Anda di halaman 1dari 15

ARTIKEL MINI RISET

PEMBELAJARAN AL-QUR’AN PERSPEKTIF BAYANI BAGI

IBU RUMAH TANGGA DI LINGKUNGAN VI BAMBUAN

KECAMATAN STABAT

Artikel ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. MOHD. NASIR, MA.

OLEH:

NINA KHARISMA MENTARI


NIM: 3052022077

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PASCA SARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

LANGSA

2023 M / 1444 H
PEMBELAJARAN AL-QUR’AN PERSPEKTIF Q.S AL-

MUZZAMMIL AYAT 4 BAGI IBU RUMAH TANGGA DI

LINGKUNGAN VI BAMBUAN KECAMATAN STABAT

Nina Kharisma Mentari


Program Pascasarjana Pendidikan Agama Islam IAIN Langsa
E-mail: ninakharismamentari@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesesuaian pembelajaran


Al-Qur’an bagi ibu rumah tangga di Lingkungan VI Bambuan Kecamatan Stabat
dengan konteks tartil dalam QS. Al-Muzzammil ayat 4. Teknik pengumpulan data
yang digunakan yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun objek
penelitan Ibu rumah tangga peserta pembelajaran Al-Qur’an. Subjek penelitian ini
adalah kegiatan pembelajaran, peserta, dan guru. Alat pengumpul data adalah
lembar observasi, pedoman wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa konsep pembelajaran Al-Qur’an sesuai dengan konteks tartil
dalam Q.S Al-Muzzammil ayat 4 yang mana tidak hanya fokus memperbaiki
bacaan Al-Qur’an namun juga menambah hafalan serta tadabbur Al-Qur’an.
Kata Kunci: Pembelajaran Al-Qur’an, Bayani, Ibu Rumah Tangga

Abstract: This study aims to describe the suitability of learning the Qur'an for
housewives in the VI Bambuan Environment, Stabat District, with the tartil context
in QS. Al-Muzzammil verse 4. Data collection techniques used are observation,
interviews and documentation. As for the research object, housewives are
participants in Al-Qur'an learning. The subjects of this research are learning
activities, participants, and teachers. Data collection tools are observation sheets,
interview guides, and documentation. The results of the study show that the concept
of learning the Qur'an is in accordance with the tartil context in Q.S Al-Muzzammil
verse 4 which does not only focus on improving Al-Qur'an reading but also
increasing memorization and tadabbur of the Qur'an.

Key Word: Learning the Quran, Bayani, Housewives

1
A. Pendahuluan

Setiap muslim diwajibkan agar dapat membaca Al-Qur’an secara baik dan
benar sesuai dengan makharijul huruf dan kaidah tajwid, karena mempelajari ilmu
tajwid hukumnya adalah fardhu kifayah, sedangkan membaca Al-Qur’an secara
baik dan benar sesuai makharijul huruf dan kaidah tajwid hukumnya fardhu ‘ain.
Membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar sudah Allah perintahkan dalam surah
Al-Muzzammil ayat 4 yang artinya “Atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-
Qur’an itu dengan perlahan-lahan”.
Bayani merupakan metode pemikiran Arab yang menekankan otoritas teks
(nash), secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung artinya memahami
teks sebagai pengetahuan mutlak dan langsung mengaplikasikannya tanpa
pemikiran; secara tidak langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan
mentah sehingga diperlukan tafsir dan penalaran.1 Walaupun secara tekstual bayani
sudah menjadi pengetahuan yang sebenarnya, akan tetapi ketika dihadapkan dengan
konteks bayani berkata lain dan memiliki makna berbeda karena terdapat
penafsiran.2
Dalam Q.S. Al-Muzzammil diatas terdapat perintah untuk membaca Al-
Qur’an dengan tartil. Konteks tartil yang dimaksud dalam Al-Qur’an menurut Imam
Abu ‘Asyur adalah membaca Al-Qur’an secara perlahan-lahan dan berhati-hati
mengucapkan makharijul huruf Al-Qur’an dengan jelas dan ditunaikan hak setiap
huruf sesuai dengan harakatnya. Menurut tafsir Tahrir wat Tanwir dijelaskan bahwa
faidah membaca Al-Qur’an dengan tartil atau perlahan adalah agar dapat
memperkokoh hafalan serta bacaan Al-Qur’an yang dibaca terdengar jelas oleh
pendengar. Dengan bacaan yang tartil juga orang yang membaca dan yang

1
Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris, Filsafat Ilmu, Depok:
Rajawali Pers, 2020, h. 79
2
Rasyid Ridlo, Penerapan Epistemologi Bayani dan Burhani Sebagai Metode
Pembelajaran, Jurnal Pendidikan Agama Islam Pascasarjana STAI Syamsul ‘Ulum Gunungpuyuh
Volume 01 Nomor 1 Tahun 2020

2
mendengarkan dapat merenungkan makna yang terkandung dalam ayat yang
dibaca.3
Saat ini banyak lembaga pembelajaran Al-Qur’an yang berfokus pada
pembelajaran tahsin Al-Qur’an. Tahsin merupakan cara membaca Al-Qur’an
dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah hukum tajwid untuk memperbagus dan
memperbaiki dan memperbagus bacaan Al-Qur’an.4 Biasanya lembaga
pembelajaran Al-Qur’an hanya diperuntukkan bagi anak-anak usia sekolah.
Padahal usia dewasa juga sangat membutuhkan pembelajaran Al-Qur’an. Karena
masih banyak orang usia dewasa bacaan Al-Qur’annya masih belum sesuai dengan
kaidah hukum tajwid.
Di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat khususnya banyak lembaga
pembelajaran Al-Qur’an yang diperuntukkan bagi anak-anak dan remaja usia
sekolah. Masih sangat jarang ditemukan lembaga pembelajaran Al-Qur’an yang
diperuntukkan bagi orang-orang di usia dewasa. Banyak orang dewasa di sana yang
masih kurang baik dalam membaca Al-Qur’an. Hal tersebut dikarenakan
pembelajaran Al-Qur’an pada masa kecil mereka hanya berfokus pada bagaimana
bisa cepat lancar membaca Al-Qur’an. Proses pembelajaran Al-Qur’an pada usia
dewasa memang tidak bisa disamakan dengan pembelajaran Al-Qur’an pada anak-
anak maupun remaja. Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal yang unik
dan khusus serta bersifat individual. Terdapat strategi tersendiri untuk mempelajari
dan menemukan pemecahan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran Al-Qur’an
sesuai perkembangan usia.5
Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan di Lingkungan VI
Bambuan Kecamatan Stabat memang masih banyak orang dewasa yang masih
kurang baik dalam membaca Al-Qur’an. Pada perwiritan ibu-ibu terlihat bahwa
mayoritas dari ibu-ibu disana banyak yang masih kurang baik dalam membaca Al-

3
Khoirun Nidhom, Implementasi Tafsir Surat Al-Muzammil Ayat Empat dengan Metode
Qiraati, At-Taisiri: Journal of Indonesian Tafsir Studies, 02 (1), Maret 2021 (79-98), ISSN 2775-
3239
4
Heri Khoiruddin dan Adjeng Widya Kustiani, Manajemen Pembelajaran Tahsin Al-
Qur’an Berbasis Metode Tilawati, Jurnal Isema Vol. 5, No. 1 Juni 2020
5
Muhammad Alfarabi, Pendidikan Orang Dewasa dalam Al Qur’an, Jakarta: Kencana,
2018, Cetakan 1, h. 28

3
Qur’an. Hal tersebut dikarenakan pembelajaran Al-Qur’an yang mereka dapatkan
pada zaman dulu hanya fokus pada cepat lancar membaca Al-Qur’an. Selain itu
terdapat perbedaan antara orang dewasa dan anak-anak dalam mempelajari Al-
Qur’an, sepertinya hal tersebut yang sering diabaikan atau bisa jadi karena
ketidaktahuan guru ataupun muridnya. Seringkali pembelajaran Al-Qur’an pada
usia dewasa disamakan dengan pembelajaran Al-Qur’an pada anak-anak atau
remaja dengan memberikan banyak tugas. Sehingga orang dewasa yang sebenarnya
masuk pada jenjang usia dewasa akhir, mereka sudah tidak berselera untuk belajar
Al-Qur’an, mereka menganggap belajar Al-Qur’an adalah hal yang sulit, padahal
sesulit apapun tidaklah menggugurkan kewajiban untuk mempelajari Al-Qur’an,
apalagi kaitannya dengan bacaan shalat dan ibadah-ibadah lainnya. Maka konsep
pembelajaran Al-Qur’an pada usia dewasa haruslah mewujudkan pembelajaran Al-
Qur’an sepanjang hayat. Karena kita membutuhkan Al-Qur’an untuk menuntun kita
sepanjang hayat agar hidup bahagia di dunia juga akhirat.
Selanjutnya pada observasi awal peneliti menemukan bahwa terdapat
kelompok ibu-ibu yang mengadakan kegiatan pembelajaran Al-Qur’an dengan
menghadirkan guru yang ahli dalam bidang tersebut. Tujuan pengadaan kegiatan
tersebut adalah untuk memperbaiki bacaan Al-Qur’an yang selama ini masih
kurang baik. Namun dalam proses pembelajarannya tidak hanya berfokus pada
pembelajaran tahsin, tetapi mereka juga tadabbur Al-Qur’an serta menghafal Al-
Qur’an. Hal tersebut yang menyebabkan mereka sedikit kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran. Padahal secara psikologi manusia usia dewasa sulit untuk
memahami pembelajaran yang lebih dari satu metode dalam satu kali kegiatan
pembelajaran dengan kondisi tubuh dan daya tangkap yang menurun.6
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pada kesempatan ini peneliti
menganggap penting untuk melakukan penelitian tentang Pembelajaran Al-Qur’an
Bagi Ibu Rumah Tangga di Lingkungan VI Bambuan Kecamatan Stabat. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan kesesuaian pembelajaran Al-Qur’an pada
kalangan ibu rumah tangga di Lingkungan VI Lorong Bambuan Stabat dengan

6
Awaludin Jahid Abdillah dan Ayu Pradana Octaviani, Pengaruh Senam Otak Terhadap
Penurunan Tingkat Demensia, JURNAL KESEHATAN Vol. 9 No. 2 Tahun 2018

4
perintah membaca Al-Qur’an secara tartil dalam Q.S. Al-Muzzammil ayat 4
perspektif bayani.

B. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif studi fenomenologi dengan
pendekatan filsafat. Penelitian kualitatif studi fenomenologi merupakan penelitian
yang dilakukan dengan mengumpulkan data melalui berupa makna, konsep,
pengertian, karakteristik, gejala, simbol serta deskripsi mengenai suatu fenomena,
fokus dan multimetode yang bersifat alami dan holistik, mengutamakan kualitas
data dan disajikan secara naratif.7
Pendekatan filsafat dalam penelitian ini adalah pendekatan filsafat
epistemologi bayani dari Al-Jabiri. Epistemologi bayani merupakan sebuah
pemikiran Arab yang berdasarkan otoritas teks (nash) secara langsung maupun
tidak langsung. Secara langsung artinya memahami teks sebagai pengetahuan
mutlak dan langsung mengaplikasikannya tanpa perlu pemikiran. Secara tidak
langsung berarti memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga diperlukan
penalaran dan penafsiran. Meski demikian bukan berarti akal atau rasio bebas
menentukan makna dan maksudnya, tetapi harus tetap bersandar pada teks, yakni
kaidah bahasa Arab dan qiyas (analog).8
b. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di rumah salah satu warga Lingkungan VI Bambuan yang
menjadi tempat pembelajaran Al-Qur’an bagi ibu rumah tangga. Alasan peneliti
memilih lokasi tersebut adalah karena di Lingkungan VI bambuan masih sangat
sedikit orang dewasa yang bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Selain
itu hal yang menarik adalah pembelajaran Al-Qur’an pada kegiatan tersebut tidak
hanya berfokus pada perbaikan bacaan Al-Qur’an saja tetapi juga terdapat hafalan
Al-Qur’an juz 30 dan tadabbur Al-Qur’an dalam kegiatan pembelajarannya.

7
Endang Widi Winarni, Teori dan Praktik Penelitian Kuantitatif Kualitatif Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) Research and Development (R&D), Jakarta: BUMI AKSARA, 2018, h. 146
8
Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris..., h. 79

5
c. Jenis Data
Data primer merupakan data utama, asli atau langsung dari sumbernya.
Dengan kata lain, data primer adalah data asli yang dikumpulkan sendiri oleh
peneliti untuk menjawab masalah penelitian secara khusus.9
Data sekunder adalah keterangan yang diperoleh dari pihak kedua, baik
berupa orang maupun catatan seperti buku, laporan, buletin, majalah, jurnal,
maupun sumber lain yang sifatnya dokumentasi.10
d. Teknik Pengumpulan Data
a) Observasi
Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi
pasif, yaitu observasi yang dilaksanakan dengan cara peneliti berada di tempat
pelaksanaan suatu kegiatan tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.11
Observasi dilakukan saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran Al-Qur’an di
Lingkungan VI Bambuan dengan 12 peserta yang turut serta dalam kegiatan
pembelajaran Al-Qur’an tersebut.
b) Wawancara
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi
terstruktur, yaitu wawancara yang dilaksanakan lebih bebas dan terbuka dengan
tidak hanya berfokus pada teks pedoman wawancara.12 Alasan peneliti memilih
teknik wawancara ini adalah agar peneliti bisa mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan terkait objek yang diteliti dan narasumber bisa lebih bebas
mengemukakan ide dan pendapatnya. Wawancara dilakukan kepada 13 orang
narasumber yang terdiri dari 1 orang guru dan 12 orang peserta pembelajaran Al-
Qur’an di rentang usia 28-50 tahun.

9
Istijanto, Riset Sumber Daya Manusia, Jakarta: Gramedia, 2015, h. 32
10
Bagya Waluya, Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat, Bandung: Setia
Purna Press, 2014, h. 79
11
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: ALFABETA,
2017, h. 227
12
Sugiyono..., h. 233

6
c) Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan tulisan, gambar berupa
foto, dan dokumen lainnya. Studi dokumentasi sebagai pelengkap dari penggunaan
metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

C. Hasil dan Pembahasan


Hasil
Pembelajaran Al-Qur’an pada ibu rumah tangga di Lingkungan VI
Bambuan Stabat dilaksanakan di rumah salah satu peserta kegiatan. Pembelajaran
Al-Qur’an ini bermula dari kesadaran para ibu rumah tangga akan pentingnya
memperbaiki bacaan Al-Qur’an. Kegiatan tersebut sudah berlangsung selama dua
tahun. Sebagaimana hasil wawancara dengan Ibu Wanti:
“Iya, pengajiannya pun di sini, di rumah saya. Pengajian ini sudah dua tahun sejak
sebelum pandemi, saat pandemi diberhentikan sementara, ini di lanjut lagi”.13
Sejalan dengan hasil wawancara dengan Ibu Laila:
“Pengajiannya di rumah bu Wanti, dari sebelum pandemi sebenarnya saya sudah
diajak bu Wanti ikut pengajian ini, tapi saat itu saya belum mau, setelah pengajian
dimulai lagi pasca pandemi baru saya gabung.”14
Kegiatan pembelajaran yang di ajarkan antara lain tahsin yakni
memperbaiki bacaan Al-Qur’an, hafalan juz 30, serta tadabbur Al-Qur’an. Pada
pembelajaran tahsin di ajarkan makharijul huruf dan hukum tajwid nun mati, mim
mati, dan mad. Sebagaimana hasil wawancara dengan Ibu Wanti:
“Karena tujuan kami mengadakan pengajian ini untuk memperbaiki bacaan Al-
Qur’an ya sudah pasti kami belajar tahsin, kami juga di kasih hafalan sama gurunya
hafalan juz 30, nanti setelah kami baca Al-Qur’an kami juga tadabbur Al-Qur’an
sambil diselipi kisah-kisah teladan perempuan-perempuan hebat masa Rasul”.15
Sejalan dengan hasil wawancara dengan Ibu Is:
“Waktu tahsin itu kami di ajarkan makharijul huruf, tajwid nun mati, mim mati dan
mad.”16

13
Hasil wawancara dengan Ibu Wanti
14
Hasil wawancara dengan Ibu Laila
15
Hasil wawancara dengan Ibu Wanti
16
Hasil wawancara dengan Ibu Is

7
Selanjutnya hasil wawancara dengan Ibu Yuli:
“Kalau tahsin kami biasanya baca Al-Qur’an giliran, nanti gurunya sama teman
yang lain menyimak sambil memperbaiki bacaan kalau ada yang salah baca. Kami
juga di kasih catatan-catatan ilmu tajwid.”17
Selanjutnya hasil wawancara dengan Ibu Iyah:
“Hafalan tu kami di kasih hafalan juz 30, menghafalnya boleh nyicil boleh sekaligus
satu surah, sesama teman saling menyimak hafalan dan bacaan, baru di setor ke
guru.18
Hasil wawancara dengan Ibu Dar:
“Kalau nyimak hafalan itu biasanya kami uma nyimak hafalannya saja, kalau
bacaannya itu yang nyimak gurunya, karna kami pun masih kurang paham kalau di
suruh nyimak bacaan”.19
Hasil wawancara dengan Ibu Fitri selaku guru:
“Tadabbur kami lakukan dengan merujuk kepada kitab-kitab tafsir seperti tafsir
Ibnu Katsir dan Jalalain. Kadang saya selipi kisah-kisah teladan perempuan-
perempuan inspiratif masa Rasul kalau lagi tadabbur ayat-ayat tentang perempuan,
karena kan semuanya ibu-ibu.20
Selanjutnya peserta pembelajaran Al-Qur’an tersebut berusia antara 28-50
tahun. Di usia yang terbilang tidak muda lagi, tentunya para peserta mengalami
kesulitan saat proses pembelajaran, terutama pada pembelajaran tahsin dan hafalan
atau tahfiz juz 30. Sesuai hasil wawancara dengan Ibu Rista:
“Ibu-ibu yang ikut pengajian ini umurnya ada yang 28 tahun, ya 28 lah paling muda,
ada yang 30 tahunan, 50 tahunan pun ada”.21
Selanjutnya hasil wawancara dengan Ibu Wiwil:
“Kalau dibilang sulit sih enggak, cuma agak susah ngikutin makharijul hurufnya,
karena udah terbiasa yang salah tadi”.22
Selanjutnya Hasil wawancara dengan Ibu Ani:
“Kalau tahsin saya nggak merasa kesulitan, cuma hafalannya ini saya sering
terkelang-kelang urutan ayatnya, namanya ngafalnya di umur segini”.23

17
Hasil wawancara dengan Ibu Yuli
18
Hasil wawancara dengan Ibu Iyah
19
Hasil wawancara dengan Ibu Dar
20
Hasil wawancara dengan guru, Ibu Fitri
21
Hasil wawancara dengan Ibu Rista
22
Hasil wawancara dengan Ibu Wiwil
23
Hasil wawancara dengan Ibu Ani

8
Hasil wawancara dengan Ibu Fiza:
“Memang agak sulit belajar baca Al-Qur’an yang bener, nyebut huruf-hurufnya
yang bener itu lidahnya tu kaya kaku gitu, susah nyebutinnya”.24
Dari kegiatan tersebut tentunya sudah banyak perkembangan dari bacaan
Al-Qur’an mereka. Mulanya banyak yang bacaannya berantakan, sekarang sudah
lebih baik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Ibu Marni:
“Selama ikut pengajian ini ya banyak belajar, banyak perubahan, tadinya kalau baca
Al-Qur’an masih belepotan, sekarang sudah mengikut tajwid walaupun belum
mahir”.25
Selanjutnya hasil wawancara dengan Ibu Cici:
“Saya merasa sejak ikut pengajian ini bacaan Al-Qur’an saya jadi lebih baik,
menambah ilmu-ilmu baru, apalagi kisah-kisah perempuan hebat masa Rasul”.26
Hasil wawancara dengan Ibu Tini:
“Sejak ikut pengajian ini bacaan saya jadi lebih baik, dengan beban hafalan bacaan
sholat saya jadi nggak itu-itu saja, karena sudah menambah perbendaharaan
hafalan”.27
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran
Al-Qur’an yang di terapkan pada pembelajaran tersebut adalah pembelajaran tahsin
yakni memperbaiki bacaan Al-Qur’an sesuai makharijul huruf dan hukum tajwid,
pelaksanaannya dilakukan dengan cara membaca Al-Qur’an secara bergilir dan di
simak serta di perbaiki bacaannya, disertai pemberian materi tentang ilmu tajwid
dan latihan memperbaiki makharijul huruf. Kemudian pemberian hafalan yakni
hafalan juz 30 yang ayatnya pendek-pendek tentunya mempermudah untuk
menghafal serta dapat menambah perbenaharaan hafalan sehingga bacaan surah
pendek dalam sholat lebih bervariasi. Selain tahsin dan tahfiz juga terdapat tadabbur
Al-Qur’an, sehingga para peserta tidak hanya akan mampu membaca Al-Qur’an
dengan baik namun juga dapat memahami makna yang terkandung dalam setiap
ayat Al-Qur’an yang dibaca dengan berpedoman pada kitab-kitab tafsir. Tadabbur
Al-Qur’an tentunya tidak bisa dilakukan hanya mengandalkan akal dan rasio namun

24
Hasil wawancara dengan Ibu Fiza
25
Hasil wawancara dengan Ibu Marni
26
Hasil wawancara dengan Ibu Cici
27
Hasil wawancara dengan Ibu Tini

9
tetap berpedoman pada teks yakni kaidah bahasa Arab, kitab-kitab tafsir dan qiyas.
Kendala atau kesulitan yang dihadapi saat proses pembelajaran bukanlah masalah
yang besar, karena mempelajari Al-Qur’an memang harus perlahan dan
membutuhkan waktu yang tidak instan.

Pembahasan
Epistemologi bayani merupakan sebuah pemikiran Arab yang berdasarkan
otoritas teks (nash) secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
artinya memahami teks sebagai pengetahuan mutlak dan langsung
mengaplikasikannya tanpa perlu pemikiran. Secara tidak langsung berarti
memahami teks sebagai pengetahuan mentah sehingga diperlukan penalaran dan
penafsiran. Meski demikian bukan berarti akal atau rasio bebas menentukan makna
dan maksudnya, tetapi harus tetap bersandar pada teks, yakni kaidah bahasa Arab
dan qiyas (analog).28 Walaupun secara tekstual bayani sudah menjadi pengetahuan
yang sebenarnya, akan tetapi ketika dihadapkan dengan konteks bayani berkata lain
dan memiliki makna berbeda karena terdapat penafsiran.29
Dalam Q.S. Al-Muzzammil ayat 4 yang artinya “Atau lebih dari (seperdua)
itu, dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”. Konteks tartil yang
dimaksud dalam Al-Qur’an menurut Imam Abu ‘Asyur adalah membaca Al-Qur’an
secara perlahan-lahan dan berhati-hati mengucapkan makharijul huruf Al-Qur’an
dengan jelas dan ditunaikan hak setiap huruf sesuai dengan harakatnya. Menurut
tafsir Tahrir wat Tanwir dijelaskan bahwa faidah membaca Al-Qur’an dengan tartil
atau perlahan adalah agar dapat memperkokoh hafalan serta bacaan Al-Qur’an yang
dibaca terdengar jelas oleh pendengar. Dengan bacaan yang tartil juga orang yang
membaca dan yang mendengarkan dapat merenungkan makna yang terkandung
dalam ayat yang dibaca.30
Sesuai dengan hasil penelitian di atas yakni pengajian atau pembelajaran Al-
Qur’an bagi ibu rumah tangga di Lingkungan VI Bambuan memahami konteks tartil

28
Muhammad Syukri Albani Nasution dan Rizki Muhammad Haris..., h. 79
Rasyid Ridlo..., Jurnal Pendidikan Agama Islam Pascasarjana STAI Syamsul ‘Ulum
29

Gunungpuyuh Volume 01 Nomor 1 Tahun 2020


30
Khoirun Nidhom..., ISSN 2775-3239

10
yang dalam Q.S Al-Muzzammil ayat 4 bahwa membaca Al-Qur’an harus secara
perlahan sehingga jelas makharijul huruf dan tajwidnya serta dapat memahami isi
kandungan setiap ayat yang dibaca. Sehingga pembelajaran Al-Qur’an yang di
terapkan pada pembelajaran tersebut adalah pembelajaran tahsin yakni
memperbaiki bacaan Al-Qur’an sesuai makharijul huruf dan hukum tajwid,
pelaksanaannya dilakukan dengan cara membaca Al-Qur’an secara bergilir dan di
simak serta di perbaiki bacaannya, disertai pemberian materi tentang ilmu tajwid
dan latihan memperbaiki makharijul huruf. Kemudian pemberian hafalan yakni
hafalan juz 30 yang ayatnya pendek-pendek tentunya mempermudah untuk
menghafal serta dapat menambah perbenaharaan hafalan sehingga bacaan surah
pendek dalam sholat lebih bervariasi. Selain tahsin dan tahfiz juga terdapat tadabbur
Al-Qur’an, sehingga para peserta tidak hanya akan mampu membaca Al-Qur’an
dengan baik namun juga dapat memahami makna yang terkandung dalam setiap
ayat Al-Qur’an yang dibaca dengan berpedoman pada kitab-kitab tafsir. Tadabbur
Al-Qur’an tentunya tidak bisa dilakukan hanya mengandalkan akal dan rasio namun
tetap berpedoman pada teks yakni kaidah bahasa Arab, kitab-kitab tafsir dan qiyas.
Adapun kendala atau kesulitan yang dihadapi saat proses pembelajaran bukanlah
masalah yang besar, karena mempelajari Al-Qur’an memang harus perlahan dan
membutuhkan waktu yang tidak instan.

D. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, kesimpulan dari penelitian ini adalah
pembelajaran Al-Qur’an bagi ibu rumah tangga di Lingkungan VI Bambuan
memahami konteks tartil yang dalam Q.S Al-Muzzammil ayat 4 bahwa membaca
Al-Qur’an harus secara perlahan sehingga jelas makharijul huruf dan tajwidnya
serta dapat memahami isi kandungan setiap ayat yang dibaca. Sehingga
pembelajaran Al-Qur’an yang di terapkan pada pembelajaran tersebut adalah
pembelajaran tahsin yakni memperbaiki bacaan Al-Qur’an sesuai makharijul huruf
dan hukum tajwid, pelaksanaannya dilakukan dengan cara membaca Al-Qur’an
secara bergilir dan di simak serta di perbaiki bacaannya, disertai pemberian materi

11
tentang ilmu tajwid dan latihan memperbaiki makharijul huruf. Kemudian
pemberian hafalan yakni hafalan juz 30 yang ayatnya pendek-pendek tentunya
mempermudah untuk menghafal serta dapat menambah perbenaharaan hafalan
sehingga bacaan surah pendek dalam sholat lebih bervariasi. Selain tahsin dan
tahfiz juga terdapat tadabbur Al-Qur’an, sehingga para peserta tidak hanya akan
mampu membaca Al-Qur’an dengan baik namun juga dapat memahami makna
yang terkandung dalam setiap ayat Al-Qur’an yang dibaca dengan berpedoman
pada kitab-kitab tafsir. Tadabbur Al-Qur’an tentunya tidak bisa dilakukan hanya
mengandalkan akal dan rasio namun tetap berpedoman pada teks yakni kaidah
bahasa Arab, kitab-kitab tafsir dan qiyas. Adapun kendala atau kesulitan yang
dihadapi saat proses pembelajaran bukanlah masalah yang besar, karena
mempelajari Al-Qur’an memang harus perlahan dan membutuhkan waktu yang
tidak instan.

Saran
Pertama, menyarankan untuk para pembelajar agar mengimplementasikan
proses pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan usia sehingga terwujud
pola pembelajaran Al-Qur’an yang benar-benar memenuhi hak dan kebutuhan
peserta sebagai pembelajar di usia dewasa yang mandiri, bebas dalam berkreativitas
dan siap untuk mengembangkan potensi pikir di usia dewasa. Kedua, menyarankan
pengajar Al-Qur’an pada usia dewasa agar bersama-sama dapat merealisasikan
konsep pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan usia, dan mengubah sudut
pandang tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam sebuah pembelajaran Al-
Qur’an pada usia dewasa serta menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.
Ketiga, menyarankan kepada para penulis atau peneliti berikutnya agar berkenan
mengkaji dan menggunakan konsep pembelajaran Al-Qur’an yang sesuai dengan
perkembangan ilmu lainnya agar dapat digali lebih dalam dan lebih komprehensip,
sehingga dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan Ilmu Al-Qur’an.

12
E. Daftar Pustaka

Alfarabi, Muhammad. 2018. Pendidikan Orang Dewasa dalam Al Qur’an, Jakarta:


Kencana

Hasil wawancara dengan guru, Ibu Fitri


Hasil wawancara dengan Ibu Ani
Hasil wawancara dengan Ibu Cici
Hasil wawancara dengan Ibu Dar
Hasil wawancara dengan Ibu Fiza
Hasil wawancara dengan Ibu Is
Hasil wawancara dengan Ibu Iyah
Hasil wawancara dengan Ibu Laila
Hasil wawancara dengan Ibu Marni
Hasil wawancara dengan Ibu Rista
Hasil wawancara dengan Ibu Tini
Hasil wawancara dengan Ibu Wanti
Hasil wawancara dengan Ibu Wiwil
Hasil wawancara dengan Ibu Yuli
Istijanto. 2015. Riset Sumber Daya Manusia, Jakarta: Gramedia

Jahid Abdillah, Awaludin dan Ayu Pradana Octaviani. 2018. Pengaruh Senam Otak
Terhadap Penurunan Tingkat Demensia, JURNAL KESEHATAN Vol.
9 No. 2 Tahun 2018

Khoiruddin, Heri dan Adjeng Widya Kustiani. 2020. Manajemen Pembelajaran


Tahsin Al-Qur’an Berbasis Metode Tilawati, Jurnal Isema Vol. 5, No. 1
Juni 2020

Nidhom, Khoirun. 2021. Implementasi Tafsir Surat Al-Muzammil Ayat Empat


dengan Metode Qiraati, At-Taisiri: Journal of Indonesian Tafsir Studies,
02 (1), Maret 2021 (79-98), ISSN 2775-3239

Ridlo, Rasyid. 2020. Penerapan Epistemologi Bayani dan Burhani Sebagai Metode
Pembelajaran, Jurnal Pendidikan Agama Islam Pascasarjana STAI
Syamsul ‘Ulum Gunungpuyuh Volume 01 Nomor 1 Tahun 2020

13
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:
ALFABETA

Syukri Albani Nasution, Muhammad dan Rizki Muhammad Haris. 2020. Filsafat
Ilmu, Depok: Rajawali Pers

Waluya, Bagya. 2014. Sosiologi: Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat,


Bandung: Setia Purna Press

Widi Winarni, Endang. 2018. Teori dan Praktik Penelitian Kuantitatif Kualitatif
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Research and Development (R&D),
Jakarta: BUMI AKSARA

14

Anda mungkin juga menyukai