Anda di halaman 1dari 7

Simulasi Pola Arus Baroklinik di Perairan Indonesia Timur

dengan Model Numerik Tiga-dimensi

Syamsul Rizal1), Ichsan Setiawan1), Muhammad1, Taufiq Iskandar2), dan Mulyadi A. Wahid3)
1)
Jurusan Ilmu Kelautan, Koordinatorat Kelautan dan Perikanan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
2)
Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
3)
Pusat Studi Kelautan dan Perikanan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
e-mail: syamsul.rizal@unsyiah.net

Diterima 26 Juni 2009, disetujui untuk dipublikasikan 21 November 2009

Abstrak
Penelitian ini mengkaji pola arus Indonesia Timur dengan menggunakan persamaan Navier-Stokes. Pola arus
tersebut disimulasikan dengan Hamburg Shelf Ocean Model (HAMSOM). Dua skenario yang dipilih mewakili
kondisi monsun barat (Februari 1994) dan monsun timur (Agustus 1994). Hasil penelitian ini membahas pola rata-
rata arus permukaan, arus lapisan 100-200 m, dan arus dasar laut. Pada saat monsun barat, sirkulasi arus
permukaan di Selat Makassar menuju ke selatan dan membelok ke timur yang diteruskan ke Samudera Pasifik serta
Laut Arafuru. Sedangkan pada monsun timur, arus di Selat Makassar menuju ke selatan yang membelok ke barat ke
arah Laut Jawa dan ke timur ke arah Samudera Pasifik. Secara umum pola sirkulasi arus sesuai dengan hasil
Wyrtki, 1961 dan Ahmat et al., 1995. Akan tetapi kurang sesuai dengan hasil Gordon dan McClean, 1999.
Sedangkan di lapisan 100 – 200 m, pada monsun barat, arus yang melalui Selat Makassar terbagi menjadi dua
arah arus, yakni dari Laut Bali mengarah ke utara dan dari Samudera Pasifik mengarah ke selatan, sedangkan
yang terjadi pada monsun timur arus yang melewati di Selat Makassar hanya mengalir menuju ke Samudera
Pasifik. Di Samudera Hindia arus terpecah menjadi 2 arah yaitu, menuju perairan pantai selatan Jawa dan Laut
Timor serta Laut Arafuru yang berlaku untuk kedua monsun. Dari Laut Banda, pada kedua monsun, arus menuju
Samudera Pasifik melalui Laut Buru dan Laut Maluku.
Kata kunci : Arus baroklinik, Arus permukaan, Arus lapisan 100-200 m, Arus dasar laut, Perairan Indonesia Timur

Abstract
In this investigation, the currents in Eastern Indonesian region are simulated by using the equations of motion
(Navier-Stokes Equation). These equations are solved by the Hamburg Shelf Ocean Model (HAMSOM). Two cases
are carried out, i.e. in the condition of west monsoon (February 1994) and east monsoon (August 1994). The
simulation results are discussed for surface current, currents at 100-200 m, and the bottom current. For the west
monsoon, surface circulation in the Macassar Strait flows to the south and change to the east to the Pacific Ocean
and Arafuru Sea. While for the east monsoon, surface currents in the Macassar Strait flow to the south and bifurcate
to the west (to the Java Sea) and to the east (to the Pacific Ocean). In general, the results obtained agrees well with
the work of Wyrtki, 1961 and Ahmat et al., 1995, but less with the work of Gordon and McClean, 1999 For the layer
100 – 200 m, at west monsoon, in the Macassar Strait there are two different currents, i.e. from Bali Sea to the north
and from Pacific Ocean to the south, while at east monsoon the currents in the Macassar Strait flow to the Pacific
Ocean. In Indian Ocean, for both west and east monsoon, circulation bifurcates to the south coast of Java and to the
Timor and Arafuru Sea. In Banda Sea, for both of west and east monsoon, currents flow to Pacific Ocean via Buru
Sea and Molucca Sea.
Keywords: Baroclinic current, Surface current, Currents at 100-200 m, Bottom current, Eastern Indonesian water
keeadaan/proses yang terjadi di alam. Beberapa
1. Pendahuluan
model telah diterap pada syarat batas terbuka maupun
Penelitian laut dengan menggunakan tertutup. Kriteria kedua menggunakan kaidah-kaidah
pemodelan numerik (numerical modelling) telah fisika yang menjelaskan tentang proses fisis air laut.
berkembang pesat, hal ini dikarenakan kompleksnya Model dapat berupa hidrodinamika maupun
laut sebagai medium yang selalu dinamis. Dalam dua termodinamika atau keduanya. Model pada lapisan
dekade ini, kriteria pemodelan telah mengalami permukaan menjelaskan keadaan termodinamika dan
perkembangan sehingga peneliti dalam bidang pada lapisan selanjutnya menerangkan tipe
oseanografi dapat mengklasifikasikan model pada hidrodinamika. Kriteria ketiga berhubungan dengan
beberapa kriteria. Kriteria pertama berhubungan keadaan permukaan laut. Kriteria keempat
dengan geografi. Pemodelan laut didesain pada suatu berhubungan dengan arah derajat kebebasan vertikal
syarat batas yang diinginkan untuk mendekati z (termasuk susunan model dalam arah vertikal).

113
114 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, DESEMBER 2009, VOL. 14 NO. 4

Kriteria kelima berhubungan dengan proses pelapisan Samudera Hindia (Wrytki, 1961). Sirkulasi arus dasar
vertikal, diantaranya: variasi suhu, salinitas, dan laut secara umum mengalir dari Laut Banda menuju
densitas per kedalaman. Laut Jawa, sedangkan di antara kepulauan Maluku
Aliran massa air bawah permukaan dari dan Pulau Irian Jaya arus menuju Laut Arafuru serta
Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui dari Laut Timor arus juga bergerak ke Laut Arafuru.
perairan jeluk (bagian laut dalam) Indonesia Sementara itu, arus dari Laut Banda yang membelok
merupakan suatu fenomena yang menarik perhatian melewati Selat Flores arus menuju ke Samudera
dunia akhir-akhir ini. Aliran massa air tersebut Hindia (Ahmad et al., 1995).
dikenal dengan nama ARLINDO (ARus LINtas
2 Metode
InDOnesia). Dalam istilah internasional dikenal
sebagai “Indonesian Throughflow”. ARLINDO Untuk memodelkan hidrodinamika tiga
tersebut mengalirkan massa air Samudera Pasifik ke dimensi, digunakan diskritisasi persamaan Navier-
Samudera Hindia melalui perairan Indonesia Timur. Stokes yang solusinya diperoleh dengan
Arlindo ini didominasi oleh aliran air bawah menggunakan metode elemen hingga skema semi-
permukaan dengan aliran terkuatnya pada kedalaman implisit. Dengan pemakaian skema semi-implisit ini,
antara 100 m dan 300 m yang merupakan aliran waktu simulasi dapat dihemat tanpa mengurangi
utama massa air dari Samudera Pasifik. ARLINDO akurasi. Berikut dipaparkan metode penelitian untuk
dipandang sebagai komponen penting bagi sirkulasi pemodelan numerik tiga-dimensi.
laut yang mengalirkan/menyebarkan panas (heat-
flux) secara global. Informasi tenaga penggerak 2.1 Persamaan dasar dinamika oseanografi
(driving force) dari ARLINDO dan karakteristik Persamaan dasar yang digunakan pada
alirannya sampai sekarang masih belum tersedia penelitian ini adalah persamaan gerak dinamika
dengan jelas. Salah satu parameter fisika kelautan oseanografi dalam arah x dan y (Pond dan Pickard,
yang paling berpengaruh adalah arus. Segala hal yang 1983; Backhaus, 1985; Rizal dan Sündermann, 1994;
berhubungan dengan kegiatan dan proses di bidang Huang et al., 1999; Rizal, 2000):
kelautan tidak terlepas dari peranan arus laut, antara ∂u ∂u ∂u ∂u 1 ∂p
lain: eksplorasi sumberdaya laut di bidang perikanan, + u + v + w − fv = −
mineral, hidrografi dan pemetaan laut, meteorologi ∂t ∂x ∂y ∂z ρ ∂x
(1)
dan iklim, perhubungan laut dan konstruksi bangunan ∂ ⎛ ∂u ⎞ ∂ ⎛ ∂u ⎞ ∂ ⎛ ∂u ⎞
+ ⎜ AH ⎟ + ⎜ AH ⎟ + ⎜ Av ⎟
pantai, dimana kesemuanya dilakukan dengan ∂x ⎝ ∂x ⎠ ∂y ⎜⎝ ∂y ⎟⎠ ∂z ⎝ ∂z ⎠
mengamati terlebih dahulu dinamika arus laut.
Indonesia memiliki perairan yang kompleks ∂v ∂v ∂v ∂v 1 ∂p
+ u + v + w + fu = −
karena adanya monsun dan topografi perairannya ∂t ∂x ∂y ∂z ρ ∂y
yang sangat beragam, hal ini memungkinkan adanya (2)
∂ ⎛ ∂v ⎞ ∂ ⎛ ∂v ⎞ ∂ ⎛ ∂v ⎞
interaksi antara proses fisis laut dan atmosfer yang + ⎜ AH ⎟ + ⎜⎜ AH ⎟ + ⎜ Av ⎟
mempengaruhi sifat-sifat massa air perairan ∂x ⎝ ∂x ⎠ ∂y ⎝ ∂y ⎟⎠ ∂z ⎝ ∂z ⎠
Indonesia dan iklim global. Berdasarkan asumsi Dalam arah z digunakan persamaan hidrostatika yang
Ilahude dan Nontji, 1999, di perairan Indonesia disederhanakan dalam bentuk:
mengalir dua sistem arus utama, yaitu Arus Monsoon
∂p
Indonesia (ARMONDO) dan Arus Lintas Indonesia = − ρg (3)
(ARLINDO). ARMONDO berada di wilayah barat, ∂z
sedangkan ARLINDO berada di wilayah tengah dan Persamaan keadaan air laut:
timur perairan Indonesia. Sirkulasi arus di perairan ρ = ρ (S , T , p ) = ρ o + ρ ' (4)
Indonesia Timur sangat menarik untuk diteliti
dikarenakan perairan Indonesia Timur terletak pada Persamaan konservasi temperatur:
persimpangan pergerakan massa air yang datang ∂T ∂T ∂T ∂T
melalui Arus Monsun Indonesia dan Arus Lintas +u +v +w = K H ∇ 2T
∂t ∂x ∂y ∂z
Indonesia. Sirkulasi perairan Indonesia Timur pada (5)
monsun barat di Selat Makassar memperlihatkan ∂ ⎛ ∂T ⎞
+ ⎜ KV ⎟ + ST
aliran arus ke selatan dan membelok ke timur ∂z ⎝ ∂z ⎠
melewati Selat Flores dan Laut Banda, selanjutnya
Persamaan konservasi salinitas:
dibagian Laut Banda arus membelok ke utara dan
timur laut menuju Samudera Pasifik dan Laut ∂S ∂S ∂S ∂S
+u +v +w = K H ∇2S
Arafuru. Sedangkan pada waktu monsun timur di ∂t ∂x ∂y ∂z
Selat Makassar arus mengalir ke selatan dan (6)
∂ ⎛ ∂S ⎞
membelok ke barat menuju Laut Jawa, dan di antara + ⎜ KV ⎟ + SS
kepulauan Maluku dan Pulau Irian Jaya arus menuju ∂z ⎝ ∂z ⎠
barat daya yang diteruskan ke Laut Jawa serta di Laut Persamaan kontinuitas:
Arafuru dan Laut Banda arus sebagian besar menuju
Rizal dkk., Simulasi Pola Arus Baroklinik di Perairan Indonesia Timur dengan Model Numerik Tiga-Dimensi 115

∂ξ ∂
ξ

ξ • pengumpulan data sekunder yang digunakan
+
∂t ∂x − h∫
udz + ∫
∂y − h
vdz = 0, (7) sebagai nilai-nilai batas (boundaries values) dalam
melakukan simulasi diperoleh dari Levitus dan
di mana u(x,y,z,t), v(x,y,z,t) dan w(x,y,z,t) merupakan Boyer, 1994a,b (salinitas, temperatur) dan data
kecepatan arus dalam arah x, y dan z, t waktu, sekunder meterologi tahun 1994 setiap 6 jam yang
sedangkan f = 2ω sin ϕ adalah parameter Coriolis, ω diperoleh dari National Centers for Environmental
Prediction (NCEP). Adapun rata-rata angin bulan
adalah kecepatan sudut rotasi bumi, dan ϕ merupakan
Februari dan Agustus 1994 dari salah satu
lintang geografi; ζ(x,y,t) merupakan elevasi
parameter meteorologi ditunjukkan pada Gambar 2
permukaan air yang diukur dari permukaan air
dan Gambar 3;
tenang, h(x,y) merupakan kedalaman air yang juga
• efek atmosfir terhadap permukaan laut, seperti: efek
diukur dari permukaan air tenang, g adalah konstanta
aliran panas (heat flux). Dalam hal ini
percepatan gravitasi, H xk dan H yk secara bersamaan
diperhitungkan efek radiasi gelombang pendek dari
merupakan ketebalan lapisan dalam arah u dan v pada matahari, panas sensibel, panas laten, dan radiasi
lapisan ke k, dan ∇H adalah operator gradient gelombang panjang yang teremisi sebagai syarat
horizontal. Ah adalah koefisien pertukaran turbulensi batas permukaan pada model;
horizontal dan Av adalah koefisien viskositas eddy • variasi salinitas dan temperatur air laut di
vertikal. KH dan KV adalah koefisien difusi eddy permukaan;
horizontal dan vertikal. ST dan SS adalah suku sumber • pengaruh variabilitas iklim terhadap permukaan
temperatur dan salinitas. Pers (1), (2), dan (3) laut
digunakan untuk memodelan dinamika oseanografi
melalui proses diskrisitasi menggunakan metode
elemen hingga skema semi-implisit.
Tekanan hidrostatis p (dengan mengabaikan
suku gρ 0 z dan pa, dikarenakan tidak memiliki
kontribusi terhadap gradient tekanan horizontal) pada
arah z dituliskan:

p = gρ1ζ + p' (ζ ) + g ρ ' dz ≡ gρ1ζ + I


0
∫z (8)

Karena berhubungan dengan syarat stabilitas pada


langkah waktu yang harus dipenuhi oleh simulasi
numerik, tekanan pada pers. (8) dipisahkan menjadi
dua suku yaitu: komponen Barotropik ( gρ1ζ ) dan
komponen Baroklinik (I), di mana p adalah tekanan
hidrostatik, ρ densitas aktual, ρ0 densitas referensi
(reference density) ρ’=ρ-ρ0 adalah densitas anomali. Gambar 1. Kedalaman perairan Indonesia Timur
Satuan yang dipakai adalah satuan Sistem (meter)
Internasional (SI). Diskretisasi persamaan (8) secara
lebih detail dapat dilihat pada Backhaus (1985).
2.2 Tahapan simulasi model
Model arus baroklinik permukaan dan dasar
laut maupun arus diantara permukaan dan dasar laut
disimulasi pada lintang geografis112°30’ BT -
130°30’ BT dan 2°30’ LU - 12°30’ LS (Gambar 1)
dengan lebar sel horizontal ∂x = 10’, ∂y = 10’ dan
pada arah kedalaman (z) didiskritisasi sebanyak 11
lapis, yaitu 0-10,10-20, 20-30, 30-50, 50-100, 100-
200, 200-500, 500-1000, 1000-2000, 2000-5000, dan
5000-12000 m. Selang waktu ∆t = 600 detik,
koefisien eddy horizontal AH = 2500 m2/detik,
koefisien eddy vertikal AV = 0.001 m2/detik dan
faktor gesekan dasar laut r = 0.0025. Simulasi model
arus baroklinik ini dilakukan dengan
memperhitungkan: Gambar 2. Pola angin rata-rata bulan Februari 1994
• pergerakan arus akibat parameter meteorologi, (m/s)
salinitas, dan temperatur;
116 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, DESEMBER 2009, VOL. 14 NO. 4

1995. Di Selat Makassar pada saat monsun barat


(Februari, 1994) terjadi perbedaan arah arus antara
Gordon dan McClean (1999) dengan Wyrtki (1961)
seperti yang terlihat pada Gambar 5 dan Gambar 4b.
Gordon dan McClean (1999) mengemukakan bahwa
di Selat Makassar arus menuju utara, sedangkan
Wyrtki (1961) arus menuju selatan. Namun,
penyebab dari perbedaan ini tidak dikemukakan oleh
Gordon dan McClean (1999).

a
Gambar 3. Pola angin rata-rata bulan Agustus 1994
(m/s)
c

3. Hasil dan Pembahasan


Pola arus permukaan, arus di lapisan 100-200 Gambar 4. Pola Arus Permukaan rata-rata di
m, dan arus dasar laut yang dipilih mewakili monsun Perairan Indonesia Timur a. Monsun Barat (Februari
barat dan monsun timur adalah pada bulan Februari 1994), b. Februari (Wrytki , 1961), c. Monsun Barat
1994 dan Agustus 1994. Pemilihan bulan yang (Ahmad et al., 1995).
mewakili monsun barat dan monsun timur yaitu,
Februari dan Agustus telah secara umum dipakai oleh
peneliti sebelumnya (Gordon dan McClean, 1999).
Pemilihan bulan tersebut juga diambil berdasarkan
bulan-bulan genap, dimana arus bulan Februari dan
Agustus adalah arus terbesar yang mewakili monsun
barat dan monsun timur di perairan Indonesia Timur
(Wyrtki, 1961). Pola sirkulasi arus permukaan pada
monsun barat (Februari 1994) di perairan Indonesia
Timur, memperlihatkan pola arus yang melewati
Selat Makassar menuju ke selatan dan membelok ke
timur dengan kecepatan arus 40 cm/detik dan
dilanjutkan ke Samudera Pasifik dengan kecepatan >
40 – 100 cm/detik melalui Laut Buru dan Laut
Maluku serta ke Laut Banda dan Laut Arafuru sekitar
10-25 cm/detik. Arus yang melewati Laut Timor
berkecepatan 30-40 cm/detik menuju Laut Banda dan
Arafuru (Gambar 4). Sedangkan pada monsun timur Gambar 5. Arus kedalaman 12,5 meter (Gordon, dan
(Agustus 1994) yang diperlihatkan Gambar 6, McClean, 1999)
sirkulasi arus dari Samudera Pasifik tetap melewati
Selat Makassar membelok ke Laut Jawa dengan
kecepatan 20-30 cm/detik dan sebagian juga
membelok ke timur menuju Samudera Pasifik dengan
kecepatan > 60 – 100 cm/detik melalui Laut Buru
dan Laut Maluku. Arus yang mengalir sekitar
perairan Irian Jaya bergerak menuju laut Banda dan
laut timor. Di sisi lain dari Laut Arafuru, arus
mengalir menuju Samudera Hindia dengan kecepatan
40-80 cm/detik yang akhirnya bergerak ke arah
perairan selatan Jawa. Secara umum sirkulasi arus
pada monsun barat dan monsun timur sesuai dengan
yang dinyatakan Wrytki, 1961 dan Ahmad et al.,
Rizal dkk., Simulasi Pola Arus Baroklinik di Perairan Indonesia Timur dengan Model Numerik Tiga-Dimensi 117

Gambar 6. Pola Arus Permukaan rata-rata di


Perairan Indonesia Timur a. Monsun Timur (Agustus
1994), b. Agustus (Wrytki, 1961), c. Monsun Timur
(Ahmad dkk., 1995).
Gambar 7. Pola Arus rata-rata di Lapisan 100-200 m
Arus di lapisan 100-200 meter pada monsun bulan Februari 1994
barat dan timur ditunjukkan pada Gambar 7 dan 9.
Pada monsun barat (lihat Gambar 7), arus dari Laut
Bali bergerak ke utara dan arus dari Samudera Pasifik
yang melalui Selat Makassar bergerak ke selatan
dengan kecepatan 10-20 cm/detik. Di Laut Arafuru
dan Laut Banda Arus bergerak ke Samudera Pasifik
melalui Laut Buru dan Laut Maluku dengan
kecepatan 60 – 100 cm/detik serta di Samudera
Hindia arus terpecah dua yaitu, mengarah ke barat
menuju selatan Jawa dengan kecepatan < 20 cm/detik
dan mengarah ke timur menuju Laut Timor dan Laut
Arafuru dengan kecepatan 20 cm/detik. Sebaliknya
pada monsun timur (lihat Gambar 9), arus di Selat
Makassar mengarah ke utara menuju Samudera
Pasifik dengan kecepatan 20-40 cm/detik. Di
Samudera Hindia arus juga terpecah menuju barat ke
selatan Jawa dengan kecepatan 20 cm/detik dan
menuju ke timur ke Laut Timor dan Laut Arafuru
dengan kecepatan 20-40 cm/detik. Sementara itu di Gambar 8. Arus kedalaman 117,5 meter (Gordon
Laut Buru arus menuju Samudera Pasifik melalui dan McClean, 1999)
Laut Maluku dengan kecepatan arus 60-120 cm/detik.
Hal ini berbeda dengan arus monsun barat (Februari,
1994) pada Gambar 8 yang dikemukakan oleh
Gordon dan McClean, 1999 yang melalui Selat
Makassar menuju selatan dan begitu juga arus yang
dilalui laut sekitar kepulauan Maluku dan Laut Sawu
menuju selatan. Perbedaan ini, mungkin disebabkan
data masukan meteorologi yang berbeda. Penelitian
ini menggunakan data NCEP sedangkan Gordon dan
McClean (1999), menggunakan data meteorologi dari
European Centre for Medium-range Weather
Forecasts (ECMWF) sebagai gaya pembangkit
(driving force).

Gambar 9. Pola Arus rata-rata di Lapisan 100-200 m


bulan Agustus 1994
118 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, DESEMBER 2009, VOL. 14 NO. 4

Hasil simulasi model arus dasar laut dapat berlaku untuk kedua monsun. Dari Laut Banda pada
dilihat pada Gambar 10 yang menunjukkan bahwa kedua monsun arus menuju Samudera Pasifik melalui
arus yang melewati Selat Makassar juga menuju ke Laut Buru dan Laut Maluku.
selatan baik pada monsun barat maupun monsun Sirkulasi arus di perairan Indonesia Timur
timur. Di sekitar Laut Banda pada musim barat arus pada kedalaman 12,5 m pada bulan Februari 1994
bergerak ke barat daya dan membelok ke barat. menuju ke utara melalui Selat Makassar (Gordon dan
Sedangkan pada musim timur arus dari Laut Banda McClean, 1999). Hal ini berbeda dengan pola
bergerak ke utara. Di sisi lain, yaitu di Samudera sirkulasi arus permukaan dengan simulasi model
Hindia arus bergerak menuju perairan pantai selatan yang menyatakan bahwa arus menuju selatan melalui
Jawa dan Laut Timor yang terjadi pada kedua musim. Selat Makassar.
Secara umum pola arus dasar laut di perairan Simulasi sirkulasi arus dasar laut di perairan
Indonesia Timur sesuai dengan Ahmad et al., 1995 Indonesia Timur secara umum sesuai dengan Ahmad
yang ditunjukkan pada Gambar 10c. et al., 1995 yang menyatakan bahwa arus dari Laut
Banda bergerak ke barat dan arus dari Samudera
Pasifik menuju Selat Makassar.
5. Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan Nasional yang
telah membiayai penelitian ini melalui Penelitian
Hibah Bersaing tahun 2005-2006 dengan nomor
a b kontrak: 001/SP3/PP/DP2M/II/2006 Tanggal 01
Febuari 2006. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala
yang telah memberikan kepercayaan atas kelancaran
penelitian ini. Penulis juga berterimakasih pada dua
orang anonymous reviewers yang telah memberikan
c
masukan-masukan yang sangat berharga untuk
meningkatkan kualitas artikel ini.
Gambar 10. Pola Arus Dasar Laut rata-rata di Daftar Pustaka
Perairan Indonesia Timur a. Monsun Barat (Februari
Ahmad, S. M., F. Guichard, K. Hardjawidjaksana,
1994), b. Monsun Timur (Agustus 1994), c. Rata-rata
M.K. Adisaputra, L.D. and Labeyrie, 1995,
Tahunan (Ahmad dkk., 1995).
Late Quaternary paleoceanography of the
Banda Sea, Marine Geology 122, 385-397.
4. Kesimpulan Backhaus, J.O., 1983, A Semi-implicit scheme for
the shallow water for application to the shelf
Simulasi sirkulasi arus permukaan yang sea modeling, Continental Shelf Research, 2,
menggunakan masukan (input) data meteorologi 243-254.
(NCEP) dan data Levitus dan Boyer, 1994a,b (data Backhaus, J. O., 1985, A three-dimensional model
salinitas dan, temperatur laut) secara umum sesuai for the simulation of shelf sea dynamics,
dengan Wyrtki, 1961 dan Ahmad et al., 1995 yang Deutsche Hydrographische Zeitschrifft, 38,
menyatakan bahwa pada monsun barat, arus di Selat 165 – 187.
Makassar menuju ke selatan dan membelok ke timur Casulli, V., 1990, Semi-implicit Finite Difference
yang diteruskan ke Samudera Pasifik serta Laut Methods for the two-dimensional Shallow
Arafuru. Sedangkan pada monsun timur, arus di Selat Water Equations, Journal of Computational
Makassar menuju ke selatan yang membelok ke barat Physics, 86, 56-74.
ke arah Laut Jawa dan ke timur ke arah Samudera Gordon, A. L., and J. L. McClean, 1999,
Pasifik. Thermohaline Stratification of the
Pola sirkulasi arus perairan Indonesia Timur Indonesian Seas: Model and Observations,
di lapisan 100 – 200 m pada monsun barat yang Journal of Physical Oceanography, 29,198-
melalui Selat Makassar terbagi menjadi dua arah 219.
arus, yakni dari Laut Bali mengarah ke utara dan dari Huang, D., J. Su, and J. O. Backhaus, 1999,
Samudera Pasifik mengarah ke selatan, sedangkan Modeling of the seasonal thermal
yang terjadi pada monsun timur arus yang melewati stratification and baroclinic circulation in the
di Selat Makassar hanya mengalir menuju ke Bohai Sea, Continental Shelf Research, 19,
Samudera Pasifik. Di Samudera Hindia arus terpecah 1485-1505.
menjadi 2 arah yaitu, menuju perairan pantai selatan Ilahude, A. G., dan A. Nontji, 1999, Oseanografi
Jawa dan Laut Timor serta Laut Arafuru yang Indonesia dan Perubahan Iklim Global (El
Rizal dkk., Simulasi Pola Arus Baroklinik di Perairan Indonesia Timur dengan Model Numerik Tiga-Dimensi 119

Nino dan La Nina), Lokakarya AIPI, investigation, Deutsche Hydrographische


Serpong. Zeitschrift, 46, 61- 80.
Levitus, S., and T. Boyer, 1994a, World ocean atlas Rizal, S., 2000, The role of non-linear terms in the
1994. Vol. 3. Salinity. NOAA Atlas NESDIS shallow water equation with the application
3 (93 pp.), Washington, DC: US in three-dimensional tidal model of the
Government Printing Office. Malacca Strait and Taylor’s Problem in low
Levitus, S., and T. Boyer, 1994b, World ocean atlas geographical latitude, Continental Shelf
1994. Vol. 4. Temperature. NOAA Atlas Research, 20, 1965 – 1991.
NESDIS 4 (117 pp.), Washington, DC: US Wyrtki, K., 1961, Scientific results of marine
Government Printing Office. investigations of the South China Sea and
Pond, S. and G. L. Pickard, 1983, Introductory the Gulf of Thailand 1959-1961, Naga
Dynamical Oceanography, Second Edition, Report Volume 2, The University of
New York, America, Pergamon Press. California, Scripps Institutions of
Rizal, S., and J. Sündermann, 1994, On the M2-tide Oceanography, La Jolla, California.
of the Malacca Strait: a numerical

Anda mungkin juga menyukai