wan Jumiana Cabai Variasi harga cabai merah Vector Error Corection Model Terdapat variasi harga cabai merah yang
dan Merah dan integrasi pasar (VECM) tinggi dan tidak stabil pada pedagang
30

Edy Marsudi pengecer dengan petani.


(2018) Pasar terintegrasi secara lemah.
test Dickey-Fuller (DF)
Harga cabai merah relative berfluktuasi.
Sandra. dkk Cabai merah Fluktuasi harga cabai Augmented Dickey-Fuller
7 Terdapat integrasi pasar yang kuat antar
(2012) keriting merah keriting (ADF)
pasar produsen.
Granger Causality method
Simple Average Method Trend harga riil kedelai lokal. Variasi
Juliyanto Trend dan variasi musiman
8 Kedelai ARIMA (Auto Regeressive musiman harga nominal dan harga riil
(2021) harga kedelai
Integrate Moving Average) mengikuti bentuk pola harga musiman.
Fluktuasi harga ditingkat produsen dan
konsumen meningkat setelah kebijkan
Reni Kustiari Bawang Perilaku harga dan integrasi (VECM)
9 impor diberlakukan. Pasar di Jawa Tengah
(2017) Merah pasar bawang merah Vector Error Correction Model
mendominasi pasar bawang merah di
Indonesia.
Perubahan harga pada Harga telur ayam ras yang berubah
Atien dan
Produk produk peternakan saat hari menjelang HKBN dan relatif lebih rendah
10 Ismeth General Linear Model
Peternakan besar keagamaan nasional dibandingkan dengan harga daging ayam
(2016)
(HKBN) dan daging sapi.
Pasar Minggu-Panorama yang memiliki
nilai KV paling tinggi. Pasar Ampera dan
Mathora dkk pasar Atas-Bang Mego terintegrasi sangat
11 Ayam ras Fluktuasi harga ayam ras Granger Causality method
(2017) kuat. Pasar Ampera dan Pasar Minggu-
Panorama memiliki hubungan kausalitas
dua arah.
Harga bawang merah mengikuti pola
Fatiya peningkatan pada kisaran bulan tertentu.
Bawang pola harga dan prediksi Autoregressive Integrated
12 Khoirul dkk Prediksi harga bawang merah dipengaruhi
merah harga bawang merah Moving Average (ARIMA)
(2018) oleh harga dan fluktuasi harga bawang
merah 3 bulan sebelumnya
31

Vietnam memiliki keunggulan komparatif


Budi wijaya dibandingkan Negara ASEAN lainnya.
daya saing dan perilaku Model ARIMA (Autoregressive
13 kusuma dkk Kopi Perilaku harga kopi robusta di Indonesia di
harga kopi Integrated Moving Average)
(2016) pengaruhi oleh harga kopi 6 bulan
sebelumnya.
Tanaman
Devina Trend harga tandan buah sawit, kopi
Perkebunan tren harga dan perilaku Regresi linier berganda dan
14 Silalahi robusta, kopi arabika dan karet mengalami
( TBS.Kopi harga trend linier (Least Square)
(2016) trend positif.
dan Karet)
Augmented Dickey Fuller
Harga Olein di Indonesia selama satu
(ADF).
Fajar tahun kedepan memiliki harga yang lebih
Olein dan Peramalan harga dan Model ARIMA (Autoregressive
15 Isminarni dkk stabil di banding CPO di Indonesia.
CPO integasi pasar Integrated Moving Average)
(2012) Terintegrasinya pasar Olein dan CPO
Kausalitas Grangger (Granger
Indonesia dan Malaysia.
Causality Test)
harga tuna memiliki tren positif dan
Seasonal Variation Index (SVI)
signifikan. namun tidak termasuk di Papua
Sukiyono. dkk Harga musiman. koefisien Statistik Bivariat Sederhana
16 Tuna Barat. Variabilitas harga Tuna tidak stabil.
(2022) variasi dan korelasi harga Koefisien Variasi
maka harga tuna di setiap provinsi di
Indonesia terbentuk secara mandiri.
32

Beberapa penelitian terdahulu diatas telah menganalisa mengenai pola perilaku


harga pada beberapa komoditi, diantaranya: beras (Cahya, 2014), bawang merah
(Nidausoleha, 2007) dan (Fatiya, 2018), cabai merah (Sofrini, 2015), (Titik, 2012), (Wan,
2018) dan (Sandra, 2012), cengkeh (Luffianingsih, 2014), kopi (Budi, 2016), jagung dan
kedelai (Juliyanto, 2021) dan (Karim, 2009), tanaman perkebunan (Devina, 2016), produk
peternakan (Atien, 2016), CPO (Fatimah, 2017) serta olein (Fajar, 2012). Tidak ada
penelitian perilaku harga tentang gabah pada pada penelitian sebelumnya.
Terdapat beragam model yang dapat digunakan untuk menganalisa perilaku harga.
beberapa model tersebut antara lain: regresi linier berganda, Augmented Dickey Fuller
(ADF), ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average), Kausalitas Grangger
(Granger Causality Test), Vector Error Corection Model (VECM) dan IMC (Timmer’s
Indeks of Market Connection). Dari penelitian terdahulu diatas model yang paling banyak
digunakan adalah Arima untuk menganalisa perilaku harga komoditi pertanian.
Keunggulan dari model ini adalah dapat digunakan pada semua pola data time series.
Model ini digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh Sofrini, dkk (2015),
Lutfianingsih (2014), Juliyanto (2021), Fatiya, dkk (2018), Budi (2016), Karim, dkk
(2009) dan Fajar, dkk (2002).
Dari hasil penelitian terdahulu diatas menyatakan bahwa harga komoditas pertanian
khususnya beras cenderung berfluktuasi dimana harga dipengaruhi oleh sifat musiman dan
terdapat hubungan antara fluktuasi harga dan fluktuasi produksi Sedangkan trend harga di
pengaruhi oleh harga sebelumnya. Hasil penelitian tersebut ditemukan dalam penelitian
Cahya (2014), Juliyanto (2021), Wan Jumiana, dkk (2018), Fatiya (2018), Khoirul (2018),
Budi (2016). Penelitian diatas hanya menganalisa perilaku harga tentang fluktuasi harga
dan sifat musiman saja, tidak ada yang menganalisa perilaku harga tentang bagaimana
korelasi harga gabah dan beras.
Perbedaannya dalam penelitian ini adalah jenis komoditi pertanian yang ingin di
teliti. Sebelumnya belum ada penelitian mengenai perilaku harga beras dan gabah baik di
Indonesia maupun provinsi Bengkulu. Selain itu. ada 4 model yang akan di gunakan dalam
penelitian yaitu trend linier, koefisien variasi, musiman (seasonal), dan korelasi. Indikator
ini juga di gunakan oleh Pandit (2012) dan Sukiyono (2022) untuk menganalisis perilaku
harga.

2.3 Kerangka Berpikir


Harga berbagai jenis beras di pasaran. baik beras biasa maupun beras kualitas
medium mengalami perubahan harga, dimana perubahan harga ini sangat merugikan
33

pengemban agribisnis karena perubahan ketidakpastian yang akan diperoleh pemerintah


keputusan kepemilikan modal untuk investasi.
Harga beras yang terus berubah secara terus menerus tentunya mempengaruhi
biaya hidup masyarakat, ketidakstabilan harga beras sangat merugikan masyarakat yang
tinggal di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Jika harga beras terlalu rendah hal tidak
baik untuk petani sebagai produsen beras dan gabah dan akan menurunkan semangat petani
untuk lebih meningkatkan jumlah produksi, namun sebaliknya jika harga beras terlalu
tinggi hal ini tentu merugikan konsumen.
Oleh karena itu apabila harga komoditas lain lebih tinggi dari harga beras
maka kemampuan petani membeli juga akan berkurang, ini artinya kesejahteraan
masyarakat juga akan menurun. Oleh karena itu harga beras di Indonesia diusahakan agar
tetap stabil. Fluktuasi yang besar dapat menajadi masalah namun tingkat fluktuasi yang
rendah masih bisa di kendalikan. Penelitian tersebut di lakukan oleh Cahya (2014), Sandra
(2012), Titik (2012), Lutfianingsih (2014) dan Wan (2018). Perubahan harga beras
mungkin disebabkan oleh fluktuasi beras setelah musim tanam, sementara konsumsi beras
dari waktu ke waktu yang relatif stabil. Ketika harga beras tinggi ini akan mengakibatkan
munculnya kekwatiran terhadap kelangkaan pangan khususnya pada masyarakat kelas
menengah ke bawah (Bustaman, 2003).
Perubahan harga beras dan gabah pada suatu rentan waktu akan membentuk
sebuah trend yang di sebut dengan trend harga. Trend harga beras dan gabah pada tahun
2017-2021 setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Pada gambar 1.1. harga beras dan gabah
memiliki trend yang meningkat. Adanya perubahan harga beras dan gabah terhadap jumlah
produksi menyebabkan pentingnya peramalan harga untuk meramalkan harga beras dan
gabah di masa mendatang berdasarkan data histori yang ada. Trend harga beras cenderung
memberikan dampak negatif terhadap petani karena pada umumnya petani tidak dapat
memastikan waktu menjual gabahnya sehingga petani sangat jarang mendapatkan harga
jual yang lebih tinggi. Ada beberapa model yang digunakan pada penelitian sebelumnya
tentang peramalan harga seperti ARIMA dan Box-Jenkins. Berdasarkan penelitian
sebelumnya seperti yang di lakukan oleh Sofrini ( 2018), Lufianingsih (2014), Nurroimah
(2013), Juliyanto (2021), Fatiya (2018), Marjoko (2002) dan Devina (2016).
Sepanjang perubahan waktu harga juga menunjukkan perubahan yang
terkadang juga konstan. Namun, harga pada komoditas pertanian cenderung mengalami
perubahan sesuai dengan musimnya. Jumlah pasokan hasil pertanian sulit diperkirakan
perubahannya hal ini dikarenakan karakteristik hasil pertanian yang mudah rusak dan
34

sifatnya yang musiman. Sehingga mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran yang
pada akhirnya menyebabkan harga yang terus berubah-ubah (tidak stabil). Fluktuasi harga
yang terjadi merupakan salah satu bentuk dari perilaku harga. Perilaku harga yang di
analisis pada penelitian ini yaitu variasi harga, trend, musiman dan korelasi harga dimana
indikator yang di gunakan pada penelitian sebelumnya yang di lakukan oleh Pandit
(2012).
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka bagan penelitian digambarkan seperti
berikut ini:

Harga Beras
dan Gabah

Harga Harga Beras


Gabah

Harga GKP dan Harga GKP dan Harga Beras Harga Beras
GKG di tingkat GKG di tingkat di tingkat di tingkat
petani penggiling penggiling pedagang besar

Perilaku Korelasi Faktor- Faktor Yang


Harga Harga Mempengaruhi Harga
Beras

Variasi Harga Trend Musiman

Gambar 2.7 Kerangka Berpikir

Ket:
: Garis Hubungan
: Garis Analisis
35

III. METODE PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2020. Metode yang digunakan
untuk penentuan tempat penelitian adalah metode purposive (sengaja). Penelitian harga
beras dan gabah dilakukan pada semua sentra produksi beras dan gabah di Indonesia.

3.2 Metode Pengumpulan data


Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berupa time
series. Data sekunder di peroleh dengan mengumpulkan data-data dalam bentuk kualitatif
ataupun kuantitatif yang berhubungan dengan penelitian dari instansi terkait, seperti
seperti Badan Pusat Statistik baik nasional serta hasil penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan topik yang diteliti. Data sekunder sekunder yang digunakan yaitu data time series
atau deret dari Januari 2017 - Desember 2021 dengan periode bulanan. Penggunaan data
time series minimal 5 tahun, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi bias data yang
biasanya terjadi jika hanya mengambil 1 atau 2 tahun saja, semakin banyak data yang
dimiliki maka hasil yang didapatkan juga akan lebih akurat.
Data pendukung atau data sekunder lainnya menggunakan referensi -referensi
penelitian terdahulu yang menggambarkan keadaan yang terjadi saat itu, diantaranya
referensi didapatkan dari surat kabar elektronik dan beragam pustaka ilmiah yang
berhubungan dengan penelitian.
3.3 Metode Analisis Data

3.3.1 Metode Analisis Variasi Harga


Untuk mengetahui perilaku harga, maka analisis koefisien variasi harga dilakukan
pada periode bulanan. Analisa ini bersifat deskriptif yang disajikan dalam bentuk table
ataupun grafik. Menurut Suhardi dan purwanto (2003) untuk melihat fluktuasi harga beras
dapat diketahui dengan menghitung menggunakan rumus koefisien variasi. Secara
sistematis koefisien variasi memiliki persamaan sebagai berikut:
S
KV = × 100 %
X
Dimana :
KV = Koefisien Variasi
S = Simpangan Baku
X = Nilai Rata-Rata
36

3.3.2 Metode Analisis Trend Harga


Trend adalah kecenderungan umun dari data deret waktu yang mengalami
peningkatan ataupun penurunan dalam kurun waktu yang lama. Untuk memperkirakan
trend harga jangka panjang metode kuadrat terkecil memiliki gambaran tentang data yaitu
garis yang memiliki jumlah kuadrat dari selisih antar data dan garis trend terendah yang
dibagi kedalam data ganjil dan genap (Harvey et al. 2009). Persamaan trend linier pada
analisis time series adalah sebagai berikut:
Y = a + bX

Nilai a dan b dapat dicari melalui persamaan berikut ini:


n
n
∑ XiY i
∑Yi 1=i
dan b= n i
1=i
a=
n ∑ Xi 2

1=i

Dimana :
Y = nilai trend
X = periode waktu (bulan)
a = konstanta
b = koefisien X
n = jumlah periode waktu

3.3.3 Analisis Perilaku Musiman


Indeks musiman estimasi menggunakan metode rasio terhadap rata-rata bergerak
karena tidak terlalu berpengaruh oleh trend harga naik turun. Indeks musiman di
perkirakan yang menunjukkan pergerakan tahun yang khas. Data yang digunakan pada
analisis perilaku musiman yaitu data rata-rata bulanan selama 5 tahun. Seperti yang
penelitian yang di lakukan oleh Hugar dalam Pandit (2012). Maka model yang di gunakan
adalah sebagai berikut:

T ×C × S × I
=S
T ×C×I
Dimana :
T =Trend
C = Komponen Siklus
S = Komponen Musiman
I = Komponen Tidak Beraturan
37

3.3.4 Analisis Korelasi


Analisis regresi digunakan koefisien korelasi (r) bernilai -1≤ r ≤1 yang
merupakan koefisien transmisi harga. bila r mendekati 1, maka harga beras di tingkat
petani tahun ke-t (Hbt) ditransmisikan ke harga beras ditingkat pedagang dalam tahun ke-
t (Hgt). Persamaan korelasi digunakan (Anderson. Sweeney dan Williams, 2002) sebagai
berikut :
n
r =n ∑ H b Hg−¿ ¿
t =1

Dimana:
r = Koefisien Korelasi
n = Jumlah Pengamatan dari Tahun 2017- 2021.
∑Hb = Jumlah dari Pengamatan Harga Beras.
∑Hg = Jumlah Pengamatan Harga Gabah.

Sarwono (2006) menyatakan bahwa bila :


1. r : 0-0.25 maka keeratan hubungan sangat lemah.
2. r : 0.25-0.5 maka keeratan hubungan cukup.
3. r : 0.5-0.75 maka keeratan hubungan kuat
4. r : 075-0.99 maka keeratan hubungan sangat kuat.

3.3.5 Analisis Linier Berganda


Regresi linear berganda merupakan model regresi yang melibatkan lebih dari satu
variabel independen. Analisis regresi linear berganda dilakukan untuk mengetahui arah dan
seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2018).
Persamaan yang digunakan untuk mengetahui faktor–faktor yang mempengaruhi
perubahan harga beras dan gabah di Indonesia adalah sebagai berikut:

Yt = β0 + β1 X1,t + et

Dimana: Yt = Harga Beras (Rp/Kg)


X1,t = Jumlah Produksi Beras (Kg)

3.3.5.1 Alat Uji Hipotesis


a. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh suatu variabel
dependen secara individual dalam menerangkan variasi variabel independen. Pengujian
dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05.60 Untuk menguji
38

pengaruh dari masing-masing variabel bebas secara parsial atau untuk mengetahui variabel
mana yang lebih mempengaruhi impor beras di indonesia digunakan uji-t dengan kaidah
pengambilan keputusan sebagai berikut:
1. Tingkat signifikan yang akan digunakan adalah 0,05 dengan kriteria jika thitung
(ditunjukan pada Prob.) > α maka Ho diterima dan Ha ditolak.
2. Jika thitung < α, maka Ho ditolak dan Ha diterima.
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara bersama-sama
terhadap variabel dependen dari suatu persamaan regresi dengan menggunakan hipotesis
statistik. Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai yang didapatkan dari hasil
pengolahan uji berikut :
1. Jika probabilitas <0,05 maka H0 ditolak
2. Jika probabilitas > 0,05 maka H0 diterima
c. Koefisien Determinasi (R2)
Pada model linier berganda ini, akan dilihat besarnya kontribusi untuk variabel
bebas secara bersama sama terhadap variabel terikatnya dengan melihat besarnya koefisien
determinasi totalnya (R2). Jika determinasi totalnya (R2) yang diperoleh mendekati 1 (satu)
maka dapat dikatakan semakin kuat model tersebut menerangkan hubungan variabel bebas
terhadap variabel terikat. Sebalikya jika determinasi totalnya (R 2) semakin mendekati 0
(nol) maka semakin lemah variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat.

3. 4 Defenisi dan Konsep Pengkuran Variabel


1. Perilaku harga merupakan perubahan-perubahan yang terjadi sebagai dampak dari
adanya goncangan atau gejolak seperti jumlah permintaan dan penawaran.
2. Harga adalah harga beras dan gabah per kilogram (Kg) dalam Rupiah (Rp).
3. Harga beras yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu harga beras ditingkat
penggiling dan ditingkat pedagang.
4. Harga gabah yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu harga Gabah Kering Giling
dan Gabah Kering Panen ditingkat petani dan ditingkat penggiling.
5. Fluktuasi harga adalah lonjakan atau ketidaktetapan harga yang dapat digambarkan
dalam sebuah grafik.
6. Indek variasi harga adalah analisis yang digunakan untuk melihat fluktuasi harga.
7. Pergerakan harga sesuai siklus adalah analisis yang digunakan untuk melihat
perilaku harga berdasarkan pergerakan siklusnya.
39

8. Trend merupakan analisis yang digunakan guna mendapatkan prediksi harga


dimasa yang akan dating dengan menggunakan data masa lalu.
9. Koefisien korelasi adalah keeratan atau kekuatan hubungan antara dua variabel atau
lebih.
10. Time series adalah data yang disusun dari waktu ke waktu yang mengguunakan
data dengan periode mingguan. bulanan. semesteran dan tahunan atau disebut juga
dengan deret waktu.
11. Harga beras dan gabah dalam penelitian ini menggunakan data yang dipublikasikan
oleh Badan Pusat Statistik.
12. Produsen adalah pihak yang melakukan kegiatan produksi dan berperan untuk
membuat suatu produk.
13. Konsumen adalah pihak yang mengkonsumsi produk yang dihasilkan oleh
produsen.
14. Penawaran merupakan banyaknya jumlah produk barang dan jasa yang tersedia di
pasar dan siap ditawarkan.
15. Permintaan merupakan jumlah produk barang dan jasa yang diinginkan oleh
konsumen.
16. Komoditi adalah produk atau barang dan jasa yang diperdagangkan guna
mendapatkan keuntungan. Dalam hala ini komoditi yang digunakan yaitu beras dan
gabah.
40

IV. GAMBARAN UMUM


4.1 Kondisi Pertanian
Pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam
perekonomian Indonesia. Sektor pertanian menyerap 35,9% dari total angkatan kerja
Indonesia dan memberikan kontribusi 14,7% terhadap GNP Indonesia (Fds1, 2019).
Menurut publikasi BPS (2021), 13,28 persen sektor pertanian memberikan peranan pada
perkembangan ekonomi di Indonesia. Sektor pertanian sebenarnya memiliki kinerja yang
cukup baik di masa pandemi Covid-19 yang berdampak besar bagi perekonomian nasional.
Hal ini dibuktikan dengan perkembangan sektor pertanian yang mencapai pertumbuhan
positif sebesar 1,77% pada tahun 2020 di tengah kontraksi perekonomian Indonesia
sebesar 2,07%, dan terus tumbuh positif hingga saat ini mencapai 1,84% pada tahun 2021
(BPS, 2022). Selain itu, dibandingkan dengan sektor lainnya, kontribusi sektor pertanian
dalam menyerap tenaga kerja terbesar juga menunjukkan peran strategis sektor pertanian
yaitu sekitar 28,33% menurut hasil Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2021.
Pembangunan pertanian Indonesia selama ini belum mencapai hasil yang maksimal
baik dari sisi kesejahteraan petani maupun kontribusi terhadap pendapatan nasional.
Berperan penting di Indonesia, antara lain: potensi sumber daya alam yang besar dan
beragam, pangsa pendapatan nasional yang cukup besar, pangsa ekspor nasional yang
besar, jumlah penduduk Indonesia yang besar bergantung pada sektor tersebut, dan
perannya dalam memberi makan masyarakat dan menjadi basis pembangunan pedesaan.
Namun nyatanya hingga saat ini sebagian besar petani kita masih dalam kemiskinan. Hal
ini menunjukkan bahwa di masa lalu pemerintah tidak hanya memberdayakan petani tetapi
juga seluruh industri.
Di masa lalu, terdapat beberapa kekurangan dalam pembangunan pertanian, yaitu
pertanian menjadi fokus utama, dukungan kebijakan makro yang lemah, dan manajemen
terpusat. Akibatnya, agribisnis di Indonesia masih didominasi oleh usaha yang berskala
kecil, modal terbatas, teknologi sederhana, sangat dipengaruhi oleh musim, besar di
wilayah pasar lokal, dan sering bekerja dengan tenaga kerja keluarga. Sehingga mengarah
pada involusi pertanian, dengan akses kredit, teknologi dan pasar yang sangat rendah,
pasar hasil pertanian pada hakekatnya adalah monopoli/oligopoli, dikuasai oleh para
pedagang besar, sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan petani. Selain itu,
masih terdapat beberapa permasalahan dalam pembangunan pertanian di Indonesia, seperti
land reform yang tidak terkendali, kurangnya pasokan bibit unggul, dan kekurangan pupuk
kimia saat musim tanam tiba.
41

Pembangunan pertanian ke depan tidak hanya menyelesaikan masalah yang ada.


Namun juga menghadapi tantangan untuk menjawab era demokratisasi akibat perubahan
tatanan politik Indonesia, yaitu perlunya otonomi daerah dan pemberdayaan petani. Di luar
itu, menghadapi tantangan untuk memprediksi perubahan tatanan dunia yang mengarah
pada globalisasi dunia. Oleh karena itu, pembangunan pertanian di Indonesia tidak hanya
perlu menghasilkan produk pertanian yang berdaya saing tinggi, tetapi juga harus mampu
mendorong pertumbuhan daerah dan pemberdayaan masyarakat. Untuk menjadikan
pertanian sebagai penggerak peningkatan taraf hidup masyarakat dan penggerak
pembangunan nasional, ketiga tantangan tersebut telah menjadi perjuangan berat bagi kita
semua. Kasus pelanggaran hak dan kepentingan petani menuntut penanganan yang serius
dari pemerintah.

4.2 Beras/ Padi di Indonesia


Pemerintah benar-benar mengutamakan hal itu sebab bisa menjadi rancangan
pembaharuan nasional. Hal ini dikarenakan beras menjadi makanan utama bagi lebih dari
90% masyarakat di Indonesia (Sabarella et al., 2019). Selanjutnya berdasarkan Departemen
Pertanian (2014), Indonesia mengkonsumsi 130 kg beras per kapita, menjadikannya
konsumen beras terbanyak di dunia. Sedangkan pemakaian beras per kapita di negara lain
hanya 30kg. Penggunaan beras yang cukup tinggi mendeskripsikan sistem konsumsi
masyarakat yang sungguh bersandar pada beras.Pola konsumsi ini memunculkan pengaruh
ganda sehingga masyarakat akan terus berjuang untuk mendapatkannya beras untuk
mencukupi kepentingan pangannya. Akan tetapi masyarakat akan terus dihadapkan pada
beragam situasi dan cadangan beras akan terus menurun akibat permintaan beras itu sendiri
yang terus melonjak. Di sisi berbeda, penurunan kemampuan produksi akan semakin
menaikkan pembatasan produk di sektor ini, dan harga akan terus-menerus melonjak
bersamaan peningkatan pembatasan produk. Hal ini menyebabkan saluran beras semakin
jauh.
Kepentingan strategi ketenteraman kemasyarakatan dengan strategi pajak impor
beras menjadi salah satu bentuk strategi kemasyarakatan memicu masalah. Dilihat oleh
petani selaku produsen dan masyarakat jadi konsumen. Pengaruh nyata impor beras bagi
Indonesia adalah untuk melengkapi keperluan pangan Indonesia, sehingga tidak timbul
kesulitan pasokan pangan di Indonesia. Beras juga dapat menggerakkan petani Indonesia
untuk memajukan menambah mutu beras yang akan diproduksinya agar petani Indonesia
tidak menanam beras bermutu rendah. Impor beras yang muncul pada kondisi kapabilitas
produksi saat ini akan menyebabkan pengaruh negatif seperti berkurangnya devisa negara
42

dan meningkatnya biaya negara imbas angka impor beras. Grafik impor beras Indonesia
disajikan dibawah ini:
Volume Impor Beras (Ton)
900,000.0

800,000.0

700,000.0

600,000.0
India
500,000.0 Thailand
Vietnam
400,000.0 Pakistan
Myanmar
300,000.0

200,000.0

100,000.0

0.0
2017 2018 2019 2020 2021

Gambar 4.1 Grafik Data Impor Beras Indonesia Tahun 2017-2021


Konsumsi beras di Indonesia yang tinggi tidak diimbangi dengan produksi beras
yang bagus. Tingkat konsumsi beras per kapita per tahun masyarakat Indonesia meningkat
per tahunnya sedangkan produksi yang dihasilkan kurang mencukupi tingkat konsumsi
masyarakat Indonesia. Sehingga untuk menutupi kekurangan tersebut pemerintah
mengambil keputusan untuk melakukan impor beras dari negara lain. Pada grafik diatas
memberikan informasi bahwa Indonesia melakukan impor beras setiap tahunnya. Impor
beras dengan volume terbesar yaitu pada tahun 2018, dimana Thailand menjadi negara
dengan sumber impor terbesar yaitu 795.600,1 ton diikuti dengan negara Vietnam dengan
volume impor sebesar 767.180,9 ton sedangkan negara India sebesar 337.999,0 ton.
Berbagai pengaruh impor dirasakan secara universal, dan penyediaan impor
memerlukan tingkat kehati-hatian yang besar. Mempertimbangkan pemerintah makin
menentukan penyediaan impor menjadi pemecahan guna menanggulangi kesulitan pangan
dalam negeri, lalu harus mengetahui kuantitas impor beberapa tahun terakhir dalam kondisi
impor beras. Melalui sini, akibat produksi total dan harga lokal atas impor beras
diindikasikan menjadi referensi gerak impor yang terbentuk setiap tahunnya. Sehingga saat
kedua faktor tersebut mengimbas pada dinamika kapasitas impor. Diharapkan kapasitas
impor dapat dilakukan selaras dengan kepentingan yang timbul di lapangan. Ini menekan
akibat gara-gara kapasitas asal usul impor itu sendiri.

4.3 Luas Panen Serta Produksi Gabah dan Beras

4.3.1 Luas Panen dan Produksi Gabah


Sistem panen padi tahun 2021 di Indonesia mengalami perkembangan
dibandingkan dengan sistem panen tahun 2020. Puncak panen padi 2021 berlangsung pada
43

Maret, lebih awal dari 2020. Rangkaian Luas Panen padi di Indonesia disajikan pada
diagram 4.1

1.7
1.3
Juta Hektare

0.9
0.5
0.1
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2021 0.41 0.77 1.78 1.46 0.78 0.79 1.07 0.85 0.83 0.74 0.52 0.37
2022 0.47 0.77 1.76 1.42 0.83 0.87 0.93 0.81 0.84 0.93 0.51 0.48

Gambar 4.2 Perkembangan Luas Panen di Indonesia Tahun 2021-2022.


Sumber: BPS Indonesia (2022)
Berdasarkan gambar 4.1 puncak panen padi pada 2022 selaras dengan tahun
sebelumnya yaitu terjadi pada bulan Maret, dengan luas panen mencapai 1,76 juta hektare.
Kontribusi luas panen padi terbesar pada tahun 2021 – 2022 terjadi pada bulan Maret, hal
ini berbeda dengan tahun sebelumnya dimana , terjadi pergeseran puncak panen padi dari
bulan April pada 2020 menjadi bulan Maret pada 2021.
Tetapi, puncak panen padi pada Maret 2022 makin sedikit atau berkurang kira-kira
26.040 hektar (1,46%) dibandingkan Maret 2021. Dari Januari hingga September 2022,
hendak dipanen 8,69 juta hektare padi atau menyusut sekitar 26.900 hektare. Dibandingkan
Januari-September 2021 yang memperoleh 8,77 juta hektar, meningkat 75%.43 ribu hektar
(0,86%). Sebaliknya luas panen padi Oktober-Desember 2022 sekitar 1,91 juta hektar. 4
BRS No.74/10/Kam. XXV, 17 Oktober 2022 Luas panen dan produksi padi Indonesia
tahun 2022 (angka sementara) Dengan begitu, luas panen padi tahun 2022 menjadi 10,61
juta hektar, yaitu kira-kira 194.710 hektar (1,87%) lebih besar dari luas panen padi di 2021
Luasnya 10,41 juta hektar.
Produksi padi Indonesia pada Januari-September 2022 sebesar 45,43 juta ton GKG,
turun sekitar 85,47 juta ton (0,19%) dibandingkan dengan 45,52 juta ton GKG pada
Januari-September 2021 yang sebesar 45,52 juta ton GKG. Sementara itu, berdasarkan
amatan fase tumbuh padi hasil Survei KSA September 2022, potensi produksi padi
sepanjang Oktober−Desember 2022 ialah sebesar 10,24 juta ton GKG. Dengan demikian,
total produksi padi pada 2022 sebesar 55,67 juta ton GKG, atau mengalami kenaikan
sebanyak 1,25 juta ton GKG (2,31 persen) dibandingkan 2021 yang sebesar 54,42 juta ton
GKG. Dengan demikian, total produksi padi pada 2022 diperkirakan sebesar 55,67 juta ton
44

GKG, atau mengalami kenaikan sebanyak 1,25 juta ton GKG (2,31 persen) dibandingkan
2021 yang sebesar 54,42 juta ton GKG.
Produksi padi maksimum pada tahun 2021 dan tahun 2022 akan berlangsung pada
bulan Maret. Sedangkan produksi beras minimal pada tahun 2022 berlangsung pada bulan
Januari, sedangkan produksi beras minimal pada tahun 2021 berlangsung pada bulan
Desember. Produksi padi pada Maret 2022 sejumlah 9,54 juta ton GKG, sebaliknya
produksi beras pada Januari 2022 sejumlah 2,46 juta ton GKG. Perkembangan produksi
Juta Ton- GKG

padi di Indonesia disajikan dalam gambar berikut:

11
9
7
5
3
1
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2021 2.08 4.06 9.67 7.77 3.95 4.04 5.51 4.16 4.27 3.99 2.87 2.04
2022 2.46 4.08 9.54 7.74 4.13 4.36 4.71 4.08 4.34 4.94 2.81 2.48

Gambar 4.3 Perkembangan Produksi Gabah di Indonesia 2017-2022


Sumber : BPS Indonesia (2022)
Berdasarkan gambar 4.2 dapat diketahui Pada tahun 2022, output gabah terbanyak
terlihat pada bulan Maret memperoleh 9,54 juta ton, dan output terendah terlihat pada
bulan Desember yaitu GKG 2,48 juta ton. Serupa dengan tahun sebelumnya, bulan dengan
produksi gabah terbanyak berlangsung pada bulan Maret. Daerah penghasil beras
terbanyak pada tahun 2022 masih akan didominasi oleh Pulau Jawa. Lebih dari 50%
produksi beras Indonesia berasal dari Pulau Jawa, terutama provinsi sentra produksi beras
Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Sejumlah provinsi sentra produksi padi di luar Pulau Jawa diantaranya Provinsi
Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Lampung dan Sumatera Utara. Produksi gabah pada
beberapa provinsi dengan produksi terbesar di Indonesia disajikan pada gambar berikut
(ribu ton-GKG)

ini:
12,000
10,000 2021
8,000 2022
6,000
J Produksi

t
ra

4,000
n
n
n

ta
a
ra

t
ta
ta

ra

2,000
B
h

la
r

ta
t

la
a

a
u

a
ra

te ng

e
ra
l
g
im

B
e

0
S
e

n
a

ha
S

te
B

n
ra
ra

g
T

e
p
ra
T

si

ta
gc
m

te
a
a

eA
n
e

te

n
a
w
w

a
a
w

a
w

m
m
L
a

m
a

m
la
a
J

u
u

li
J

a
u

S
S

a
S

K
N

Gambar 4.4 Perkembangan Produksi Gabah Berdasarkan Provinsi


Sumber: BPS Indonesia (2022)
45

Pada gambar 4.3 Pada tahun 2022, produksi beras di sejumlah sentra produksi beras
seperti Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan akan melonjak secara
signifikan. Di sisi lain, produksi beras turun signifikan di sejumlah provinsi seperti
Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan Aceh. Sebagian besar provinsi yang akan
memberikan partisipasi signifikan terhadap kemerosotan dan pertambahan produksi beras
pada tahun 2022 adalah provinsi-provinsi sentra produksi beras Indonesia.

4.3.2 Perkembangan Produksi Beras di Indonesia


Apabila output beras dikonversi sebagai beras untuk penduduk, output beras
Januari-September 2022 diperkirakan sama dengan 26,17 juta ton beras, turun 57.660 ton
(0,22%) dari Januari-September 2021 menjadi 26,23 juta ton. Sedangkan kemampuan
produksi beras Oktober-Desember 2022 sebanyak 5,9 juta ton. Dengan begitu, total
produksi beras pada tahun 2022 diperkirakan sbanyak 32,07 juta ton atau terjadi
peningkatan sebanyak 718,03 ribu ton (2,29 persen) daripada produksi beras pada 2021
yang sebesar 31,36 juta ton. Perkembangan produksi beras di Indonesia disajikan pada
diagram berikut ini:
5.5
4.5
Juta Ton - Beras

3.5
2.5
1.5
0.5
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
2021 1.2 2.34 5.57 4.48 2.28 2.33 3.18 2.4 2.46 2.3 1.65 1.17
2022 1.42 2.35 5.49 4.45 2.38 2.51 2.71 2.35 2.5 2.85 1.62 1.43

Gambar 4.5 Perkembangan Produksi Beras di Indonesia 2021-2022


Sumber: BPS Indonesia (2022)
Pada grafik 4.4 tergambar bahwa produksi beras di Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami pengembangan karena wajib mencukupi sasaran yang telah ditetapkan pada
tahun sebelumnya. Produksi padi terbanyak pada tahun 2022 terjadi pada bulan Maret
sebesar 5,49 juta ton. Sementara itu, produksi beras Januari diperkirakan paling sedikit
sebesar 1,42 juta ton. Situasi ini sama dengan tahun 2021, dengan hasil padi maksimum
pada bulan Maret dan hasil padi terendah pada bulan Desember 2021. Dilihat dari statistik
produksi beras total, produksi pada tahun 2021-2022 mendapat pertambahan. Namun
demikian, kendati produksi beras terus bertambah, tidak bermakna keperluan beras dalam
negeri boleh terwujud. Karena kuantitas masyarakat Indonesia yang terus bertambah setiap
46

tahunnya, maka pertambahan produksi beras ini untuk menjajarkan pertambahan kuantitas
masyarakat yang mengkonsumsi beras.
Perkiraan rendemen beras dilakukan menurut transformasi beras pecah kulit.
Sewaktu sepanjang mekanisme ini terjadi penyusutan/pencaran bagi keperluan non pangan
seperti makanan ternak dan materi pabrik. Hal ini menyebabkan produksi beras makin
sedikit dari produksi gabah, dan perbandingan lahan pertanian yang digunakan untuk
bercocok tanam selain padi dan lahan tegalan (tebang) pada tahun 2021 akan bertambah
dari tahun sebelumnya. Berkurangnya lahan pasti akan berpengaruh pada hasil panen padi.

4.4 Perkembangan Harga Gabah dan Beras di Indonesia

4.4.1 Perkembangan Harga Gabah


Sektor hilirnya adalah aktivitas pasca panen dan pendistribusiannya ke pelanggan,
output dari bidang ini adalah (GKP), makanan kering giling (GKG) dan beras. Petani
masih ikut serta di bidang ini, akan tetapi perannya relatif lemah dibandingkan pemain lain
seperti kilang padi atau pedagang besar. Petani memiliki sedikit daya tawar dengan
penggilingan padi atau pembeli. Misalnya, ketika biaya produksi meningkat, tidak serta
merta menaikkan harga jual gabah di tingkat petani.
Terkadang harga jual masih lebih rendah dari biaya produksi sehingga menyebabkan
petani mengalami kerugian. Musim panen utama adalah periode puncak untuk produksi
biji-bijian, tetapi sering disertai dengan penurunan kualitas karena kadar air yang
berlebihan. Petani tidak dapat menyelesaikan masalah ini dengan menunda penjualan hasil
panennya karena menghadapi kondisi yang sulit karena harus menyiapkan uang untuk
musim tanam berikutnya atau memenuhi kebutuhan keluarga.
Di mata pedagang gabah, ini adalah peluang untuk memangkas harga dan mendapat
untung sebanyak-banyaknya. Saluran distribusi yang kompleks menunjukkan struktur
pasar beras yang kompetitif, dan “harga pasar” sulit untuk dipengaruhi oleh satu atau
beberapa pihak. Sebagian besar petani menjual gabah mereka di ladang segera setelah
panen, tetapi beberapa menjualnya sebagai beras, meskipun dalam jumlah kecil. Petani
merasa lebih menguntungkan untuk menjual gabah daripada beras. Namun beras merahnya
tidak serta merta dijual seluruhnya, sebagian masyarakat menyimpan sebagian untuk
persediaan rumah, berupa beras merah atau beras. Harga gabah yang diterima petani
merupakan harga yang disepakati, meskipun seperti yang disebutkan di atas biasanya lebih
ditentukan oleh pedagang desa/penggilingan. Sebagian besar pedagang/pabrik memiliki
hubungan dengan pedagang kaki lima atau pedagang besar daerah. Mereka seringkali
merupakan perpanjangan dari trader yang lebih tinggi. Akan tetapi, banyak juga yang
47

berprofesi sebagai pedagang. Model ini sering digunakan oleh pabrik/pedagang besar.
Selama itu, pabrik-pabrik kecil yang menyediakan pasokan berupa beras merah dan
menjualnya sebagai beras wajib mengalami ancaman kerugian pangan yang besar, yang
tentu mempengaruhi ketersediaan beras. Harga beras di pabrik-pabrik kecil ditentukan oleh
penjual besar atau peserta tata niaga berikutnya
Jadi seperti petani, kilang padi kecil hanyalah pemeroleh harga. Akan tetapi,
mereka sedang bisa memperoleh batas laba yang makin besar daripada penjual grosir
dibandingkan dengan petani. Keberadaan pemanen pedesaan (pabrik kecil) berguna bagi
petani, dengan atau tanpa ikatan eksploitatif. Mereka juga sering memberi petani pinjaman
pertanian yang dilunasi setelah panen, atau sistem "pembayaran panen" atau "yarnen".
Peran mereka dalam memasarkan pangan kepada petani melebihi KUD atau kelompok tani
yang sebagian besar masih sebatas teknik bercocok tanam dan pendistribusian saprodi
Harga gabah Rp / Kg

produksi pertanian. Bagan di bawah ini menunjukkan tren harga pangan di Indonesia:

5500

4500

3500

2500

1500

500

2017 2018 2019 2020 2021


GKP 4702 4987 4929 4943 4656
GKG 5596 5609 5580 5691 5175

Gambar 4.6 Perkembangan Harga Gabah di Indonesia


Sumber : BPS Indonesia (2022)
Pada gambar 4.6 perkembangan harga gabah di Indonesia dalam 2 tahun terakhir
mengalami perubahan secara terus menerus. Harga Gabah Kering Panen (GKP) terjadi
pada tahun 2018 dan mengalami penurunan harga hingga pada tahun 2021. Hal ini dapat
terjadi di karenakan penurunan jumlah produksi gabah. Sedangkan untuk harga tertinggi
Gabah Kering Giling (GKG) terjadi pada tahun 2020 dan pada tahun 2021 mengalami
penurunan 5,1 persen. Penurunan harga tersebut sebagai dampak dari penurunan produksi
gabah yang terjadi pada tahun 2021.
Terjadinya harga gabah di bawah HPP biasanya karena musim panen raya dimana
produksi gabah melimpah (Surindah, 2021). Hal ini menyebabkan petani menjual dengan
harga murah, selain itu harga di bawah HPP dipengaruhi oleh rendahnya kualitas hasil
gabah dan sinkronisasi musim tanam sehingga distribusi setelah panen tidak merata.
Musim panen yang biasanya terjadi pada bulan Maret hingga April mempengaruhi kondisi
48

harga setiap tahunnya. Pada Juli 2021, proporsi kasus harga gabah GKP lebih rendah dari
HPP tertinggi, 46,66% di tingkat petani dan 44,68% di tingkat pabrik. Pada tahun 2021,
situasi harga gabah yang lebih rendah dari harga maksimum akan meningkat dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan musim panen pada bulan Maret hingga Juli
2021, terutama pada bulan April 2021, menyebabkan permintaan lebih rendah dari tahun
sebelumnya sehingga stok melimpah dan menyebabkan harga turun di bawah HPP. Selama
musim panen raya, harga gabah meningkat, hal ini ditunjukkan dengan indeks yang tinggi
yaitu 1,59832 dan terjadi pada April 2021.
Dalam rangka mengamankan harga pengadaan pemerintah (HPP), perlu dilakukan
pemantauan harga bagi produsen pangan untuk stabilisasi harga pasar. Data harga pangan
dikumpulkan untuk 29 provinsi dari Januari hingga Desember 2021. Kampanye penilaian
dilakukan terhadap 20.520 observasi harga produsen gabah, dimana Gabah Kering Panen
(GKP) sebesar 62,81%, diikuti oleh Gabah Kering Giling (GKG) sebesar 19,93% dan
Kualitas luar sebesar 17,26% dari total petani. penjualan biji-bijian transaksional.
Komposisi tersebut menunjukkan bahwa petani masih belum mampu meningkatkan
kualitas produksi pangan. Petani umumnya masih bermasalah dengan sarana penjemuran
atau penyimpanan padi dan tekanan likuiditas pasca panen. April 2021 merupakan harga
terendah pada Gabah Kering Panen dan bulan Juli untuk Gabah Kering Giling.
Keadaan ini memperlihatkan bahwa secara umum titik terendah harga gabah
kadang-kadang berlangsung pada periode panen raya dan bulan-bulan berikutnya,
sebaliknya titik maksimum harga gabah kadang-kadang berlangsung pada puncak periode
sepi di awal tahun. Maksimal kenaikan harga pangan semua kualitas pada tahun 2021
sekitar 2-4%. Di sisi lain, kemerosotan harga pangan pada saat panen raya optimal juga
akan berkisar 6-8%.
Periode panen senantiasa berpengaruh pada harga gabah tahunan di bawah HPP.
Pada Juli 2021, proporsi masalah harga gabah di bawah HPP mutu GKP maksimum di
tingkat petani dan industri pengolahan masing-masing sebanyak 46,66% dan 44,68%.
Sebaliknya untuk GKG kejadian terbesar terjadi pada April 2021 yakni menggapai
78,61%.

4.3.2 Perkembangan Harga Beras


Kondisi produk beras yang diperdagangkan di pasar bisa dilihat dari segi harga dan
kesiapan (persediaan). Situasi beras bisa dirangkum dari perubahan harga jualnya.
Mobilitas harga mengindikasikan beragam situasi yang mempengaruhi beras, sehingga saat
harga melonjak atau merosot, bisa mencari keterangan mengenai dampaknya.
49

Gambar 4.7 di bawah ini memperlihatkan tren harga beras dari tahun 2017 hingga
2021, dan harga rata-rata nasional membentuk pada harga akhir bulan. Harga beras yang
digunakan adalah harga di pasar konvensional, penetapan klasifikasi beras yang digunakan
di setiap wilayah berlainan sebab klasifikasi beras yang dimakan oleh masyarakat di setiap
provinsi berlainan, sehingga digunakan nama yang berlainan selaras dengan alternatif
harga beras Rp / Kg

pilhan konsumen.
12300

12100

11900

11700

11500

11300

11100

2017 2018 2019 2020 2021


Harga Beras 11535 12054 12091 12261 12094

Gambar 4. 7 Perkembangan harga beras di Indonesia


Sumber : BPS Indonesia (2021)
Perkembangan harga beras yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Gambar
diatas memberikan informasi bahwa dalam 5 tahun selalu meningkat, perubahan harga ini
juga mempengaruhi inflasi. Hal ini dikarenakan harga beras merupakan saalah satu
komofitas yang mempengaruhi inflasi.
Keadaan pasar yang mengindikasikan tarik-menarik antara permintaan dan
penawaran (persediaan) mempengaruhi perubahan harga. Secara tahunan, naik turun harga
beras memperlihatkan sistem yang serupa. Dilihat dari struktur harganya, harga beras pada
bulan Maret dan April sering kali menurun, dan harga pada bulan November dan
Desember menjelang akhir tahun juga cenderung naik. Kecenderungan harga disebabkan
oleh periode tanam dan periode panen, di mana November dan Desember adalah periode
tanam padi di seluruh negeri, dan Maret dan April adalah periode panen utama. Naik atau
turunnya harga merupakan dampak tarik menarik antara sisi permintaan (yaitu konsumen
domestik) dan sisi penawaran.
50

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


5. 1 Deskripsi Data
Harga beras dan gabah cenderung berubah-ubah setiap bulannya, akibatnya harga
beras dan gabah menjadi berfluktuasi. Penelitian Asriyani (2019) bahwa harga gabah akan
mengalami peningkatan secara terus menerus. Namun, hal ini berbeda pada pengamatan
yang di lakukan, harga gabah dan beras mengalami perubahan yang cenderung menurun
dari tahun 2017-2021. Berikut disajikan harga gabah dan beras di Indonesia:
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
7

1
7

1
17

18

19

20

21
7

1
-1

-1

-1

-2

-2
-1

-1

-1

-2

-2
l-1

l-1

l-1

l-2

l-2
n-

n-

n-

n-

n-
ct

ct

ct

ct

ct
pr

pr

pr

pr

pr
Ju

Ju

Ju

Ju

Ju
Ja

Ja

Ja

Ja

Ja
O

O
A

A
GKP pt GKG pt GKP pg GKG pg Beras Premium
Beras Medium Beras pd

Gambar 5.1 Kurva Trend Harga Beras dan Gabah Bulanan di Indonesia
Sumber : Badan Pusat Statistik (2021)
Beras dan gabah di Indonesia memiliki harga yang bervariasi, selama pengamatan
harga beras dan gabah tinggi pada bulan Januari hingga Maret kemudian menurun hingga
bulan Desember. BPS (2021) mengungkapkan terjadi persegeseran pola panen dari bulan
Maret menjadi bulan April. Kenaikan harga tertinggi gabah baik tingkat petani maupun
tingkat penggiling terjadi pada tahun 2018 untuk GKP, tahun 2020 untuk GKG. Sedangkan
beras tingkat penggiling, harga paling meningkat di 2020 untuk beras premium dan
medium. Sementara itu, kenaikan harga tertinggi beras tingkat pedagang terjadi pada tahun
2020. Di sisi lain, lonjakan produksi selama musim panen raya menyebabkan terjadinya
penurunan harga. Hal ini tercermin pada rendahnya harga gabah pada bulan Maret – April
dimana bulan tersebut merupakan musim panen di Indonesia.
51

Tabel 5.1 Statistik Deskripsi Harga Beras dan Gabah di Indonesia


Standar
Rata - rata Maximum Minimum
Deviasi
Gabah GKP 4746.83 280.54 5415.16 4274.9
tingkat petani GKG 5418.69 269.18 6001.87 4873.89
Gabah GKP 4843.25 282.19 5508.3 4390
tingkat
GKG 5530.15 269.55 6098.88 4994.47
penggiling
Beras tingkat Premium 9679.204 246.753 10381.74 9324.6
penggiling Medium 9295.318 353.372 10215.16 8653.8
Beras tingkat
Beras 12006.97 271.148 12414 11411
pedagang
Sumber : Data Sekunder Diolah, (2022)
Standar deviasi adalah data yang menetapkan seberapa alokasi data pada sampel,
dan seberapa erat setiap titik data dengan mean ataupun rata-rata angka sampel. Kriteria
penyimpangan dari kumpulan data sama dengan nol memperlihatkan bahwa semua nilai
dalam himpunan adalah sama, sedangkan angka penyimpangan yang lebih besar
menunjukkan bahwa titik data individu jauh dari rata-rata (Mikhail, 1981). Data Hajar
(1996) menunjukkan bahwa skala sampel yang makin besar diharapkan memberikan
dampak yang lebih efektif. Untuk sampel besar, rata-rata dan kriteria penyimpangan yang
diperoleh cenderung sama dengan rata-rata populasi dan kriteria deviasi. Pada tabel 1,
harga tertinggi gabah tingkat petani, gabah tingkat pnggiling dan beras tingkat penggiling
berlangsung pada Januari 2018 sementara harga paling sedikit berlangsung di bulan April.
Untuk harga maksimum beras tingkat pedagang sebesar Rp 12.414/Kg berlangsung pada
Februari 2018 dan harga palin bawah sebesar Rp 11.411/Kg terjadi pada Agustus 2017.
Berdasarkan hasil perhitungan beras premium, nilai standar deviasi terkecil yaitu
246.753. Nilai ini artinya beras premium memiliki persebaran harga yang lebih kecil.
Persebaran harga kecil disini memiliki makna bahwa persebaran harga tidak jauh dari rata
– rata. Sedangkan GKP tingkat penggiling nilai standar deviasi tertinggi yaitu 282.19.
Angka ini mengimformasikan bahwa penyebaran harga GKP tingkat penggiling memiliki
penyebaran yang luas. Hasil penelitian Rosalina (2019) mengungkapkan nilai standar yang
lebih kecil dari nilai rata- rata mengindikasikan bawa nilai rata-rata sudah mampu
menjelaskan keseluruhan data. Senada dengan itu, Sekaran & Bougie (2016)
mengungkapkan angka kriteria penyimpangan adalah angka yang digunakan untuk
52

menetapkan bias data pada suatu sampel dan guna melihat seberapa erat informasi tertera
dengan mean. Sementara itu, GKP tingkat petani memiliki nilai standar deviasi terbesar
kedua diikuti dengan beras tingkat pedagang dimana masing-masing memiliki nilai standar
deviasi sebesar 280.54 dan 271.148. Semakin tinggi nilai standar deviasi menunjukkan
bahwa data tersebut memiliki variasi yang tinggi atau penyebaran data yang luas.
Sebaliknya, semakin rendah standar deviasi maka semakin kecil variasi data atau
penyebaran data.

5. 2 Variasi Harga Beras Dan Gabah Di Indonesia


5. 2. 1 Variasi Harga Gabah
Perkembangan harga gabah di Indonesia periode Bulan Januari 2017- Desember
2021 memiliki kecenderungan fluktuasi, yaitu mengalami peningkatan setiap bulannya.
Kenaikan drastis harga GKP terjadi pada tahun 2018 dan harga GKG pada tahun 2020 baik
harga di tingkat petani maupun di tingkat penggiling. Namun, terlihat pada bulan-bulan
tertentu terjadi, fluktuasi harga gabah di Indonesia bergerak berlawanan arah musim panen.
Variasi harga gabah di Indonesia disajikan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2 Variasi harga Gabah di Indonesia.

KV ditingkat Petani KV ditingkat Penggiling


Tahun % %
GKP GKG GKP GKG
2017 4,45 1,83 4,40 1,79
2018 5,94 4,93 5,89 4,87
2019 6,95 4,52 6,89 4,48
2020 4,19 3,66 4,11 3,52
2021 4,38 2,97 4,29 2,89
Rata-rata 5,18 3,58 5,12 3,5
Sumber : Data Sekunder Diolah, (2022)
Dalam periode 2017-2021, fluktuasi harga GKP ditingkat petani terendah terjadi
pada tahun 2020 yaitu sebesar 4.19 persen dan tertinggi pada tahun 2019 yaitu sebesar 6.95
persen. Untuk harga GKG, fluktuasi harga terendah terjadi pada tahun 2017 yaitu sebesar
1.83 persen sedangkan fluktuasi tertinggi terjadi pada tahun 2018 yaitu sebesar 4.93
persen. Fluktuasi harga ditingkat penggiling untuk GKP, harga terendah terjadi pada tahun
2020 yaitu sebesar 4.11 persen dan harga tertinggi terjadi pada tahun 2019 yaitu sebesar
6.89 persen. Sementara itu, fluktuasi harga GKG terendah terjadi pada tahun 2017 yaitu
sekitar 1.79 persen dan harga tertinggi terjadi pada tahun 2018 yaitu 4.87 persen. Angka ini
dapat diartikan bahwa fluktuasi harga gabah ditingkat petani dan tingkat penggiling baik
GKP maupun GKG masih berada pada posisi rendah karena nilai rata-rata fluktuasi berada
pada dibawah 9 persen. Hal ini di dasarkan pada kebijakan Kemendag RI (2015),
53

kota/provinsi dikatakan memiliki harga yang tetap atau tidak fluktuatif jika koefisien
variasi harga berada dalam kisaran 9%. Pemicu fluktuasinya tidak besar karena penyaluran
menyeluruh sepanjang tahun, sistem persediaan berlangsung dengan efektif, dan produksi
di periode puncak dapat memenuhi permintaan di luar periode.. Hal ini sejalan dengan
temuan hasil Jam’an (2018) bahwa fluktuasi harga Beras umumnya dipengaruhi oleh
periode panen raya dan luar periode, yaitu harga yang relatif murah pada periode panen
raya, dan sebaliknya, harganya lebih mahal pada periode menjelang panen atau paceklik.
Keberhasilan rancangan pengembangan produksi beras yang dilaksanakan oleh
pemerintah telah mendorong pengembangan penyediaan pangan melalui pelaksanaan
rancangan pengembangan produksi beras secara berkesinambungan melalui kebijakan
subsidi saprodi. Guna menanggulangi produksi yang melimpah itu, Bulog membeli gabah
dari petani dengan tarif di atas harga pokok. Akan tetapi di sisi lain, Bulog kesulitan modal
usaha untuk memperoleh gabah dari petani. Jadi pemerintah mensubsidi pembelian gabah
dari petani. Seperti penelitian yang dilakukan Timmer, kendala keuangan Bulog dalam
membeli bahan pangan dari petani dapat diatasi dengan dukungan pemerintah. Jika
lonjakan harga terlalu besar, perkembangan harga akan menimbulkan persoalan, sebab
persediaan barang sulit dan tidak bisa diprediksi sehingga memunculkan ketidakpastian.
Memajukan harga akan menambah risiko untuk produsen, penjual, pengguna, dan tentunya
pemerintah. Menurut Kemendag (2010) Perkembangan harga yang tidak sesuai dengan
kapasitas pasar menimbulkan persoalan baru, yang bisa mengakibatkan buruknya
pembuatan strategi oleh pemerintah.
Umumnya, harga gabah dan beras konsumsi pertanian terbanyak berlangsung pada
bulan Desember sampai Januari setiap tahunnya, sebaliknya harga terendah berlangsung
pada bulan Mei dan Juli setiap tahunnya. Hal ini terkait dengan bulan Mei-Juli yang
menjadi periode panen raya dengan produksi yang banyak dan harga yang rendah.
Bertentangan dengan periode paceklik November-Desember saat produksi merosot dan
harga condong melonjak, hal ini sejalan dengan Mears (1982) bahwa harga gabah dan
beras di Indonesia berfluktuasi secara musiman, biasanya menuruti periode tanam padi.
Sejalan dengan temuan hasil Aldi (2022), konsistensi harga gabah dan beras di petani atau
penggilingan beras adalah adanya aturan harga yang mengendalikan tarif dasar beras.
Yaitu apabila terjadi peningkatan produksi gabah yang mengakibatkan surflus maka gabah
yang beredar dipasar akan diserap oleh Bulog, begitu pula sebaliknya apabila terjadi
kelangkaan atau defisit permintaan maka Bulog akan mencukupi permintaan sehinggaa
harga gabah akan tetap stabil.
54

5.2.2 Variasi Harga Beras


Perkembangan harga beras yang berubah-ubah mengakibatkan harga menjadi
berfluktuasi. Kenaikan harga yang signifikan terjadi pada tahun 2020 baik tingkat
penggiling maupun tingkat petani. Berdasarkan hasil analisis variasi harga beras tahun
2017-2021 disajikan pada tabel dibawah berikut:
Tabel 5.3 Variasi harga Beras di Indonesia
KV ditingkat Penggiling KV ditingkat Pedagang
Tahun % %
Premium Medium
2017 1,423 2,92 1,035
2018 3,30 4,09 1,49
2019 2,24 2,76 0,67
2020 1,21 2,09 0,66
2021 1,27 1,98 0,44
Rata-rata 1,89 2,78 0,86
Sumber : Data Sekunder Diolah, (2022)
Pada tabel di atas memperlihatkan fluktuasi harga beras di Indonesi yang relatif
stabil. Simpulan ini didasarkan pada nilai rata-rata koefisien variasi yang rendah yaitu 1.89
persen untuk harga beras medium di tingkat penggiling, 2.78 persen untuk harga beras
medium ditingkat penggiling dan 0.86 persen untuk harga beras ditingkat pedagang. Nilai
ini mengindikasikan bahwa pemerintah mampu menjaga kestabilan harga beras dengan
baik.
Terlihat dari Tabel 5.2 dan 5.3 bahwa naik-turun harga beras umumnya lebih kecil
dibandingkan dengan harga gabah. Hal ini jelas memperlihatkan bahwa peraturan beras
pemerintah sangat bias. Pemerintah lebih mencemaskan pertambahan harga beras
ketimbang pengurangan harga pangan. Alat peraturan yang digunakan pemerintah untuk
mengurangi guncangan harga beras di jenjang konsumen antara lain: jaminan penyaluran
beras bagi kelompok dana, sumbangan bagi masyarakat miskin, dan subsidi pasar;
sedangkan alat peraturan untuk mengurangi kemerosotan harga pangan hanya ada satu,
yakni , aplikasi penyediaan biji-bijian yang disesuaikan dengan permintaan, namun
seringkali dengan sedikit keberhasilan. Hal ini diperparah dengan harga serealia yang
berupa musiman atau waktu singkat, sedangkan naik-turun harga beras berupa tahunan
atau waktu lama.
Gambaran fluktuasi harga pada tabel 5.3 mencerminkan pada tahun 2017-2021
goncangan harga dapat atasi. Hal ini sesuai pendapat Mulyono dalam Surindah (2021)
bahwa Bulog cuma sanggup meredam volatilitas harga, tetapi tidak menghilangkannya
55

antar musim. Jadi Bulog sekadar bisa meredam gejolak harga mencapai batasan tertentu.
Naik-turun harga sesungguhnya ialah hal yang sangat wajar, dan juga merupakan syarat
mutlak bagi kelangsungan fungsi pasar, yaitu mewujudkan pasar yang kompetitif. Jika
kenaikan harga sangat tinggi dan tidak dapat diprediksi, perubahan harga akan menjadi
masalah, yang akan menimbulkan ketidakpastian dan dengan demikian menumbuhkan
ancaman bagi produsen, pedagang, konsumen, dan tentu saja pemerintah. Perkembangan
harga yang tidak merefleksikan kemampuan pasar memicu persoalan baru yang bisa
menimbulkan kekeliruan strategi oleh pemerintah (Departemen Perdagangan RI, 2015).
Harga beras Indonesia menunjukkan laju pertumbuhan dan harga yang relatif berfluktuasi
tetapi masih dalam standar yang rendah. Ini terjadi akibat dari adanya aktivitas impor
sehingga harga beras lebih berfluktuatif.
Ketika arus beras masuk dan keluar suatu daerah tidak tetap, maka harga beras akan
menyimpang dan berfluktuasi, sehingga strategi pemerintah wilayah melalui peran aktif
Kementerian Pertanian juga dituntut untuk secara teratur menyeimbangkan produksi,
persediaan dan permintaan di suatu daerah. Dinas Perdagangan, Pertanian dan Tanaman
Pangan dan Bulog. Hasil kajian Hermanto dan Saptana (2017) menunjukkan bahwa untuk
mencapai konsistensi harga gabah/beras, pemerintah menjalankan strategi harga dasar dan
harga optimum. Harga dasar dimaksudkan untuk menyelamatkan petani sebagai produsen
dari jatuhnya harga pangan pada saat panen besar, sedangkan harga optimum dimaksudkan
untuk menyelamatkan konsumen dari lonjakan harga apalagi pada saat di luar periode.
Strategi harga gabah/beras saat ini telah menciptakan strategi harga yang menitikberatkan
pada perbandingan aspek wujud rantai pasar, variasi, mutu, dan level, serta belum
memperhitungkan aspek periode panen.

5.3 Trend Harga Beras dan Gabah Di Indonesia


5.3.1 Trend Harga Gabah
Trend harga gabah di Indonesia baik tingkat petani dan tingkat penggiling memiliki
trend yang meningkat, hal ini di buktikan dengan tanda trend yang positif pada hasil
analisis. Berikut ini disajikan tabel trend harga gabah di Indonesia.
Tabel 5.4 Estimasi Trend Linear Harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering
Giling (GKG) ditingkat Petani Tahun 2017-2021
No Gabah Trend Coeficient t ratio F ratio R2 (%)
1. GKP 1.005 6.4*** 256.93 69.9
2. GKG 0.78 8.49*** 72.180 55.45
Sumber : Data Sekunder Diolah, (2023)
Keterangan: *** = signifikan pada taraf kepercayaan 99%
56

Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa GKP mendapatkan nilai R 2 yang paling
tinggi dengan nilai 69.9% sedangkan koefisien determinasi GKG sebesar 55.45. Nilai ini
memberikan informasi bahwa model trend cukup untuk menjelaskan variasi harga gabah
tingkat petani dengan variabel trend. Nilai R2 yang mendekati 1 (100%) menyiratkan
bahwa terdapat hubungan yang hampir sempurna antara model dengan data serta
perkembangan harga gabah tingkat petani sangat erat antara kronologis waktu ke waktu.
Meskipun tidak ada standar yang di terima secara umum untuk apa memilih nilai R 2
terbaik.
Perbedaan harga antara GKP dan GKG biasanya di pengaruhi oleh kadar air dan
standar eror. Semakin rendah standar erornya maka estimasi semakin kuat sehingga
fluktuasi harga semakin jelas, fluktuasinya bisa diketahui dengan jelas. Adang (2018)
menyatakan penyusunan harga pangan di tingkat petani dipengaruhi oleh sistem periode
panen atau paceklik dan permulaan atau selesai panen, anggaran pertanian, kesuksesan
panen dan mutu pangan yang dijual.
1. Trend Harga Gabah Kering Panen Tingkat Petani
6000

5000
f(x) = 4.32949096971381 x + 4674.99185875706
R² = 0.0577496790615651
4000

3000

2000

1000

0
17

18

19

20

21
7

18

19

20

21
7

1
be 17

be 18

be 19

be 20

be 21
01

01

01

01

02

02
nu ,20

nu ,20

nu ,20

nu ,20

20
20

20

20

20
to 20

to 20

to 20

to 20

to 20
,2

l,2

l,2

l,2

l,2

l,2

r,
i,

i,

i,

i,
r

r
ok li,

ok li,

ok li,

ok li,

ok li,
i
ar

ar

ar

ar

ar
ri

ri

ri

ri

ri
ju

ju

ju

ju

ju
ap

ap

ap

ap

ap
nu
ja

ja

ja

ja

ja

GKP tingkat petani Linear (GKP tingkat petani)

Gambar 5.2 Kurva Trend Harga GKP tingkat petani


Harga GKP tingkat petani memiliki nilai trend coefficient sebesar 1.005. Nilai ini
menunjukkan tanda positif yang berarti GKP tingkat petani akan mengalami peningkatan
di masa yang akan datang. Hasil ini di dukung juga dengan publikasi BPS bahwa harga
GKP tingkat petani per Kg terbaru Januari 2023 sebesar Rp.5.837,25/Kg. Harga pada tahun
2023 ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan harga GKP pada tahun
sebelumnya.
57

2. Trend Harga Gabah Kering Giling Tingkat Petani


7000

6000

5000 f(x) = 0.440314531814392 x + 5488.92040677966


R² = 0.000940595710629988
4000

3000

2000

1000

0
17

18

19

20

21
17

18

19

20

21
17

1
be 1 7

be 1 8

be 1 9

1
01

01

02

02
02

2
nu 2 0

nu ,20

nu ,20

nu ,20

20
0

20

20

20

20
20

to 20

to 20

to 20
,2

l,2

l,2

l,2

l,2
2

2
r,

r,
i,

i,

i,

i,
r

r
il,

ok li,

ok li,

ok li,

ok li,

ok li,
i

be

be
ar

ar

ar

ar

ar
ri

ri

ri

ri
r

ju

ju

ju

ju

ju
ap

ap

ap

ap

ap
nu

to

to
ja

ja

ja

ja

ja
GKG tingkat petani Linear (GKG tingkat petani)

Gambar 5.3 Kurva Trend Harga GKG tingkat petani


Untuk harga GKG tingkat petani mendapatkan trend coefficient sebesar 0.78.
Nilai positif ini mengindikasikan harga GKG akan mengalami peningkatan dimasa yang
akan datang. Hal ini dapat dilihat melalui garis trend Y= 0.878x + 5488,9 menunjukkan
pergerakan garis lurus yang meningkat, ini menjelaskan bahwa harga GKG meningkat
setiap tahunnya.
Tabel 5.5 Estimasi Trend Linear Harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering
Giling (GKG) ditingkat Penggiling Tahun 2017-2021
Gabah Trend Koeficient t ratio F ratio R Square (%)
GKP 0.994 25.4*** 67.94 68.07
GKG 0.773 8.33*** 69.41 54.48
Sumber : Data Sekunder Diolah, (2023)
Keterangan: *** = signifikan pada taraf kepercayaan 99%
Tabel diatas memberikan informasi bahwa koefisien trend untuk GKP 0.994 dan
GKG 0.773. Dimana masing-masing memiliki tanda positif, hal ini berarti bahwa
perkembangan harga gabah tingkat penggiling akan semakin meningkat dimasa yang akan
datang. Salah satu faktor penyebab yaitu pada saat musim panen puncak, supply gabah
yang besar sehingga volume gabah yang digiling juga meningkat. Senada dengan
penelitian Adang (2018) harga beras di tingkat penggilingan beras dipengaruhi oleh:
volume beras yang diserap saat panen atau paceklik, tujuan pemasaran, kualitas beras, dan
pengaruh harga BULOG, yakni saat membeli gabah atau membeli beras.
Diketahui nilai R2 yang paling rendah yaitu GKG sebesar 54.48% , GKP memiliki
nilai R2 sebesar 68.07 %. Nilai R2 yang mendekati 1 (100%) menyiratkan bahwa terdapat
hubungan yang hampir sempurna antara model dengan data. Pada uji f diketahui bahwa
rasio f lebih besar dari taraf signifikansinya. Nilai uji f hitung pada GKP yaitu 67.94,
58

sedangkan nilai uji F hitung GKG sebesar 69.41 lebih besar dari taraf signifikasnsinya
yaitu 4.01 maka model trend dapat diterapkan dalam menjelaskan variasi harga gabah
tingkat penggiling dalam hubungannya dengan variabel trend. Adapun rataan rendemen
GKG ke beras dengan rincian biaya yang dikeluarkan pada penggilingan skala besar
adalah: biaya angkut, biaya pengeringan + penyusutan, biaya giling, biaya tenaga, biaya
kemasan dan biaya transportasi angkutan penjualan sekitar.
1. Trend Harga Gabah Kering Panen Tingkat Penggiling
7000

6000

5000
f(x) = 6.31749708252292 x + 4734.42367231639
R² = 0.129440520924217
4000

3000

2000

1000

0
i, 7

i, 8

i, 9

i, 0

21
17

18

19

20

21
17

1
be 1 7

be 1 8

be 1 9

be 2 1
1

2
01

01

02

02
02
nu 20

nu ,20

nu ,20

nu ,20

20
0

20

20

20

20
20

to 20

to 20

to 20
,2

l,2

l,2

l,2

l,2
2

ok li,2
r,

r,
r

r
il,

ok li,

ok li,

ok li,

ok li,
i

be
ri

ri

ri

ri
ar

ar

ar

ar

ar
r

ju

ju

ju

ju

ju
ap

ap

ap

ap

ap
nu

to

to
ja

ja

ja

ja

ja
GKP Penggiling Linear (GKP Penggiling )
Gambar 5.4 Kurva Trend Harga GKP tingkat penggiling
Harga GKP tingkat Penggiling memiliki nilai trend coefficient sebesar 0.994.
Nilai ini mengindikasikan perkembangan harga yang semakin meningkat. Dalam rangka
menjaga stabilitas dan keseimbangan harga gabah/beras baik di tingkat petani,
penggilingan, pedagang, serta masyarakat, pemerintah melalui Badan Pangan
Nasional/National Food Agency (NFA) menerbitkan Surat Keputusan Kepala Badan
Pangan Nasional Nomor: 62/KS.03.03/K/3/2023 tentang Fleksibilitas Harga Gabah Atau
Beras Dalam Rangka Penyelenggaraan Cadangan Beras Pemerintah. Surat Keputusan ini
secara umum mengatur harga pengadaan Bulog dalam rangka pengisian Cadangan Beras
Pemerintah (CBP), di mana untuk Gabah Kering Panen (GKP) di petani Rp 5.000/kg,
Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan Rp 6.200/kg, GKG di Gudang Perum
BULOG Rp 6.300/kg, beras di Gudang Perum Bulog Rp 9.950/kg. Ini berarti harga gabah
ada kenaikan. Poin pentingnya perlu segera menjaga harga pembelian gabah dan beras
petani di musim panen raya, pemerintah tidak ingin saat panen raya harga gabah/beras di
tingkat petani jatuh.
59

2. Trend Harga Gabah Kering Giling Tingkat Penggiling


7000

6000
f(x) = 1.68216838010559 x + 5574.23753107345
5000 R² = 0.0142930272651506

4000

3000

2000

1000

0
ar 17

ar 18

ar 19

ar 20

1
7

1
7

1
be 17

be 18

be 19

be 20

1
02
ap 01

ap 01

ap 01

ap 02

ap 02
01

01

01

02

02

2
nu ,20

nu ,20

nu ,20

nu ,20
to 0

to 0

to 0

to 0

to 0
r,2
2

2
,2

,2

,2

,2

,2
ok li,2

ok li,2

ok li,2

ok li,2

ok li,2
i,

i,

i,

i,

i,
r

r
ril

ril

ril

ril

ril

be
ar

ju

ju

ju

ju

ju
nu
ja

ja

ja

ja

ja
GKG penggiling Linear (GKG penggiling )
Gambar 5.5 Kurva Trend Harga GKG tingkat penggiling
Pada harga GKG tingkat Penggiling, nilai trend coefficient sebesar 0.773. Nilai ini
memberikan informasi bahwa pertambahan harga akan terjadi setiap bulannya sebesar
0.773 rupiah. Berdasarkan data BPS (2023), rata-rata harga gabah ditingkat penggiling
naik 17,76 persen. Kenaikan harga tersebut adalah sebagai dampak dari biaya penggilingan
yang meningkat. Dari hasil analisis trend di atas menunjukkan bahwa harga gabah baik
ditingkat petani maupun tingkat penggiling cenderung mengalami trend harga positif. Hasil
uji t menyatakan bahwa harga GKP dan GKG baik tingkat petani maupun penggiling
signifikan. Hal ini karena inflasi lemah, iklim, dan waktu panen yang bersamaan. Dan
adanya peraturan perdagangan yaitu aktivitas permintaan dan penawaran.

5.3.2 Trend Harga Beras


Pada analisis trend harga beras baik tingkat penggiling dan tingkat pedagang di
Indonesia diketahui bahwa keduanya mempunyai trend yang melonjak. Walaupun sering
naik turun, akan tetapi harga tersebut tetap memperlihatkan trend yang naik. Hasil
perhitungan trend harga beras di Indonesia disajikan pada tabel 5.6
Tabel 5.6 Hasil Analisis Estimasi Trend Linear Harga Beras ditingkat Penggiling dan
tingkat Pedagang Tahun 2017-2021
No Beras Trend Koeficient t ratio F ratio R Square (%)
1. Premium 0.423 6.638*** 44.059 43.17
2. Medium 0.677 8.495*** 72.159 55.44
3. Beras 0.95 8.11*** 65.772 53.14
Pedagang
Sumber : Data Sekunder Diolah, (2023)
Keterangan: *** = signifikan pada taraf kepercayaan 99%
60

Dari hasil analisis, harga beras Premium mendapatkan nilai R 2 yang paling rendah
dengan nilai 43.17%. Berdasarkan tabel diatas nilai koefisien determinasi paling tinggi
yaitu beras medium ditingkat penggiling yaitu sebesar 55.44% kemudian beras ditingkat
pedagang dengan nilai koefisien determinasi sebesar 53.14%. Ghozali (2002) menyatakan
bahwa koefisien determinasi (R2) pada dasarnya menguji kekuatan model dalam
menyatakan ragam faktor terikat. Angka yang mencapai 1 bermakna faktor bebas
menyajikan hampir seluruh penjelasan yang dibutuhkan guna memperkirakan faktor
dependen.
Semua koefisien trend memiliki tanda positif dan berbeda secara signifikan secara
nol. Hasil uji t menyatakan bahwa harga beras baik tingkat penggiling maupun tingkat
pedagang signifikan pada semua taraf signifikansi. Hal ini juga mencerminkan bahwa
harga yang signifikan pada semua tingkat harga menggambarkan rendahnya fluktuasi
harga. Pada uji F diketahui bahwa rasio F lebih besar dari taraf signifikansinya. Nilai uji F
hitung pada beras premium sebesar 44.059, beras medium sebesar 72.159 dan beras tingkat
pedagang sebesar 65.772. Nilai tersebut lebih besar dari taraf signifikasnsinya yaitu 4.01,
maka model trend dapat diterapkan dalam menjelaskan variasi harga beras baik tingkat
penggiling maupun tingkat pedagang dalam hubungannya dengan variabel trend.
1. Trend Harga Beras Premium tingkat Penggiling
10600
10400
10200
10000
9800
9600 f(x) = 2.40099499861073 x + 9605.97348587571
R² = 0.0288773482932195
9400
9200
9000
8800
8600
i, 7

i, 8

i, 9

i, 0

21
7

18

19

20

21
7

1
7

be 18

be 20

be 21
1

2
01

01

01

01

02

02
1

01
nu ,20

nu ,20

nu ,20

nu ,20

20
20

20

20

20
to 20

to 20

to 20

to 20
,2

l,2

l,2

l,2

l,2

l,2
2

r,
r

r
ok li,

ok li,

ok li,

ok li,

ok li,
i

be

be
ri

ri

ri

ri

ri
ar

ar

ar

ar

ar
ju

ju

ju

ju

ju
ap

ap

ap

ap

ap
nu

to
ja

ja

ja

ja

ja

Premium tingkat Penggiling Linear (Premium tingkat Penggiling)

Gambar 5.6 Kurva Trend Harga Beras Premium tingkat penggiling


Harga beras premium memiliki nilai trend coefficient sebesar 0.423. Nilai ini
menginformasikan bahwa harga beras premium terus meningkat, hal ini dikarenakan
penurunan produksi padi di Indonesia. Publikasi BPS (2022) menyatakan bahwa produksi
padi di Indonesia mengalami penurunan sebesar 0.19 persen. Senada dengan itu pada
November 2022 rata-rata harga beras premium tingkat penggiling naik sebsar 10.19 persen
dibandingkan pada November 2021.
61

2. Trend Harga Beras Medium tingkat Penggiling


10500

10000

9500
f(x) = 1.05882772992498 x + 9263.02392090395
9000 R² = 0.00273834103621517

8500

8000

7500
17

18

19

20

21
17

18

19

20

21
17

1
be 1 7

be 1 8

be 1 9

1
01

01

02

02
02

2
nu 2 0

nu ,20

nu ,20

nu ,20

20
0

20

20

20

20
20

to 20

to 20

to 20
,2

l,2

l,2

l,2

l,2
2

2
r,

r,
i,

i,

i,

i,
r

r
il,

ok li,

ok li,

ok li,

ok li,

ok li,
i

be

be
ar

ar

ar

ar

ar
ri

ri

ri

ri
r

ju

ju

ju

ju

ju
ap

ap

ap

ap

ap
nu

to

to
ja

ja

ja

ja

ja
Medium tingkat Penggiling Linear (Medium tingkat Penggiling)

Gambar 5.7 Kurva Trend Harga Beras Medium tingkat penggiling


Harga beras Medium mendapatkan nilai trend coefficient sebesar 0.677, ini
mendindikasikan bahwa peningkatan harga beras medium akan terjadi di masa yang akan
datang. Hal ini disebabkan potensi luas panen padi dan produksi padi yang menurun.
Selain biaya penggilingan dan biaya angkut beras yang tinggi dapat menyebabkan harga
menjadi meningkat.
3. Trend Harga Beras tingkat Penggiling tingkat Pedagang.
12600
12400
12200 f(x) = 10.2010025006946 x + 11695.8387570621
R² = 0.431691241576154
12000
11800
11600
11400
11200
11000
10800
i, 7

i, 8

i, 9

i, 0

21
17

18

19

20

21
7

1
be 17

be 18

be 19

1
1

2
01

01

01

02

02
02

2
nu ,20

nu ,20

nu ,20

nu ,20

20
0

20

20

20

20
to 20

to 20

to 20

to 20
,2

l,2

l,2

l,2

l,2

l,2
ok li,2

r,
r

r
ok li,

ok li,

ok li,

ok li,
i

be

be
ri

ri

ri

ri

ri
ar

ar

ar

ar

ar
ju

ju

ju

ju

ju
ap

ap

ap

ap

ap
nu

to
ja

ja

ja

ja

ja

Beras Pedagang Linear (Beras Pedagang )


Gambar 5.8 Kurva Trend Harga Beras Tingkat Pedagang
Gambar diatas memberikan informai bahwa harga beras tingkat pedagang cendrung
meningkat, hal ini dibuktikan dengan nilai trend coefficient yang positif. Berdasarkan
publikasi BPS (2023) harga beras tingkat pedagang meningkat sebesar 0.43 %. Kenaikan
harga beras ini disebabkan oleh permintaan beras yang tinggi, siklus musiman karena
berakhir masa panen di beberapa sentra produksi .
Koefisien trend pada harga beras ditingkat penggiling dan pedagang memiliki trend
positif, ini menggambarkan bahwa akan terjadi peningkatan secara terus menerus pada
62

masa yang akan datang. Temuan ini sama dengan penelitian Sri Era Wati (2017), bahwa
harga beras menunjukkan bahwa arah perkembangan harga beras menunjukkan pada suatu
arah kenaikan untuk setiap tahunnya. Harga gabah di Indonesia baik tingkat petani maupun
tingkat penggiling memiliki tingkat harga yang lebih rendah daripada tingkat harga beras
baik tingkat penggiling maupun tingkat pedagang di Indonesia. Hal ini senada dengan
pernyataan Ariyani (2012) bahwa harga gabah untuk produsen lebih murah dibandingkan
harga untuk konsumen. Hal ini timbul sebab adanya sistem pengolahan atau peralihan
gabah menjadi beras yang memerlukan anggaran produksi.
Banyak faktor yang diduga menjadi penyebab fenomena ini salah satunya adalah
kebijakan pemerintah terkait stabilisasi harga beras. Pemerintah tertarik membuat
peraturan guna mewujudkan tata niaga beras yang adil dengan menerbitkan Peraturan
Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri Pertanian
(Permentan) tentang Penetapan Harga Eceran Maksimal Beras Kualitas beras grade No 31
Tahun 2017 . Peraturan Permendag 57 mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) Produk
Beras Tahun 2017 memperhitungkan sistem anggaran yang normal dalam hal anggaran
produksi, penyaluran, manfaat bagi semua pelaku dan anggaran lainnya. Penentuan
besaran HET wajib sebagai referensi untuk semua pelaku usaha dalam penjualan beras di
jenjang pengecer.

5.4 Perilaku Musiman

5.4.1 Variasi Harga Musiman Gabah


Sebagaimana dibahas dalam metode penelitian, pola musiman harga gabah di
Indonesia dianalisis dengan konstruksi indeks variasi musiman sebagaimana dikemukakan
oleh Arias et al. (2009). Umumnya, indeks variasi musiman (SVI), serta Batas Bawah dan
Atas Keyakinan (LCL dan HCL) bervariasi antara bulan dan pada tingkat harga yang
berbeda, namun SVI tertinggi sering terjadi pada awal dan akhir tahun yaitu dari Januari
hingga Februari dan September hingga Desember. Harga musiman harga gabah disajikan
dalam tabel 5.7:
63

Tabel 5.7 Indeks Musiman Harga Gabah ditingkat Petani dan ditingkat Penggiling
Indeks Musiman tingkat Petani Indeks Musiman tingkat Penggiling
GKP GKG GKP GKG
LCR SVI HCL LCR SVI HCL LCR SVI HCL LCR SVI HCL
100. 108,3 102,2 104,9 100,0 108,2 101,9 104,8 106,8
Jan 111.09 106,99 110,89
1 5 8 7 1 0 2 1 8
97.7 104,8 101,9 105,0 104,8 101,6 105,0 107,4
Feb 109.05 107,52 97,67 108,93
3 9 6 4 7 4 3 8
92.1 100,6 101,1 100,6 101,2 106,4
Mar 97,14 103.99 106,41 92,09 97,13 103,86
3 1 4 2 3 6
90.7 105,0
Apr 93,10 96.90 96,33 96,49 104,66 90,65 93,20 96,87 96,07 96,57
5 2
94.4 102,0 101,6 103,2
Mei 94,44 97.38 97,82 103,12 94,36 94,51 97,66 97,82
8 8 5 0
95.3 102,6 102,6 107,7
Juni 96,89 102.69 99,58 107,88 95,29 96,93 99,50 99,63
9 9 6 3
94.4 100,7 100,3 101,2
Juli 96,20 100.87 96,95 100,61 94,35 96,17 100,82 97,10
5 1 5 8
100,9 100,8
Ags 95 98,20 101.49 97,89 99,59 94,80 98,14 101,27 97,88 99,75
6 8
98.0 100,6 101,5 100,7 101,0
Sep 103.04 98,66 99,47 97,94 103,14 98,72 99,81
6 5 5 1 9
100. 101,8 102,0 100,8 101,9 101,6
Okt 101.43 99,39 99,76 101,76 99,31 99,94
9 1 9 6 8 4
No 102. 103,0 103,2 100,5 102,2 102,9 102,8 100,4
99.47 98,03 99,42 98,37
v 5 2 2 1 3 6 6 8
105. 105,3 103,4 101,5 104,9 105,2 102,8 101,4
Des 100.62 98,86 100,65 99,01
2 1 5 6 0 0 7 1
Sumber : Data Sekunder Diolah, (2023)
Keterangan :
HCL : Batas Atas
SVI : Standar Variasi Musiman
LCR : Batas Bawah
Perubahan harga musiman dapat terjadi secara teratur dalam setiap tahun. Dapat
dilihat dari tabel bahwa variasi dalam indeks musiman tidak terlalu besar, tidak seperti
komoditas yang mudah rusak seperti cabai (Khunt et al., 2006). Secara umum dapat
disimpulkan bahwa hampir semua tingkat harga yang diteliti memiliki perilaku musiman
yang sama dengan nilai SVI yang relatif sama, berkisar antara 93% hingga 111%. Ini juga
di tunjukkan dengan trend yang negatif, nilai SVI lebih besar dari koefisie trend. Hal ini
berarti bahwa terdapat kenaikan dan penurunan harga yang relatif kecil. Nilai SVI
terendah terjadi pada bulan Maret hingga Agustus untuk harga GKP, sedangkan untuk
harga GKG nilai SVI terendah terjadi pada bulan April hingga Oktober dimana nilai SVI
berada dibawah 100. Hal ini mengindikasikan bahwa harga gabah berada di bawah rata-
rata selama pengamatan. Seperti yang telah dijelaskan pada bab empat terkait dengan
produksi padi di Indonesia bahwa bulan April hingga Agustus merupakan musim panen,
sehingga volume produksi gabah meningkat mengakibatkan harga menjadi turun.
SVI lebih dari 100 sangat menguntungkan bagi petani karena SVI yang tinggi juga
mengimplikasikan harga gabah yang tinggi. Kondisi ini tentunya akan berkaitan dengan
64

risiko harga yang dihadapi oleh petani. Secara teoritis, SVI yang rendah seharusnya
mendorong konsumen untuk mengkonsumsi beras lebih banyak begitupun sebaliknya.

1. Variasi Musiman Harga GKP tingkat Petani


Berikut ini disajikan gambar variasi harga musiman GKP tingkat petani:
120

100

80

60
LCR
SVI
40
HCL

20

er

er

er
i

er
s
i

ar

et

l
ar

u
i

b
ei

b
li
ri

b
st

em
ar
ru

em
Ju
u

Ju

to
u
n

te
M
eb

k
Ja

es
ep
A

o
F

D
N
S

Gambar 5.2 Kurva Indeks Variasi Harga GKP ditingkat Petani


Untuk GKP ditingkat petani. SVI kurang dari 100 terjadi pada bulan Maret hingga
Agustus. Dengan nilai terendah terjadi pada bulan April yaitu 93.10. Sedangkan untuk
untuk SVI tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 108.35. Dari gambar diatas
memberikan informasi bahwa bulan Januari hingga Februari dan bulan September hingga
Desember merupakan musim harga GKP tertinggi pada tingkat petani. Senada dengan hasil
temuan Deni (2021) bahwa Penanaman dilakukan 2,5 kali dalam setahun sesuai dengan
kondisi iklim Periode mula-mula pada bulan Januari, periode kedua pada bulan Juni, dan
periode ketiga pada bulan November. Petani memperdagangkan gabah mutu GKP dalam
kuantitas banyak, biasanya karena terbatasnya ruang penjemuran dan pencadangan
perolehan panen, tidak adanya sarana pengering, unsur iklim, dan keperluan dana kegiatan
yang mendesak.
2. Variasi Musiman Harga GKG tingkat Petani
Variasi musiman harga GKG tingkat petani disajikan pada gambar berikut ini:
65

110
108
106
104
102
100
LCR
98 SVI
96 HCL
94
92
90

er

er

er
i

er
s
i

ar

et

l
ar

b
i

b
ei

li
ri

b
n

st

em
ar
ru

em
Ju
u

to
Ju

u
n

te
M

A
eb

k
Ja

es
ep
A

o
F

D
N
S
Gambar 5.3 Kurva Indeks Variasi Harga GKG ditingkat Petani
Berdasarkan kurva SVI GKG pada tingkat petani kurang dari 100 terjadi pada
bulan April hingga Oktober dengan nilai SVI terendah terjadi pada bulan April yaitu 96.49.
Dan SVI tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu 105.04. Ini berarti bahwa bulan Januari
hingga Maret dan bulan November hingga Desember merupakan musim harga tertinggi
GKG ditingkat petani. Tinggi rendahnya harga tentu dipengaruhi oleh jumlah
produktivitas. Hal ini sesuai dengan hasil publikasi yang BPS (2021) bahwa rata–rata
harga gabah tertinggi di tingkat penggilingan untuk kualitas GKG, GKP dan gabah luar
kualitas terjadi di Januari . Rata–rata harga terendah untuk kualitas GKG dan GKP terjadi
di April, sedangkan gabah luar kualitas terjadi di Juli.
Hasil temuan Okta (2019), harga gabah di bulan Maret dan April, harga gabah dan
volume pembelian beras relatif besar, karena sedang periode panen besar. Dalam bulan
seterusnya yaitu bulan Juni hingga Oktober masih terdapat pendapatan pembelian gabah
dan beras, tetapi penurunan pendapatan pembelian tidak sebesar bulan sebelumnya. Pada
bulan November dan Desember nyaris tidak ada persediaan beras, sebab bukan periode
panen, dan petani tidak menanam padi, atau hanya sedikit orang yang menanam padi.
Tidak ada pembelian pada bulan Januari dan Februari karena periode tanam padi akan
dimulai pada bulan tersebut.
3. Variasi Musiman Harga GKP tingkat Penggiling
Variasi musiman harga GKP tingkat penggiling disajikan pada gambar berikut:
66

120

100

80

60 LCR
SVI
40 HCL

20

er

er

er
0
i

er
s
i

ar

et

u
ar

b
i
ei

li
ri

b
n

st

em

em
ru

ar

Ju
u

to
M

Ju

u
n

te
M

A
eb

v
Ja

es
ep
A

o
F

D
N
S
Gambar 5.4 Kurva Indeks Variasi Harga GKP tingkat Penggiling
SVI GKP ditingkat penggiling kurang dari 100 terjadi pada bulan Maret hingga
Agustus dengan nilai terendah terjadi pada bulan April yaitu 93.2. Sedangkan nilai SVI
tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 108. Gambar diatas memberikan informasi bahwa
bulan Januari hingga Februari dan bulan September hingga Desember merupakan musim
harga tertinggi pada GKP ditingkat penggiling. BPS (2021) mengungkapkan bahwa
persentase kasus harga gabah di bawah HPP relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh turunnya permintaan dibandingkan tahun sebelumnya
akibat panen raya di Maret - Juli, terutama April sehingga stok melimpah yang
menyebabkan harga jatuh sampai di bawah HPP.
4. Variasi Musiman Harga GKG tingkat Penggiling
Berikut ini disajikan gambar variasi harga musiman GKG tingkat Penggiling:
110
108
106
104
102
100 LCR
98 SVI
96 HCL
94
92
r

r
e

e
ri

r
s

90
ri

e
t

b
l

b
a

i
re

i
ri

li
a

b
st

m
n
e

m
ru
u

Ju

to
p

M
a

Ju

te

e
n

se
b

v
Ja

e
A

o
F

D
N
S

Gambar 5.5 Kurva Indeks Variasi Harga GKG tingkat Penggiling


Rata – rata SVI GKG ditingkat penggiling sebesar 100, dimana SVI dibawah 100
terjadi pada bulan April hingga Oktober. Sedangkan nilai SVI tertinggi terjadi pada bulan
Januari hingga Maret dan bulan November hingga Desember. Puncak musim harga
tertinggi terjadi pada bulan Januari hingga Februari dengan nilai SVI sebesar 105. Senada
dengan hasil temuan Taufan (2011), s istem tanam dan masa sentra produksi padi yang ditinjau
adalah kemampuan periode tanam antara 4 bulan sampai 4,25 bulan, dan persemaian dimulai
dari awal Oktober. Hal ini mengakibatkan SVI pada bulan Oktober berada di bawah 100.
67

Anonimous (2008) berpendapat bahwa industri pelayanan kilang padi biasanya tidak buka
penuh sepanjang tahun atau musiman, sebab gabah tidak tersedia sepanjang tahun.
Aktivitas upaya pelayanan kilang padi hanya dilakukan pada periode panen dan bulan-
bulan sesudahnya, tergantung banyak perolehan panen di daerah sekeliling kilang padi.
Dengan demikian, hari kerja tahunan kilang padi ditentukan oleh perolehan dan frekuensi
panen daerah sekitarnya. Di luar periode panen, pemilik dan buruh pelayanan kilang padi
kebanyakan menghabiskan waktunya untuk aktivitas lain, seperti bercocok tanam dan
berdagang.
Sistem tanam padi yang nyaris bersamaan pada beberapa periode berdampak pada
kapabilitas cadangan pada saat panen dan kekurangan pada saat paceklik. Gejala panen
raya sering berujung pada jatuhnya harga pangan akibat lonjakan produksi. Oleh karena
itu, jenjang harga pada periode panen relatif murah dan berangsur-angsur melonjak
menjelang periode panen berikutnya. Secara umum volatilitas harga di jenjang petani
benar-benar dipengaruhi oleh aspek periode dan mutu produksi gabah. Kecenderungan
harga gabah pabrik umumnya menjadi petunjuk adanya naik-turun harga gabah petani dan
pasokan beras cadangan selama periode tertentu.
Selain dampak musim, tren tingginya harga gabah di jenjang petani dan jenjang
pengolahan di tiap daerah umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti mutu gabah
yang dipanen, tingkat kapasitas produksi yang dimiliki, dan sulitnya akses panen. Biaya
transportasi yang besar dan volume perdagangan yang tinggi dengan daerah lain membuat
berkurangnya pasokan pasca panen. Rendahnya harga pangan terutama dipengaruhi oleh
mutu pangan dan periode panen.
Pasar gabah sungguh dipengaruhi oleh sifat produksi beras (panen), sifat produk
gabah, dan keunikan petani. Pertama, produksi padi berupa musiman dan peka akan
ancaman lingkungan (penyimpangan iklim dan hantaman wereng dan kelainan), sehingga
pasokan pangan berfluktuasi secara teratur (dan dapat diperkirakan) selaras periode dan
ketidakteraturan dampak batal panen imbas bahaya lingkungan (Accidental) volatilitas .
Kedua, kekuatan tawar petani beras pada penjualan gabah rendah, selisih kuantitas
pemasaran biasanya sedikit, kemampuan penyimpanan gabah kurang, dan tekanan
permintaan likuiditas tinggi
Safitri dan Yulianto (2019) mengungkapkan bahwa Perbandingan masa tanam
disebabkan situasi air yang buruk, keadaan tanah yang tidak datar, fasilitas dan
infrastruktur yang terbatas, kurangnya kemampuan aktivitas, dan petani mengikuti masa
68

tanam berikutnya. Budidaya yang tidak bersamaan sepertinya karena keterbatasan fasilitas
dan infrastruktur serta kurangnya kemampuan kerja.

5.4.2 Variasi Harga Musiman Beras


Perilaku musiman harga dan produksi tanaman pertanian terjadi secara teratur
setiap tahun. Perubahan ini mungkin disebabkan oleh musim dalam produksi, fasilitas
penyimpanan yang buruk, kurangnya daya tahan petani dan kurangnya fasilitas transportasi
yang cepat. Musiman ini relatif lebih sedikit terjadi pada barang-barang yang tidak mudah
rusak seperti beras. Indeks per bulan dikalkulasi dan disajikan dalam tabel 5.8

Tabel 5.8 Indeks Musiman Harga Beras ditingkat Penggiling dan ditingkat Pedagang
Indeks Musiman Beras ditingkat Penggiling Indeks Musiman Beras
ditingkat Penggiling
Premium Medium
LCR SVI HCL LCR SVI HCL LCR SVI HCL
Januari 97,4 103 104 97,9 104 105 96,44 100,9 102,8
Februari 97,2 103 104 97,3 104 106 96,37 101,2 102,9
Maret 97 101 104 93,7 101 106 95,73 100,6 103,01
April 96,3 98,9 104 93,1 98,3 104 95,35 99,83 103,12
Mei 97,5 98,9 102 94,6 98 102 95,49 99,59 102,38
Juni 97,6 99 102 94,6 97,8 102 95,49 99,42 101,81
Juli 96,9 98,7 103 94,1 97,6 100 95,34 99,39 101,71
Agustus 97,5 98,9 103 94,9 97,8 100 95,04 99,25 101,71
September 97,8 99,1 102 94,9 98,8 101 95,63 99,38 101,51
Oktober 98,2 99,3 101 98,1 99,9 102 96,21 99,67 101,5
November 98,5 99,8 100 99,8 101 101 97,15 100 101,43
Desember 102 101 101 102 102 101 98,59 100,7 101,48
Sumber : Data Sekunder Diolah, (2023)
Keterangan :
HCL : Batas Atas
SVI : Standar Variasi Musiman
LCR : Batas Bawah
Variasi musiman adalah komponen lain dari deret waktu yang mencerminkan
frekuensi aktivitas di atas rata-rata dan di bawah rata-rata sepanjang tahun. Dalam harga
69

beras, harga rill untuk beberapa bulan biasa lebih tinggi dari rata-rata, hal ini ditunjukkan
dengan nilai SIV lebih besar dari 100. Tabel diatas memberikan informasi bahwa periode
puncaknya terjadi pada bulan Desember hingga Maret. Harga umumnya rendah terjadi
pada bulan April hingga November kemudian mengalami peningkatan pada bulan
Desember hingga Maret. Pada bulan Juli mengalami tren penurunan dibuktikan dengan
nilai SVI yang paling rendah selama sepanjang tahun. Hal ini dikarenakan melimpahnya
jumlah produksi beras pada bulan tersebut mengakitbatkan terjadinya penurunan harga.
Senada dengan hasil survei BPS (2021) bahwa jumlah total observasi harga beras
persentase tertinggi terjadi di bulan Januari, Februari dan bulan Desember. Hal ini
disebabkan pada awal tahun sudah mulai panen dan stok gabah sudah mulai masuk ke
penggilingan. Sedangkan pada bulan April hingga Agustus petani masih dalam masa tanam
padi sehingga stok gabah yang masuk ke penggilingan mengalami penurunan.
Hasil temuan Rizka (2018), Walaupun naik-turun harga yang kecil, perubahan
harga musiman tetap ada, terutama sewaktu sepanjang panen besar. Oleh karena itu,
strategi pengurangan impor beras untuk menjaga petani dalam negeri perlu diimbangi
dengan pengelolaan penyaluran cadangan yang efektif sebagai tindakan untuk
memperkirakan volatilitas harga. Pengelolaan alokasi suplai dapat dilakukan dengan
menetapkan sistem produksi, sistem tanam dan membangun areal produksi baru sebagai
daerah penyangga. Upaya ini diikuti dengan pembaharuan mekanisme penyediaan, pasca
panen dan struktur dagang, khususnya untuk meredam kerugian hasil.
5. Variasi Musiman Harga Beras Premium tingkat Penggiling
Variasim musiman Harga Beras Premium tingkat Penggiling disajikan pada gambar
5.6
106

104

102

100
LCR
98
SVI
96 HCL

94

92
r

r
i

us

be

be
e

be
ar

et

il

ni
ei

li

ob
n

pr

st
ar

em
ru

em
Ju
Ja

Ju

gu

kt
A
M

te
eb

ov

es
O
ep
A
F

D
N
S

Gambar 5.6 Kurva Indeks Variasi Harga Beras Premium


70

Pada gambar 5.6 SVI harga beras premium lebih dari 100 terjadi pada bulan
Januari hingga Maret kemudian pada bulan Desember sedangkan nilai terendah terjadi
pada bulan Juli dengan nilai 98.7 dan nilai SVI tertinggi terjadi pada bulan Januari hingga
Februari yaitu 103. Data diatas menjelaskan bahwa beras premium sangat dipengaruhi oleh
musim, dimana musim tentunya mempengaruhi ketersediaan beras itu sendiri. Dengan
kondisi yang demikian mengakibatkan adanya fluktuasi harga.
Menurut publikasi BPS (2021), harga terendah beras kualitas premium adalah
Rp6.300,00 per kg yang terjadi pada Juli dan Agustus, untuk kualitas beras medium
sebesar Rp5.900,00 per kg yang terjadi pada bulan Juli, dan beras luar kualitas sebesar
Rp6.000,00 per kg yang terjadi pada Juni. Sihono (2007) Dalam kajiannya tentang selisih
harga beras pasca krisis ekonomi Indonesia, ia menyimpulkan bahwa periode juga
memiliki dampak yang relevan tentang harga beras, sebab hasil panen padi akan lebih baik
pada periode kemarau dibandingkan periode hujan. Senada dengan itu, hasil temuan Lim
(2010), kualitas beras hasil giling cenderung kurang baik karena kekurangan ketersediaan
air (memasuki musim kemarau), sehingga harga beras cenderung rendah.

6. Variasi Musiman Harga Beras Medium tingkat Penggiling


Berikut disajikan variasi musiman harga beras medium tingkat penggiling:
110

105

100

LCR
95 SVI
HCL
90
r

r
e

e
ri

e
s

e
ri

b
tu

b
t

85
a

b
re

i
a

m
i
ri

m
li
ru

n
e

to
s
u

u
a

u
u

te

e
n

k
M

J
A

v
g
J

s
a

p
e

e
o
A
J

D
N
S

Gambar 5.7 Kurva Indeks Variasi Harga Beras Medium


SVI harga beras medium yang kurang dari 100 terjadi pada bulan April hingga
Oktober, dimana nilai SVI terendah terjadi pada bulan Juli dengan nilai 97.6 sedangkan
nilai SVI yang lebih dari 100 terjadi bulan Januari hingga Maret dan November hingga
Desember. Nilai SVI tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Februari yaitu sebesar 104.
Publikasi BPS (2021), jika dilihat dari rata-rata harga dari bulan Januari sampai Desember,
rata-rata harga tertinggi untuk kualitas premium, sebesar Rp9.780,19 per kg dan kualitas
medium sebesar Rp9.404,74 terjadi pada Januari, sedangkan luar kualitas sebesar
Rp9.145,73 per kg terjadi pada Februari. Kondisi ini disebabkan karena pada bulan Januari
dan Februari permintaan meningkat karena ada momentum Tahun Baru Masehi dan Tahun
71

Baru Imlek. Rata-rata harga terendah untuk semua kualitas yaitu premium sebesar
Rp9.401,61 per kg, medium sebesar Rp8.886,90, dan luar kualitas sebesar Rp8.481,43
terjadi pada bulan Juli. Hal ini karena kualitas gabah sebagai bahan baku beras kurang
bagus sehingga beras yang dihasilkan juga tidak cukup baik. Harga akan cenderung naik
ketika kualitas beras yang dihasilkan juga meningkat seperti warna yang putih bersih, tidak
banyak beras patah.
7. Variasi Musiman Harga Beras ditingkat Pedagang
Variasi musiman harga beras tingkat pedagang disajikan pada gambar di bawah ini:
104

102

100

98
LCR
96
SVI
94 HCL

92

r
R
e

e
ri

e
s
ri

b
90
u
t

b
l

e
a

re

i
i
a

ri

m
li

st

m
b
ru

n
e
u

Ju
p
a

to
Ju

te

se
n

v
Ja

k
p
e

e
o
A
F

O
e

D
N
S

Gambar 5.8 Kurva Indeks Variasi Harga Beras di tingkat Pedagang


Nilai SVI di atas memberikan informasi bahwa pada bulan Januari hingga Maret
dan Desember merupakan nilai SVI diatas 100. Hal ini dikarenakan volume produksi yang
rendah menyebabkan harga menjadi meningkat. Salah satu penyebab peningkatan harga
beras adalah kuatnya permintaan beras. Kedua, siklus periode akibat berakhirnya panen di
sejumlah sentra produksi. Sedangkan nilai terendah tampak pada bulan Agustus sebesar
99,3. Senada dengan penelitian Anandyani (2021), Harga beras diperkirakan paling rendah
terjadi pada bulan Agustus. Hal ini didukung dengan publikasi BPS (2020), dari segi
produksi, produksi padi tahun 2020 memiliki kecenderungan yang serupa dengan tahun
2019, dan produksinya melonjak signifikan sejak musim panen pada bulan Maret dan
Agustus. Bulan dengan produksi beras tertinggi pada tahun 2020 adalah April dengan
produksi 5,6 juta ton, sedangkan bulan dengan produksi terendah adalah Januari dan
Desember dengan produksi 930.000 ton.Harga beras di tingkat pengecer/agen beras di
pasar lokal disebabkan oleh faktor-faktor berikut: kuantitas beras yang diserap pedagang
pada saat panen besar atau paceklik, mutu beras, dampak harga saat BULOG mengadakan
pembedahan pasar, permintaan konsumen dan alternatif untuk membeli beras
Hasil penelitian ini juga sama dengan Vira (2021) bahwa Harga beras cenderung
naik mendekat penghujung tahun (November-Desember) dan permulaan tahun (Januari-
Februari) karena permintaan beras pada waktu tersebut melonjak dibandingkan bulan-
72

bulan lainnya. Kestabilan harga pangan dipengaruhi oleh masa panen dan hari raya besar
keagamaan. Harga beras yang berlangsung di pasar bersumber pada perolehan investigasi
dan perbincangan dengan petani produsen dan instansi penjualan yang tidak memahami
harga eceran maksimum beras yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Perdagangan No. 57
Tahun 2017, sehingga tidak ada perbandingan antara harga pemerintah dan pasar yang
berlaku Perbedaan harga antar harga.

5.5 Korelasi Harga Gabah dan Beras di Indonesia


Sebagaimana dibahas pada bagian metode penelitian sebelumnya, penelitian ini
menggunakan analisis korelasi harga untuk menguji dan mengetahui adanya integrasi antar
harga gabah dan beras, semakin tinggi koefisien korelasi maka harga gabah dan beras
semakin terintegrasi. Hasil analisis korelasi harga gabah dan beras disajikan pada tabel 5.9
Tabel 5.9 Korelasi harga gabah dan beras di Indonesia
Gabah tingkat Gabah tingkat Beras tingkat
Petani Penggiling Penggiling Beras tingkat
GKP GKG GKP GKG Premium Medium Pedagang

GKP 1
Gabah tingkat -----
Petani GKG 0.821154 1
10.958*** -----
GKP 0.952838 0.759464 1
Gabah tingkat 23.911*** 8.891*** -----
Penggiling GKG 0.798381 0.978562 0.795412 1
10.098*** 36.186*** 9.995*** -----
0.540051 0.520558 0.538248 0.537101 1
Premium
Beras tingkat 4.887*** 4.643*** 4.864*** 4.849*** -----
Penggiling 0.593137 0.492657 0.573347 0.492147 0.916595 1
Medium
5.611*** 4.311*** 5.329*** 4.306*** 17.46*** -----
0.438779 0.241558 0.492241 0.296606 0.7445 0.7292 1
Beras tingkat Pedagang
3.719*** 1.896** 4.307*** 2.365** 8.49*** 8.11*** -----
73

Sumber : Data Sekunder Diolah, (2023)


Keterangan:
** (0.05; 1.671) = signifikan pada taraf kepercayaan 95%
*** (0.01; 2.390) = signifikan pada taraf kepercayaan 99%
Permasalahan tentang harga gabah dan beras pada tingkat masing-masing harga
apakah harga tersebut itu saling berkaitan dapat dijawab dengan mempelajari korelasi antar
harga tersebut. Korelasi ini juga menggambarkan integrasi pasar gabah dan beras di
Indonesia. Integrasi pasar menjelaskan hubungan antara dua pasar yang berbeda, dan
dianggap terintegrasi jika harga di kedua pasar ditentukan secara saling bergantung. Ini
mengacu pada situasi di mana arbitrase mendorong harga di banyak pasar untuk bergerak
bersama. Konsep ini juga dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi pemasaran. Tingkat
integrasi pasar diukur dengan seberapa dekat harga di pasar yang berbeda secara spasial
bergerak bersama.
Pada tabel 5.9 disajikan koefisien korelasi berpasangan antar harga gabah dan beras
pada tingkat harga yang telah ditentukan berkisar antara 0.241 – 0.978. Sedangkan nilai t hit
yaitu 1.12- 11.47, nilai tersebut lebih besar dari nilai t tabel yaitu 1.671 – 2.390. Dengan
demikian dapat diketahui bahwa terdapat korelasi antar harga beras dan gabah. Hubungan
antara kedua marjin ini sangat kuat dan signifikan, seperti yang telah ditunjukkan bahwa
nilai uji-t yang signifikan pada tingkat signifikansi yang telah di tentukan. Hubungan yang
kuat ini juga mengindikasikan bahwa jika terjadi kenaikan harga beras maka akan diikuti
dengan peningkatan harga gabah. Beras dan gabah memiliki pasar atau konsumen yang
sama sehingga harga dimasing-masing tingkat akan saling mempengaruhi.
Pasar beras dipengaruhi oleh perkembangan harga pasar beras itu sendiri pada
tahap awal, dan harga gabah pasar cenderung akan mempengaruhi harga beras pada masa
singkat. Hal ini memperlihatkan bahwa peningkatan atau depresiasi harga pasar gabah
dalam waktu singkat akan mempengaruhi harga yang terjadi di pasar beras. Pasar akan
berperan secara efektif jika dapat menggunakan seluruh penjelasan yang tersaji. Kondisi
ini memperlihatkan bahwa pasar yang terbentuk antara harga beras dan gabah adalah pasar
persaingan sempurna.
Hasil penelitian Vira (2021) bahwa harga gabah kering panen berpengaruh positif
terhadap harga beras di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena harga gabah kering
panen merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menetapkan Harga Pembelian
Pemerintah (HPP) beras. Sehingga ketika harga gabah kering panen meningkat maka harga
beras akan meningkat sebab hal tersebut dijadikan pertimbangan untuk penetapan harga
dasar beras oleh instansi-instansi terkait. Hasil analisis tersebut sesuai dan mendukung
74

penelitian yang telah dilakukan oleh Reny Oktavia (2016), bahwa harga gabah
berpengaruh signifikan terhadap harga beras di Indonesia dengan korelasi positif, artinya
ketika harga gabah naik maka harga beras akan ikut naik.
Sejak tahun 2001, pemerintah memiliki peraturan HPP untuk beras dan beras
merah. Pemerintah secara teratur menerapkan peraturan HPP untuk menjajarkan
peningkatan nilai input dan inflasi. Harga pembelian beras merah kering (GKP) dengan
takaran air sebanyak-banyaknya 25% dan porositas sebanyak-banyaknya 10% untuk panen
di dalam negeri melalui Perpres No. 5 Tahun 2015. Kebijakan harga lain yang juga
diterapkan di Indonesia adalah harga eceran beras (HEB). Pemerintah tidak akan berbuat
banyak untuk menstabilkan harga beras di pasar dalam negeri karena akan mengurangi
kemampuan beli masyarakat dan pada akhirnya memicu ketidakstabilan ekonomi dan
politik.Pengendalian harga eceran beras biasanya dilakukan pada saat produksi beras
berkurang Berdampak pada berkurangnya cadangan beras di tingkat pasar, merangsang
naiknya harga beras.. Hasil temuan Tinjung (2020), HPP (Harga Pembelian Pemerintah)
gabah berkorelasi dengan HEB (Harga Eceran Beras) tetapi tidak berkorelasi dengan
produktivitas. Senada dengan penelitian Saputra et al. (2014) menyatakan bahwa interaksi
antara harga pengadaan pemerintah (harga GKP dan GKG) dan HEB bersifat searah.

5.6 Faktor Yang Mempengaruhi Harga Beras


Analisis ini dimasukkan untuk mengetahui pengaruh jumlah produksi beras
terhadap perubahan harga beras. Adapun model regresi yang digunakan adalah sebagai
berikut:
Yt = β0 + β1 X1,t + et
Berikut merupakan hasil pengolahan data menggunakan SPSS:
Tabel 5.10 Hasil Regresi Linier Sederhana

Model Unstandardized Standardized t Sig.


Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 3.055 2.136 1.615 .000
1 Jumlah
.019 .028 .091 .699 .488
Produksi
a. Dependent Variable: Harga Beras
Berdasarkan hasil analisis regresi linier pada table diatas diperoleh koefisien untuk
variable harga (X) sebesar 0.19 dan konstanta sebesar 3.055 sehingga model persamaan
regresi yang di peroleh adalah:
Y = 3.055 + 0.19X1 + e
75

Koefisien regresi linier berganda variabel produksi beras positif yaitu sebesar 0.19,
hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan produksi beras maka akan meningkatkan
perubahan harga sebesar 0.19 rupiah.
5.6.1 Uji Simultan ( Uji F )
Untuk mengetahui pengaruh simultan semua variable independen terhadap variabel
dependen digunakan uji F. pada penelitian ini uji F di lakukan dengan bantuan program
SPSS dengan taraf signifikan 5% atau 0.05. Jika Fhitung > Ftabel dan nilai probabilitas
signifikan lebih kecil dari 0,05 maka model regresi dikatakan signifikan. Sedangkan jika
Fhitung < Ftabel dan nilai probabilitas signifikan lebih besar dari 0,05 maka model regresi
dikatakan tidak signifikan (Ghozali,2005:84). Dengan taraf signifikan sebesar 0,05, df1
(N1) = k-1 = 2-1 = 1 dan df2 (N2) = n – k = 60 – 1 = 59, dimana k adalah jumlah variabel
dan n adalah jumlah sampel, makan dapat di tentukan F tabel pada penelitian ini adalah
4.004. Berikut ini adalah hasil uji simultan (uji F):

Tabel 5.11 Hasil Uji Simultan (Uji F)


Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 36.531 1 20.531 4.880 0.000b
1 Residual 43.402 58 4.231
Total 43.933 59
a. Dependent Variable: Harga Beras
b. Predictors: (Constant), Jumlah Produksi
Sumber: Data primer yang diolah SPSS (2023)
Berdasarkan hasil output tabel SPSS di atas di peroleh nilai F hitung sebesar 4.880
dimana lebih besar dari Ftabel 4.004 dan nilai probabilitas signifikan 0,000 < 0,05, sehingga
model regresi dapat dipakai untuk memprediksi variabel harga, dengan kata lain terdapat
pengaruh jumlah produksi terhadap perubahan harga beras di Indonesia.
5.6.2 Uji Parsial (Uji t)
Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
secara mandiri digunakan uji parsial atau uji t. pada penelitian ini uji t dilakukan dengan
bantuan program SPSS dengan taraf signifikan 0,05. Jika taraf signifikan lebih kecil dari
0,05 maka model regresi dikatakan signifikan (Ghozali 2011:32). Dengan taraf signifikan
0,05 df = n – k = 60 – 2 = 58, dimana k adalah jumlah variabel dan n adalah jumlah
sampel, makan dapat di tentukan ttabel pada penelitian ini adalah 2.00172. Berikut ini adalah
hasil uji parsial (uji t):
76

Tabel 5.12 Uji Parsial (Uji t)

Model Unstandardized Standardized t Sig.


Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 3.055 2.136 1.615 .000
1 Jumlah
.019 .028 .091 2.690 .048
Produksi
a. Dependent Variable: Harga Beras
Sumber: Data primer yang diolah SPSS (2023)
Berdasarkan hasil output tabel SPSS di atas di peroleh nilai thitung variabel Harga
(X1) 2.690 yang lebih besar dari ttabel 2.00172. dengan nilai probabilitas signifikan 0.048 <
0,05 sehingga variabel jumlah produksi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
perubahan harga beras di Indonesia.

5.6.3 Uji R-Square (R2)


Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variable independen terhadap variabel
dependen. Untuk mengetahui hal tersebut peneliti menggunakan bantuan program SPSS
untuk melakukan uji R- Square (R2), berikut merupakan hasil uji R- Square (R2):
Tabel 5.13 Hasil Uji R-square (R2)
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the
Estimate
1 .091a .712 .070 2.335
a. Predictors: (Constant), Jumlah Produksi
Sumber: Data primer yang diolah SPSS (2023)
Dari tabel di atas dapat di lihat nilai R2 0.710, dengan demikian dapat di tarik
kesimpulan bahwa pengaruh yang di berikan oleh variabel jumlah produksi beras terhadap
perubahan harga beras di Indonesia adalah sebesar 71.2% sedangkan sisanya 28.8%
dipengaruhi oleh variabel lainnya di luar model.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 4.880 dimana lebih besar
dari Ftabel 4.004 dan nilai probabilitas signifikan 0,000 < 0,05, sehingga sehingga model
regresi dapat dipakai untuk memprediksi variabel harga. Dapat dilihat variabel tersebut
saling beriringan dalam memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap perubaan
harga beras di Indonesia, dengan demikian apabila terjadi peningkatan jumlah produksi
sebesar satu satuan maka akan menambah harga sebesar 0.190 satuan. Hasil penelitian ini
77

didukung oleh penelitian yang di lakukan oleh (Nursakinah, 2020) yang menyatakan,
secara simultan variable jumlah produksi, kualitas padi mempengaruhi harga dan
pendapatan secara signifikandan secara signifikan.

VI. SIMPULAN DAN SARAN


6.1 Simpulan
1. Variasi harga gabah dan beras di Indonesia memiliki fluktuasi yang rendah.
2. Harga gabah di tingkat petani dan pabrik serta trend harga beras di tingkat
penggiling dan pedagang semuanya positif. Hal ini menunjukkan bahwa harga
gabah dan beras akan mengalami tren kenaikan di masa mendatang
3. Harga beras dan gabah di Indonesia mengikuti variasi harga musiman. Rata-rata
harga gabah dan beras tinggi pada awal dan akhir tahun.
4. Harga beras dan gabah memiliki hubungan keeratan yang kuat pada masing-masing
tingkat harga.
5. Jumlah produksi beras mempengaruhi harga beras di Indonesia.

6.2 Saran
1. Studi lanjutan diperlukan untuk mengidentifikasi faktor lain yang terkait dengan
perilaku harga gabah dan beras di Indonesia untuk membantu atau
menyempurnakan temuan studi ini dan studi sebelumnya..

2. Tetap menjalankan fungsi operasi pasar dan peraturan lain terkait stabilisasi harga
gabah dan beras, mengoptimalkan fungsi pasar, dan menurunkan harga beras di
pasar dalam negeri. Saat menerapkan strategi operasi pasar, perhatian harus
78

diberikan pada dimensi waktu pelaksanaan, seperti di luar periode (musim tanam),
sebelum hari raya keagamaan nasional, dll. Selain itu, ketersediaan dan mutu beras
di pasokan nasional perlu diperhatikan sebelum didistribusikan ke masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Adams, S. K., Kuhn, J., & Rhodes, J. (2006). Self-esteem changes in the middle school
years: A study of ethnic and gender groups. Research in Middle Level Education
(RMLE), 29 (6), hlm. 1-9.
Adrianto, Aldi. 2022. Analisis Integrasi Pasar Gabah Ditingkat Petani Dan Kilang Padi
Di Desa Cinta Rakyat Kecamatan Percut Sei Tuan. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara.
Agustian, Adang. 2018. Analisis Perkembangan Harga Dan Rantai Pasok Komoditas
Gabah/Beras Di Provinsi Jawa Timur. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian. Kementerian Pertanian
Alimoeso. S. 2011. Kebijakan Pangan. BULOG dan Ketahanan Pangan. Makalah Lustrum
XIII Fakultas Pertanian UGM. Yogyaarta
Amang. B dan Husein Sawit. 2001. Kebijakan Beras dan pangan nasional Pelajaran dari
Orde baru dan era Reformasi. IPB Press. Bogor.
Anandyani, dkk. 2021. Prediksi Rata-Rata Harga Beras Yang Dijual Oleh Pedagang Besar
(Grosir) Menggunakan Metode Arima Box Jenkins. Jurnal Teknosains, Volume 15,
Nomor 2, Mei-Agustus 2021, hlm. 151-160.
Anderson, D. R., Sweeney, D. J., & Williams, A. T. (2008). Statistic for business and
economics. Tenth edition. Ohio: South Western - Thomson Learning.
Anindita. R. 2004. Pemasaran Hasil Pertanian. Papyrus. Surabaya.
Badan Pusat Statistik. 2021. Evaluasi strategi harga produsen gabah 2021. Statistik
Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2021. Statistik Harga Beras Nasional 2017-2021. Badan Pusat
Statistik.
79

Badan Pusat Statistika. 2021. Statistik Harga Produsen Gabah 2017-2021 di Indonesia.
Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistika. 2021. Statistik Konsumsi Pangan Rumah Tangga. Badan Pusat
Statistik: Jakarta.
Besanko. D dan Ronald. R. (2011). Macroeconomics. 4th Edition. John Wiley & Sons. Inc.
Brümmer BS. Taubadel VC. Zorya S. 2009. The Impact of Market and Policy Instability
on Price Transmission between Wheat and Flour in Ukraine. European Review of
Agricultural Economics. 36(2):203- 230.
Bustaman. A. D. 2003. Analisis Integrasi Pasar Bebas di Indonesia. Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Chambers. M.J. and Bailey. R.E. 1996. A Theory of Commodity Price Fluctuations.
Journal of Political Economy. 104 (924-957).
Damanik. Teresia. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Jual Gabah
Petani Di Serdang Bedagai (Studi Kasus: Desa Melati Ii. Kecamatan Perbaungan).
Jurnal Agribisnis USU. 5-17
Deni, dkk. 2021. Analisis Pola Tanam Dan Kalender Tanam Padi Sawah Menggunakan
Data Citra Landsat 8 Oli Tirs Di Daerah Irigasi Batang Anai Kabupaten Padang
Pariaman. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas Vol. 25, No.1.
Departemen Pertanian. 2006. Keragaan dan Kebijakan Perberasan Indonesia. Departemen
Pertanian. Jakarta
Desmayanti et al. 2017. Analisis variasi harga beras di provinsi riau dan daerah pemasok.
Jurnal dinamika pertanian. Vol XXXIII (137-144). ISSN 0215-2525
Ghozali, Imam. 2002, Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gilbert. G.R. et.al. 2004. Measuring Customer Satisfaction in The Fast Food Industry: A
cross-national Approach. The Journal of Services Marketing. 18.
Hardinawati. Lusiana Ulfa. 2017. Alasan Petani Muslim Menjual Hasil Panen kepada
Tengkulak di Desa Glagahagung Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi.
Universitas Airlangga. Surabaya
Hariati. Titik. 2012. Analisis Perilaku Harga Dalam Pemasaran Cabal Merah (Capsicum
Annum L) di Kabupaten Sragen. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. 20-29
Hidayat, Taufan. 2011. Analisis Perubahan Musim Dan Penyusunan Pola Tanam Tanaman
Padi Berdasarkan Data Curah Hujan Di Kabupaten Aceh Besar. Agrista. Vol. 15,
no 13.
Jam’an, dkk. 2018. Analisis Trend Produksi, Konsumsi Dan Harga Komoditas Pangan
Strategis Di Sulawesi Selatan. Agrokompleks. Vol 19, No 1.
Jamal.E.. E. Ariningsih. Hendiarto. K. M. Noekman dan A.Askin. 2007. Beras dan Jebakan
Kepentingan Jangka Pendek. Analisis Kebijakan Pertanian.
80

Jonathan. D. Cryer dan Kung. S. Chan. 2008.Time Series Analysis With Application In R.
Ed. Ke-2. Springer science business media. LLC. 233 spring street. New York.
USA.
Kementerian Perdagangan. 2015. Rencana Strategis Kementerian Perdagangan Periode
2010- 2014. Kementerian Perdagangan. Jakarta.
Lantarsih. R. 2012. Permintaan. Penawaran. Transmisi Vertikal Harga Beras dan
Kebijakan Perberasan di Indonesia. Disertasi. UGM. Yogyakarta.
Lihan, Irham. 2009. Analisis Struktur Pasar Gabah Dan Pasar Beras Di Indonesia. NeO Bis
Journal. Vol.3, No 2
Lipsey. G. Richard. dkk. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Edisi Kesepuluh.
Binarupa Aksara. Jakarta
Machmud Z. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga di Indonesia. J
Ekonomi dan Bisnis Indonesia. 21(1)
Malian. H.. R. Sayuti. M. Ariani dan S. Mardianto. 2003. Dampak perubahan harga
gabah/beras terhadap produksi. konsumsi dan inflasi. Laporan Penelitian
Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor.
Marwati. 2020. Analisis Fluktuasi Harga Beras Di Sulawesi Selatan. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Mary Prihtanti, Tinjung. 2016. Dinamika Produktivitas Padi, Harga Eceran Beras (HEB),
dan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), serta Korelasi antara HPP dan HEB.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI). Januari 2020 Vol. 25 (1): 19
Marzuki. A. 2018. Analisis factor-faktor yang mempengaruhi harga beras di Indonesia
tahun 1981-2006. Jurnal ekonomi. Sukarta.
Maulana. M. 2012. Prospek implementasi kebijakan harga pembelian pemerintah (hpp)
multikualitas gabah dan beras di Indonesia. AKP. 10(3):211-223.
Mears L. Agabin MH. Anden TL. MarquezRC.1974. Rice economy of the Philippines.
Quezon City (PH): University of the Philippines Press
Melgiana. 2018. Analisis Stabilitas Harga Beras Di Kota Kupang. Jurnal Partner Politani
Kupang. vol 25 No 1, Hal 1160-1165
Mikhail dan Gracie, 1981. Analysis and Adjustment of Survey Measurement. Van Nostrand
Reinhold Company Inc.
Murty. S. (2000). Regional Disparities: Need and Measures of Balanced Development. In
Shukla. AL Ed.. Regional Planning and Sustainable Development
Nicholson W. 2004. Microeconomic Theory: Basic Principles and Extensions. Ed ke-9.
New York (US): Thomson South Western.
Nuraeni, Dini dkk. 2016. Analisis Variasi Harga Dan Integrasi Pasar Bawang merahdi
Jawa. Thesis. Universitas Brawijaya. Malang.
81

Nursakinah. 2020. Pengaruh Jumlah Produksi, Kualitas Padi, Dan Harga Terhadap
Pendapatan Petani Di Kecamatan Dua Koto Kabupaten Pasaman. Skripsi. Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.
Okta, dkk. 2019. Peramalan Pengadaan Gabah Beras Tahun 2019 Di Kabupaten Sumbawa
Dan Sumbawa Besar. EKSATA JOURNAL. VOL.19 (2), Hal 94-104
Pandit et al. 2012. An analysis of price behaviour of rice in eastern indian market. Ind
journal agril Mktg. 26 (2)
Philip, Kotler dan Armstrong. 2010. Principles of marketing thirteen edition. Prentice Hall,
inc. 314
PIHPS. 2021. Tabel Harga Berbagai Komoditas. Di unduh dari file
https://hargapangan.id/tabel-harga/pasar-modern/komoditas pada tanggal 07 Maret
2021 Jam 21.40 WIB
Prastowo. N.J.. T. Yanuarti. dan Y. Depari. 2008. Pengaruh distribusi dalam pembentukan
harga komoditas dan implikasinya terhadap inflasi. Working paper Bank
Indonesia. WP/07/2008.
Pujiharto. 2010. Studi Sistem Tanam Jajar Legowo terhadap Peningkatan Produktivitas
Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat Jl. Raya
Padang-Solok Km 40 Sukarami. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 14 (2):
106-11
Rachman B. Dermorejo SK. 2001. Dinamika harga dan perdagangan beras. Dalam:
Ekonomi padi dan beras Indonesia. Jakarta : Badan Litbang Pertanian.
Rachman. H. 2005. Metode Analisis Harga Pangan. Disampaikan pada Apresiasi Distribusi
Pangan dan Harga Pangan oleh Badan Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian.
Bogor.
Ramses Simbolon, dkk. 2021. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Jual
Gabah Usahatani Padi Sawah di CV. Sidomakmur Desa Saentis Kecamatan Percut
Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Jurnal Agriust .Vol 2 No. 1.
Rizka, dkk. 2018. Analisis Volatilitas Harga Cabai Keriting Di Indonesia Dengan
Pendekatan Arch Garch. Jurnal Agro Ekonomi, Vol. 36 No. 1, Mei 2019:25-37
Samuelson. Paul A. Nordhaus. William D. 2004. Ilmu mikroekonomi. Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta (ID): PT. Media Global Edukasi.
Sanny , Lim. 2010. Analisis Produksi Beras Di Indonesia. Binus Business Review. Vol.1
No.1 Mei 2010: 245-251.
Sanny, Lim. 2010. Analisis produksi beras di Indonesia. Binus Business Review. 1(1):
245-251.
Saputra A, Arifin B, Kasymir E. 2014. Analisis Kausalitas Harga Beras, Harga Pembelian
Pemerintah (HPP), Dan Inflasi Serta Efektivitas Kebijakan HPP Di Indonesia.
Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis. 2(1).
Sawit MH.H Halid. 2010. Arsitektur Kebijakan Beras di Era Baru. Penerbit IPB Press.
Bogor
82

Sihono, Joko. (2007). Diferensiasi Harga Beras di Indonesia Pasca Krisis Ekonomi.
Skripsi, Fakultas Pertanian UPN Yogyakarta.
Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suhardi. Purwanto. 2004. Metode Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sukirno. S. 2005. Mikroekonomi Teori Penghantar Edisi 3. Jakarta: Rajawali Press.
Sukirno. S. 2008. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suparmin. 2006. Tingkat Stabilitas Dan Fluktuasi Harga Gabah Dan Beras Di Indonesia.
Agrimansion. vol 7 no (1).
Surindah, A. 2021. Analisis Stabilitas Harga Gabah Pada Tingkat Petani Menurut Harga
Pembelian Pemerintah Di Kecamatan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Surono. S. 2001. Perkembangan Produksi dan Kebutuhan Impor Beras Serta Kebijakan
Pemerintah Untuk Melindungi Petani. dalam Suryana. Achmad dan Sudi Mardianto
(penyunting). Bunga Rampai Ekonomi Beras. LPEM-UI. Jakarta.
Suryana. Achmad. Benny Rachman. dan Maino Dwi Hartono. 2014. Dinamika Kebijakan
Harga Gabah Dan Beras Dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional.
Pengembangan Inovasi Pertanian.Vol. 7 No. 4 Desember 2014: 155-168
TomeckWG. Kenneth LR. 1990. Agricultural product prices. Third Edition. Ithaca NY
(ID): Cornell University Press
Vira. 2021. Pengaruh Produksi Padi, Harga Gabah Kering Panen Dan Konsumsi Beras
Terhadap Harga Beras Di Indonesia Tahun 2013-2019 (Study Kasus 34 Provinsi Di
Indonesia). The Economic Journal Of Emerging Markets. Volume 14 (2), hal 151-
161.
Wan, Jumana dkk. 2018. Analisis Variasi Harga Dan Integrasi Pasar Vertikal Cabai Merah
Di Kabupaten Gayo Lues. jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah. Volume 3,
Nomor 4.
William G. Tomek and Kenneth L. Robinson.2004. Agricultural product prices European
Review of Agricultural Economics. 9(1).
83

L
A
M
P
84

I
R
A
N
85

1. Data Harga Gabah Di Indonesia


Harga di Tingkat
Harga di Tingkat Petani (Rp/Kg)
No Bulan Penggiling (Rp/Kg)
GKP GKG GKP GKG
1 Januari 2017 4753,7 5542,32 4843,87 5636,24

2 Februari 2017 4639,19 5524,85 4730,5 5621,05

3 Maret 2017 4373,04 5451,71 4460,28 5564,32

4 April 2017 4307,9 5219,96 4390,69 5312,69

5 Mei 2017 4484,58 5531,22 4570,38 5621,65

6 Juni 2017 4528,07 5564,34 4615 5677,49

7 Juli 2017 4483,15 5457,41 4569,57 5549,47

8 Agustus 2017 4509,27 5470,63 4591,39 5578,57

9 September 2017 4654,67 5502,49 4743,5 5590,21

10 Oktober 2017 4790,79 5531,88 4884,95 5620,77

11 November 4863,75 5593,36 4951,17 5688,39

12 Desember 2017 4994,67 5605,6 5080,86 5688,71

13 Januari 2018 5415,16 6001,87 5508,3 6098,88

14 Februari 2018 5207,47 5960,91 5304,55 6094,17

15 Maret 2018 4757,03 5441,81 4844,77 5554,68

16 April 2018 4556,33 5242,38 4643,47 5366,65

17 Mei 2018 4554,47 5266,89 4642,19 5373,33

18 Juni 2018 4650,23 5360,66 4738,79 5467,96

19 Juli 2018 4632,64 5206,27 4716,15 5312,54

20 Agustus 2018 4774,09 5307,94 4870,22 5399,9

21 September 2018 4888,87 5398,92 4989,91 5500,53

22 Oktober 2018 4936,7 5467,2 5038,77 5567,64

23 November 2018 5116,23 5646,37 5211,59 5753,72

24 Desember 2018 5236,63 5713,71 5329,75 5818


86

25 Januari 2019 5352,85 5779,84 5452,72 5902,62

26 Februari 2019 5114,05 5827,67 5221,57 5951,96

27 Maret 2019 4603,82 5529,65 4706,34 5654,01

28 April 2019 4356,62 5126,59 4446,29 5221,35

29 Mei 2019 4355,88 5171,89 4445,88 5298,2

30 Juni 2019 4551,8 5246 4655,85 5360,9

31 Juli 2019 4618,43 5277,23 4712,46 5384,75

32 Agustus 2019 4758,73 5308,74 4855,5 5423,16

33 September 2019 4904,86 5391,51 5011,52 5521,89

34 Oktober 2019 5012,12 5508,36 5119,25 5622,16

35 November 2019 5098,07 5619,4 5203,31 5728,03

36 Desember 2019 5214,6 5774,65 5313,24 5886,34

37 Januari 2020 5273,34 5797,61 5370,89 5910,57

38 Februari 2020 5176,25 5826,33 5275,87 5943,96

39 Maret 2020 4936,25 5765,96 5030,35 5887,58

40 April 2020 4599,71 5671,29 4691,72 5807,98

41 Mei 2020 4622,58 5587,91 4730,15 5707,16

42 Juni 2020 4720,19 5845,42 4819,12 5957,84

43 Juli 2020 4788,3 5451,48 4882,88 5600,77

44 Agustus 2020 4817,6 5396,44 4904,92 5516,39

45 September 2020 4891,18 5390,02 4995,59 5519,43

46 Oktober 2020 4814,71 5405,62 4928,44 5526,7

47 November 2020 4721,91 5311,8 4815,34 5440,28

48 Desember 2020 4776,49 5357,08 4874,88 5475,51

49 Januari 2021 4921,1 5317,84 5026,18 5431,82

50 Februari 2021 4758,15 5319,55 5117,23 5501,65


87

51 Maret 2021 4384,84 5213,95 4962,23 5568,1

52 April 2021 4274,9 5074,26 4881,42 5473,69

53 Mei 2021 4397,79 5138,7 4577,78 5253,75

54 Juni 2021 4545,56 5148,43 4649,09 5268,62

55 Juli 2021 4568,84 5209,92 4682,04 5322,78

56 Agustus 2021 4865,34 5495,09 4985,78 5614,75

57 September 2021 5141,62 5801,86 5263,55 5916,1

58 Oktober 2021 5353,97 5890,72 5475,42 6006,04

59 November 2021 5397,38 5985,25 5523,27 6189,81

60 Desember 2021 5624,02 6166,24 5747,75 6278,41

2. Data Harga Beras di Indonesia


Harga di Tingkat Penggiling Harga di
(Rp/Kg) Tingkat
No Bulan
Pedagang
Premium Medium
(Rp/Kg)
1 Januari 2017 9431,37 9099,52 11579
2 Februari 2017 9408,39 9047,57 11571

3 Maret 2017 9388,53 8705,43 11494

4 April 2017 9324,6 8653,8 11449

5 Mei 2017 9436,19 8790,17 11465

6 Juni 2017 9444,28 8794,48 11465

7 Juli 2017 9383,68 8743,86 11448

8 Agustus 2017 9436,74 8823,05 11411

9 September 2017 9470,59 8935,02 11482

10 Oktober 2017 9502,67 9116,5 11552

11 November 9538,75 9279,52 11665

12 Desember 2017 9860,39 9526,01 11838

13 Januari 2018 10349,91 10177,05 12276

14 Februari 2018 10381,74 10215,16 12414


15 Maret 2018 9892,56 9698,23 12299
88

16 April 2018 9524,96 9220,84 12035

17 Mei 2018 9523,88 9190,37 11943

18 Juni 2018 9478,05 9135,41 11907

19 Juli 2018 9519,93 9197,78 11936

20 Agustus 2018 9458,07 9172,27 11899

21 September 2018 9572,03 9309,98 11900

22 Oktober 2018 9645,3 9395,39 11926

23 November 2018 9770,97 9603,63 12013

24 Desember 2018 9818,07 9798,38 12106

25 Januari 2019 10111,08 9902,68 12211

26 Februari 2019 10007,91 9799,57 12222

27 Maret 2019 9814,53 9555,35 12124

28 April 2019 9464,68 9144,2 12019

29 Mei 2019 9462,05 9142,52 12008

30 Juni 2019 9515,51 9166,4 12009

31 Juli 2019 9519,35 9211,03 12021

32 Agustus 2019 9530 9224 12018

33 September 2019 9594,39 9301,08 12050

34 Oktober 2019 9659,17 9433,88 12108

35 November 2019 9742,16 9522,01 12120

36 Desember 2019 9838,26 9565,59 12183

37 Januari 2020 10032,66 9805,4 12343

38 Februari 2020 10080,8 9844,13 12355

39 Maret 2020 10082,43 9826,68 12368

40 April 2020 10018,19 9671,03 12382

41 Mei 2020 9826,63 9526,55 12293

42 Juni 2020 9918,95 9445,31 12224

43 Juli 2020 9931,71 9316,3 12213


89

44 Agustus 2020 9962,65 9334,9 12212

45 September 2020 9871,12 9404,58 12189

46 Oktober 2020 9812,9 9462,81 12187

47 November 2020 9714,5 9384,98 12179

48 Desember 2020 9787,86 9382,69 12185

49 Januari 2021 9780,19 9404,74 12186

50 Februari 2021 9772,1 9386,31 12191

51 Maret 2021 9606,97 9153,68 12127

52 April 2021 9549,76 8978,86 12049

53 Mei 2021 9627,08 8909,5 12082

54 Juni 2021 9537,16 8906,67 12081

55 Juli 2021 9401,61 8886,9 12054

56 Agustus 2021 9499,36 8915,75 12044

57 September 2021 9455,56 8962,39 12043

58 Oktober 2021 9449,47 9010,82 12061

59 November 2021 9539,29 9071,94 12070

60 Desember 2021 9672,54 9128,44 12134

3. Data Produksi Beras Di Indonesia


Data Produksi Beras Di Indonesia (Ton)
BULAN 2017 2018 2019 2020 2021
Januari 1,55 1,17 0,93 0,93 1,2
Februari 3,21 2,08 1,32 1,33 2,34
Maret 5,42 5,25 3,61 3,63 5,57
April 4,2 5,12 5,6 5,63 4,48
Mei 2,51 2,5 3,57 3,59 2,28
Juni 2,54 2,47 2,05 2,06 2,33
Juli 3,07 2,66 2,57 2,58 3,18
Agustus 2,99 3,21 3,33 3,34 2,4
September 2,78 2,43 3,14 3,16 2,46
Oktobe 1,52 1,9 2,44 2,45 2,3
November 1,2 1,52 1,85 1,86 1,65
Desember 1,22 0,98 0,93 0,93 1,17

4. Data Impor Beras Indonesia 2017-2021


90

Negara
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Asal
Berat Bersih : Ton
India 34.167,5 36.142,0 32.209,7 337.999,0 7.973,3 10.594,4 215.386,5
108.944,
Thailand 126.745,7 557.890,0 8 795.600,1 53.278,0 88.593,1 69.360,0
Vietnam 509.374,2 535.577,0 16.599,9 767.180,9 33.133,1 88.716,4 65.692,9
110.516,
Pakistan 180.099,5 134.832,5 87.500,0 310.990,0 182.564,9 5 52.479,0
Myanmar 8.775,0 16.650,0 57.475,0 41.820,0 166.700,6 57.841,4 3.790,0

5. Standar Deviasi Gabah ditingkat Petani dan Penggiling


Standar Deviasi ditingkat
Standar Deviasi ditingkat Petani
Tahun Penggiling
GKP GKG GKP GKG
2017 205,4503733 100,8338654 207,0913095 100,4806467
2018 290,5598983 271,2523987 293,7125421 273,3964436
2019 335,7287488 246,77536 339,6071966 250,0167512
2020 203,0682749 204,014963 203,2225614 200,079398
2021 199,5562126 150,4506354 199,7855388 149,6848695

6. Standar Deviasi Beras ditingkat Petani dan Penggiling


Standar Deviasi ditingkat Standar Deviasi ditingkat
Tahun Penggiling Pedagang
Medium Premium
2017 135,3820419 261,9826539 119.416
2018 322,0047775 388,510533 179.806
2019 216,6980223 259,4294478 81.852
2020 120,1513376 199,1234307 80.852
2021 121,8592753 179,4909938 53.311
7. Koefisien Variasi Gabah di Indonesia
KV ditingkat Petani KV ditingkat Penggiling
Tahun
GKP GKG GKP GKG
2017 4,4515723 1,833461 4,401883 1,795645
2018 5,937281 4,930746 5,890109 4,874246
2019 6,953086 4,516832 6,890456 4,480897
2020 4,191403 3,664558 4,111033 3,515604
2021 4,384149 2,972232 4,291365 2,892383
Rata-rata 5,1834983 3,58357 5,11697 3,51176

8. Koefisien Variasi Beras di Indonesia


KV ditingkat Petani KV ditingkat Penggiling
Tahun
Premium Medium
2017 1,429762 2,924051 1,035253173
2018 3,304436 4,085482 1,491606481
2019 2,236708 2,75776 0,673525154
2020 1,211199 2,088609 0,659433896
2021 1,27278 1,98121 0,440825769
Rata-rata 1,890977 2,767422 0,860128895
91

1. Hasil Analisis Trend


a. Analisis Trend Gabah ditingkat Petani
|_file 32 C:\Users\CACC\Documents\GABAH PETANI.dif
UNIT 32 IS NOW ASSIGNED TO: C:\Users\CACC\Documents\GABAH PETANI.dif
|_sample 1 60
|_read (32) GKP GKG T/dif
..NOTE..DIF FILE HAS 3 COLUMNS AND 60 ROWS
3 VARIABLES AND 60 OBSERVATIONS STARTING AT OBS 1
|_*GKP*
|_sample 1 60
|_ols Gp T/pcor pcov

REQUIRED MEMORY IS PAR= 4 CURRENT PAR= 11000


OLS ESTIMATION
60 OBSERVATIONS DEPENDENT VARIABLE= GP
...NOTE..SAMPLE RANGE SET TO: 1, 60
R-SQUARE = 0.6990 R-SQUARE ADJUSTED = 0.9991
VARIANCE OF THE ESTIMATE-SIGMA**2 = 71.368
STANDARD ERROR OF THE ESTIMATE-SIGMA = 8.4480
SUM OF SQUARED ERRORS-SSE= 4139.4
MEAN OF DEPENDENT VARIABLE = 4842.8
LOG OF THE LIKELIHOOD FUNCTION = -212.155

MODEL SELECTION TESTS - SEE JUDGE ET AL. (1985,P.242)


AKAIKE (1969) FINAL PREDICTION ERROR - FPE = 73.747
(FPE IS ALSO KNOWN AS AMEMIYA PREDICTION CRITERION - PC)
AKAIKE (1973) INFORMATION CRITERION - LOG AIC = 4.3006
SCHWARZ (1978) CRITERION - LOG SC = 4.3704
MODEL SELECTION TESTS - SEE RAMANATHAN (1998,P.165)
CRAVEN-WAHBA (1979)
GENERALIZED CROSS VALIDATION - GCV = 73.829
HANNAN AND QUINN (1979) CRITERION = 75.787
RICE (1984) CRITERION = 73.917
SHIBATA (1981) CRITERION = 73.589
SCHWARZ (1978) CRITERION - SC = 79.078
AKAIKE (1974) INFORMATION CRITERION - AIC = 73.746
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM MEAN
SS DF MS F
REGRESSION 0.46923E+07 1. 0.46923E+07 265.938
ERROR 4139.4 58. 71.368 P-VALUE
TOTAL 0.46964E+07 59. 79600. 0.000
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM ZERO
SS DF MS F
REGRESSION 0.14119E+10 2. 0.70593E+09 9891376.996
ERROR 4139.4 58. 71.368 P-VALUE
TOTAL 0.14119E+10 60. 0.23531E+08 0.000

VARIABLE ESTIMATED STANDARD T-RATIO PARTIAL STANDARDIZED ELASTICITY


NAME COEFFICIENT ERROR 58 DF P-VALUE CORR. COEFFICIENT AT MEANS
T 1.0050 0.3920E-02 6.4 0.000 1.000 0.9996 0.9850
CONSTANT 72.581 18.64 3.895 0.000 0.455 0.0000 0.0150
VARIANCE-COVARIANCE MATRIX OF COEFFICIENTS
T 0.15363E-04
CONSTANT -0.72919E-01 347.29
T CONSTANT
CORRELATION MATRIX OF COEFFICIENTS
T 1.0000
CONSTANT -0.99829 1.0000
T CONSTANT
DURBIN-WATSON = 1.0279 VON NEUMANN RATIO = 1.0453 RHO = 0.48077
RESIDUAL SUM = -0.19655E-10 RESIDUAL VARIANCE = 71.368
SUM OF ABSOLUTE ERRORS= 397.87
R-SQUARE BETWEEN OBSERVED AND PREDICTED = 0.9991
RUNS TEST: 16 RUNS, 29 POS, 0 ZERO, 31 NEG NORMAL STATISTIC = -3.9020
COEFFICIENT OF SKEWNESS = 0.9020 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.3087
COEFFICIENT OF EXCESS KURTOSIS = 1.3383 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.6085
92

JARQUE-BERA NORMALITY TEST- CHI-SQUARE(2 DF)= 10.9291 P-VALUE= 0.004


GOODNESS OF FIT TEST FOR NORMALITY OF RESIDUALS - 6 GROUPS
OBSERVED 0.0 10.0 21.0 20.0 6.0 3.0
EXPECTED 1.4 8.2 20.5 20.5 8.2 1.4
CHI-SQUARE = 4.3263 WITH 2 DEGREES OF FREEDOM, P-VALUE= 0.115

|_*GKG*
|_sample 1 60
|_ols GKG T/pcor pcov

REQUIRED MEMORY IS PAR= 4 CURRENT PAR= 11000


OLS ESTIMATION
60 OBSERVATIONS DEPENDENT VARIABLE= GKG
...NOTE..SAMPLE RANGE SET TO: 1, 60

R-SQUARE = 0.5545 R-SQUARE ADJUSTED = 0.5468


VARIANCE OF THE ESTIMATE-SIGMA**2 = 35685.
STANDARD ERROR OF THE ESTIMATE-SIGMA = 188.90
SUM OF SQUARED ERRORS-SSE= 0.20697E+07
MEAN OF DEPENDENT VARIABLE = 4746.4
LOG OF THE LIKELIHOOD FUNCTION = -398.593

MODEL SELECTION TESTS - SEE JUDGE ET AL. (1985,P.242)


AKAIKE (1969) FINAL PREDICTION ERROR - FPE = 36874.
(FPE IS ALSO KNOWN AS AMEMIYA PREDICTION CRITERION - PC)
AKAIKE (1973) INFORMATION CRITERION - LOG AIC = 10.515
SCHWARZ (1978) CRITERION - LOG SC = 10.585
MODEL SELECTION TESTS - SEE RAMANATHAN (1998,P.165)
CRAVEN-WAHBA (1979)
GENERALIZED CROSS VALIDATION - GCV = 36915.
HANNAN AND QUINN (1979) CRITERION = 37894.
RICE (1984) CRITERION = 36959.
SHIBATA (1981) CRITERION = 36795.
SCHWARZ (1978) CRITERION - SC = 39539.
AKAIKE (1974) INFORMATION CRITERION - AIC = 36873.
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM MEAN
SS DF MS F
REGRESSION 0.25757E+07 1. 0.25757E+07 72.180
ERROR 0.20697E+07 58. 35685. P-VALUE
TOTAL 0.46454E+07 59. 78736. 0.000
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM ZERO
SS DF MS F
REGRESSION 0.13543E+10 2. 0.67713E+09 18975.392
ERROR 0.20697E+07 58. 35685. P-VALUE
TOTAL 0.13563E+10 60. 0.22605E+08 0.000

VARIABLE ESTIMATED STANDARD T-RATIO PARTIAL STANDARDIZED ELASTICITY


NAME COEFFICIENT ERROR 58 DF P-VALUE CORR. COEFFICIENT AT MEANS
T 0.77625 0.9137E-01 8.496 0.000 0.745 0.7446 0.8861
CONSTANT 540.53 495.6 1.091 0.280 0.142 0.0000 0.1139
VARIANCE-COVARIANCE MATRIX OF COEFFICIENTS
T 0.83481E-02
CONSTANT -45.231 0.24566E+06
T CONSTANT
CORRELATION MATRIX OF COEFFICIENTS
T 1.0000
CONSTANT -0.99879 1.0000
T CONSTANT
DURBIN-WATSON = 0.4538 VON NEUMANN RATIO = 0.4615 RHO = 0.78360
RESIDUAL SUM = -0.10346E-10 RESIDUAL VARIANCE = 35685.
SUM OF ABSOLUTE ERRORS= 9216.1
R-SQUARE BETWEEN OBSERVED AND PREDICTED = 0.5545
RUNS TEST: 12 RUNS, 32 POS, 0 ZERO, 28 NEG NORMAL STATISTIC = -4.9355
COEFFICIENT OF SKEWNESS = -0.4615 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.3087
COEFFICIENT OF EXCESS KURTOSIS = -0.7026 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.6085
JARQUE-BERA NORMALITY TEST- CHI-SQUARE(2 DF)= 3.4066 P-VALUE= 0.182

GOODNESS OF FIT TEST FOR NORMALITY OF RESIDUALS - 6 GROUPS


OBSERVED 1.0 12.0 15.0 22.0 10.0 0.0
EXPECTED 1.4 8.2 20.5 20.5 8.2 1.4
93

CHI-SQUARE = 5.2775 WITH 2 DEGREES OF FREEDOM, P-VALUE= 0.071


|_stop
TYPE COMMAND

b. Analisis trend harga gabah tingkat penggiling


|_file 32 C:\Users\CACC\Documents\GABAH PENGGILING.dif
UNIT 32 IS NOW ASSIGNED TO: C:\Users\CACC\Documents\GABAH PENGGILING.dif
|_sample 1 60
|_read(32) GKP GKG T/dif
..NOTE..DIF FILE HAS 3 COLUMNS AND 60 ROWS
3 VARIABLES AND 60 OBSERVATIONS STARTING AT OBS 1
|_*GKP*
|_sample 1 60
|_ols Gg T/pcor pcov

REQUIRED MEMORY IS PAR= 4 CURRENT PAR= 11000


OLS ESTIMATION
60 OBSERVATIONS DEPENDENT VARIABLE= GG
...NOTE..SAMPLE RANGE SET TO: 1, 60
R-SQUARE = 0.6807 R-SQUARE ADJUSTED = 0.9991
VARIANCE OF THE ESTIMATE-SIGMA**2 = 70.594
STANDARD ERROR OF THE ESTIMATE-SIGMA = 8.4020
SUM OF SQUARED ERRORS-SSE= 4094.4
MEAN OF DEPENDENT VARIABLE = 4746.4
LOG OF THE LIKELIHOOD FUNCTION = -211.828
MODEL SELECTION TESTS - SEE JUDGE ET AL. (1985,P.242)
AKAIKE (1969) FINAL PREDICTION ERROR - FPE = 72.947
(FPE IS ALSO KNOWN AS AMEMIYA PREDICTION CRITERION - PC)
AKAIKE (1973) INFORMATION CRITERION - LOG AIC = 4.2897
SCHWARZ (1978) CRITERION - LOG SC = 4.3595
MODEL SELECTION TESTS - SEE RAMANATHAN (1998,P.165)
CRAVEN-WAHBA (1979)
GENERALIZED CROSS VALIDATION - GCV = 73.028
HANNAN AND QUINN (1979) CRITERION = 74.964
RICE (1984) CRITERION = 73.115
SHIBATA (1981) CRITERION = 72.790
SCHWARZ (1978) CRITERION - SC = 78.219
AKAIKE (1974) INFORMATION CRITERION - AIC = 72.945
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM MEAN
SS DF MS F
REGRESSION 0.46413E+07 1. 0.46413E+07 67.938
ERROR 4094.4 58. 70.594 P-VALUE
TOTAL 0.46454E+07 59. 78736. 0.000
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM ZERO
SS DF MS F
REGRESSION 0.13563E+10 2. 0.67816E+09 9606522.853
ERROR 4094.4 58. 70.594 P-VALUE
TOTAL 0.13563E+10 60. 0.22605E+08 0.000

VARIABLE ESTIMATED STANDARD T-RATIO PARTIAL STANDARDIZED ELASTICITY


NAME COEFFICIENT ERROR 58 DF P-VALUE CORR. COEFFICIENT AT MEANS
T 0.99412 0.3877E-02 25.4 0.000 1.000 0.9996 1.0143
CONSTANT -67.971 18.81 -3.614 0.001-0.429 0.0000 -0.0143
VARIANCE-COVARIANCE MATRIX OF COEFFICIENTS
T 0.15031E-04
CONSTANT -0.72795E-01 353.71
T CONSTANT
CORRELATION MATRIX OF COEFFICIENTS
T 1.0000
CONSTANT -0.99834 1.0000
T CONSTANT
DURBIN-WATSON = 1.0223 VON NEUMANN RATIO = 1.0397 RHO = 0.48359
RESIDUAL SUM = 0.11129E-11 RESIDUAL VARIANCE = 70.594
SUM OF ABSOLUTE ERRORS= 395.32
R-SQUARE BETWEEN OBSERVED AND PREDICTED = 0.9991
RUNS TEST: 16 RUNS, 33 POS, 0 ZERO, 27 NEG NORMAL STATISTIC = -3.8674
COEFFICIENT OF SKEWNESS = -0.9428 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.3087
94

COEFFICIENT OF EXCESS KURTOSIS = 1.4766 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.6085


JARQUE-BERA NORMALITY TEST- CHI-SQUARE(2 DF)= 12.4039 P-VALUE= 0.002
GOODNESS OF FIT TEST FOR NORMALITY OF RESIDUALS - 6 GROUPS
OBSERVED 3.0 5.0 19.0 24.0 9.0 0.0
EXPECTED 1.4 8.2 20.5 20.5 8.2 1.4
CHI-SQUARE = 5.3351 WITH 2 DEGREES OF FREEDOM, P-VALUE= 0.069

|_*GKG*
|_sample 1 60
|_ols GKG T/pcor pcov

REQUIRED MEMORY IS PAR= 4 CURRENT PAR= 11000


OLS ESTIMATION
60 OBSERVATIONS DEPENDENT VARIABLE= GKG
...NOTE..SAMPLE RANGE SET TO: 1, 60
R-SQUARE = 0.5448 R-SQUARE ADJUSTED = 0.5369
VARIANCE OF THE ESTIMATE-SIGMA**2 = 36859.
STANDARD ERROR OF THE ESTIMATE-SIGMA = 191.99
SUM OF SQUARED ERRORS-SSE= 0.21378E+07
MEAN OF DEPENDENT VARIABLE = 4842.8
LOG OF THE LIKELIHOOD FUNCTION = -399.565
MODEL SELECTION TESTS - SEE JUDGE ET AL. (1985,P.242)
AKAIKE (1969) FINAL PREDICTION ERROR - FPE = 38088.
(FPE IS ALSO KNOWN AS AMEMIYA PREDICTION CRITERION - PC)
AKAIKE (1973) INFORMATION CRITERION - LOG AIC = 10.548
SCHWARZ (1978) CRITERION - LOG SC = 10.617
MODEL SELECTION TESTS - SEE RAMANATHAN (1998,P.165)
CRAVEN-WAHBA (1979)
GENERALIZED CROSS VALIDATION - GCV = 38130.
HANNAN AND QUINN (1979) CRITERION = 39141.
RICE (1984) CRITERION = 38176.
SHIBATA (1981) CRITERION = 38006.
SCHWARZ (1978) CRITERION - SC = 40841.
AKAIKE (1974) INFORMATION CRITERION - AIC = 38087.
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM MEAN
SS DF MS F
REGRESSION 0.25586E+07 1. 0.25586E+07 69.414
ERROR 0.21378E+07 58. 36859. P-VALUE
TOTAL 0.46964E+07 59. 79600. 0.000

ANALYSIS OF VARIANCE - FROM ZERO


SS DF MS F
REGRESSION 0.14097E+10 2. 0.70487E+09 19123.147
ERROR 0.21378E+07 58. 36859. P-VALUE
TOTAL 0.14119E+10 60. 0.23531E+08 0.000

VARIABLE ESTIMATED STANDARD T-RATIO PARTIAL STANDARDIZED ELASTICITY


NAME COEFFICIENT ERROR 58 DF P-VALUE CORR. COEFFICIENT AT MEANS
T 0.77257 0.9273E-01 8.332 0.000 0.738 0.7381 0.8821
CONSTANT 570.82 513.3 1.112 0.271 0.144 0.0000 0.1179
VARIANCE-COVARIANCE MATRIX OF COEFFICIENTS
T 0.85985E-02
CONSTANT -47.546 0.26353E+06
T CONSTANT
CORRELATION MATRIX OF COEFFICIENTS
T 1.0000
CONSTANT -0.99883 1.0000
T CONSTANT
DURBIN-WATSON = 0.4663 VON NEUMANN RATIO = 0.4742 RHO = 0.77776
RESIDUAL SUM = -0.91518E-11 RESIDUAL VARIANCE = 36859.
SUM OF ABSOLUTE ERRORS= 9337.6
R-SQUARE BETWEEN OBSERVED AND PREDICTED = 0.5448
RUNS TEST: 12 RUNS, 31 POS, 0 ZERO, 29 NEG NORMAL STATISTIC = -4.9448
COEFFICIENT OF SKEWNESS = -0.4499 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.3087
COEFFICIENT OF EXCESS KURTOSIS = -0.7026 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.6085
JARQUE-BERA NORMALITY TEST- CHI-SQUARE(2 DF)= 3.3064 P-VALUE= 0.191
GOODNESS OF FIT TEST FOR NORMALITY OF RESIDUALS - 6 GROUPS
OBSERVED 1.0 11.0 17.0 20.0 11.0 0.0
EXPECTED 1.4 8.2 20.5 20.5 8.2 1.4
CHI-SQUARE = 4.0555 WITH 2 DEGREES OF FREEDOM, P-VALUE= 0.132
95

|_stop
TYPE COMMAND

c. Analisis trend harga beras tingkat penggiling dan tingkat pedagang


|_file 32 C:\Users\CACC\Documents\BERAS.dif
UNIT 32 IS NOW ASSIGNED TO: C:\Users\CACC\Documents\BERAS.dif
|_sample 1 60
|_read(32) Pr Md Pd T/dif
..NOTE..DIF FILE HAS 4 COLUMNS AND 60 ROWS
4 VARIABLES AND 60 OBSERVATIONS STARTING AT OBS 1

|_*PREMIUM*
|_sample 1 60
|_ols Pr T/pcor pcov

REQUIRED MEMORY IS PAR= 5 CURRENT PAR= 11000


OLS ESTIMATION
60 OBSERVATIONS DEPENDENT VARIABLE= PR
...NOTE..SAMPLE RANGE SET TO: 1, 60

R-SQUARE = 0.4317 R-SQUARE ADJUSTED = 0.4219


VARIANCE OF THE ESTIMATE-SIGMA**2 = 176.32
STANDARD ERROR OF THE ESTIMATE-SIGMA = 13.279
SUM OF SQUARED ERRORS-SSE= 10227.
MEAN OF DEPENDENT VARIABLE = 30.500
LOG OF THE LIKELIHOOD FUNCTION = -239.288
MODEL SELECTION TESTS - SEE JUDGE ET AL. (1985,P.242)
AKAIKE (1969) FINAL PREDICTION ERROR - FPE = 182.20
(FPE IS ALSO KNOWN AS AMEMIYA PREDICTION CRITERION - PC)
AKAIKE (1973) INFORMATION CRITERION - LOG AIC = 5.2051
SCHWARZ (1978) CRITERION - LOG SC = 5.2749
MODEL SELECTION TESTS - SEE RAMANATHAN (1998,P.165)
CRAVEN-WAHBA (1979)
GENERALIZED CROSS VALIDATION - GCV = 182.40
HANNAN AND QUINN (1979) CRITERION = 187.24
RICE (1984) CRITERION = 182.62
SHIBATA (1981) CRITERION = 181.80
SCHWARZ (1978) CRITERION - SC = 195.37
AKAIKE (1974) INFORMATION CRITERION - AIC = 182.19
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM MEAN
SS DF MS F
REGRESSION 7768.5 1. 7768.5 44.059
ERROR 10227. 58. 176.32 P-VALUE
TOTAL 17995. 59. 305.00 0.000
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM ZERO
SS DF MS F
REGRESSION 63583. 2. 31792. 180.308
ERROR 10227. 58. 176.32 P-VALUE
TOTAL 73810. 60. 1230.2 0.000

VARIABLE ESTIMATED STANDARD T-RATIO PARTIAL STANDARDIZED ELASTICITY


NAME COEFFICIENT ERROR 58 DF P-VALUE CORR. COEFFICIENT AT MEANS
T 0.42313E-01 0.6375E-02 6.638 0.000 0.657 0.6570 16.6575
CONSTANT -477.56 76.56 -6.238 0.000-0.634 0.0000 -15.6575
VARIANCE-COVARIANCE MATRIX OF COEFFICIENTS
T 0.40637E-04
CONSTANT -0.48793 5861.4
T CONSTANT
CORRELATION MATRIX OF COEFFICIENTS
T 1.0000
CONSTANT -0.99975 1.0000
T CONSTANT
DURBIN-WATSON = 0.0856 VON NEUMANN RATIO = 0.0870 RHO = 0.97808
RESIDUAL SUM = -0.47251E-12 RESIDUAL VARIANCE = 176.32
SUM OF ABSOLUTE ERRORS= 588.34
R-SQUARE BETWEEN OBSERVED AND PREDICTED = 0.4317
RUNS TEST: 6 RUNS, 24 POS, 0 ZERO, 36 NEG NORMAL STATISTIC = -6.4608
COEFFICIENT OF SKEWNESS = 0.1264 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.3087
96

COEFFICIENT OF EXCESS KURTOSIS = 0.3188 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.6085


JARQUE-BERA NORMALITY TEST- CHI-SQUARE(2 DF)= 0.2462 P-VALUE= 0.884
GOODNESS OF FIT TEST FOR NORMALITY OF RESIDUALS - 6 GROUPS
OBSERVED 3.0 3.0 30.0 14.0 10.0 0.0
EXPECTED 1.4 8.2 20.5 20.5 8.2 1.4
CHI-SQUARE = 13.4675 WITH 2 DEGREES OF FREEDOM, P-VALUE= 0.001

|_*MEDIUM*
|_sample 1 60
|_ols Md T/pcor pcov

REQUIRED MEMORY IS PAR= 5 CURRENT PAR= 11000


OLS ESTIMATION
60 OBSERVATIONS DEPENDENT VARIABLE= MD
...NOTE..SAMPLE RANGE SET TO: 1, 60
R-SQUARE = 0.5544 R-SQUARE ADJUSTED = 0.5467
VARIANCE OF THE ESTIMATE-SIGMA**2 = 27589.
STANDARD ERROR OF THE ESTIMATE-SIGMA = 166.10
SUM OF SQUARED ERRORS-SSE= 0.16001E+07
MEAN OF DEPENDENT VARIABLE = 9678.7
LOG OF THE LIKELIHOOD FUNCTION = -390.874

MODEL SELECTION TESTS - SEE JUDGE ET AL. (1985,P.242)


AKAIKE (1969) FINAL PREDICTION ERROR - FPE = 28508.
(FPE IS ALSO KNOWN AS AMEMIYA PREDICTION CRITERION - PC)
AKAIKE (1973) INFORMATION CRITERION - LOG AIC = 10.258
SCHWARZ (1978) CRITERION - LOG SC = 10.328
MODEL SELECTION TESTS - SEE RAMANATHAN (1998,P.165)
CRAVEN-WAHBA (1979)
GENERALIZED CROSS VALIDATION - GCV = 28540.
HANNAN AND QUINN (1979) CRITERION = 29297.
RICE (1984) CRITERION = 28574.
SHIBATA (1981) CRITERION = 28447.
SCHWARZ (1978) CRITERION - SC = 30569.
AKAIKE (1974) INFORMATION CRITERION - AIC = 28507.
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM MEAN
SS DF MS F
REGRESSION 0.19908E+07 1. 0.19908E+07 72.159
ERROR 0.16001E+07 58. 27589. P-VALUE
TOTAL 0.35909E+07 59. 60863. 0.000
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM ZERO
SS DF MS F
REGRESSION 0.56226E+10 2. 0.28113E+10 101901.757
ERROR 0.16001E+07 58. 27589. P-VALUE
TOTAL 0.56242E+10 60. 0.93737E+08 0.000

VARIABLE ESTIMATED STANDARD T-RATIO PARTIAL STANDARDIZED ELASTICITY


NAME COEFFICIENT ERROR 58 DF P-VALUE CORR. COEFFICIENT AT MEANS
T 0.67736 0.7974E-01 8.495 0.000 0.745 0.7446 0.8403
CONSTANT 1545.7 957.7 1.614 0.112 0.207 0.0000 0.1597
VARIANCE-COVARIANCE MATRIX OF COEFFICIENTS
T 0.63584E-02
CONSTANT -76.345 0.91713E+06
T CONSTANT
CORRELATION MATRIX OF COEFFICIENTS
T 1.0000
CONSTANT -0.99975 1.0000
T CONSTANT

DURBIN-WATSON = 0.4061 VON NEUMANN RATIO = 0.4130 RHO = 0.79800


RESIDUAL SUM = 0.29274E-11 RESIDUAL VARIANCE = 27589.
SUM OF ABSOLUTE ERRORS= 7922.0
R-SQUARE BETWEEN OBSERVED AND PREDICTED = 0.5544
RUNS TEST: 8 RUNS, 31 POS, 0 ZERO, 29 NEG NORMAL STATISTIC = -5.9876
COEFFICIENT OF SKEWNESS = 0.5443 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.3087
COEFFICIENT OF EXCESS KURTOSIS = 0.5002 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.6085
JARQUE-BERA NORMALITY TEST- CHI-SQUARE(2 DF)= 3.1415 P-VALUE= 0.208
GOODNESS OF FIT TEST FOR NORMALITY OF RESIDUALS - 6 GROUPS
OBSERVED 0.0 10.0 19.0 26.0 3.0 2.0
EXPECTED 1.4 8.2 20.5 20.5 8.2 1.4
97

CHI-SQUARE = 6.9314 WITH 2 DEGREES OF FREEDOM, P-VALUE= 0.031

|_*PEDAGANG*
|_sample 1 60
|_ols Pd T/pcor pcov

REQUIRED MEMORY IS PAR= 5 CURRENT PAR= 11000


OLS ESTIMATION
60 OBSERVATIONS DEPENDENT VARIABLE= PD
...NOTE..SAMPLE RANGE SET TO: 1, 60
R-SQUARE = 0.5314 R-SQUARE ADJUSTED = 0.5233
VARIANCE OF THE ESTIMATE-SIGMA**2 = 59546.
STANDARD ERROR OF THE ESTIMATE-SIGMA = 244.02
SUM OF SQUARED ERRORS-SSE= 0.34537E+07
MEAN OF DEPENDENT VARIABLE = 9294.8
LOG OF THE LIKELIHOOD FUNCTION = -413.955
MODEL SELECTION TESTS - SEE JUDGE ET AL. (1985,P.242)
AKAIKE (1969) FINAL PREDICTION ERROR - FPE = 61531.
(FPE IS ALSO KNOWN AS AMEMIYA PREDICTION CRITERION - PC)
AKAIKE (1973) INFORMATION CRITERION - LOG AIC = 11.027
SCHWARZ (1978) CRITERION - LOG SC = 11.097
MODEL SELECTION TESTS - SEE RAMANATHAN (1998,P.165)
CRAVEN-WAHBA (1979)
GENERALIZED CROSS VALIDATION - GCV = 61600.
HANNAN AND QUINN (1979) CRITERION = 63233.
RICE (1984) CRITERION = 61673.
SHIBATA (1981) CRITERION = 61399.
SCHWARZ (1978) CRITERION - SC = 65979.
AKAIKE (1974) INFORMATION CRITERION - AIC = 61530.
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM MEAN
SS DF MS F
REGRESSION 0.39165E+07 1. 0.39165E+07 65.772
ERROR 0.34537E+07 58. 59546. P-VALUE
TOTAL 0.73702E+07 59. 0.12492E+06 0.000
ANALYSIS OF VARIANCE - FROM ZERO
SS DF MS F
REGRESSION 0.51876E+10 2. 0.25938E+10 43558.967
ERROR 0.34537E+07 58. 59546. P-VALUE
TOTAL 0.51910E+10 60. 0.86517E+08 0.000

VARIABLE ESTIMATED STANDARD T-RATIO PARTIAL STANDARDIZED ELASTICITY


NAME COEFFICIENT ERROR 58 DF P-VALUE CORR. COEFFICIENT AT MEANS
T 0.95008 0.1171 8.110 0.000 0.729 0.7290 1.2273
CONSTANT -2112.7 1407. -1.502 0.139-0.193 0.0000 -0.2273
VARIANCE-COVARIANCE MATRIX OF COEFFICIENTS
T 0.13724E-01
CONSTANT -164.78 0.19795E+07
T CONSTANT
CORRELATION MATRIX OF COEFFICIENTS
T 1.0000
CONSTANT -0.99975 1.0000
T CONSTANT
DURBIN-WATSON = 0.2157 VON NEUMANN RATIO = 0.2194 RHO = 0.89517
RESIDUAL SUM = 0.81855E-11 RESIDUAL VARIANCE = 59546.
SUM OF ABSOLUTE ERRORS= 11248.
R-SQUARE BETWEEN OBSERVED AND PREDICTED = 0.5314
RUNS TEST: 10 RUNS, 26 POS, 0 ZERO, 34 NEG NORMAL STATISTIC = -5.4280
COEFFICIENT OF SKEWNESS = 0.2152 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.3087
COEFFICIENT OF EXCESS KURTOSIS = 0.0413 WITH STANDARD DEVIATION OF 0.6085
JARQUE-BERA NORMALITY TEST- CHI-SQUARE(2 DF)= 0.4494 P-VALUE= 0.799
GOODNESS OF FIT TEST FOR NORMALITY OF RESIDUALS - 6 GROUPS
OBSERVED 0.0 10.0 24.0 17.0 7.0 2.0
EXPECTED 1.4 8.2 20.5 20.5 8.2 1.4
CHI-SQUARE = 3.4377 WITH 2 DEGREES OF FREEDOM, P-VALUE= 0.179
|_stop
TYPE COMMAND
9. Analisis Musiman
a. Analisis Musiman Gabah ditingkat Petani
2017 2018 2019 2020 2021
No Bulan jumlah Rerata SVI LCR HCL
GKP
1 Januari 4753,7 5415,16 5352,85 5273,34 4921,1 25716,15 5143,23 108,3506955 100,1446 111,0917
2 Februari 4639,19 5207,47 5114,05 5176,25 4758,15 24895,11 4979,022 104,8913808 97,73225 109,0463
3 Maret 4373,04 4757,03 4603,82 4936,25 4384,84 23054,98 4610,996 97,13830093 92,12536 103,9903
4 April 4307,9 4556,33 4356,62 4599,71 4274,9 22095,46 4419,092 93,09552394 90,75308 96,90054
5 Mei 4484,58 4554,47 4355,88 4622,58 4397,79 22415,3 4483,06 94,44311627 94,47514 97,38234
6 Juni 4528,07 4650,23 4551,8 4720,19 4545,56 22995,85 4599,17 96,88916656 95,39133 99,43865
7 Juli 4483,15 4632,64 4618,43 4788,3 4568,34 22833,24 4566,648 96,20403653 94,44501 100,8735
8 Agustus 4509,27 4774,09 4758,73 4817,6 4865,34 23307,74 4661,548 98,2032629 94,99527 101,4908
9 September 4654,67 4888,87 4904,86 4891,18 5154,62 23887,81 4777,562 100,6472908 98,05837 103,0408
10 Oktober 4790,79 4936,7 5012,12 4814,71 5353,97 24162,76 4832,552 101,8057466 100,926 101,4299
11 November 4863,75 5116,23 5098,07 4721,91 5397,38 24450,3 4890,06 103,0172483 102,463 99,47489
12 Desember 4994,67 5236,63 5214,6 4776,49 5624,02 24995,47 4999,094 105,3142309 105,221 100,6247

b. Analisis Musiman Gabah ditingkat Petani


2017 2018 2019 2020 2021
No Bulan jumlah Rerata SVI LCR HCL
GKG
1 Januari 5542,32 6001,87 5779,84 5797,61 5317,84 28439,48 5687,896 104,968014 102,2815 106,9927
2 Februari 5524,85 5960,91 5827,67 5826,33 5319,55 28459,31 5691,862 105,041205 101,9591 107,5228
3 Maret 5451,71 5441,81 5529,65 5765,96 5213,95 27403,08 5480,616 101,1427383 100,6093 106,4087
4 April 5219,96 5242,38 5126,59 5671,29 5074,26 26142,44 5228,488 96,48980949 96,33243 104,6616
5 Mei 5531,22 5266,89 5171,89 5587,91 5138,7 26502,09 5300,418 97,817251 102,0766 103,1228
6 Juni 5564,34 5360,66 5246 5845,42 5148,43 26980,28 5396,056 99,58221487 102,6878 107,8751
7 Juli 5457,41 5206,27 5277,23 5451,48 5209,92 26266,28 5253,256 96,94689376 100,7145 100,605
8 Agustus 5470,63 5307,94 5308,74 5396,44 5495,09 26521,98 5304,396 97,89066352 100,9585 99,5893
9 September 5502,49 5398,92 5391,51 5390,02 5801,86 26730,85 5346,17 98,66158721 101,5464 99,47082
82

10 Oktober 5531,88 5467,2 5508,36 5405,62 5890,72 26928,98 5385,796 99,39287037 102,0888 99,75871
11 November 5593,36 5646,37 5619,4 5311,8 5985,25 27231,39 5446,278 100,5090433 103,2234 98,0273
12 Desember 5605,6 5713,71 5774,65 5357,08 6166,24 27515,51 5503,102 101,5577091 103,4493 98,86293

c. Analisis Musiman Gabah ditingkat Penggiling


N 2017 2018 2019 2020 2021
Bulan jumlah Rerata SVI HCL
o GKP LCR
5452,7 5240,39
1 Januari 4843,87 5508,3 2 5370,89 5026,18 26201,96 2 108,1976768 100,0107 110,8921
5221,5 5079,12
2 Februari 4730,5 5304,55 7 5275,87 511723 25395,61 2 104,8679566 97,67 108,9302
4706,3
3 Maret 4460,28 4844,77 4 5030,35 4962,23 23522,65 4704,53 97,13380536 92,09081 103,861
4446,2
4 April 4390,69 4643,47 9 4691,72 4881,42 22570 4514 93,19995778 90,65399 96,86932
4445,8 4577,22
5 Mei 4570,38 4642,19 8 4730,15 4577,78 22886,14 8 94,50541789 94,36403 97,66278
4655,8 4694,80
6 Juni 4615 4738,79 5 4819,12 4649,09 23474,02 4 96,93299393 95,28529 99,49973
4712,4 4657,76
7 Juli 4569,57 4716,15 6 4882,88 4682,04 23288,84 8 96,16831656 94,3473 100,8162
4753,42
8 Agustus 4591,39 4870,22 4855,5 4904,92 4985,78 23767,13 6 98,14335457 94,79782 101,2712
5011,5
9 September 4743,5 4989,91 2 4995,59 5263,55 24389,25 4877,85 100,7123204 97,93841 103,1433
5119,2
10 Oktober 4884,95 5038,77 5 4928,44 5475,42 24696,2 4939,24 101,9798315 100,8589 101,7568
5203,3 4986,82
11 November 4951,17 5211,59 1 4815,34 5523,27 24934,14 8 102,9623746 102,2261 99,42168
5313,2
12 Desember 5080,86 5329,75 4 4874,88 5747,75 25475,05 5095,01 105,195994 104,9038 100,651

d. Analisis Musiman Gabah ditingkat Penggiling


83

2017 2018 2019 2020 2021


No Bulan jumlah Rerata SVI LCR HCL
GKG
1 Januari 5636,24 6098,88 5902,62 5910,57 5431,82 28980,13 5796,026 104,8078265 101,9185 106,8791
2 Februari 5621,05 6094,17 5951,96 5943,96 5501,65 29042,45 5808,49 105,0332093 101,6438 107,4829
3 Maret 5564,32 5554,68 5654,01 5887,58 5568,1 27991,37 5598,274 101,2319355 100,618 106,4634
4 April 5312,69 5366,65 5221,35 5807,98 5473,69 26703,14 5340,628 96,57299896 96,0678 105,024
5 Mei 5621,65 5373,33 5298,2 5707,16 5253,75 27048 5409,6 97,82019927 101,6546 103,2009
6 Juni 5677,49 5467,96 5360,9 5957,84 5268,62 27548,95 5509,79 99,63190545 102,6644 107,7339
7 Juli 5549,47 5312,54 5384,75 5600,77 5322,78 26849,04 5369,808 97,10065228 100,3494 101,2771
8 Agustus 5578,57 5399,9 5423,16 5516,39 5614,75 27065,65 5413,13 97,88403121 100,8756 99,75125
9 September 5590,21 5500,53 5521,89 5519,43 5916,1 27296,26 5459,252 98,71804172 101,0861 99,80622
10 Oktober 5620,77 5567,64 5622,16 5526,7 6006,04 27461,21 5492,242 99,31459015 101,6387 99,93768
11 November 5688,39 5753,72 5728,03 5440,28 6189,61 27782,78 5556,556 100,4775612 102,8615 98,37498
12 Desember 5688,71 5818 5886,34 5475,51 6278,41 28039,79 5607,958 101,4070484 102,8673 99,01203

e. Analisis Musiman Beras Premium ditingkat Penggiling


2017 2018 2019 2020 2021
No Bulan jumlah Rerata SVI LCR HCL
PREMIUM
1 Januari 9431,37 10349,91 10111,08 10032,66 9780,19 49705,21 9941,042 102,7051622 97,43952 103,6517
2 Februari 9408,39 10381,74 10007,91 10080,8 9772,1 49650,94 9930,188 102,5930249 97,20211 104,1491
3 Maret 9388,53 9892,56 9814,53 10082,43 9606,97 48785,02 9757,004 100,8037868 96,99692 104,1659
4 April 9324,6 9524,96 9464,68 10018,19 9549,76 47882,19 9576,438 98,93828217 96,33644 103,5022
5 Mei 9436,19 9523,88 9462,05 9826,63 9627,08 47875,83 9575,166 98,92514059 97,48932 101,5231
6 Juni 9444,28 9478,05 9515,51 9918,95 9537,16 47893,95 9578,79 98,96258168 97,5729 102,4769
7 Juli 9383,68 9519,93 9519,35 9931,71 9401,61 47756,28 9551,256 98,67811614 96,94682 102,6087
8 Agustus 9436,74 9458,07 9530 9962,65 9499,36 47886,82 9577,364 98,94784907 97,495 102,9284
9 September 9470,59 9572,03 9594,39 9871,12 9455,56 47963,69 9592,738 99,10668445 97,84472 101,9828
10 Oktobe 9502,67 9645,3 9659,17 9812,9 9449,47 48069,51 9613,902 99,32533879 98,17615 101,3813
84

11 November 9538,75 9770,97 9742,16 9714,5 9539,29 48305,67 9661,134 99,81331281 98,54891 100,3647
12 Desember 9860,39 9818,07 9838,26 9787,86 9672,54 48977,12 9795,424 101,2007203 101,8719 101,1226

f. Analisis Musiman Beras Medium ditingkat Penggiling


N 2017 2018 2019 2020 2021
Bulan jumlah Rerata SVI LCR HCL
o MEDIUM
104,115618
Januari
1 9099,52 10177,05 9902,68 9805,4 9404,74 48389,39 9677,878 5 97,89358 105,4875
103,907664
Februari
2 9047,57 10215,16 9799,57 9844,13 9386,31 48292,74 9658,548 3 97,3347 105,9042
100,995725
Maret
3 8705,43 9698,23 9555,35 9826,68 9153,68 46939,37 9387,874 3 93,65392 105,7164
98,2617898
April
4 8653,8 9220,84 9144,2 9671,03 8978,86 45668,73 9133,746 2 93,09848 104,0419
98,0259291
Mei
5 8790,17 9190,37 9142,52 9526,55 8909,5 45559,11 9111,822 5 94,56556 102,4876
6 Juni 8794,48 9135,41 9166,4 9445,31 8906,67 45448,27 9089,654 97,7874435 94,61193 101,6136
97,5886337
Juli
7 8743,86 9197,78 9211,03 9316,3 8886,9 45355,87 9071,174 3 94,06736 100,2257
97,8341336
Agustus
8 8823,05 9172,27 9224 9334,9 8915,75 45469,97 9093,994 7 94,91929 100,4258
98,7874738
September
9 8935,02 9309,98 9301,08 9404,58 8962,39 45913,05 9182,61 2 94,91929 101,1755
99,8769470
Oktobe
10 9116,5 9395,39 9433,88 9462,81 9010,82 46419,4 9283,88 1 98,07626 101,8019
100,829426
November
11 9279,52 9603,63 9522,01 9384,98 9071,94 46862,08 9372,416 5 99,83004 100,9646
101,989214
Desember
12 9526,01 9798,38 9565,59 9382,69 9128,44 47401,11 9480,222 7 102,4818 100,94

g. Analisis Musiman Beras ditingkat Pedagang


Beras tingkat Pedagang
No Bulan jumlah Rerata SVI LCR HCL
2017 2018 2019 2020 2021
85

100,933217
Januari
1 11579 12276 12211,09 12342,74 12186,56 60595,39 12119,08 5 96,4352 102,796
2 Februari 11571,24 12414 12222 12355,15 12191,05 60753,44 12150,69 101,19648 96,37057 102,8993
100,627996
Maret
3 11494 12299 12124 12368 12127,15 60412,15 12082,43 2 95,72728 103,0064
99,8317124
April
4 11449 12035 12019 12382,1 12049 59934,1 11986,82 3 95,3525 103,1238
99,5942181
Mei
5 11465 11943 12008 12293,03 12082,49 59791,52 11958,3 5 95,48576 102,382
99,4191706
Juni
6 11465 11907,26 12009 12223,98 12081,19 59686,43 11937,29 5 95,48576 101,8069
99,3945850
Juli
7 11448 11936 12021 12212,63 12054,04 59671,67 11934,33 4 95,34417 101,7124
99,2502362
Agustus
8 11411 11899 12018 12212,07 12044,94 59585,01 11917 3 95,03602 101,7077
Septembe 99,3816093
9 r 11481,84 11900 12050 12188,86 12043,18 59663,88 11932,78 1 95,62601 101,5144
99,6659594
Oktober
10 11552 11926,21 12108 12186,97 12061,41 59834,59 11966,92 8 96,21033 101,4987
Novembe 100,019902
11 r 11665,08 12013 12120 12178,62 12070,38 60047,08 12009,42 2 97,15211 101,4291
100,684912
Desember
12 11838 12106,77 12183,03 12184,52 12134 60446,32 12089,26 9 98,59227 101,4782
9. Analisis Korelasi
Analisis Korelasi Harga Gabah dan Beras di Indonesia menggunakan Eviews.
Covariance Analysis: Ordinary
Date: 05/16/23 Time: 04:28
Sample: 2017M01 2021M12
Included observations: 60

Correlation
t-Statistic
GKP_TINGKAT_ GKG_TINGKAT_ GKP_TINGKAT_ GKG_TINGKAT_ BERAS_PED
Probability PETANI PETANI PENGGILING PENGGILING PREMIUM MEDIUM AGANG
GKP_TINGKAT_PETA
NI 1.000000
86

-----

GKG_TINGKAT_PETA
NI 0.821154 1.000000
10.95784 -----

GKP_TINGKAT_PENG
GILING 0.952838 0.759464 1.000000
23.91122 8.890790 -----

GKG_TINGKAT_PENG
GILING 0.798381 0.978562 0.795412 1.000000
10.09760 36.18598 9.995039 -----

PREMIUM 0.540051 0.520558 0.538248 0.537101 1.000000


4.886823 4.643165 4.863841 4.849264 -----

MEDIUM 0.593137 0.492657 0.573347 0.492147 0.916595 1.000000


5.610710 4.311489 5.329444 4.305600 -----

BERAS_PEDAGANG 0.438779 0.241558 0.492241 0.296606 0.744520 0.729156 1.000000


3.718744 1.895788 4.306691 2.365326 8.493242 8.114428 -----

10. Hasil Analisis Regresi Linier Menggunakan SPSS


Variables Entered/Removeda

Model Variables Entered Variables Method


Removed

1 Jumlah Produksib . Enter

a. Dependent Variable: Harga Beras


87

b. All requested variables entered.

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the


Estimate

1 .091a .712 .070 2.335

a. Predictors: (Constant), Jumlah Produksi

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 36.531 1 20.531 4.880 0.000b

1 Residual 43.402 58 4.231

Total 43.933 59

a. Dependent Variable: Harga Beras

b. Predictors: (Constant), Jumlah Produksi

Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta

(Constant) 3.055 2.136 1.615 .000


1
Jumlah Produksi .019 .028 .091 .699 .488
88

a. Dependent Variable: Harga Beras

Anda mungkin juga menyukai