Anda di halaman 1dari 158

Pengantar

Analisis Kompleks

z=x+iy

Hapipi, S.Pd., M.Sc.


PENGANTAR

ANALISIS
KOMPLEKS

i
ii
PENGANTAR

ANALISIS
KOMPLEKS
Penyusun:

Hapipi, S.Pd., M.Sc.

iii
PENGANTAR ANALISIS KOMPLEKS
Penyusun:
Hapipi

Editor:
Yunita Septriana Anwar
Nilza Humaira Salsabila
Ulfa Lu’luilmaknun

Layout:
Muzani

Desain Cover:
M. Tahir
Nilza Humaira Salsabila

Penerbit FKIP Universitas Mataram


Jl. Majapahit No. 62 Mataram Nusa Tenggara Barat
Tlp: (0370)623873 Fax: (0370)634918

Cetakan Pertama, Mei 2017


Cetakan Kedua, September 2018
Cetakan Ketiga, Agustus 2019
Cetakan Keempat edisi revisi, September 2020

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


All Rights Reserved

Penerbit FKIP Universitas Mataram


Pengantar Analisis Kompleks – Hapipi – Mataram, Nusa Tenggara
Barat
Penerbit FKIP Universitas Mataram, 2020
x + 147 hlm. 21 cm × 14,8 cm
ISBN: 978-602-1570-49-4

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang


Dilarang Keras memperbanyak, memfotokopi sebagian atau seluruh
isi buku ini, serta memperjualbelikannya tanpa mendapat ijin tertulis
dari penerbit.

iv
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, syukur kepada Alloh atas segala


anugerahNya sehingga buku ajar untuk matakuliah Analisis
Kompleks ini dapat disajikan. Mata kuliah ini merupakan
bagian dari seri kuliah analisis yang mahasiswa telah peroleh
sejak semester pertama. Oleh karena itu, pemahaman yang
baik atas mata kuliah sebelumnya, terutama Kalkulus dan
Analisis Real menjadi fondasi yang kuat untuk memahami
mata kuliah ini. Meskipun topik yang dibahas adalah bilangan
komplek, setiap pembahasan pada buku ini, umumnya
disajikan dengan perspektif real. Hal ini diharapkan dapat
memberikan kemudahan pada pembaca dalam memahami
setiap topik yang ada.
Pokok bahasan dalam buku ini terdiri dari empat bab,
yaitu sejarah bilangan kompleks, sistem bilangan kompleks,
fungsi pada bidang kompleks, serta turunan fungsi dan fungsi
analitik. Idealnya, pembahasan mengenai integral fungsi
kompleks menjadi bab penutup buku ini, namun demikian
pada edisi ini ulasan terkait integral belum disajikan. Mudah-
mudahan pembahasan mengenai integral fungsi kompleks
segera melengkapi cetakan edisi berikutnya.
Pada bab I, pembaca disajikan sejarah singkat bilangan
kompleks. Uraian mengenai sejarah ini disajikan sejak awal
mula bilangan kompleks tersebut ditemukan, sampai dengan
perkembangannya pada abad ke-19. Pemahaman sejarah ini
penting untuk memberikan perspektif yang lebih autentik
terkait eksistensi bilangan kompleks itu sendiri. Ulasan terkait
sejarah sebenarnya tidak harus masuk sebagai kompetensi yang
perlu dikuasai secara baik.
Namun demikian, karena konstruksi bilangan kompleks
yang melewati tahapan dan proses unik sekaligus tidak mudah,

v
dengan jangka waktu yang sangat panjang, lebih dari 19 abad
lamanya, maka ulasan terkait itu menjadi terasa begitu penting.
Pemahaman terhadap sejarah bilangan kompleks ini akan
membantu mahasiswa dalam mengkontekstualisasi konstruksi
gagasan sebagai sebuah proses berfikir, tidak semata
memahami apa yang dipelajari sebagai sebuah produk jadi.
Tahapan konstruksi gagasan yang tidak sederhana tersebut
seharusnya menyadarkan kita bahwa konsep matematika yang
kita kenal ternyata membutuhkan proses dan waktu, yang
tidak semuanya sederhana. Terkadang, proses konstruksi
konsep tersebut jauh lebih rumit dan panjang dibanding
dengan upaya kita memahami konsep tersebut.
Kemudian pada Bab II dibicarakan tentang sistem
bilangan komplek. Semua topik pada bab ini adalah topik
pengantar untuk memahami materi pada bab-bab selanjutnya.
Pokok sajian pada bab ini meliputi: notasi bilangan kompleks
dan representasi geometrisnya, operasi bilangan kompleks
berikut sifat operasinya, konjugat dan modulus, bentuk polar
dan bentuk Euler. Bab ini ditutup dengan pembahasan
mengenai akar pangkat bilangan kompleks.
Sedangkan pada Bab III, pokok bahasan difokuskan pada
konsep fungsi kompleks. Meskipun yang dibicarakan adalah
fungsi kompleks, gagasan fungsi yang sejauh ini kita kenal,
yaitu fungsi real, sangatlah membantu. Fungsi real, atau fungsi
pada bilangan real, bahkan umum disebut “fungsi” saja,
dibicarakan pada domain yang berupa himpunan bilangan real.
Sedangkan fungsi kompleks dibicarakan pada domain
himpunan bilangan kompleks. Domainnya, di situlah
perbedaan yang paling mendasar dari kedua fungsi tersebut.
Oleh karena itu, pembahasan pada bab ini dimulai dengan
konsep topologi (himpunan) bilangan kompleks, baru

vi
kemudian dilanjutkan dengan pengertian fungsi kompleks,
limit fungsi kompleks, kekontinuan fungsi kompleks, dan
beberapa fungsi elementer pada bidang kompleks.
Sebagai bab penutup, pada bab IV dibicarakan mengenai
turunan fungsi dan fungsi analitik. Keanalitikan suatu fungsi
berkaitan erat dengan terturunkan atau tidaknya fungsi
tersebut. Oleha karena itu, bahasan pada bab ini dimulai
dengan konsep turunan fungsi kompleks, sifat-sifat turunan
fungsi, kemudian persamaan Cauchy-Reimann. Pembahasan
mengenai persamaan Cauchy-Reiman menjadi salah satu topik
penting pada bab ini. Adapun konsep fungsi analitik
dibicarakan setelah itu. Bab ini ditutup dengan ulasan singkat
mengenai fungsi harmonik. Pembahasannya hanya berupa
pengertian fungsi harmonik dalam kaitannya dengan fungsi
analitik.
Sebagai sebuah karya seorang hamba, tentu saja terdapat
hal-hal yang belum sempurna dalam penyajian buku ini. Oleh
karena itu, sumbang saran dan kritik konstruktif dari pembaca
untuk perbaikan buku merupakan sebuah kehormatan yang
sangat diharapkan.

Salam hangat,
Penulis

vii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................... v


Daftar Isi ................................................................................... viii

BAB I
SEJARAH SINGKAT BILANGAN KOMPLEKS ............... 1
1.1. Awal Mula .................................................................... 4
1.2. Sekitar Abad XVI ........................................................... 4
1.3. Setelah Abad XVI .......................................................... 12

BAB 2
SISTEM BILANGAN KOMPLEKS ...................................... 15
2.1. Notasi Bilangan Kompleks ........................................... 17
2.2. Representasi Geometris ................................................ 20
2.3. Operasi Aritmetika ........................................................ 23
2.4. Sifat Aljabar ................................................................... 27
2.5. Konjugat dan Modulus ................................................. 32
2.6. Bentuk Polar dan Rumus Euler .................................... 40
2.7. Akar Bilangan kompleks .............................................. 49

BAB 3
FUNGSI PADA BILANGAN KOMPLEKS ......................... 54
3.1. Topologi Bilangan Kompleks ....................................... 57
3.2. Definisi Fungsi ............................................................... 75
3.3. Grafik Fungsi ................................................................ 79
3.4. Beberapa Fungsi Elementer........................................... 80
3.5. Limit Fungsi ................................................................... 97
3.6. Fungsi Kontinu ............................................................. 107

viii
BAB 4
TURUNAN FUNGSI DAN FUNGSI ANALITIK ............... 112
4.1. Turunan Fungsi ............................................................. 114
4.2. Persamaan Chaucy-Reiman ......................................... 125
4.3. Fungsi Analitik .............................................................. 135
4.4. Fungsi Harmonik .......................................................... 141

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 145

ix
BAB 1
SEJARAH SINGKAT
BILANGAN KOMPLEKS

Kompetensi Akhir:
Memahami sejarah muncul dan
berkembangnya gagasan bilangan kompleks.

Indikator:
1. Menyatakan periodesasi perkembangan bilangan
kompleks.
2. Mendeskripsikan substansi gagagsan pada tiap
periode perkembangannya.
3. Mendeskripsikan sejarah perkembangan gagasan
bilangan kompleks.
Pengantar Analisis Kompleks

PENDAHULUAN

D
iantara bilangan-bilangan yang kita kenal, kemunculan
bilangan komplekslah yang melalui tahapan yang
paling dramatis, kompleks, dan membutuhkan waktu
yang sangat panjang. Memang, selain bilangan kompleks, kita
juga mengenal kelahiran bilangan irrasional yang juga tidak
sederhana. Sebut saja, √2, yang kemunculannya dikenali karena
ada segitiga sama kaki dan siku-siku dengan panjang kakinya 1
satuan. Berdasarkan teorema Phytagoras yang telah lebih
dahulu dikenal, maka panjang hipotenusanya adalah √2.
Ternyata √2 tidak dapat dinyatakan dalam bentuk rasional,
a
yaitu bentuk , dimana a dan b anggota himpunan bilangan
b
bulat dengan b  0 .
Akan tetapi keberadaan bilangan irrasional tersebut
langsung mudah dikenali dan dipahami tidak lama setelah
kemunculannya. Bahkan beberapa karakteristiknya juga sudah

2
Sejarah Singkat Bilangan Kompleks

diterima secara mapan pada masa itu. Misalnya saja,


pernyataan yang menyatakan bahwa “tidak ada bilangan
rasional x yang memenuhi persamaan x  2 ”. Pernyataan ini
2

telah dipahami dan ditunjukkan kebenarannya sejak zaman


Yunani.
Berbeda dengan bilangan kompleks. Menurut catatan
sejarah, kemunculan 1 pertama kali ditemukan oleh Heron,
seorang matematikawan dan ahli teknik dari Alexandria,
Yunani. Bilangan tersebut muncul ketika Heron menghitung
volume sebuah pyramid terpotong. Ia menemukan bentuk
81  144 , yang berarti 63 . Meskipun kemunculannya
serupa dengan bilangan irrasional, yaitu sama-sama muncul
dari masalah geometri, akan tetapi kumunculan bilangan
tersebut tidak mudah diterima. Bahkan sampai waktu yang
cukup lama, keberadaan bilangan tersebut cenderung
dinafikan. Bilangan ini akhirnya benar-benar mapan sebagai
bilangan pada abab 19.
Dalam konteks itulah, Bab I dihadirkan untuk menyajikan
catatan ringkas, bahkan mungkin penyederhanaan, terkait
periodesasi perkembangan bilangan kompleks. Periodesasi
yang berkaitan dengan waktu dan tokoh yang berkontribusi,
juga periodesasi terkait perkembangan substansi gagasannya
yang saling melengkapi. Oleh karena itu, meskipun tidak harus
dimasukkan sebagai kompetensi yang harus dikuasai
mahasiswa secara baik, paling tidak, bab I ini akan memberikan
perspektif yang lebih utuh terkait sejarah kemunculan bilangan
kompleks.

3
Pengantar Analisis Kompleks

1.1 Awal Mula


Gagasan bilangan kompleks telah muncul sekitar
abad pertama Masehi, namun eksistensi bilangan kompleks
baru diterima sebagai konsep yang matang pada abad ke-
19. Pada mulanya, keberadaan bilangan 1 dianggap
sebagai sesuatu yang mistis (mystic), mustahil (absurd),
tidak masuk akal (irrational), tidak nyata (delusionary),
bahkan tidak mungkin (impossible).
Berdasarkan catatan sejarah, kemunculan 1
pertama kali ditemukan oleh Heron, seorang
matematikawan dan ahli teknik dari Alexandria, Yunani.
Bilangan tersebut muncul ketika Heron menghitung
volume sebuah pyramid terpotong. Ia menemukan bentuk
81  144 , yang berarti 63 . Namun tanpa
memberikan penjelasan lebih jauh, Heron menghilangkan
negatifnya, kemudian menggantikannya dengan 63 .
Bilangan tersebut tidak lagi dibicarakan dalam topik
matematika sampai abad ke-16.

1.2 Sekitar Abad XVI


Pada tahun 1494, Luca Pacioli (hidup sekitar 1445 –
1514) menyatakan dalam bukunya yang berjudul “Summa
de Arithmetica, Geometria, Proportioni et Proportionalita”,
bahwa “mustahil bagi kita untuk menyelesaikan suatu
persamaan kubik”. Sepuluh tahun kemudian, pernyataan
Pacioli tersebut dibantah oleh Scipione dal Ferro (1465 –
1526), seorang matematikawan di University of Bologna,
Italia. dal Ferro mampu menemukan solusi aljabar

4
Sejarah Singkat Bilangan Kompleks

terhadap persamaan depressed cubic (polinom pangkat tiga


yang disederhanakan).
Bentuk umum persamaan depressed cubic adalah
x3  px  q , dengan p dan q tak negatif. Penjelasan
mengenai teknik dal Ferro dalam menyelesaikan
persamaan depressed cubic tersebut disajikan berikut ini.

Dengan memisalkan , dal Ferro kemudian

mensubstitusikan x ke persamaan . . . . . (1),


sehingga didapat

Dengan memisalkan lagi , didapat

…... (2), dan ….. (3)

Jika persamaan (2) disubstitusikan ke persamaan (3), didapat

Persamaan (4) adalah persamaan kuadrat dengan variabel ,


sehingga penyelesaiannya dapat dilakukan dengan
memanfaatkan rumus ABC, yaitu

5
Pengantar Analisis Kompleks

dengan hanya mengambil nilai yang positif saja, nilai u menjadi

Dengan cara yang sama didapat

Oleh karena itu, solusi persamaan (1) menjadi

…… (5)

Karena nilai p dan q selalu positif maka secara eksplisit dapat


diketahui bahwa nilai x selalu bilangan real. Tetapi jika q negatif,
persamaannya menjadi

…… (6)

dengan .
Hal ini tidak dibahas del Ferro, karena ia sendiri mengalami
kebingungan.

Namun demikian, gagasan mengenai solusi


persamaan depressed cubic tersebut, dirahasiakan del Ferro
untuk beberapa waktu, hingga ia memberitahukannya
pada Antonio Fiore di saat menjelang wafatnya. Paper yang
ditulis del Ferro terkait penemuannya tersebut baru

6
Sejarah Singkat Bilangan Kompleks

diketahui oleh Girolamo Cardano pada tahun 1543, tujuh


belas tahun setelah wafatnya.
Cardano (1501 – 1576), seorang matematikawan Italia,
sesungguhnya juga telah mencoba melakukan refomulasi
(formulasi ulang) persamaan kubik umum menjadi
persamaan depressed cubic. Hanya saja ia belum
menemukan cara menyelesaikannya sampai ia bertemu
dengan temannya yang bernama Nicolo Fontana, lebih
familiar dengan sebutan Tartaglia. Dalam sebuah kontes,
Tartaglia menemukan solusi persamaan depressed cubic
yang lebih umum dari yang diketahui Antonio Fiore.
Setelah Cardano mengetahui solusi persamaan depressed
cubic tersebut dan ia juga menemukan paper del Ferro
tahun 1543, Cardano mengurai solusi persamaan kubik
umum dalam bukunya yang berjudul “Ars Magna” (Seni
Agung), yang diterbitkan pada tahun 1545.
Cardano menyatakan penyelesaian persamaan kubik
umum berbentuk z  a2 z  a1 z  a0  0 untuk pertama
3 2

kalinya. Penyelesaiannya dilakukan dengan cara tidak


langsung, yaitu dengan melakukan reformulasi persamaan
tersebut menjadi persamaan depressed cubic, yaitu
persamaan kubik yang tidak memiliki suku dengan
variabel pangkat dua. Melalui cara ini, dan dengan
memanfaatkan solusi Tartaglia yang sudah ditemukan 30
tahun sebelumnya, Cardano mampu menyelesaikan
persamaan kubik umum tersebut. Oleh karena itu, formula
rahasia ini kemudian dikenal dengan formula Ferro-
Tartaglia. Cara kerja Cardano adalah sebagai berikut.

7
Pengantar Analisis Kompleks

Terhadap persamaan …… (1), Cardano

memulainya dengan mensubstitusi pada persamaan


(1), didapat

Dengan memisalkan dan ,


maka persamaan (1) menjadi
…… (2).
Persamaan ini merupakan persamaan depressed cubic, yang menurut
formulasi Ferro-Tartaglia, solusinya adalah

Pengembangan lebih lanjut atas solusi persamaan


kubik, sebagaiamna diuraikan di atas, memberikan
legitimasi bagi kemungkinan eksistensi bilangan imajiner.
Namun pada masa Cardano, eksistensi bilangan negative
belum dikenal luas. Bahkan cenderung dianggap asing. Hal
ini dikarenakan oleh hubungan bilangan negatif dengan
fenomena empirik/nyata belum ditemukan, sehingga
kemuculan akar bilangan negatif dapat dipandang sebagai

8
Sejarah Singkat Bilangan Kompleks

gagasan yang sangat aneh. Karenanya, Cardano mengakui


bahwa penemuan bilangan ini, 1 melibatkan “mental
tortures” (siksaan mental).
Seorang matematikawan Bologna berikutnya, Rafael
Bombelli (1526 - 1572) memberikan sumbangan lebih lanjut
pada perkembangan bilanagan kompleks. Bombelli
menyadari bahwa akar bilangan kompleks selalu
berpasangan, dan hasil perkalian dua pasang bilangan ini
adalah bilangan real (perkalian akar negatif menghasilkan
bilangan real). Hasil ini, bagi Bombelli, adalah sesuatu yang
mengagetkan sekaligus membingungkan. Ia menulis dalam
bukunya “Algebra”, bahwa “itu adalah pemikiran liar (wild
thought) dari banyak pemikiran, dan untuk waktu yang
lama saya juga berpendapat sama. Seluruh materi
tampaknya berhenti pada kesesatan ketimbang pada
kebenaran. Namun saya berusaha begitu lama, sampai saya
benar-benar membuktikan hal ini sebagai sebuah kasus”.
Jalan fikiran Bombelli, yang ia sebut sebagai “wild
thought” adalah seandainya persamaan depressed cubic
memiliki penyelesaian berupa bilangan real, maka dua
bagian x pada persamaan Ferro-Tartaglia dapat dinyatakan
menjadi u  v 1 dan u  v 1 , dengan u dan v
keduanya adalah bilangan real. Kini kita mengenalnya
dengan istilah “konjugat bilangan kompleks”. Mathews
dan Howell memberikan ilustrasi cara berfikir Bombelli
sebagai berikut.

9
Pengantar Analisis Kompleks

Persamaan depressed cubic ini , bisa ditulis sebagai


. Pada dasarnya Bombelli menyadari bahwa persamaan
tersebut mempunyai solusi, yaitu x=4. Namun, bagaimana
menunjukkan penyelesaian tersebut?. Tahapan penyelesaian inilah yang
ia sebut sebagai “wild thought”.
Diketahui dari persamaan tersebut bahwa b=-15 dan c=-4, sehingga
dengan menerapkan formula Ferro-Tartaglia, solusi untuk x, diketahui
sebagai

,
dalam bentuk lain

.
Bombelli menunjukkan bahwa

dan .
Apabila kedua ruas dipangkat tiga, maka diperoleh

dan

dan diperoleh pula

10
Sejarah Singkat Bilangan Kompleks

Hasil di atas menunjukan bahwa


dan .
Hasil yang sama juga diperoleh jika

Karena Bombelli meyakini bahwa u dan v merupakan


bilangan bulat, dan karena faktor dari 2 adalah 2 dan 1,
dengan , maka ia menyimpulkan bahwa

u=2 dan . Akibatnya atau . Nilai


u dan v yang memenuhi adalah u=2 dan v=1, yaitu

Untuk bisa menyimpulkan bahwa solusi dari


persamaan x  15 x  4  0 merupakan bilangan real,
3

Bombelli berfikir dengan memanfaatkan konsep bilangan


imajiner yang pada masa itu, belum dikenal. Hanya saja,
teknik berfikir Bombelli ini tidak dapat berlaku untuk
semua jenis persamaan kubik, sebagaimana ia sendiri
sadari dengan pernyataannya di atas.
Hasil dari gagasan Bombelli tersebut makin
menunjukkan betapa pentingnya keberadaan bilangan
imajiner tersebut. Hal ini mendorong para matematikawan

11
Pengantar Analisis Kompleks

berikutnya untuk terus memikirkannya. Meskipun


sebagian lainnya kurang meminatinya.
Pada sekitar tahun 1637, Rene Descartes menawarkan
bentuk terstandar untuk menyatakan bilangan kompleks,
yaitu a  bi . Namun demikain, Descartes sendiri kurang
menaruh minat pada bilangan ini, karena konstruksi
eksistensinya yang masih sulit terpecahkan. Berbeda
dengan Descartes, Liebniz memberikan respon positif
terhadap bilangan ini. Ia bahkan mengatakan “an elegant
and wonderful resource of the divine intellect, an unnatural birth
in realm of thought, almost an amphibium between being and non
being” terhadap (cikal bakal) bilangan kompleks ini.

1.3 Setelah Abad XVI


Para matematikawan yang berminat dengan bilangan
ini terus berupaya agar keberadaanya menjadi lebih jelas,
lebih dimengerti, dan diterima. Salah satu caranya adalah
dengan mencoba menyatakannya dalam bentuk grafik dua
dimensi. Sumbu-x menyatakan bagian realnya, dan sumbu-
y menyatakan bilangan imajinernya. Bilangan kompleks
terepresentasi pada sebuah titik pada bidang koordinat,
sebagaimana yang diperkenalkan Descartes, dan lebih
popular dengan istilah koordniat cartesisus.
Orang pertama yang mencetuskan gagasan bilangan
kompleks dalam representasi geometris adalah Jhon Wallis
pada tahun 1673. Ia menyatakan bahwa bilangan kompleks
juga merupakan sebuah titik pada bidang, namun gagasan
Wallis ini tidak begitu dihiraukan. Lebih dari satu abad
kemudian, Caspar Wessel mempublikasikan sebuah tulisan

12
Sejarah Singkat Bilangan Kompleks

yang menunjukkan bagaimana cara menyatakan bilangan


kompleks pada sebuah bidang. Namun gagasan Wessel ini
juga tidak begitu mudah diterima. Pada tahun 1777,
Leonhard Euler, seorang matematikawan berkebangsaan
Swiss, memperkenalkan simbol i  1 , yang
membuatnya sedikit lebih mudah untuk dipahami. Pada
tahun 1804, Abbe Buee menyetujui gagasan Wallis dalam
menyatakan bilangan kompleks pada bidang, dan pada
tahun 1806, Jean Robert Argand menjelaskan bagaimana
cara menyatakannya pada bidang. Oleh karena itu, sampai
saat ini, bidang tersebut dikenal dengan diagram Argand.
Pada tahun 1831, Carl Friedrich Gaus dalam sebuah
papernya menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan
bilangan kompleks, diketahui bahwa semua polynomial
berderajat n, selalu mempunyai solusi. Gaus juga
mempertegas eksistensi bilangan kompleks x  yi dengan
merepresentasikannya sebagai titik (x,y) pada diagram
Argand. Hal ini menjadikan gagasan diagram Argand
makin diterima. Gaus pulalah yang berkontribusi lebih
jauh dalam menguraikan dan menjelaskan eksistensi dan
makna operasi aritmatika pada bilangan kompleks. Atas
dasar usaha Gaus inilah keberadaan bilangan kompleks
makin mudah dipahami.
Selanjutnya, sekitar tahun 1833, William Rowan
Hamilton mengemukakan bahwa sembarang bilangan
kompleks a  bi dapat dinyatakan sebagai pasangan
bilangan real (a,b). Sejak saat itu, banyak matematikawan,
seperti Karl Weierstrass, Hermann Schwarz, Richard
Dedekind, Otto Holder, Henri Poincare, Eduard Study, dan

13
Pengantar Analisis Kompleks

Sir Frank Macfarlane Burnet, mendiskusikan prinsip dan


teori-teori yang lebih umum terkait bilangan kompleks.

Latihan 1.1
1. Siapakah orang yang menemukan bilangan kompleks
pertama kali? Tuliskan juga apa bentuk penemuannya?
2. Menurut kalian, tuliskan periodesasi terpenting
perkembangan bilangan komplek?
3. Sebutkan tiga tokoh secara terurut berdasarkan besar
kecilnya kontribusi mereka terhadap perkembangan
bilangan kompleks.

14
BAB 2
SISTEM BILANGAN KOMPLEKS

Kompetensi Akhir:
Menerapkan konsep dan prinsip bilangan
kompleks dalam menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan bilangan kompleks.

Indikator:
1. Menyatakan bilangan dalam notasi
kompleks.
2. Menunjukkan hubungan bilangan real
dengan bilangan kompleks.
3. Menyatakan bilangan kompleks dengan
representasi geometris dan sebaliknya.
4. Menentukan hasil operasi bilangan
kompleks.
5. Membuktikan sifat aljabar bilangan
kompleks.
6. Membuktikan sifat konjugat dan modulus
bilangan kompleks.
7. Mengubah bilangan kompleks menjadi
bentuk polar, bentuk Euler, dan sebaliknya.
8. Menentukan akar bilangan kompleks.
Pengantar Analisis Kompleks

PENDAHULUAN

P ada bagian ini akan dibahas mengenai bilangan


kompleks sebagai suatu sistem. Sistem bilangan ialah
himpunan bilangan yang dikenakan padanya operasi
tertentu. Jika menyatakan suatu himpunan bilangan, maka
 ,   menyatakan suatu sistem bilangan. Oleh karena itu,
pembahasan pada bab ini akan berkaitan dengan himpunan
bilangan kompleks dan operasinya.
Pembahasan dimulai dengan bagaimana menyatakan
bilangan kompleks secara umum, yang kita sebut dengan
notasi umum bilangan kompleks. Kemudian bagaimana
menyatakan bilangan kompleks dalam wujud geometrisnya,
dan selanjutnya bagaimana menyatakannya dalam bentuk
polar dan bentuk Euler. Pembahasan juga dilanjutkan dengan
mengkaji sifat operasi dan sifat lapangan yang melekat pada
himpunan bilangan kompleks. Bagian ini diharapkan dapat
memberikan konsistensi pemahaman pada mahasiswa terkait
gagasan lapangan pada bilangan real.
Sebagai topik penutup, disajikan juga ulasan mengenai
akar bilangan kompleks dan cara menentukannya. Meskipun
ada kemiripan gagasan dengan akar bilangan real, akar
bilangan kompleks mempunyai nilai yang tidak tunggal.
Disamping karena adanya perbedaan prinsip dan notasi
dengan bilangan real, semua topik pada bab-bab selanjutnya
mendasarkan pembahasannya pada bab ini. Oleh karena itu,
mahasiswa diharapkan menguasai topik bab ini secara baik.

16
Sistem Bilangan Kompleks

2.1 Notasi Bilangan Kompleks


Kehadiran bilangan kompleks memang sangat
banyak membantu kita dalam menyelesaikan banyak
persoalan matematis maupun fisis. Salah satu tipe masalah
matematis yang sangat umum dalam konteks bilangan
kompleks adalah pada penentuan penyelesiaan persamaan
x 2  1  0 atau persamaan sejenis, yaitu x 2  4 x  5  0 .
Karena nilai diskrimian kedua persamaan tersebut
negatif (D<0), maka jelas bahwa x tidak mempunyai akar
real. Diskriminan dari x2  1  0 adalah

D  02  4.1.1  4 , demikian pula diskrimian dari


x2  4 x  5  0 adalah

D  (4)  4.1.5  16  20  4 . Oleh karena itu,


2

nilai x   1 untuk persamaan pertama, dan


x  2  1 untuk persamaan kedua. Penyelesaiannya,
jelas bukan merupakan bilangan real.

Definisi 2.1.1.
Misalkan x, y  , didefinisikan himpunan bilangan kompleks

sebagai  x  yi : x, y  , dengan i  1 dan

i 2  1 .

Bilangan ini juga umum ditulis sebagai z  x  yi ,


atau z  x  iy , untuk setiap z  . Sembarang bilangan
kompleks z  x  yi memuat bagian real, yaitu x, ditulis

17
Pengantar Analisis Kompleks

sebagai Re( z )  x dan bagian imajiner, yaitu, y, yang


ditulis dengan Im( z )  y .

Contoh
Jika z  2  3i , maka Re( z )  2 dan Im( z )  3 .
Jika z  2  i , maka Re( z )  2 dan Im( z )  1 .

Demikian juga, jika z  2i , maka Re( z )  0 dan


Im( z )  2 , dalam hal ini bilangan kompleks z disebut
sebagai imajiner murni (pure imaginary).

Sedangkan, jika z  i , yang berarti bahwa Re( z )  0 dan


Im( z )  1 , maka dalam hal ini z, disebut unit atau satuan
imajiner (imaginary unit).

Oleh karena setiap bilangan kompleks dibangun


menggunakan bilangan real, maka dapat disimpulkan
bahwa sembarang bilangan real selalu dapat dinyatakan
sebagai bilangan kompleks. Yaitu, untuk setiap a  ,
maka a dapat ditulis sebagai a  a  0i . Jelas bahwa
a . Hal ini berakibat bahwa secara hirarkis, himpuan
bilangan real merupakan subset dari himpunan
bilangan kompleks , yaitu  . Sehingga jika
diilustrasikan dalam bentuk bagan, maka relasi dari
koleksi himpunan yang telah kita kenal tergambar sebagai
berikut.

18
Sistem Bilangan Kompleks

Himpunan
Bilangan Kompleks
(ℂ)

Himpunan Himpunan
Bilangan Real (ℝ) Bilangan Imajiner
(Im)

Himpunan Himpunan
Bilangan Irrasional Bilangan Rasional
(𝕀r) (ℚ)

Himpunan Himpunan
Bilangan Bulat (ℤ) Bilangan Pecahan

Himpunan Bilangan Himpunan


Bulat Negatif (ℤ-) Bilangan Cacah (ℕ0)

Himpunan Bilangan Nol


Bilangan Asli (ℕ)

19
Pengantar Analisis Kompleks

Latihan 2.1
1. Nyatakan bilangan berikut dalam notasi bilangan
kompleks
a. 9 b. 32 c. 12
2. Untuk masing-masing bilangan kompleks berikut ini,
nyatakan bagian real dan imajinernya.
a. 2  3i b. 1  27 i c. 12
3. Tunjukkan bahwa  . Petunjuk : pilih elemen di ℂ,
lalu tunjukkan elemen tersebut bukan merupakan
elemen di ℝ.

2.2 Representasi Geometris


Bilangan kompleks z  x  yi dapat juga dinyatakan
dalam bentuk titik pada bidang koordinat, yaitu sebagai
pasangan titik (x,y) pada diagram Argand.

Im(z)
y .(x,y)

x
Re(z)

20
Sistem Bilangan Kompleks

Sembarang bilangan kompleks pada bidang juga


dapat dipandang sebagai sebuah vektor, yaitu vektor
posisi. Vektor yang pangkalnya di titik asal dengan
ujungnya adalah titik yang ditunjuk tersebut. Dengan
demikian pasangan titik (x,y) dapat dinyatakan sebagai,

Im(z)
.(x,y)
z

Re(z)

Contoh
Nayatakan bilangan kompleks berikut ini pada bidang
koordinat.
1. z  2  3i
2. z  2  3i
3. z  2  3i
4. z  2  3i

21
Pengantar Analisis Kompleks

Penyelesaian

z=-2+3i
. 3i .z=2+3i
2i

-1
-3 -2 1 2 3
-i

-2i
. -3i . z=2-3i
z=-2-3i

Latihan 2.2
1. Nyatakan bilangan kompleks berikut dalam diagram
Argand
a. 3  4 b. 2  16 i c. 12

22
Sistem Bilangan Kompleks

2.3 Operasi Aritmetika


Seperti halnya pada sistem bilangan real, himpunan
bilangan kompleks, sebagai suatu sistem, memiliki
operasi-operasi dengan sifat-sifat khusus. Sebelum
membicarakn sifat operasi bilangan kompleks tersebut,
terlebih dahulu, didefinisikan arti kesamaan bilangan
komplek, bentuk negatifnya, dan beberapa operasi yang
berkaitan, pada Definisi 2.3.1 berikut ini.

Definisi 2.3.1.
Misalkan z  a  bi dan w  c  di , didefinisikan
1. Kesamaan
z  w , jika dan hanya jika, a  c dan b  d
2. Negatif
 z  (a  bi)  a  bi
3. Penjumlahan
z  w  (a  c)  (b  d )i
4. Pengurangan
z  w  (a  c)  (b  d )i
5. Perkalian
zw  (a  bi )(c  di )
 ac  adi  bic  bidi
 ac  adi  bci  bdi 2
 ac  (ad  bc )i  bd
 (ac  bd )  (ad  bc )i

23
Pengantar Analisis Kompleks

6. Pembagian
Dengan w  0 , maka
z a  bi

w c  di
a  bi c  di
 x
c  di c  di
ac  adi  bci  bdi 2
 2
c  cdi  cdi  (di ) 2
(ac  bd )  (ad  bc)i

c2  d 2
(ac  bd ) (ad  bc)
 2  2 i
c  d2 c  d2

Kenapa operasi bilangan ini perlu didefinisikan?


Ingat bahwa bentuk umum bilangan kompleks adalah
a  bi , a, b  , dengan a bagian real dan b bagian

imajinernya. Sedangkan  a  bi    c  di  maupun

 a  bi  c  di  bukan merupakan bentuk bilangan


kompleks, sebab bagian real dan bagian imajinernya
belum jelas. Adapun bentuk  a  b  i c  d  jelas
merupakan bilangan kompleks, karena terdiri atas
bagian real  i bagian imajner . Bagian realnya adalah
a  b dan bagian imajinernya adalah c  d . Demikian
pula bentuk  ac  bd   i  ad  bc  merupakan bilangan
kompleks karena tersusun sebagai

24
Sistem Bilangan Kompleks

bagian real  i bagian imajner , dengan ac  bd


merupakan bagian realnya dan ad  bc bagian
imajinernya.
Pendefinisian operasi bilangan kompleks yang ditulis
dalam notasi pasangan terurut adalah berikut ini.
Misalkan dua bilangan kompleks (a,b) dan (c,d). Operasi
kedua bilangan tersebut dinyatakan sebagai berikut.
z  w  ( a , b )  (c, d )
,
 ( a  c, b  d )
z  w  ( a , b )  ( c, d )

 ( a  c, b  d )
zw  (a, b)(c, d )
, dan
 (ac  bd , ad  bc)
z (a, b)  ac  bd (ad  bc) 
  , 2 
w ( c, d )  c 2  d 2 c  d2 

Contoh
Misalkan z  2  3i dan w  1  2i , tentukan
z
z  w, , dan z 2 .
w

Penyelesaian
z  w  (2  3i)  (1  2i)  1  5i , ditulis dalam bentuk
pasangan (1, 5)

25
Pengantar Analisis Kompleks

z 2  3i 2  3i 1  2i 4  7i 4 7
  x    i , ditulis
w 1  2i 1  2i 1  2i 1 4 5 5
 4 7 
juga  , 
 5 5
z 2  zz  (2  3i)(2  3i)  5  12i , dapat ditulis
sebagai (-5, 12)

Latihan 2.3
1. Tuliskan hasil operasi bilangan kompleks berikut
dalam bentuk a  bi .
a. (2  3i)  (1  2i) b. (2  3i)  (1  2i)
c. (1  2i)(1  2i) d. i(5  i)
e. (a  bi )(a  bi ) f. 4i / (4  5i)
h. (a  bi ) / (a  bi)
2. Nyatakan pola bilangan yang terbentuk berdasarkan
i 2 , i 3 , i 4 , i 5 , . . . , i10 .
3. Jika z  a  bi, z  0 , tentukan Re (1/ z ) dan
Im (1/ z ) . Tunjukkan juga bahwa Re (iz )   Im z
dan Im (iz )  Re z
4. Tunjukkan bahwa, jika z  1  i , maka
z2  2z  2  0 .
5. Jika z  a  bi , nyatakan z
2 3
dan z dalam bentuk
a  bi
6. Tentukan hasil operasi bilangan kompleks brikut ini,
kemudian nyatakan dalam bentuk a  bi

26
Sistem Bilangan Kompleks

i 1 i 1 3i
a.  b.  123
c. i  4i 9  4i
1 i i i 1 i

2.4 Sifat Aljabar


Bilangan kompleks dengan operasi penjumlahan dan
perkalian seperti yang dinyatakan sebelumnya memenuhi
sifat lapangan. Artinya operasi penjumlahan dan perkalian
pada ℂ memenuhi sifat tertutup, asosiatif, adanya
identitas, adanya elemen invers, sifat komutatif, dan
berlakunya sifat distributif seperti yanga ditunjukkan pada
Teorema 2.4.1 berikut.

Teorema 2.4.1: (Sifat Lapangan Bilangan Kompleks)


Misalkan z, z1 , z2 , z3  , terhadap operasi “+” dan “x”,
berlaku
1. Sifat tertutup, yaitu
a. z1  z2 
b. z1 z2 
2. Assosiatif, yaitu
a. ( z1  z2 )  z3  z1  ( z2  z3 )
b. ( z1 z2 ) z3  z1 ( z2 z3 )
3. Komutatif, yaitu
a. z1  z2  z2  z1
b. z1 z2  z2 z1
4. Terdapat 0  , yaitu 0  0  0i  , sehingga
z  0  0  z  z untuk setiap z 

27
Pengantar Analisis Kompleks

5. Untuk setiap z  , ada  z  , sehingga z  ( z )  0


6. Terdapat 1 , yaitu 1  1  0i  , sehingga
z.1  1.z  z untuk setiap z 
1
7. Untuk setiap z  , z  0 , ada  z 1  , sehingga
z
zz 1  1
8. Distributif, yaitu
a. ( z1  z2 ) z3  z1 z3  z2 z3
b. z1 ( z2  z3 )  z1 z2  z1 z3

Bukti
Pembuktian untuk sifat 3b dan 7 disajikan berikut ini, dan
sisanya diserahkan pada pembaca sebagai latihan.
(3b)
Diambil sembarang z1 , z2  , dengan z1  a  bi dan

z2  c  di .
Didapat,

28
Sistem Bilangan Kompleks

z1 z2  (a  bi )(c  di )
 ac  adi  bic  bidi definisi perkalian bilangan kompleks
 ac  bic  adi  bidi sifat komutatif penjumlahan (3a)
 ca  cbi  dia  dibi sifat komutatif bilangan real
 c(a  bi )  di(a  bi ) sifat distributif bilangan real
 (c  di)(a  bi )
 z2 z1
Jadi terbukti bahwa z1 z2  z2 z1 .

(7)
Karena z  dan z  0 , maka z dapat dinyatakan
sebagai z  a  bi , dengan a  0 atau b  0 . Oleh
karena itu didapat,

1 1 1 a  bi
 
z a  bi a  bi a  bi
a  bi a b
 2 2  2 2 2 2i
a b a b a b

a b
Karena dan 2 bilangan real, maka jelas
a b2 2
a  b2
1
bahwa  . Lebih lanjut diperoleh juga
z
1 a  bi
zz 1  (a  bi )   1 . Jadi, sifat terbukti.
a  bi a  bi

29
Pengantar Analisis Kompleks

Berlakunya sifat lapangan bilangan kompleks tersebut


memberikan kontribusi yang besar dalam menyelesaikan
kasus-kasus bilangan kompleks. Sebagai contoh, dalam
menyelesaikan persamaan kuadrat z  2z 1  0 .
2

Sampai sejauh ini kita belum mempunyai gagasan


faktorisasi dalam penyelesaian kasus tersebut. Oleh
karenanya, kita menyelesaikannya dengan memanfaatkan
definisi operasi bilangan kompleks yang sudah kita kenal,
yaitu dengan memisalkan z  x  iy . Diperoleh

( x  iy ) 2  2( x  iy )  1  0
 x 2  y 2  2ixy  2 x  2iy  1  0
 ( x 2  y 2  2 x  1)  i (2 xy  2 y )  0
 x 2  y 2  2 x  1  0 . . . (1) dan 2 xy  2 y  0 . . . (2)

Dari (2) diperoleh x 1 dan y  0. Dengan


mensubstitusi hasil ini ke persamaan (1) juga didapat
x  1 dan y  0 . Oleh karena itu, nilai z yang memenuhi
persamaan z  2 z  1  0 adalah z  1 .
2

Akan tetapi, menyelesaikan dengan cara seperti di


atas tidak selalu mudah, bahkan juga tidak memberikan
hasil yang sederhana, sehingga diperlukan cara lain yang
lebih praktis dan membantu. Dengan memanfaatkan
teorema berikut ini, yang pembuktiannya memanfaatkan
sifat lapangan, penyelesaian persamaan z2  2z 1  0
akan menjadi lebih sederhana.

30
Sistem Bilangan Kompleks

Teorema 2.4.2
Misalkan z, w . zw  0 jika dan hanya jika z  0 atau
w0.

Bukti
Karena z , maka menurut sifat 7, ada z 1 
1
sehingga z z  1 . Didapat,
w  1.w  ( z 1 z )w  z 1 ( zw)  z 1.0  0 .
Demikian pula sebaliknya, jika z  0, maka
zw  0.w  0 . □

Dengan menggunakan teorema di atas, penyelesaian


z 2  2 z  1  0 dapat dilakukan dengan faktorisasi, yaitu
z 2  2 z  1  0  ( z  1)2  0  z  1 .

Latihan 2.4
1
1. Tunjukkan bahwa kesamaan i  i berlaku.
2. Buktikan teorema 2.4.1 di atas untuk bagian 1, 2, 3a,
dan 8.
3. Tentukan penyelesaian dari persamaan z2  z 1  0 .
4. Misalkan z  , z 1. Tunjukkan bahwa

1  z  z 2  . . .  z n  (1  z n1 ) / (1  z ) . Petunjuk:
pembuktian dapat dilakukan dengan induksi
matematika.

31
Pengantar Analisis Kompleks

2.5 Konjugat dan Modulus


Konjugat
Konjugat dari suatu bilangan kompleks merupakan
elemen penting dalam sistem bilangan kompleks. Konsep
konjugat ini banyak membantu kita dalam
menyederhanakan bentuk dari suatu bilangan kompleks.
Gagasan konjugat ini lahir dari gagasan Bombelli ketika ia
menyelesaikan persamaan Ferro-Tartagila.
Konjugat dari bilangan kompleks z  x  yi ,
didefinisikan sebagai z  x  yi . Oleh karena itu,
konjugat ini umum juga disebut dengan istilah “sekawan”.
Secara geometris, konjugat ini digambarkan sebagai
berikut.

Im(z)

Re(z)

Beberapa sifat terkait konjugat dinyatakan dalam teorema


berikut ini.

32
Sistem Bilangan Kompleks

Teorema 2.5.1
Misalkan z, w , maka berlaku
1. z  z
zz   Re( z )    Im( z ) 
2 2
2.

3. zw z w
4. zw z w
5. zw  z w

z z
6.  
 w w
zz zz
7. Re( z )  , dan Im z 
2 2i

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa, pemanfaatkan


gagasan konjugat dapat mempermudah dalam melakukan
penyederhanaan bilangan kompleks. Khusunya, terkait
invers perkalian atau pembagian. Hal ini disebabkan oleh
1 z z zw
kenyataan bahwa  , dan  .
z zz w ww

Gagasan konjugat ini menegaskan pula bahwa


sembarang bilangan real z dalam bilangan kompleks
memenuhi sifat z  z . Tentu saja, hal yang terakhir ini
mudah dilihat, sebab untuk sembarang bilangan real z
dalam bilangan kompleks , dapat kita tuliskan sebagai
z  a  0i  a  0i  z , dimana a  .

33
Pengantar Analisis Kompleks

Adapun bukti untuk sebagian teorema di atas


ditunjukkan berikut ini, sedangkan sebagian yang lain
ditinggalkan sebagai latihan.

Bukti
Diambil sembarang z, w , dengan z  a  bi , dan
w  c  di . Diperoleh
1. z  ( a  bi )  ( a  bi )  ( a  bi )  z

3. z  w  ( a  bi)  (c  di)  ( a  c)  (b d )i


 (a  c)  (b  d )i  (a  bi)  (c  di)  z  w
5. zw  ( ac  bd )  ( ad  bc) i  ( ac  bd)  ( ad  bc) i
 ac  bic  adi  bidi  (a  bi )c  (a  bi )di
 (a  bi )(c  di )  z w .

Modulus
Kami meyakini bahwa anda pasti masih mengingat
secara baik konsep harga mutlak pada bilangan real.
Secara definitif, konsep harga mutlak didefinisikan sebagai
a  a jika a  0 dan a  a jika a  0 untuk
setiap a anggota bilangan real. Dalam bahasa
sederhananya, harga mutlak dari suatu bilangan selalu
nonnegatif. Pendefinisian ini tentu saja mudah kita terima
bila kita memperhatikan konstruksi gagasan harga mutlak
dari suatu bilangan, yaitu dengan melihatnya sebagai
konsep jarak. Harga mutlak 2, ditulis 2 , yang dapat
ditulis juga sebagai 2  0 , yang berarti jarak 2 ke 0. Tentu

34
Sistem Bilangan Kompleks

saja nilainya 2. Demikian juga dengan harga mutlak -3,


ditulis 3  3  0 , yang menunjukkan jarak -3 ke 0,
adalah 3.
2
Demikian pula pada bidang ( ), jarak titik (a1 , b1 )
dengan titik (a2 , b2 ) dinyatakan sebagai

 a2  a1    b2  b1 
2 2
a1  a2  b1  b2 
2 2
.

3
Serupa juga dengan di , bahkan secara umum jarak dua
titik (a1 , a2 , a3 , . . . , an ) dengan (b1 , b2 , b3 , . . . , bn ) pada
n
dinyatakan sebagai

1
 n 2 2
   ai  bi   .
 i 1 

Konstruksi konsep modulus pada bilangan kompleks


serupa dengan konstruksi konsep jarak atau harga mutlak
di atas. Didefinisikan bahwa modulus dari bilangan
kompleks z  x  yi , disebut juga, “panjang z atau nilai

mutlak z”, dinotasikan dengan z , merupakan panjang

vektor z, yaitu z  x 2  y 2 . Grafiknya disajikan berikut


ini.

35
Pengantar Analisis Kompleks

Im z

y
|z|

Re z
x

Demikian pula, jika z  a  bi dan w  c  di , maka

z  w  (a  c)  (b  d )i  (a  c) 2  (b  d ) 2 . Ini

berarti bahwa, z  w menyatakan jarak antara titik z


dengan titik w pada bidang kompleks.

Contoh
Misalkan z  3  4i dan w  1  2i , tentukan
z , w , dan z  w .

Penyelesaian
Karena z  3  4i dan w  1  2i , maka

z  3  4i  32  42  9  16  5 , w  1  4  5
, dan z  w  (3  1)  (4  2)i  4  36  40 .

36
Sistem Bilangan Kompleks

Sebagaimana pada bilangan real, sifat-sifat modulus


memiliki keserupaan dengan sifat-sifat harga mutlak. Hal
ini sebagaimana ditegaskan dalam teorema berikut ini.

Teorema 2.5.2
Misalkan z , w , maka berlaku

z  z dan zz  z
2
1.

z z
2. zw  z w dan 
w w
3. Re z  z dan Im z  z
4. zw  z  w (ketaksamaan segitiga)

5. zw  z  w

Bukti
Bukti untuk beberapa bagian teorema di atas disajikan
berikut ini. Selebihnya ditinggalkan untuk pembaca,
sebagai latihan.

Misalkan z, w dengan z  a  bi dan w  c  di ,


maka di dapat

(2).

zw  (ac  bd )  (ad  bc)i  (ac  bd ) 2  (ad  bc) 2

37
Pengantar Analisis Kompleks

 a 2 c 2  2abcd  b 2 d 2  a 2 d 2  2abcd  b 2 c 2
 a 2c 2  b2 d 2  a 2 d 2  b2c 2
 a 2c 2  b2c 2  a 2 d 2  b2 d 2
 (a 2  b 2 )c 2  (a 2  b 2 )d 2
 (a 2  b 2 )(c 2  d 2 )
 (a 2  b 2 ) (c 2  d 2 )
 z w

Jadi, terbukti bahwa zw  z w .


Kesamaan tersebut bisa juga dibuktikan dengan
memanfaatkan prinsip konjugat dan Teorema 2.5.2
nomor 1. Alur berfikirnya ditunjukkan berikut ini.
Karena z, w , maka menurut Teorema 2.5.2
nomor 1 dan 2.5.1 nomor 5, berlaku bahwa
zw  ( zw)( zw)  ( zw)( z w)  ( zz )( ww)  z w
2 2 2

Hal ini berakibat, zw  z w .

(4). Berdasarkan Teorema 2.5.2 dan Teorema 2.5.1, jelas


bahwa

38
Sistem Bilangan Kompleks

z  w  ( z  w)( z  w)
2
Teo 2.5.2 no1
 ( z  w)( z  w) Teo 2.5.1no 3
 zz  zw  wz  ww
 zz  zw  zw  ww Teo 2.5.1no 3
 z  2 Re( zw)  w
2 2
Teo 2.5.1 no 6
 z 2 z w  w
2 2
Teo 2.5.2 no 3
 z  w
2

Akibatnya, z  w  z  w . □

Latihan 2.5
1
1. Tunjukkan bahwa kesamaan i  i  i berlaku.
2. Buktikan Teorema 2.5.1 nomor 5 dan 6.
3. Buktikan Teorema 2.5.2 nomor 1, 2.b, 3, dan 5.
4. Tunjukkan bahwa z  1 jika dan hanya jika 1/ z  z .

5. Tunjukkan bahwa untuk setiap z, w berlaku

z  w  z  w  4 Re( zw) .
2 2

6. Misalkan z1, z2 , z3 , . . . , zn  . Dengan


menggunakan induksi matematika, tunjukkan bahwa
kesamaan berikut berlaku.
a. z1 z2 . . . zn  z1 z2 . . . zn

b. Re( z1  z2  . . .  zn )  Re( z1 )  Re( z2 )  . . .  Re( zn )

c. Im( z1  z2  . . .  zn )  Im( z1 )  Im( z2 )  . . .  Im( zn )

39
Pengantar Analisis Kompleks

d. z1 z2 . . . zn  z1 z2 . . . zn
7. Misalkan z, w , tunjukkan bahwa
zw  zw  2 Re( zw) .

2.6 Bentuk Polar dan Rumus Euler


Bentuk Polar
Cara lain yang umum digunakan untuk menyatakan
bilangan kompleks z adalah menyatakannya dalam bentuk
polar atau koordinat kutub. Perhatikan ilustrasi berikut.

Im z
y

x Re z

x y
Jika z  x 2  y 2 , maka cos   dan sin   .
z z
Sehingga didapat x  z cos  dan y  z sin  . Oleh
karena itu, sembarang bilangan kompleks z  x  yi ,
dengan z 0, dapat dinyatakan sebagai
z  z (cos   i sin  ) , atau familiar ditulis sebagai

40
Sistem Bilangan Kompleks

z  z cis  . Penulisan “ cis ” adalah akronim (singkatan)


dari inisial (huruf awal) masing-masing dari
Cos, i, dan Sin .

Contoh
Misalkan z  1  i , w  3  i , nyatakan z dan w dalam
bentuk polar.

Penyelesaian
x 1
Karena z  2, maka cos    ,
z 2
y 1 
sin    , sehingga   . Demikian pula,
z 2 4
x 1
karena w 2, maka cos    3,
w 2
y 1 
sin    , sehingga   . Secara berturut-turut
w 2 6
  
diperoleh z  2  cos  i sin  , dan
 4 4
  
w  2  cos  i sin  .
 6 6
Ingat!
Untuk mengubah ke bentuk polar butuh dua langkah saja
1. Cari modulus
2. Tentukan argumennya

Karena nilai sin  dan cos  selalu sama untuk


  2k (berulang dengan periode 2k ) untuk setiap

41
Pengantar Analisis Kompleks

k , maka penulisan sembarang bilangan kompleks z


dalam bentuk polar tidak tunggal. Bilangan kompleks z
dan w di atas bisa juga ditulis sebagai
 9 9 
z  2  cos  i sin  , atau
 4 4 
 7 7 
z  2  cos  i sin 
 4 4 
 7 7 
 2  cos  i sin ,
 4 4 
dan seterusnya.
 13 13 
Demikian juga w  2  cos  i sin , dan
 6 6 
seterusnya.
Argumen (mengacu pada sudut) dari bilangan
kompleks z  0 , dinotasikan dengan arg z, didefinisikan
sebagai sudut yang terbentuk antara vektor z dengan
sumbu-x, pada arah berlawanan dengan putaran jarum
jam. Oleh karena itu, jika arg z   , maka ini berarti

z  z  cos   i sin   .
Karena nilai Ө tidak tunggal, maka untuk
     , Ө disebut argumen utama dari z,
dinotasikan Arg z=Ө. Perbedaan notasi antara “argumen”
dengan “argumen utama” adalah pada inisial notasinya.
Inisial notasi argumen utama ditulis dengan huruf kapital
( Arg ), sedangkan argumen tidak demikian ( arg ). Oleh

42
Sistem Bilangan Kompleks

karena itu, pada kasus z  1 i dan w  3 i,


 
Arg z  dan Arg w  .
4 6
Dengan memanfaatkan bentuk polar ini, maka
operasi perkalian dan pembagian bilangan kompleks z dan
w, dinyatakan sebagai berikut.

zw  z  cos  i sin   w  cos  i sin 


 z w  cos  cos  i cos sin  i sin cos  sin sin 
 z w  cos  cos  sin sin  i (cos sin  sin cos )
 z w  cos(   )  i sin(   )
 z w cis (   )

Jadi, zw adalah bilangan kompleks dengan z w


sebagai modulusnya dan    adalah argumennya.
Demikian pula,

43
Pengantar Analisis Kompleks

z z  cos   i sin  

w w  cos   i sin  
z  cos   i sin    cos   i sin    cos   i sin  
z
 
w  cos   i sin   w  cos   i sin    cos   i sin  
z  cos  cos   i cos  sin   i sin  cos   sin  sin  

w  cos 2
  sin 2  
z
  cos  cos   i cos  sin   i sin  cos   sin  sin  
w
z
  (cos  cos   sin  sin  )  i(sin  cos   cos  sin  ) 
w
z z
  cos(   )  i sin(   )   cis (   )
w w

Implikasi lanjutan dari perkalian bilangan kompleks


dalam bentuk polar ini adalah, bahwa
z2  z  cos(2 )  i sin(2 )  .
2
Lantas, bagaimana

dengan z , untuk setiap n 


n
? Apakah ia otomatis

z  z  cos(n )  i sin(n )  ?.
n n
berarti Untuk
memastikan jawaban ini, terlebih dahulu kita perhatikan
teorema De Moivre berikut.

44
Sistem Bilangan Kompleks

Teorema 2.6.1 (De Moivre’s Theorem)


Misalkan Ө menyatakan sebuah sudut. Untuk setiap n  ,
berlaku (cos   i sin  )  cos n  i sin n .
n

Bukti
Dengan memanfaatkan prinsip induksi matematika,
didapat
a. Untuk n  1 , jelas bahwa teorema benar
b. Diasumsikan bahwa untuk nk, berlaku
(cos   i sin  )  cos k  i sin k
k
. Akibatnya,
c. Untuk n  k  1 , diperoleh
(cos   i sin  ) k 1  (cos   i sin  ) k (cos   i sin  )
 (cos k  i sin k )(cos   i sin  )
 (cos k cos   i cos k sin   i sin k cos   sin k sin  )
  cos k cos   sin k sin   i (cos k sin   sin k cos  ) 
  cos ( k   )  i (sin( k   )) 
 cos ( k  1)  i sin( k  1)

Berdasarkan a,b, dan c, maka terbukti bahwa


(cos   i sin  )  cos n  i sin n .
n

Dengan memanfaatkan Teorema De Moivre di atas,


maka jelas bahwa untuk setiap n  , pada bilangan
zn  z  cos(n )  i sin(n )  .
n n
kompleks z , berlaku

45
Pengantar Analisis Kompleks

Rumus Euler
Selain menggunakan bentuk polar, sembarang
bilangan kompleks dapat juga dinyatakan dalam rumus
Euler. Gagasan penulisan bilangan kompleks dalam rumus
Euler mengacu pada prinsip deret Maclaurin. Telah kita
ketahui bahwa untuk setiap t  berlaku,

1 2 1 3 1
et  1  t  t  t  . . .  tn  . . . .
2! 3! n!
1 1 1
sin t  t  t 3  t 5  t 7  . . . .
3! 5! 7!
1 1 1
cos t  1  t 2  t 4  t 6  . . . .
2! 4! 6!

Jika kita mengganti t dengan i , maka diperoleh

1 1 1 1
ei  1  i  (i ) 2  (i )3  (i ) 4  (i )5  . . . .
2! 3! 4! 5!
1 1 1 1
 1  i   2  i  3   4  i  5  . . . .
2! 3! 4! 5!
 1 1   1 1 
 1   2   4  . . . .   i     3   5  . . . . 
 2! 4!   3! 5! 
 cos   i sin 

i
Bentuk e  cos   i sin  ini disebut sebagai
rumus Euler. Leonhard Euler, seorang matematikawan

46
Sistem Bilangan Kompleks

berkebangsaan Swiss, adalah orang yang tercatat pertama


kali, pada tahun 1732 memperkenalkan bentuk ini.
Berdasarkan bentuk polar dan rumus Euler ini, maka
sembarang bilangan kompleks z dapat pula dinyatakan
sebagai z  z (cos   i sin  )  z ei . Karena nilai sin 
dan cos  periodik, maka z juga bisa ditulis sebagai
z  z ei ( 2 k ) , k  . Lebih lanjut, kondisi ini
mengakibatkan bahwa untuk setiap z , w dengan
arg z   dan arg w   , berlaku
zw  z w ei (  ) ,
z z i (  )
 e , dan
w w
z n  z ein .
n

Contoh
Misalkan z  1  i , w  3  i , nyatakan z , zw, z/w, dan
zn dalam rumus Euler.

Penyelesaian
Karena z  2 dan w  2 , maka secara berturut-turut,
 
 dan  , sehingga diperoleh
4 6
i
z  2e 4 ,

47
Pengantar Analisis Kompleks

i    
 
i 5
zw  2 2 e 4 6
2 2 e 12 ,
 
z 1 i   1 i
 2e 4 6
 2 e 12 , dan
w 2 2
n i n
z n
 22 e 4 .

Latihan 2.6
1. Nyatakan bilangan berikut dalam bentuk polar
a. 1  i b. 1  3i c. i
d. (2  i) 2 e. 2 / (1  i) f. -1
2. Dengan memanfaatkan hasil nomor 1, nyatakan hasil
operasi bentuk polar dari
a. (1  i )(1  3 i) b. (1  3 i)
6

c. i ( 2 / (1  i) )
3. Nyatakan bilangan kompleks yang mempunyai
koordinat polar ( z , ) sebagai berikut
a. ( 3,  / 4) b. (1/ 2,  ) c. (4,   / 2)
d. (2,   / 4) e. (1, 4 )

4. Misalkan z  1  i dan w  1  3 i , nyatakan z , zw,


z/w, dan zn dalam rumus Euler.

48
Sistem Bilangan Kompleks

2.7 Akar Bilangan Kompleks


Gagasan akar pangkat dari suatu bilangan pada
bilangan kompleks serupa dengan pada bilangan real.
Hanya saja akar pangkat dari suatu bilangan pada
bilangan kompleks tidak tunggal. Perhatikan alur berpikir
berikut.

Misalkan z  , z  0 . Jika z n  w , dan w  w ei 


maka akar pangkat n dari z adalah

 
  
1 1 i 1
z  w ei   w n e n  w n  cos  i sin  .
n

 n n
Karena arg z periodik dengan periode 2k , k  ,
maka n akar berbeda dari zn diberikan oleh
1   2 k   2 k 
z  w n  cos  i sin , dengan
 n n 
k  0,1, 2, . . . , n  1 .

Contoh
Tentukan akar pangkat 3 dari i.

Penyelesaian
Mencari akar pangkat 3 dari i berarti menentukan
penyelesaian dari z  i . Dengan memisalkan
3
wi,

maka jelas bahwa w  1 dan   . Diperoleh,
2

49
Pengantar Analisis Kompleks

1
1  
 i  3 i 1 i   2 k 
z  1.e 2   1.e 3 2  e 3 2 
, k  0,1, 2.
 
 
1  1 
 cos   2k   i sin   2k 
3 2  3 2 

Untuk k  0,1, 2 , maka akar pangkat 3 dari z adalah

  3 i
k  0  z0  cos  i sin   , disebut
6 6 2 2
akar utama z
1  1 
k  1 z1  cos   2   i sin   2 
3 2  3 2 
5 5
 cos  i sin
6 6
3 i
 
2 2
1  1 
k 2 z2  cos   4   i sin   4 
3 2  3 2 
9 9
 cos  i sin
6 6
3 3
 cos  i sin  i
2 2

Oleh karena itu, akar-akar bilangan kompleks


tersebut dapat pula kita nyatakan dalam bentuk pasangan

50
Sistem Bilangan Kompleks

titik pada lingkaran, dengan jari-jari w dan sudut  .


Sebagai contoh, akar pangkat 3 dari i kita nyatakan sebagai
berikut.

Z1
𝟓𝝅 Z0
𝟔 𝝅
𝟔
𝟑𝝅
𝟐

Z2

Contoh

Hitunglah z  4 88 3i

Penyelesaian
Misalkan w  88 3i , maka

 
2
w  82  8 3  256  16 , dan   . Didapat,
3

51
Pengantar Analisis Kompleks

1
   4
z  16  cos  i sin  
  3 3 
1
    
1 4
 16 4
 cos   2k   i sin   2k   , k  0,1, 2,3
 3  3 
 1  1 
 2  cos   2k   i sin   2k  
 4 3  4 3 

Sehingga diperoleh akar pangkat 4 dari z untuk


k  0,1, 2,3 , adalah
   
z0  2  cos  i sin   1,93  0,52 i , disebut
 12 12 
akar utama z
 1  1 
z1  2  cos   2   i sin   2  
 4 3  4 3 
 7 7 
 2  cos  i sin 
 12 12 
 1  1 
z2  2  cos   4   i sin   4  
 4 3  4 3 
 13 13 
 2  cos  i sin 
 12 12 

52
Sistem Bilangan Kompleks

 1  1 
z3  2  cos   6   i sin   6  
 4 3  4 3 
 19 19 
 2  cos  i sin 
 12 12 

Latihan 2.7
1. Tentukan semua akar dari

z2  8
3
a. z3  8  0 b. z5  i c.
d. z  1  i
5

2. Nyatakan akar bilangan kompleks pada soal nomor 1


pada sebuah lingkaran.

53
BAB 3
FUNGSI PADA HIMPUNAN
BILANGAN KOMPLEKS

Kompetensi Akhir:
Membedakan karakteristik fungsi pada
bidang kompleks dengan fungsi pada
bidang real.

Indikator:
1. Menunjukkan karakteristik topologis pada
himpunan kompleks.
2. Menunjukkan perbedaan fungsi kompleks dan
fungsi real.
3. Menyajikan grafik fungsi kompleks.
4. Membedakan beberapa karakteristik fungsi
elementer pada bidang kompleks.
5. Menentukan limit fungsi kompleks.
6. Menujukkan kekontinuan fungsi kompleks.
Pengantar Analisis Kompleks

PENDAHULUAN

B agi sebagian orang, istilah “fungsi” dalam matematika


termasuk topik yang agak aneh. Ini karena fungsi dalam
makna sehari-hari berarti kegunaan, sementara fungsi
dalam matematika, membicarakan aturan pengaitan antar
himpunan. Tampak sekali bahwa topik fungsi “seolah” tidak
nyambung dengan kenyataan keseharian. Memang, dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia versi daring (dalam jaringan)
disebutkan bahwa kata “fungsi” memiliki arti jabatan, faal
(kerja suatu bagian tubuh), kegunaan, atau peran sebuah unsur
bahasa.
Istilah “fungsi” dalam matematika merupakan terjemahan
langsung dari kata “function”. Dalam kamus bahasa Inggris
sebagaimana dikutip dari Cambrige Dictionary versi daring
dijelaskan bahwa selain berarti kegunaan, seperti pada kalimat
“The function of the veins is to carry blood to the heart”, kata
function juga dapat berarti hasil. Hal ini sebagaimana terdapat
pada contoh “His success is a function of his having worked so hard”
atau pada pernyataan “The low temperatures here are a function of
the terrain as much as of the climate”. Kata fungsi berarti hasil dari
suatu tindakan atau suatu kondisi. Makna fungsi yang terakhir
ini melibatkan dua hal, yaitu unsur sebab dan unsur akibat,
atau kondisi satu dan kondisi dua. Dapat juga kita lihat sebagai
dua himpunan, yaitu himpunan tindakan dan himpunan hasil,
atau himpunan kondisi satu dengan himpunan kondisi dua.
Gagasan yang terakhir ini analog dengan ilustrasi yang
dinyatakan Purcell dalam buku Kalkulus dan Geometri
Analitik, dimana fungsi dipandang sebagai sebuah mesin. Ada

55
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

himpunan barang satu yang dimasukkan ke mesin (fungsi)


kemudian menghasilkan himpunan barang kedua.
Oleh karena itu, pembicaraan mengenai fungsi bergantung
pada himpunan dimana fungsi tersebut dibicarakan. Suatu
aturan pengatian (cikal bakal fungsi) bisa menjadi fungsi, bisa
juga tidak, tergantung pada himpunan dimana ia didefinisikan.
Himpunan tersebut selanjutnya kita sebut sebagai domain dan
kodomain fungsi. Karena fungsi merupakan suatu aturan yang
mengaitkan setiap anggota domain dengan tepat satu anggota
pada kodomain, maka domain fungsi menentukan apakah
fungsi tersebut ada, terdefinisi atau tidak. Dengan kata lain,
himpunan yang menjadi domain aturan pengaitan tersebut
memegang peranan penting bagi keberadaan suatu fungsi.
Fungsi pada bidang kompleks merujuk pada fungsi-fungsi
dengan domain himpunan bilangan kompleks. Sedangkan
kodomain fungsinya dapat berupa himpunan bilangan real,
maupun himpunan bilangan kompleks.
Oleh karena itu, pembahasan pada bab ini akan dimulai
dengan topologi himpunan kompleks, kemudian dilanjutkan
dengan pengertian fungsi, jenis-jenis fungsi, limit fungsi, dan
kekontinuan fungsi. Ulasan mengenai konsep topologi
diperlukan untuk memperjelas karakteristik himpunan, dimana
fungsi tersebut dibicarakan. Adapun tujuan utama pembahasan
pada bab ini adalah untuk memberikan pemahaman mendasar
tentang gagasan fungsi kompleks. Pemahaman tersebut
diharapkan menjadi dasar untuk melihat kesamaan dan
perbedaan antara fungsi kompleks dengan fungsi pada
himpunan bilangan real. Oleh karena itu, peyajian semua topik
tersebut menggunakan perspektif bilangan real, sehingga
diharapkan sajiannya lebih mudah dipahami.

56
Pengantar Analisis Kompleks

3.1 Topologi Pada Bidang Kompleks


Pembahasan topologi pada himpunan bilangan
kompleks serupa dengan konsep topologi pada himpunan
bilangan real. Di sini, konsep topologi kita perlukan untuk
memperjelas konsep himpunan, khususnya yang berkaitan
dengan domain dan kodomain fungsi kompleks. Oleh
karena itu, kita tidak akan membahas konsep topologi
secara utuh.

Persekitaran (Neighborhood)
Definisi 3.1.1
Misalkan z0 sebuah titik pada bidang kompleks, dan r bilangan

real positif. Persekitaran z0 dengan jari-jari r, dan persekitaran


terhapus dengan jari-jari r, didefinisikan secara berturut-turut
sebagai N ( z0 , r )   z | z  z 0  r  , dan

N * ( z0 , r )   z | 0  z  z 0  r  .

Definisi di atas menyatakan bahwa konsep


persekitaran pada himpunan bilangan real sama dengan
konsep persekitaran pada himpunan bilangan kompleks.
Hanya saja, wujud persekitaran suatu titik pada bilangan
real berupa interval buka. Sedangkan pada himpunan
bilangan kompleks, wujud persekitaran suatu titik berupa
himpunan titik-titik pada bidang kompleks yang dibatasi
oleh lingkaran dengan pusat titik tersebut dan jari-jari r.
Dengan kata lain, wujud geometris dari suatu persekitaran
berupa cakram buka, dan persekitaran terhapus
menyatakan sebuah cakram buka dengan titik pusat yang
terhapus. Ilustrasi grafiknya dinyatakan berikut ini.

57
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

r r
Z0 Z0

Cakram Buka Cakram Buka Terhapus

Contoh
N (0, 2)   z | z  2 menyatakan sebuah cakram
dengan pusat 0 jari-jari 2, dan
N (i,  )   z | 0  z  i    menyatakan cakram buka
*

terhapus dengan pusat i dan jari-jari ℰ. Ilustarsi


diagramnya sebagai berikut.

i+ℰ
2
i
2 ℰ
Z0 i
2

58
Pengantar Analisis Kompleks

Definisi 3.1.2
Misalkan A  , dengan A   .
a. Titik z0  A disebut titik dalam (interior point) A, jika ada

r  0 sehingga persekitaran N ( z0 , r )  A . Himpunan


semua titik dalam A dinotasikan dengan int (A).
b. Titik z0  disebut titik luar (exterior point) A, jika ada

r  0 sehingga persekitaran N ( z0 , r )  A   .
Himpunan semua titik luar A dinotasikan dengan ext (A).
c. Titik z0  disebut titik batas (boundary point) A, jika

untuk setiap r  0 berlaku N ( z0 , r )  A   dan


N ( z0 , r )  Ac   . Himpunan semua titik batas A
dinotasikan dengan  ( A) .

Contoh
1. Misalkan A   z | z  1 . Tentukan (a) titik dalam, (b)
titik luar, dan (c) titik batas A.

Penyelesaian
Karena A   z | z  1 , maka himpunan A dapat
digambarkan sebagai sebuah daerah yang dibatasi
lingkaran dengan pusat 0 dan jari-jari 1 berikut ini.

59
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

A 1

a. Berdasarkan gambar di atas, sebenarnya terlihat


jelas bahwa semua anggota himpunan A merupakan
titik dalam A. Namun demikian, kita perlu
menunjukkannya berdasarkan pengertian titik
dalam yang ada. Untuk melakukannya, kita perlu
membuktikan bahwa untuk setiap w0  A , ada

r  0 sehingga persekitaran dengan pusat w0 dan


jari-jari r termuat dalam (subset) himpunan A, yaitu
N (w0 , r )  A . Pembuktiannya disajikan berikut
ini.

Diambil sembarang w0  A . Dapat dipilih (ada)

min  w0 ,1  w0  .
1
r Jelas bahwa r0
2
(kenapa). Hal ini berakibat untuk setiap

60
Pengantar Analisis Kompleks

w  N (w0 , r ) berlaku w  w0  r , dan untuk

r
1
2
1  w0  , diperoleh
w  w  w0  w0
 w  w0  w0
 r  w0


1
2
1  w0   w0
 1  w0  w0
1
Ini berarti w  A . Jadi N (w0 , r )  A . Dengan kata
lain, setiap w0  A , maka w0 merupakan titik
dalam A.
1
Demikian pula jika r  w0 , maka w0  1  w0 ,
2
sehingga diperoleh
w  w  w0  w0  w  w0  w0
1
 r  w0  w0  w0
2
.
 1  w0   w0
1
2
 1  w0  w0  1
Dengan kata lain N (w0 , r )  A .

61
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

b. Demikian pula terkait titik luar himpunan A. Dari


gambar, terlihat bahwa semua titik yang berada di
luar daerah lingkaran tersebut, yaitu  z | z  1 ,
merupakan titik luar himpunan A. Hanya saja, lagi-
lagi, kita perlu menunjukkannya dengan
memanfaatkan pengertian titik luar sebagaimana
dinyatakan di atas. Berikut ini uraiannya.
Karena untuk sembarang w   z | z  1 ada

(dapat dipilih) r
1
2
 w  1  0 . Jelas bahwa
r  0 . Dengan demikian kita peroleh,

62
Pengantar Analisis Kompleks

N ( w, r )  A  w0  | w0  w  r   w0  | w0  1


 w0  | w0  w 
1
2
 w  1   w0  | w0  1


 w0  | w0  w  w0  w 
1
2
 w  1   w0  | w0  1


 w0  | w0  w 
1
2
 w  1   w0  | w0  1


 w0  |
1
2
w  1  w0  w 
1
2
w 
 1  w0  | w0  1


 w0  |
w
2

1
2
 w0  w0   | w0  1


 w0  |1 
w
2

1
2 
 w0  w0  | w0  1 , karena w  1

 w0  | 1  w0   w0  | w0  1

Ini berarti w   z | z  1 merupakan titik luar
himpunan A. Dengan demikian himpunan

 z | z  1 merupakan himpunan titik luar


himpunan A.

c. Demikan pula terkait titik batas himpunan A.


Berdasarkan gambar di atas, terlihat jelas bahwa
lingkaran dengan titik pusat 0 jari-jari 1 merupakan
himpunan semua titik batas himpunan A, yaitu
B  u | u  1 . Hanya saja, kita perlu

63
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

menunjukkannya berdasarkan definisi titik batas


tersebut. Berikut ini uraiannya.
Karena untuk sembarang r  0 dan v0  B berlaku

N (v0 , r )  A  v | v  v0  r  v | v  1

 
 v | v  v0  v  v0  r  v | v  1

 v | v  v 0 
 r  v | v  1
 v | v  r  v0   v | v  1
 v | v  r  1  v | v  1
 ....................(*)

Demikian juga,

N (v0 , r )  A c  v | v  v0  r  v | v  1

 
 v | v  v0  v  v0  r  v | v  1

 v | v  v 0 
 r  v | v  1
 v | v  r  v0   v | v  1
 v | v  r  1  v | v  1
 ......................(**)

Berdasarkan (*) dan (**) terbukti bahwa himpunan


B  u | u  1 merupakan himpunan titik batas A.

64
Pengantar Analisis Kompleks

2. Misalkan B   z |1  z  i  3 , maka jelas bahwa:

Setiap w   z |1  z  i  3 merupakan titik interior

B. Setiap w   z | z  i  1   z | z  i  3
merupakan titik exterior B. Demikian juga, bahwa
lingkaran dengan pusat i dan jari-jari 1 dan jari-jari 3,
yaitu z | z  i  1 dan z | z  i  3 , merupakan
himpunan titik batas B.

Ilustrasi grafik dari dua contoh di atas sebagai berikut

Titik luar A

Titik dalam A w
3

w0 1
i 1

Titik batas A

Dari dua contoh di atas, terlihat bahwa titik dalam


suatu himpunan bisa saja merupakan semua anggota
himpunan tersebut, namun bisa juga ada anggotanya yang

65
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

bukan merupakan titik dalam. Demikian juga halnya


dengan titik batas suatu himpunan. Ia bisa saja merupakan
anggota dari himpunan tersebut, bisa juga bukan
merupakan anggota. Kondisi tersebut melahirkan konsep
himpunan terbuka dan himpunan tertutup bilangan
kompleks berikut ini.

Himpunan Terbuka dan Himpunan Tertutup


Definisi 3.1.3
Misalkan A 
a. Himpunan A disebut himpunan terbuka, jika untuk setiap
z  A ada r  0 sehingga N ( z, r )  A . Dengan kata
lain, himpunan A disebut terbuka jika setiap anggota A
merupakan titik dalam.
b. Himpunan A disebut tertutup jika A memuat semua titik
batasnya.

Dari definisi di atas menjadi jelas bahwa sembarang


himpunan A  mungkin merupakan himpunan
terbuka, himpunan tertutup, atau tidak keduanya.

Contoh
Himpunan A   z | z  1 merupakan himpunan
terbuka, sebab semua elemennya merupakan titik dalam.
Demikian pula himpunan B   z | z  1 merupakan
himpunan tertutup, karena ia memuat semua titik

66
Pengantar Analisis Kompleks

batasnya. Sedangkan himpunan C   z |1  z  3


bukan merupakan himpunan terbuka, karena ada anggota
C yang bukan titik dalam, sebut saja z  3i . Ia merupakan
elemen C tapi bukan titik dalam. Demikian pula C bukan
himpunan tertutup, karena ia tidak memuat semua titik
batasnya, sebut saja z  1 . Ia merupakan salah satu titik
batas C tapi ia bukan elemen C.

Selain dengan memanfaatkan definisi di atas, terbuka


maupun tertutupnya suatu himpunan dapat kita kenali
dengan memanfaatkan teorema berikut ini.

Teorema 3.1.4
Misalkan A 
a. Himpunan A terbuka jika dan hanya jika A tidak memuat
titik batasnya.
c
b. Himpunan A tertutup jika A terbuka.

Perlu diperhatikan bahwa Teorema 3.1.4.a,


menyatakan tidak memuat titik batasnya, yang berarti
himpunan tersebut tidak memuat satupun titik batasnya.
Teorema ini tentu saja mudah kita pahami, mengingat
bahwa himpunan terbuka adalah himpunan yang semua
anggotanya merupakan titik dalam. Sedangkan titik batas,
pasti bukan titik dalam, sehingga ketika suatu himpunan
memuat titik batasnya, maka pastilah ia tidak terbuka.
Demikian pula dengan Teorema 3.1.4.b, pernyataan
tersebut mudah kita pahami. Berdasarkan definisi, suatu
himpunan disebut tertutup jika himpunan tersebut
memuat semua titik batasnya. Dari pemahaman umum,

67
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

kita menyadari bahwa titik batas merupakan pemisah atau


pembatas dari dua kondisi, dua situasi, dua fenomena,
maupun dua hal yang berdampingan. Oleh karena itu,
titik batas himpunan A pastilah juga merupakan titik batas
c
komplemen A. Sehingga begitu A terbuka, yang berarti
Ac tak memuat satupun titik batasnya, maka semua titik
batas tersebut termuat di dalam A, yang ini berarti A
tertutup.
Berdasarkan uraian tersebut, maka bukti Teorema
3.1.4, sebagaimana diuraikan berikut ini mudah kita
pahami.

Bukti
a. Diberikan A himpunan terbuka. Andaikan b
merupakan titik batas A dan b  A . Karena A terbuka,
berarti ada r  0 sehingga N (b, r )  A . Hal ini
berakibat N (b, r )  Ac   . Berarti b bukan titik batas
A. Jadi pengandaian salah dan harus diingkari, yaitu A
tidak memuat titik batasnya. Sebaliknya, karena A tidak
memuat titik batasnya, berarti untuk a  A , a bukan
titik batas A. Akibatnya, a merupakan titik dalam A
atau a merupakan titik luar A. Hanya saja, karena
a  A , maka a merupakan titik dalam A. Dengan kata
lain A merupakan himpunan terbuka.

c
b. Karena titik batas A juga merupakan titik batas A ,
maka menurut Definisi 3.1.3 dan Teorema 3.1.4.a, jelas
bahwa Teorema 3.1.4.b berlaku. □

68
Pengantar Analisis Kompleks

Contoh
1. Misalkan A   z | z  1 . Himpunan semua titik batas

A adalah w  | w  1 , dan tak satupun anggota


himpunan tersebut yang merupakan anggota A.
Dengan demikain A merupakan himpunan terbuka.
2. Jika B   z |1  z  i  3 , maka jelas bahwa B
tertutup, karena komplen B, yaitu
B   z | z  i  1   z | z  i  3
c
merupakan
c
himpunan terbuka. Himpunan B merupakan
himpunan terbuka karena ia merupakan gabunagan
dari dua himpunan terbuka. Gabungan dari himpunan
terbuka juga himpunan terbuka.
3. Jika B   z |1  z  i  3 , maka jelas bahwa B tidak
terbuka juga tidak tertutup. Tidak terbuka karena
memuat titik batasnya, tetapi juga tidak tertutup karena
tidak memuat semua titik batasnya.

Himpunan Terhubung (connected sets)


Definisi 3.1.5
Misalkan A  . Himpunan A dikatakan terhubung jika
setiap dua titik z, w  A dapat dihubungkan dengan sejumlah
berhingga segmen garis yang kesemuanya berada di dalam A.

69
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

Contoh
Misalkan A   z |1  z  4 , B   z | 1  Im z  5 ,
dan C   z | Re z  2 . Dengan membuat sketsa dari
ketiga himpunan tersebut, terlihat bahwa A dan B
merupakan himpunan terhubung, sedangkan C tidak
terhubung.

A
B
w 5

z2

z z1

-1

Terhubung Terhubung

70
Pengantar Analisis Kompleks

z w

Tidak Terhubung, karena ada dua


titik dimana segmen garis yang
menghubungkannya tidak di dalam C

Region (daerah)
Definisi 3.1.6
Misalkan A  .
a. Jika A   , terbuka, dan terhubung maka A disebut daerah
(region), atau daerah terbuka (open region). Region terbuka
juga disebut domain.
b. Jika A sebuah region dan memuat semua titik batasnya maka
A disebut daerah tertutup (closed region).

71
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

Himpunan Terbatas
Definisi 3.1.7
Misalkan A  . Jika untuk setiap z  A ada bilangan real
M  0 , sehingga z  M maka A disebut terbatas (bounded).
Dalam hal lain, A disebut tidak terbatas (unbounded). Dengan
kata lain, A terbatas jika ada lingkaran dengan jari-jari M
 z M, sehingga setiap z  A berada dalam lingkaran
tersebut.

Contoh
1. Himpunan A  z | Re z  1 merupakan region
terbuka, sebab A tidak kosong, terhubung, dan terbuka.
Namun A tidak terbatas, karena tidak ada M  0
sehingga untuk setiap z  A berlaku z  M . Ilustrasi
gambar himpunan A di sajikan berikut ini.

B
A
2 3
Z=1

2. Himpunan B   z | 2  z  3 merupakan himpuan


terbatas tetapi bukan sebuah region, karena B tidak

72
Pengantar Analisis Kompleks

terbuka juga tidak tertutup. Ilustrasi gambarnya


disajikan di atas.
3. Himpunan C   z | z  1 merupakan region tertutup
yang tidak terbatas, karena himpunan C tidak kosong,
terhubung, tertutup. Himpinan C tertutup karena
komplemennya terbuka. Ilustrasi gambarnya disajikan
berikut ini.

C D

1 3

4. Himpunan D   z | z  3 merupakan domain


(region terbuka) yang terbatas. Ilustrasi gambarnya
disajikan di atas.
5. Himpunan E   z | 2  z  3 merupakan region
tertutup yang terbatas. Ilustrasi gambarnya disajikan
berikut ini.

2 3

73
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

Latihan 3.1
1. Tentukan apakah himpunan berikut terbuka, tertutup,
atau tidak keduanya. Tentukan juga apakah ia terbatas
atau tidak. Apakah terhubung atau tidak.
a. A   z | z  1 b. B   z | 2  Re z  0

c. C   z | 0  Im z  2 d. D   z |1  z  3

e. E   z | z  i  2 f. F   z | z  i  2

g. G   z | z  1 atau z  3  1
h. H   z  x  iy | x  2 dan y  4
2. Berikan sebuah contoh himpunan bilangan kompleks
yang tidak mempunyai batas.
3. Buktikan bahwa bidang kompleks merupakan
himpunan terbuka sekaligus tertutup.
Petunjuk: Untuk menunjukkan terbuka, tunjukkan
bahwa setiap elemen merupakan titik dalam ,
1
dengan mengambil r z . Demikian pula,
3
menujukkan bahwa tertutup bisa dengan
menunjukkan komplemen , yaitu himpunan kosong,
merupakan himpunan terbuka. Menunjukkan 
merupakan himpunan terbuka, perhatikan soal nomor
berikut ini. Dapat dilakukan dengan mengambil
sembarang r  0 .

74
Pengantar Analisis Kompleks

4. Misalkan A himpunan kosong. Tunjukkan


a. Apakah A mempunyai batas?
b. A merupakan himpunan terbuka sekaligus tertutup,
dan
c. Apakah A terhubung?
Petunjuk: untuk menunjukkan bahwa himpunan
kosong merupakan himpunan terbuka dapat dilakukan
dengan mengambil sembarang w   , dan r  0 ,
kemudian tunjukkan bahwa w merupakan titik dalam
.

3.2 Definisi Fungsi


Gagasan fungsi pada bilangan kompleks serupa
dengan gagasan fungsi pada bilangan real. Fungsi pada
bilangan real didefinisikan sebagai aturan yang
memetakan setiap anggota domainnya ke tepat satu
anggota kodomainnya. Dalam notasi matematika kita
nyatakan bahwa untuk A, B  , f : A B
merupakan sebuah fungi jika (1)
x  A, y  B, f ( x)  y , dan (2)
x1 , x2  A, x1  x2  f ( x1 )  f ( x2 ) . Gagasan serupa
juga digunakan untuk mendefinisikan fungsi pada bidang
kompleks. Hanya saja untuk membedakannya dengan
fungsi pada f ( x)  y , dimana x dan y
, notasi
menyatakan bilangan real, diganti dengan f ( z )  w ,
dengan z , w . Definisi formal dari fungsi kompleks
dinyatakan dalam definisi berikut.

75
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

Definisi 3.2.1
Misalkan D, W  . Fungsi variabel kompleks, atau lebih
umum disebut fungsi kompleks, f : D  W didefinisikan
sebagai aturan yang mengaitkan setiap z  D ke tepat satu
anggota w  W , ditulis w  f ( z ) . Selanjutnya D disebut
domain fungsi f, dan himpunan w | w  f ( z ) disebut daerah
nilai, daerah hasil, atau range dari f.

Contoh
1. f:  dengan rumus f ( z)  z 2  2z  1
merupakan fungsi kompleks dengan domain dan
rangenya adalah seluruh bilangan kompleks, yaitu
Df  dan R f  , sedangkan

1
2. g:  dengan rumus g ( z )  merupakan
z 1
fungsi kompleks dengan domain semua bilangan
kompleks kecuali 1, yaitu Dg   z  1 . Artinya g
bukan sebuah fungsi kompleks ketika domainnya
adalah seluruh , sebab ketika 1 , maka g (1)
tidak ada. Dengan kata lain, 1 tidak mempunyai
pasangan di kodomain. Padahal salah satu syarat g
disebut fungsi, haruslah semua elemen domain
mempunyai pasangan. Adapaun range dari fungsi g
adalah himpunan bilangan kompleks kecuali 0, yaitu
Rg   w  0 . Tentu saja hal ini mudah kita

76
Pengantar Analisis Kompleks

1
pahami, karena bentuk tidak akan pernah
z 1
bernilai 0, apapun nilai z-nya. Kenyataan ini juga dapat
ditunjukkan dengan memisalkan w  g ( z ) . Diperoleh,
1
w  w( z  1)  1
z 1
 wz  w  1
 wz  w  1
w 1
 z
w
Ini jelas menunjukkan bahwa z ada hanya jika w  0 .

3. Misalkan T sebuah fungsi kompleks dengan rumus


1 z
T ( z)  . Jika domain T adalah DT   z | z  1 ,
1 z
tunjukkan bahwa rangenya adalah
RT  w | Re (w)  0 .

Penyelesaian.
Diketahui domain fungsi T adalah  z | z  1 . Dengan
memisalkan w  T ( z ) , kita peroleh,

77
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

 1 z 
Re w  Re T ( z )  Re  
 1 z 
(1  z )(1  z ) (1  z )(1  z)
 Re  Re
(1  z )(1  z ) (1  z )(1  z )
1 z z  z 1 z
2 2

 Re 
1 z 1 z
2 2

Karena z  1 , maka jelas bahwa Re w  0 .

Dalam hal hanya satu z yang memenuhi w=f(z), maka


fungsi f disebut fungsi satu-satu (one-to-one mapping).
Sedangkan jika ada banyak z yang memenuhi w=f(z), maka
fungsi f disebut fungsi banyak ke satu (many-to-one
mapping), atau umum disebut fungsi banyak.

Contoh
1
1. Fungsi kompleks dengan rumus g ( z) 
z 1
merupakan fungsi satu satu, sebab untuk z1  z2
1 1
berakibat  . Ini berarti g ( z1 )  g ( z2 ) .
z1  1 z2  1
Sedangkan,
2. Fungsi dengan g ( z)  z4 merupakan fungsi banyak,
atau tepatnya fungsi empat ke satu. Karena untuk
setiap z, berlaku z 4  ( z)4  (i z)4  (i z)4 .

78
Pengantar Analisis Kompleks

3.3 Grafik Fungsi Kompleks


Berbeda dengan fungsi pada bilangan real, grafik
fungsi kompleks umumnya digambarkan pada dua bidang
terpisah. Bidang domain fungsi digambarkan terpisah
dengan daerah nilai fungsinya. Tentu saja hal ini mudah
dipahami karena eksistensi setiap bilangan kompleks
dinyatakan dalam bidang (dimensi dua), sebagaimana
diagram Argand yang telah kita kenal.

Contoh
Grafik fungsi T pada contoh 3 di atas dapat digambarkan
sebagai berikut.

z w

Latihan 3.3
1. Tentutan nilai fungsi pada titik-tik yang diberikan
berikut ini. Kemudian sajikan pemetaannya pada
diagram Argand.
a. f ( z )  z  1 , dengan z  0,1  i, 1, 3  2i, i
b. f ( z )  Re z , dengan
z  3i, i, 2i,1  i, 1  3i, 0, 2, 2  i

79
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

z 1
c. f ( z)  , dengan z  i, i,3i
z 1
2. Diberikan rumus fungsi berikut ini. Tentukan domain
dan range untuk tiap fungsi yang bersesuaian.
Kemudian sketsakan grafik fungsi tersebut pada
bidang kompleks.
 1 
g ( z)  z
2
a. b. g ( z )  i  3  
 Im z 
1
c. g ( z ) 
Im z  Re z
3. Nyatakan apakah fungsi-fungsi dengan rumus berikut
ini merupakan fungsi satu-satu atau fungsi banyak.
z 1
a. h( z )  z  1 , b. h( z )  Re z , c. h( z )  ,
z 1
h( z )  z 2  2 z  1 , h( z )  z
2
d. dan e.

3.4 Beberapa Fungsi Elementer


Bagian ini akan menyajikan beberapa macam fungsi
dasar yang sudah kita kenal sejak kuliah kalkulus, bahkan
sebelumnya. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi linear,
fungsi pangkat, polinomial, fungsi rasional, fungsi
eksponensial, fungsi logaritma, fungsi trigonometri, dan
fungsi hiperbolik.
Sebelum lebih jauh mendiskusikan gagasan masing-
masing fungsi, kita perlu mengingat kembali gagasan
invers dari suatu fungsi atau cukup disebut invers fungsi.
Perlu diperjelas bahwa invers fungsi berbeda dengan
fungsi invers. Invers fungsi f :AB adalah

80
Pengantar Analisis Kompleks

1
f : B  A . Sedangkan fungsi invers adalah fungsi yang
dibangun (dirumuskan) melalui invers suatu fungsi.
Sebagai contoh fungsi f pada bilangan real dengan rumus
x 1
f ( x)  . Invers fungsi tersebut adalah
x3
3y 1
f 1 ( y )  . Sedangkan fungsi inversnya adalah
y 1
1 3x  1
f ( x)  . Di sini kita hanya membahas invers
x 1
fungsi bukan fungsi invers.

Catatan pentingnya adalah invers dari suatu fungsi


bisa saja merupakan suatu fungsi tetapi bisa juga bukan
merupakan fungsi. Pada kajian real kita tahu bahwa invers
suatu fungsi merupakan fungsi hanya jika fungsi tersebut
bijektif, atau paling tidak fungsi tersebut injektif. Pada
bidang kompleks syarat ini juga berlaku. Artinya invers
suatu fungsi merupakan fungsi hanya jika fungsi tersebut
satu-satu.
Misalkan f suatu fungsi kompleks dari bidang
1
kompleks z ke bidang kompleks w, maka f disebut

invers fungsi f jika f 1


 f ( z)   
f f 1 ( z )  z . Dalam
1
hal f fungsi satu-satu maka f merupakan fungsi juga.

81
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

Contoh
1. Fungsi dengan rumus f ( z )  3z  5i merupakan
fungsi satu-satu. Oleh karena itu, invers fungsi f
z  5i
dengan rumus f 1 ( z )  merupakan fungsi
3
juga. Ini juga memenuhi
 z  5i 
 
f f 1 ( z )  f 
 3 

 z  5i 
 3   5i .
 3 
 z  f 1  f ( z ) 
Sedangkan,
2. Fungsi dengan rumus f ( z)  z 2 , inversnya bukan
merupakan fungi. Hal ini dikarenakan f bukan
merupakan fungi satu-satu (fungsi banyak ke satu).

Fungsi Linear
Fungsi dengan rumus f ( z )  az  b dengan
a, b  disebut fungsi linear. Dalam hal a=0, sehingga
f ( z )  b , fungsi tersebut disebut fungsi konstan.
Sedangkan jika a=1 dan b=0, sehingga f ( z )  z , maka
fungsi tersebut disebut fungsi identitas.
Fungsi linear merupakan fungsi satu-satu. Tentu saja
hal ini mudah kita pahami. Karena untuk setiap z1  z2
berakibat az1  b  az2  b , sehingga f ( z1 )  f ( z2 ) ,

82
Pengantar Analisis Kompleks

maka fungsi linear merupakan fungsi satu-satu. Oleh


w b
karena itu, invers fungsi linear, yaitu f
1
 w  
a a
merupakan fungsi linear juga.

Fungsi Pangkat
Fungsi dengan rumus f ( z )  z n , dengan n bilangan
bulat positif, disebut fungsi pangkat. Tentu saja untuk
n  1 fungsi pangkat bukan merupakan fungsi satu-satu.
Oleh karena itu inversnya bukan merupakan sebuah
fungsi.

Polinomial
Jika n bilangan bulat tak negatif (non negative), dan
a0 , a1 , a2 , . . . , an  , maka fungsi dengan rumus

P( z )  a0  a1 z  a2 z  . . .  an z
2 n
disebut polinomial.
Jelas terlihat bahwa polinomial merupakan jumlahan dari
fungsi konstan dan fungsi pangkat.
Sedangkan jika P( z ) dan Q( z ) dua buah
P( z )
polinomial, maka fungsi baru F ( z)  , dengan
Q( z )
Q( z )  0 , disebut fungsi rasional. Istilah “rasional”
seringkali merujuk pada makna “masuk akal”. Di sini kata
P( z)
“rasional” merujuk pada bentuk fungsinya yaitu ,
Q( z)
yang merupakan bentuk rasio (perbandingan) dari fungsi

83
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

P( z ) dengan Q( z ) . Oleh karena itu, fungsi rasional tidak


berarti fungsi yang masuk akal, melainkan fungsi yang
dinyatakan dalam bentuk rasio dua fungsi polinomial.

Fungsi Eksponensial
Untuk z  x  iy , fungsi eksponensial didefinisikan
sebagai f  z   e z  e x (cos y  i sin y) atau cukup

ditulis e z  e x (cos y  i sin y) . Tentu saja definisi ini


mudah kita pahami karena formula Euler yang telah kita
kenal, yaitu eiy  cos y  i sin y , sehingga

e z  e xiy  e x eiy  e x (cos y  i sin y) .


Adapun sifat-sifat terkait fungsi eksponensial pada
bilangan kompleks serupa dengan sifat fungsi tersebut
pada bilangan real. Hal ini sebagaiman dinyatakan berikut
ini.

Sifat 3.4.1 (Sifat Fungsi Eksponensial)


Untuk setiap z, w berlaku

a. ez  0
b. e  1
0

zw
c. e  e z ew
z w ez
d. e  w
e
e. ez  ez

84
Pengantar Analisis Kompleks

f. e z  e z  2 i
g. Jika z  x  iy , maka e z  e x dan arg e z  y .

Pembuktian untuk sifat poin a, c, dan f disajikan


berikut ini, sedangkan sisanya ditinggalkan sebagai
latihan.
Misalkan z  a  ib dan w  c  id , maka
e  e (cos b  i sin b)  e cos b  ie sin b  0
z a a a

e z  w  e a  c  cos(b  d )  i sin(b  d ) 
 e a e c  (cos b cos d  sin b sin d )  i (sin b cos d  cos b sin d ) 
 e a (cos b  i sin b)e c (cos d  i sin d )
 e z ew

e z  2 i  e a i (b  2 )  e a  cos(b  2 )  i sin(b  2 ) 
 e a  cos b  i sin b   e z .

Untuk membuktikan sifat-sifat yang lain, dapat dilakukan


dengan cara yang serupa dengan cara bukti di atas, yaitu
dengan memisalkan z  a  ib atau z  x  iy .

Fungsi Logaritma
Telah kita ketahui bahwa pada bilangan real, fungsi
logaritma merupakan fungsi yang saling berlawanan
dengan fungsi eksponensial. Oleh karena itu,
pendefinisian fungsi eksponensial dibangun melalui

85
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

fungsi logaritma. Pada bidang kompleks, meskipun


gagasan ini tidak lah salah, hanya saja perlu diberikan
catatan khusus supaya gagasan ini tetap berlaku.
Perlu diperhatikan, karena fungsi e z  e z  2 i , yang
berarti fungsi eksponensial periodik dengan periode 2k
z
, maka fungsi e bukan merupakan fungsi satu-satu
(dalam hal ini fungsi banyak ke satu). Hal ini
mengakibatkan invers dari fungsi ini bukanlah sebuah
fungsi. Oleh karena itu, pendefinisian fungsi logaritma kita
pandang sebagai suatu relasi yang inversnya adalah fungsi
eksponensial.
Untuk setiap z  , log z didefinisikan sebagai
himpunan semua w sehingga ew  z , yaitu

 
log z  w  | e  z . Jelas bahwa himpunan ini tak
w

berhingga. Artinya ada banyak sekali w yang dapat


menjadi anggota himpunan tersebut. Oleh karena itu
log z bukan merupakan fungsi. Tentu saja kita perlu
memperjelas bentuk 
log z  w  | e w  z  supaya
lebih mudah dipahami.

Misalkan z  a  ib dan w  c  id .
Jelas bahwa z  a  ib  z (cos   i sin  ) ,

dan untuk z  ew  ec id  ec (cos d  i sin d ) , diperoleh


z (cos   i sin  )  z  ec (cos d  i sin d ) ,
akibatnya,
z  ec dan cos   i sin   cos d  i sin d .

86
Pengantar Analisis Kompleks

Dengan demikian didapat,


c  ln z dan d    2k  arg z .
Dengan mensubstitusi c dan d ke w, didapat
w  ln z  i arg z ,
sehingga kita definisikan fungsi logaritma sebagai berikut.

Definisi 3.4.2
Untuk setiap z  dengan z  0 , didefinisikan
log z  ln z  i arg z
Karena arg z tidak tunggal dengan periode 2k , maka
didefinisikan fungsi logaritma utama sebagai
Log z  ln z  i Arg z,    Arg z   .
Sehingga diperoleh hubungan bahwa log z  Log z  2k i .

Contoh
Misalkan z  i, 2, dan ei . Diperoleh,
 3 
log(i)  ln i  i arg (i)  ln1  i   2 k 
 2 
 3 
 i  2 k 
 2 
log 2  ln 2  i arg 2  ln 2  i  2k   ln 2  2k i
 
log ei  ln ei  i arg (ei)  ln e  i   2k 
2 
 
 1  i   2 k 
2 

87
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

Meskipun ada sedikit perbedaan tentang konstruksi


gagasan logaritma pada lapangan real dengan bidang
kompleks, akan tetapi beberapa sifat operasi yang melekat
pada logaritma untuk bilangan real tetap berlaku pada
bidang kompleks. Berikut ini adalah beberapa sifat yang
dimaksud.

Sifat 3.4.3 (Sifat Fungsi Logaritma)


Untuk setiapz, w , berlaku
a. log zw  log z  log w

b.  w  log z  log w
log z

c. log e z  z
d. elog z  z
e. log z p  p log z, p .

Bukti
Sebagian bukti sifat di atas disajikan berikut ini, yaitu sifat
poin a dan sifat poin c. Sedangkan sisanya ditinggalkan
sebagai latihan.

a. log zw  ln zw  i arg( zw)


 ln  z w   i  arg z  arg w 
  ln z  i arg z    ln w  i arg w 
 log z  log w
c. Karena e z  e x dan arg e z  y , maka diperoleh

88
Pengantar Analisis Kompleks

log e z  ln e z  i arg e z  ln e x  iy  x  iy  z
Cara untuk membuktikan sifat yang lain serupa.

Contoh
1. Tentukan nilai dari (1)i .
Penyelesaian
Karena
log(1)  ln 1  i arg (1)  i(  2k ) , k  ,
maka

(1)i  elog(1)
i

 ei log(1)
 ei.i ( 2k ) , k 
 e( 2k )

2. Tentukan penyelesaian dari e z 1  2 .

Penyelesaian
Dengan mengambil logaritma untuk kedua sisi,
diperoleh
log e z 1  log (2)  z  1  ln 2  i(  2k ), k 
 z  (ln 2  1)  i(1  2k ) , k 

89
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

Latihan 3.4.1
1. Nyatakan bilangang kompleks berikut dalam bentuk
A  iB .
i 2
a. e b. e1 i
ln 2i  7 i
c. e 3
d. e
2. Buktikan sifat fungsi eksponensial poin b, d, e, dan g.
3. Tentukan semua nilai z yang memenuhi persamaan
berikut ini.
a. e  3i b. e  1  i
z z

4. Buktikan sifat logaritma poin b, d, dan e.

5. Tentukan nilai logaritma dari bilangan kompleks


berikut ini.
a. 1 b. 1  i
c. 3  4i d. 2  i
6. Tentukan nilai log (1) 2 .
1

Fungsi Trigonometri
Meskipun bentuk fungsi trigonometri pada bidang
kompleks berbeda dengan fungsi trigonometri pada
bidang real, namun konstruksi gagasan fungsi sinus dan
kosinus fungsi kompleks juga dibangun berdasarkan
gagasan fungsi serupa pada bilangan real.

90
Pengantar Analisis Kompleks

Telah kita ketahui bahwa bentuk euler menyatakan


bahwa eit  cos t  i sin t , sehingga untuk x  berlaku
juga

1 ix  ix 1
(e  e )   (cos x  i sin x)  (cos  x  i sin  x) 
2i 2i
1
  (cos x  i sin x)  (cos x  i sin x)  , cos x fungsi genap, sin x ganjil
2i
1
  cos x  i sin x  cos x  i sin x 
2i
1
  2i sin x 
2i
 sin x
dan,
1 ix  ix 1
(e  e )   (cos x  i sin x)  (cos  x  i sin  x) 
2 2
1
  (cos x  i sin x)  (cos x  i sin x) 
2
1
  2 cos x 
2
 cos x
Dua bentuk yang terakhir inilah yang digunakan
untuk menyatakan fungsi trigonometri pada bidang
kompleks.

91
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

Definisi 3.4.4
Misalkan z  .Didefinisikan

sin z 
2i

1 iz iz
e e  dan cos z 
2

1 iz
e  e  iz 
Demikian pula
sin z cos z 1
tan z  , cot z  , sec z  ,
cos z sin z cos z
1
csc z  .
sin z

Beberapa sifat terkait fungsi sinus, kosinus pada


bidang kompleks juga serupa dengan sifat fungsi tersebut
pada bidang real.

Sifat 3.4.5 (Sifat Fungsi sin z dan cos z )


Misalkan z  , berlaku
a. sin z  0 jika dan hanya jika z  k , k 

b. cos z  0 jika dan hanya jika z   k , k 
2
c. sin  z   sin z
d. cos z  cos z
e. sin 2 z  cos 2 z  1
f. sin( z  w)  sin z cos w  cos z sin w
g. cos( z  w)  cos z cos w  sin z sin w

sin z  sin 2 x  sinh 2 y , z  x  iy


2
h.

cos z  cos 2 x  sinh 2 y , z  x  iy


2
i.

92
Pengantar Analisis Kompleks

Bukti
Beberapa bukti sifat di atas disajikan berikut ini, dan
sisanya ditinggalkan sebagai latihan.

a. Karena z  k , k  , maka
sin z  sin k  0
Demikian pula sebaliknya, jika sin z  0 maka

2i

1 iz iz
e e 0 
Akibatnya,
eiz  eiz
Dengan mengalikan kedua ruas dengan eiz , diperoleh
eiz e iz  e  ize iz  e iz iz  e  iz iz
 e 2iz  1
Dengan mengambil logaritma dari kedua sisi, didapat
log e2iz  log1  2iz  ln1  i arg1
 2iz  0  0  2k i , k
 2iz  2k i , k 

Sehingga,
z  k , k 
Jadi terbukti bahwa sin z  0 jika dan hanya jika
z  k , k  .

93
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

d. Berdasarkan definisi cos z , diketahui bahwa


cos  z 
1  iz  (  iz )
2
e e  
1
 e  iz  eiz
2
 
1
 eiz  e  iz
2
 
 cos z
Jadi terbukti bahwa cos z  cos z .

f. Berdasarkan definisi sin z dan cos z , diperoleh


sin z cos w  cos z sin w


1
2i
e iz
 e  iz  12  e iw
 e  iw  1
2
e iz
 e  iz  21i  e iw
 e  iw 

1
4i
e iz  iw
 eiz iw  e  iz iw  e  iz iw   1
4i
e iz  iw
 eiz iw  e iz iw  e iz iw 

2
4i
e iz  iw
 e  iz iw 

1
2i
e i ( z  w)
 ei ( z  w) 
 sin( z  w)

Jadi terbukti bahwa


sin( z  w)  sin z cos w  cos z sin w .

Terlihat jelas bahwa memang gagasan fungsi


trigonometri pada bidang kompleks memiliki keserupaan
dengan gagasan dengan fungsi yang sama pada bidang

94
Pengantar Analisis Kompleks

real. Lebih jauh, bentuk fungsi sinus dan kosinus pada


bidang kompleks juga dapat dinyatakan dalam bentuk
fungsi sinus dan kosinus pada bidang real. Hal ini
sebagaimana ditunjukkan pada contoh berikut.

Contoh
Nyatakan sin z dalam bentuk u  iv , dengan u dan v
masing-masing merupakan fungsi real.

Penyelesaian
Misalkan z  x  iy , diperoleh

sin z 
2i
e e 
1 i ( x iy )  i ( x iy )


2i

1 ix  y  ix  y
e e 

2i

1 ix  y  ix y
e e e e 

2i

1 y
e (cos x  i sin x)  e y (cos  x  i sin  x) 

2i

1 y

e cos x  ie  y sin x  e y cos x  ie y sin x

1 1
 (e  y  e y ) cos x  i (e  y  e y ) sin x
2i 2i
1 y 1
 i (e  e y ) cos x  (e  y  e y ) sin x
2 2
1 1
 i (e y  e  y ) cos x  (e y  e  y ) sin x
2 2
 i sinh y cos x  cosh y sin x
 sin x cosh y  i cos x sinh y

95
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

Jadi, sin z  sin x cosh y  i cos x sinh y , dengan


sin x cosh y dan cos x sinh y adalah dua fungsi real. Hal
serupa juga berlaku untuk
cos z  cos x cosh y  i sin x sinh y . Pembaca diharapkan
mencobanya, sebagai latihan.

Fungsi Hiperbolik
Selain fungsi sinus, kosinus yang memiliki
keserupaan gagasan, fungsi sinus hiperbolik dan juga
kosinus hiperbolik pada bidang kompleks serupa dengan
pada bidang real, bahkan sama persis. Hal ini dinyatakan
dalam definisi berikut.

Definisi 3.4.6
Misalkan z  . Didefinisikan

sinh z 
2

1 z z
e e  dan cosh z 
2

1 z
e  e z 
Demikian pula
sinh z cosh z 1
tanh z  , coth z  , sech z  ,
cosh z sinh z cosh z
1
csch z  .
sinh z

Tidak hanya definisinya yang serupa, bahkan sama,


turunan fungsi trigonometri hiperbolik juga serupa
dengan turunan fungsi trigonometri hiperbolik pada
bidang real. Topik ini akan ditunjukkan pada bagian

96
Pengantar Analisis Kompleks

turunan fungsi. Adapun sebagian sifat yang lain terkait


fungsi trigonometri dan fungsi hiperbolik disajikan pada
bagian latihan, yang pembuktiannya diserahkan pada
pembaca.

Latihan 3.4.2
1. Dengan menggunakan definisi, nyatakan hasil berikut
dalam bentuk A  iB
a. cos  b. sin( / 2) c. sinh  i
d. cosh 2i e. tan   i f. sin i
g. coth i h. sin(1  i)
2. Buktikan sifat poin b, c, e, g, h, dan i.
3. Tunjukkan bahwa
a. cos iz  cosh b. sin iz  i sinh z
c. i sin iz  sinh z
4. Tunjukkan bahwa
a. cosh
2
z  sinh 2 z  1
cosh z  sinh 2 x  cos 2 y
2
b.

sinh z  sinh 2 x  sin 2 y


2
c.

3.5 Limit Fungsi


Gagasan limit fungsi pada bilangan kompleks serupa
dengan konsep limit yang telah kita kenal pada bilangan
real. Misalkan f sebuah fungsi kompleks. Jika z  D f

mendekati z0  D f mengakibatkan nilai fungsi f

mendekati suatu bilangan L  R f , maka dalam hal ini

97
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

dikatakan limit fungsi f adalah L. Pengertian yang lebih


formal dinyatakan berikut ini.
Definisi 3.5.1
Mengatakan lim f ( z )  L , ini berarti untuk setiap   0
z  z0

ada  0 sehingga jika z  N * ( z0 ,  ) maka


f ( z )  N ( L,  ) .

Dalam bahasa sederhanya, limit fungsi f adalah L


berarti bahwa jika z semakin dekat ke z0 maka nilai f(z)
juga semakin dekat ke L. Perlu diperhatikan karena
z  N * ( z0 ,  ) , berarti bahwa nilai z tidak sama dengan
dengan z0. Ilustrasi geometrisnya sebagai berikut.

Bidang-z
Bidang-w

98
Pengantar Analisis Kompleks

Hal penting lain yang perlu kita catat adalah karena


z  N * ( z0 ,  ) , yaitu z berada dalam sebuah cakram

dengan pusat z0 , maka ini berarti z mendekati z0 dari


segala arah (tidak tunggal). Contoh 3 di bawah ini akan
memperjels apa yang kita maksudkan.

Contoh
1. Tunjukkan bahwa jika f ( z)  z  1 , maka
lim f ( z )  2i  1 .
z 2i

Penyelesaian

Diambil sebarang   0 , dapat dipilih   , jelas
2
bahwa   0 , sehingga jika z  N * (2i,  ) , yaitu
z  2i   , maka


f ( z )  (2i  1)  ( z  1)  (2i  1)  z  2i    
2

Dengan kata lain, f ( z )  N (2i  1,  ) .


Jadi terbukti bahwa lim f ( z )  2i  1 .
z 2i

99
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

1
2. Tunjukkan bahwa jika f ( z)  , maka
1 z
1 i
lim f ( z )  .
z i 2

Penyelesaian
Diambil sembarang   0 , dapat dipilih    , jelas
bahwa   0 , sehingga jika z  N * (i,  ) , yaitu
1 i 1 1 i 1
z  i   , dan karena   , maka
2 1 i 1 i 1 i
berlaku bahwa

1 i 1 1 i 1 1 (1  i )  (1  z )
f ( z)      
2 1 z 2 1 z 1 i (1  z )(1  i)
1 i 1 z z i
 
1  i  z  zi 1  i  z  zi
 z i
 

Dengan kata lain, f ( z )  N ( 12 i ,  ) .


1 i
Jadi terbukti bahwa lim f ( z )  .
z i 2

100
Pengantar Analisis Kompleks

3. Misalkan f sebuah fungsi kompleks dengan rumus


2 xy y2
f ( z)   i . Tentukan limit tersebut di titik
x2  y 2 x2
asal.

Penyelesaian
Jika z mendekati 0 melalui garis y  x , diperoleh
2 xy y2
lim f ( z )  lim  i
z 0 ( x , y ) (0,0) x 2  y 2 x2
2 x2 x2
 lim  i
x 0 x 2  x 2 x2
 lim 1  i 
x 0

 1 i
Tetapi jika z mendekati 0 melalui garis y=0, maka
diperoleh
2 xy y2
lim f ( z )  lim  i
z 0 ( x , y ) (0,0) x 2  y 2 x2
0 0
 lim  2i
( x , y ) (0,0) x 2  0 x
0
Oleh karena itu, kita katakana bahwa lim f ( z ) tidak
z 0

ada.

Tentu saja, menunjukkan limit suatu fungsi kompleks


dengan cara memanfaatkan definisi di atas, sering kali
menjadi tidak praktis. Oleh karena itu, beberapa teorema

101
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

berikut ini sangat penting dalam membantu kita


menyederhanakan pekerjaan.

Teorema 3.5.2
Jika fungsi f mempunyai limit di titik z0 maka limitnya tunggal.

Bukti
Diandaikan limit fungsi f tidak tunggal. Katakan
lim f ( z )  L dan lim f ( z )  M , dengan L  M .
z  z0 z  z0

Berarti L  M  0 , sehingga untuk   12 L  M ada

  0 , jika 0  z  z0   berlaku f ( z )  L   dan


juga f ( z )  M   . Hal ini berakibat bahwa

L  M  L  f ( z)  f ( z)  M
 L  f ( z)  f ( z)  M
    1
2 L  M  12 L  M
 LM
Terjadi kontradiski, yaitu L  M  L  M . Oleh karena
itu, pengandaian salah dan harus diingkari.
Jadi limit fungsi f tunggal. □

102
Pengantar Analisis Kompleks

Teorema 3.5.3
Misalkan f sebuah fungsi pada domain D, dengan
f ( z )  u ( x, y)  i v( x, y) dan titik z0  a  ib merupakan
titik dalam atau titik batas D, maka berlaku
lim f ( z )  A  iB jika dan hanya jika
z  z0

lim u ( x, y )  A dan lim v ( x, y )  B .


( x , y ) ( a ,b ) ( x , y ) ( a ,b )

Bukti
Karena lim f ( z )  A  iB , berarti untuk setiap   0 ,
z  z0

ada   0 , sehingga untuk sembarang z, dengan


0  z  (a  ib)   berlaku f ( z )  (A iB)   .

Dengan memilih  , maka untuk sembarang
2
z  ( x, y) berlaku
0  x  a   dan 0  y  b   . ………… (*)
Hal ini benar karena
0  z  (a  ib)  ( x  iy )  (a  ib)
 ( x  a)  i (y b)
 x  a  y b
    
Berdasarkan hipotesis (diketahui)
f ( z )  (A  iB)  u ( x, y)  iv( x, y)   (A  iB)
  u ( x , y )  A   i  v ( x, y )  B   

103
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

Hal ini berakibat


u( x, y)  A   dan v( x, y)  B   . …….. (**)
Berdasarkan (*) dan (**), terbukti bahwa
lim u ( x, y )  A dan lim v ( x, y )  B .
( x , y ) ( a ,b ) ( x , y ) ( a ,b )

Sebaliknya, diberikan sembarang   0. Karena


lim u ( x, y )  A , maka ada   0 , sehingga untuk
( x , y ) ( a ,b )

z  ( x, y) dengan ( x  iy)  (a  ib)   berlaku


u ( x, y )  A 
. Juga, karena lim v( x, y )  B ,
2 ( x , y ) ( a ,b )

maka ada   0 , sehingga untuk z  ( x, y ) dengan



( x  iy)  (a  ib)   berlaku v( x, y )  B  .
2
Dengan memilih   min  ,   , sehingga

0  z  z0   berlaku
f ( z )  (A  iB)  u ( x, y )  iv( x, y )   (A  iB)
  u ( x, y )  A   i  v ( x, y )  B 
 u ( x, y )  A  v ( x, y )  B
 
  
2 2
Jadi terbukti bahwa lim f ( z )  A  iB . □
z  z0

Selain untuk mempertegas eksistensi teorema 3.5.4


berikut ini, teorema di atas juga memperjelas dua hal,
yaitu

104
Pengantar Analisis Kompleks

a. Jika f ( z )  z , maka lim f ( z )  z0 , dan


z  z0

b. Jika f ( z )  k , maka lim f ( z )  k , dengan k


z  z0

konstanta sembarang .

Alur berpikirnya sebagai berikut. Misalkan z  x  iy dan


z0  a  ib , maka
lim f ( z )  lim ( x  iy )
z  z0 ( x , y )  ( a ,b )

  lim x   i  lim y  ,
 ( x , y )( a ,b )   ( x , y )( a ,b ) 
 a  ib  z0
dan,
lim f ( z )  lim ( k .1  i.0)
z  z0 ( x , y )  ( a ,b )

  lim k   i  lim 0 
 ( x , y )( a ,b )   ( x , y ) ( a ,b ) 
k

Teorema 3.5.4
Misalkan lim f ( z )  L dan lim g ( z )  M . Benar bahwa
z  z0 z  z0

a. lim  f ( z )  g ( z )   L  M
z  z0

b. lim  f ( z ) g ( z )   LM
z  z0

 f ( z)  L
c.  , asalkan M  0 .
z  z0 g ( z ) 
lim 
  M

105
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

Pembuktian teorema ini diserahkan pada pembaca sebagai


latihan.

Dengan menerapkan teorema di atas, maka contoh


pada nomor 1 di atas dapat dikerjakan dengan cara berikut
ini.
lim f ( z )  lim z  1
z 2i z 2i

 lim
( a ,b ) (0,2)
 a  1  bi 
 lim  a  1  i lim  b 
a 0 b2

 0  1  i2
 2i  1
Terlihat bahwa pemanfaatan teorema di atas sangat
mempermudah pekerjaan kita.

Latihan 3.5
1. Dengan menggunakan definisi limit, tunjukkan bahwa
z2 1 1
a. lim  2i b. lim  i
z i z  i z  i z

c. lim z  3  3  2i
2
z 1 i

2. Dengan memanfaatkan teorema yang anda ketahui,


tentukan limit dari fungsi dengan rumus berikut ini
z3 1
a. f ( z )  , z  3  2i b. g ( z )  z 3 , z  i
z 1
c. h( z )  Re ( z  4), z  1  i
4

106
Pengantar Analisis Kompleks

3.6 Fungsi Kontinu


Sebuah fungsi kompleks dikatakan kontinu di suatu
titik z0 pada bidang kompleks, jika fungsi tersebut

terdefinisi atau mempunyai nilai di titik z0 , dan nilainya


juga sangat dekat dengan nilai fungsi titik lain yang sangat
dekat dengan z0 . Gagasan kekontinuan ini sama dengan
konsep kekontinuan fungsi real.

Definisi 3.6.1
Misalkan f sebuah fungsi kompleks dengan domain D.
Fungsi f disebut kontinu di titik z0  D , jika

lim f ( z )  f ( z0 ) . Jika f kontinu di setiap titik z  D , maka


z  z0

fungsi f dikatakan kontinu pada D. Dalam hal lain, f disebut tak


kontinu.

Secara sederhana, fungsi f kontinu di titik z0  D ,


jika tiga kondisi berikut terpenuhi sekaligus, yaitu: (1) nilai
f ( z0 ) ada; (2) lim f ( z ) ada; dan (3) lim f ( z )  f ( z0 ) .
z  z0 z  z0

Contoh
1. Fungsi dengan rumus f ( z )  z  1 merupakan
fungsi kontinu di titik z  2i , sebab (a)
f (2i)  2i  1 ; (b) lim f ( z )  2i  1 ; dan (c)
z 2i

lim f ( z )  f (2i )
z 2i

107
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

z2 1
2. Akan tetapi fungsi dengan rumus g ( z)  tidak
z i
kontinu di titik z  i , sebab: (a) g (i) tidak terdefinisi;
z2 1
meskipun (b) lim  2i . Namun demikian fungsi
z i z i
g kontinu di titik z  i .

Teorema 3.6.2
Misalkan D sebuah daerah pada bidang kompleks dan f sebuah
fungsi kompleks, dengan
a. f ( z )  u ( x, y)  i v( x, y)
b. Fungsi f terdefinisi pada setiap titik di D, dan
c. z0  a  ib  D
berlaku bahwa fungsi f kontinu di titik z0 jika dan hanya jika
u ( x, y ) dan v( x, y ) masing-masing kontinu di (a,b).

Bukti
Berdasarkan definisi kekontinuan, maka membuktikan
teorema ini berarti menunjukkan bahwa
lim f ( z )  f ( z0 ) .
z  z0

Karena f ( z )  u ( x, y)  i v( x, y) dan f kontinu maka


lim f ( z )  f ( z0 )  lim u ( x, y )  i lim v( x, y)
z  z0 ( x , y )  ( a ,b ) ( x , y ) ( a , b )

 u (a, b)  iv(a, b)

108
Pengantar Analisis Kompleks

Berdasarkan teorema 3.5.3, hal ini berakibat

lim u ( x, y )  u (a , b ) dan lim v (x , y )  v (a ,b )


( x , y ) ( a ,b ) ( x , y ) ( a ,b )

Teorema terbukti. □

Kekontinuan fungsi ini juga tetap dipertahankan bila


sebuah fungsi kontinu dioperasikan dengan fungsi
kontinu yang lain. Hal ini dipertegas pada teorema 3.6.3
berikut ini.

Teorema 3.6.3
Misalkan f dan g dua buah fugsi kontinu di titik z0 dan k sebuah
skalar, berlaku
a. f  g kontinu di z0
b. f  g kontinu di z0
c. fg kontinu di z0
f
d. kontinu di z0, asalkan g ( z0 )  0
g
e. kf kontinu di z0

Bukti
Karena f dan g kontinu di titik z0, berarti
lim f ( z )  f ( z0 ) dan lim g ( z )  g ( z0 ) .
z  z0 z  z0

Diperoleh,

109
Fungsi pada Himpunan Bilangan Kompleks

lim  f  g  ( z )  lim  f ( z )  g ( z )   lim f ( z )  lim g ( z )


z  z0 z  z0 z  z0 z  z0

 f ( z0 )  g ( z 0 )   f  g  ( z 0 )

Dengan kata lain, f + g kontinu di titik z0 . □


Bukti selanjutnya diserahkan pada pembaca.

Gagasan kekontinuan fugsi sebagaimana dinyatakan


di atas memperjelas bahwa fungsi-fungsi elementer,
sebagaimana telah kita kenal, merupakan fungsi yang
kontinu di sebarang bidang kompleks. Fungsi rasional
az  b d
f ( z)  juga kontinu kecuali di titik z  .
cz  d c

Latihan 3.6
1. Tentukan apakah fungsi dengan rumus berikut ini
kontinu di titik-titik yang diberikan.
z3 1
a. f ( z)  , di z  3  2i
z 1
z 2  (3  i ) z  2  2i
b. g ( z )  , di z  1  i
z 1 i
z4 1
c. h( z )  , di z  i
z i
2. Selidiki apakah fungsi dengan rumus berikut ini
kontinu di seluruh bidang kompleks.
f ( z)  z
2
a.

110
Pengantar Analisis Kompleks

1
b. g ( z ) 
1 z
c. h( z )  Re ( z 4  4)
3. Buktikan teorema 3.6.3 poin b, c, d, dan e.

111
BAB 4
TURUNAN FUNGSI DAN
FUNGSI ANALITIK

Kompetensi Akhir:
Menerapkan gagasan turunan fungsi untuk
menentukan status keanalitikan fungsi
kompleks.

Indikator:
1. Menentukan turunan fungsi kompleks dengan
menggunakan definisi turunan fungsi.
2. Menerapkan aturan pencarian turunan untuk
menentukan turunan fungsi kompleks.
3. Menerapkan persamaan Cauchy-Reimann
untuk menentukan turunan fungsi kompleks.
4. Menentukan status keanalitikan fungsi
kompleks.
5. Menentukan fungsi harmonik dengan
menggunakan sifat keanalitikan fungsi
kompleks.
6.
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

PENDAHULUAN

T urunan merupakan konsep matematika


implementasinya sangat luas dalam banyak bidang
ilmu. Pada bab ini akan dibicarakan mengenai turunan
fungsi dan keterkaitannya dengan keanalitikan fungsi
yang

kompleks. Konstruksi turunan fungsi, lagi-lagi serupa dengan


konstruksi turunan pada fungsi dengan peubah real. Demikian
pula aturan pecarian turunan pada fungsi real juga berlaku
serupa pada fungsi kompleks.
Pembahasan pada bab ini dimulai dengan pendefinisian
turunan fungsi kompleks berikut aturan-aturan untuk
menentukan turunan fungsi kompleks. Pembahasan kemudian
dilanjutkan dengan ulasan persamaan Cauchy-Reiman dan
fungsi analitik. Jika terturunkan di suatu titik, maka dapat kita
katakan bahwa fungsi tersebut terturunkan, paling tidak di titik
itu. Akan tetapi kita belum dapat menyebut fungsi tersebut
analitik di titik itu. Suatu fungsi disebut analitik di suatu titik,
haruslah ia terturunkan pada suatu persekitaran yang memuat
titik tersebut. Terturunkan di suatu titik, cukup ia hanya
terturunkan di titik itu, tetapi analitik di suatu titik, haruslah ia
terturunakn pada suatu himpunan (persekitaran).
Sebagai bahasan penutup, disajikan ulasan mengenai
fungsi harmonik. Pembahasan mengenai fungsi harmonik
sangat singkat, hanya difokuskan pada pengertian fungsi
harmonik. Hal ini dilakukan, semata dalam konteks
keterkaitannya dengan fungsi analitik.

113
Pengantar Analisis Kompleks

4.1 Turuan Fungsi


Konsep turunan fungsi kompleks kita perlukan untuk
memperjelas konsep fungsi analitik pada bidang
kompleks. Karena kemanfaatannya yang begitu luas, maka
konsep fungsi yang terakhir ini menjadi salah satu topik
utama dalam kajian fungsi kompleks.
Namun demikian, konstruksi turunan fungsi pada
bidang kompleks juga mempertahankan kontruksi
turunan fungsi real yang telah kita pahami pada kajian
kalkulus. Oleh karena itu, pembahasan mengenai turunan
fungsi kompleks akan disajikan lebih sederhana, yaitu
dengan hanya membahas eksistensi turunan fungsi
kompleks dan matode dalam mencari turunan fungsi
tersebut.

Definisi 4.1.1
Misalkan f sebuah fungsi kompleks yang terdefinisi pada domain
D.
Fungsi f dikatakan terturunkan (differentiable) di titik
z0  D jika
f ( z0  z )  f ( z0 ) f ( z )  f ( z0 )
lim  lim ada.
z 0 z z  z0 z  z0

Dalam hal ini


z  z  z0  ( x  iy )  ( x0  iy0 )
 ( x  x0 )  i( y  y0 )
 x  iy

114
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

Turunan fungsi f di titik z0  D dinotasikan dengan


f '( z0 ) . Jika turunan fungsi f tidak hanya merujuk ke
suatu titik tertentu, maka turunannya ditulis f '( z ) atau
df
, yang selanjutnya disebut turunan fungsi f .
dz

Contoh
1. Misalkan f sebuah fungsi kompleks dengan rumus
f ( z)  z  1 . Tentukan turunan fungsinya di titik
z0  2i .

Penyelesaian
Karena
f ( z )  f ( z0 ) f ( z )  f (2i )
lim  lim
z  z0 z  z0 z 2i z  2i
( z  1)  (2i  1)
 lim
z 2i z  2i ,
z  2i
 lim
z  2 i z  2i

 lim 1  1
z 2i

maka turunan fungsi f di titik z0  2i adalah 1, atau di

tulis f '(2i)  1 .

2. Misalkan f sebuah fungsi kompleks dengan rumus


f ( z )  z . Tentukan turunan fungsi f di titik 0.

115
Pengantar Analisis Kompleks

Penyelesaian
Karena f ( z )  z , berarti
f ( z )  f (0) z
lim  lim
z 0 z 0 z  0 z
x  iy
 lim
( x , y ) (0,0) x  iy
Perhatikan bahwa limit fungsi tersebut tidak ada di
titik asal, sebab jika titik 0 didekati melalui garis y  0,
diperoleh
x  iy x
lim  lim
( x , y ) (0,0) x  iy ( x , y ) (0,0) x

 lim 1 ,
( x , y ) (0,0)

1
sedangkan jika titik 0 didekati melalui garis x  0 ,
diperoleh
x  iy iy
lim  lim
( x , y ) (0,0) x  iy ( x , y )  (0,0) iy
 lim  1
( x , y ) (0,0)

 1
Ini berarti turunan fungsi f di titik 0 tidak ada, atau
f '( z ) tidak ada.

Mencari turunan fungsi dengan cara langsung


menggunakan definisi turunan tentu saja akan sedikit
merepotkan. Oleh karena itu, diperlukan bantuan yang
memadai untuk mempermudah pekerjakan kita.

116
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

Aturan pencarian turunan yang telah kita kenal dalam


kuliah kalkulus masih tetap bekerja di sini. Beberapa
teorema berikut memperjelas apa yang baru saja
dinyatakan.

Teorema 4.1.2
Misalkan f sebuah fungsi pada D dengan rumus f ( z)  c ,
c suatu konstanta, maka turunan fungsi f di sembarang titik
z  D adalah 0, yaitu f '( z )  0 .

Bukti
Karena f ( z )  c , maka
f ( z  z )  f (z) cc 0
lim  lim  lim 0
z 0 z z 0 z z 0 z

Dengan kata lain f '( z )  0 . □

Teorema 4.1.3
Misalkan f sebuah fungsi pada D dengan rumus f ( z )  z n ,
dengan n bilangan bulat positif, maka turunan fungsi f di
sembarang titik z0  D adalah f ' ( z0 )  nz0 n 1 .

Bukti
Karena f ( z )  z n , maka

117
Pengantar Analisis Kompleks

f ( z )  f (z 0 ) z n  z0n
lim  lim
z  z0 z  z0 z  z0 z  z
0

( z  z0 )( z n 1  z n  2 z 0  . . .  z z 0 n  2  z 0 n 1 )
 lim
z  z0 z  z0
 lim ( z n 1  z n  2 z 0  . . .  z z 0 n  2  z 0 n 1 ) (n  suku)
z  z0

 n z 0 n 1

Jadi f ' ( z0 )  nz0 n 1 . □

Teorema 4.1.4
Misalkan z  . Jika f ( z )  e z maka f '( z )  e z .

Bukti
Karena f ( z )  e z , maka
f ( z  z )  f ( z )
f '( z )  lim
z 0 z
z z
e  ez
 lim
z 0 z
e (e z  1)
z
 lim
z 0 z
Dengan memisalkan z  x  iy , diperoleh

118
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

e z  1  z  e x  iy  1  x  iy
 e x  cos y  i sin y   1  x  iy

  
 e x cos y  1  x  i e x sin y  y 
e
x
 cos y  1  e x
 1  x  i  e
x
 sin y  y   y  e x

 1 

Karena berdasarkan ketaksamaan segitiga dan


kenyataan bahwa
1 1 1 1
 dan 
z x z y
maka berlaku
z z
e 1 e  1  z
1 
z z
e
x
 cos y  1  e x
 1  x  i  e
x
 sin y  y   y  e x

 1 

z

e
x cos y  1

x
e  1  x
e
x sin y  y

 x
y e  1 
y x y y

Perhatikan bahwa ketika (x, y)  (0,0) maka


keempat nilai mutlak tersebut semuanya menuju 0
(mudah ditunjukkan dengan aturan L’Hopital).
Sehingga berlaku
e z  1
lim 1
z 0 z
Akibatnya

119
Pengantar Analisis Kompleks

e z (e z  1)
f '( z )  lim
z 0 z
(e z  1)
 e z lim
z 0 z
e z

Dengan demikain teorema terbukti. □

Pembuktian dengan alur sebagaimana


ditunjukkan tadi terlihat kurang praktis. Pembaca
dapat mencobanya lagi nanti dengan memanfaatkan
persamaan Cauchy-Reimann, yang akan
menjadikannya jauh lebih sederhana.

Teorema 4.1.5
Misalkan f dan g fungsi pada bidang kompleks D. Jika f dan
g terturunkan di setiap z  D , maka berlaku

 f ( z )  g ( z )  f ' ( z )  g ' ( z )
'
a.

 f ( z )  g ( z )  f ' ( z )  g ' ( z )
'
b.

 f ( z ) g ( z )  f ' ( z ) g ( z )  f ( z ) g ' ( z )
'
c.
'
 f ( z)  g ( z) f ' ( z)  f ( z) g ' ( z)
d.   
 g ( z )
2
 g ( z) 
Lebih lanjut, jika f terturunkan di setiap titik g(z), maka
berlaku juga (aturan rantai)

 f  g ( z )    f  g ( z) g ' ( z)
' '
e.

120
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

Pembuktian teorema di atas serupa dengan bukti


untuk fungsi real. Oleh karena itu, disini hanya
dibuktikan sebagian saja, dan sisanya mudah dilakukan
oleh pembaca.

Bukti 4.1.5c
Karena f dan g terturunkan di setiap z  D , maka
diperoleh
f ( z  z ) g ( z  z )  f ( z ) g ( z )
 f ( z ) g ( z ) '
 lim
z  0 z
f ( z  z ) g ( z  z )  f ( z ) g ( z  z )  f ( z ) g ( z  z )  f ( z ) g ( z )
 lim
z  0
z

 lim
 f ( z  z )  f ( z ) g ( z  z )  f ( z )  g ( z  z )  g ( z ) 
z  0 z
 f ( z  z )  f ( z )   g ( z  z )  g ( z ) 
 lim lim g ( z  z )  lim f ( z ) lim
z  0
z z  0 z  0 z  0
z
 f ( z) g ( z)  f ( z) g ( z)
' '

Jadi teorema terbukti. □

Teorema 4.1.3 menyatakan bahwa jika fungsi f


dirumuskan sebagai f ( z )  z n , maka turunannya
menjadi f ' ( z0 )  nz0 n 1 . Namun konsep ini berlaku
hanya dalam kasus n bilangan bulat posistif. Untuk n
bilang bulat negatif atau bahkan rasional,
sesungguhnya formula tersebut juga berlaku, hanya
saja pembuktiannya memanfaatkan teorema 4.1.5 di
atas.

121
Pengantar Analisis Kompleks

Misalkan f sebuah fungsi dengan rumus


f ( z )  z , dimana n bilangan bulat negatif, maka
n

turunan f menjadi:
Karena n bilangan bulat negatif, maka –n adalah positif.
Diperoleh,
1
f ( z)  z n  .
z n
Berdasarkan teorema 4.1.5d, berlaku
0.z  n  1.(  nz  n 1 )
f ( z) 
'

z 2 n
1.(  nz  n 1 )

z 2 n
 nz  n 1 z 2 n
 nz n 1
Demikian pula untuk f ( z )  z r , dengan r bilangan
rasional.

Teorema 4.1.6
Misalkan z  , berlaku
d
a. (sin z )  cos z
dz
d
b. (cos z )   sin z
dz
d
c. (sinh z )  cosh z
dz

122
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

d
d. (cosh z )  sinh z
dz

Bukti
Pembuktian untuk poin c teorema di atas dinyatakan
berikut ini, sedankan sisanya ditinggalkan sebagai
latihan.

Karena sinh z 
2

1 z z
e e ,  maka berdasarkan

teorema 4.1.4 dan 4.1.5 diperoleh


d
dz
(sinh z ) 
d 1 z 1 z
dz 2

e 2e 
 12 e z  12 e z
 cosh z
d
Jadi (sinh z )  cosh z . □
dz

Dalam kuliah kalkulus, kita telah ketahui bahwa


nilai turunan fungsi di suatu titik, secara geometris
merujuk pada besarnya (nilai) kemiringan garis
singgung kurva di titik tersebut. Oleh karena itu, secara
geometris, mudah kita pahami bahwa di titik tersebut
grafik fungsi tidak bolong atau tidak melompat.
Dengan kata lain fungsinya kontinu di titik tersebut. Ini
berarti eksistensi turunan suatu fungsi menandakan
kekontinuan fungsi tersebut. Ternyata, kondisi ini juga
berlaku pada fungsi kompleks. Hal ini sebagaimana
dinyatakan teorema berikut ini.

123
Pengantar Analisis Kompleks

Teorema 4.1.7
Misalkan f sebuah fungsi kompleks dan z0 titik dalam
domain f. Jika f terdiferensialkan di z0 maka f kontinu di z0 .

Bukti
Karena f terturunkan maka ini berarti
 f ( z )  f ( z0 ) 
lim f ( z )  lim  f ( z0 )  ( z  z0 ) 
z  z0 z  z0
 z  z0 
 f ( z0 )  0. f ( z0 )
'

 f ( z0 )
Teorema terbukti. □

Tentu saja kondisi sebaliknya tidak berlaku, sebab


ada fungsi yang kontinu namun fungsi tersebut tidak
terturunkan. Sebagai contoh, perhatikan bahwa fungsi f
dengan rumus f ( z )  z . Jelas f merupakan fungsi
kontinu di titik 0, meskipun ia tak terturunkan di titik
tersebut.

Latihan 4.1
1. Dengan menggunakan definisi turunan, tentukan
turunan fungsi dengan rumus berikut ini.
a. f ( z )  z 2  3z b. f ( z )  z 1

124
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

2. Dengan menggunakan teorema yang ada, tentukan


turunan fungsi dengan rumus berikut ini.
a. f ( z)  z5  2z 2  3
b. b. f ( z )  (2 z  5)8 (1  2 z  z 2 )10

(2 z  5)8
c. f ( z ) 
(1  2 z  z 2 )10
3. Tunjukkan bahwa fungsi dengan rumus berikut ini
tidak mempunyai turunan di titik manapun.
a. f ( z )  Re z b. f ( z )  Im z
4. Tunjukkan bahwa polinomial
P( z )  a0  a1 z a1 z  . . .  an z
2 n
mempunyai
turunan di titik manapun.
5. Buktikan teroema 4.1.5 poin a, b, d, dan e.
6. Buktikan teroema 4.1.6 poin a, b, dan d.

4.2 Persamaan Cauchy-Reimann


Berdasarkan ulasan tentang turunan fungsi kompleks
di atas, maka pertanyaan lanjutan yang muncul dibenak
kita adalah “bagaimana cara yang lebih praktis dalam
memastikan bahwa suatu fungsi kompleks terturunkan
atau tidak di titik tertentu?”. Jawaban atas pertanyaan
tersebut ternyata telah dijawab oleh Cauchy dan Reimann
melalui persamaan yang dikenal dengan persamaan
Cauchy-Reimann. Persamaan tersebut membantu kita
dalam memberikan jaminan apakah suatu fungsi
kompleks terturunakan atau tidak di sembarang titik.

125
Pengantar Analisis Kompleks

Teorema 4.2.1
Misalkan f sebuah fungsi kompleks dengan
f ( z )  u ( x, y)  iv( x, y) , dengan ux , vx , u y dan v y
masing-masing menyatakan turuan parsial fungsi u dan v. Jika
a. Fungsi u, v, ux , vx , u y dan v y kontinu pada suatu

persekitaran z0  (a, b) , dan


b. Di titik z0 , berlaku ux  v y dan vx   u y

Maka f ' ( z0 ) ada, dan

f ' ( z0 )  ux (a, b)  ivx (a, b)  v y (a, b)  iu y (a, b) .

Bentuk ux  v y dan vx   u y inilah yang disebut


persamaan Cauchy-Reimann. Dalam bahasa sederhana,
teorema di atas menyatakan bahwa suatu fungsi kompleks
yang kontinu pada persekitaran suatu titik dengan
turunan parsialnya juga kontinu di situ, serta berlaku
persamaan Cauchy-Reiman, maka dipastikan bahwa
fungsi kompleks tersebut terturunkan di titik tersebut.
Bahkan nilai turunannya dapat ditentukan dengan
persamaan
f ' ( z0 )  ux (a, b)  ivx (a, b)  v y (a, b)  iu y (a, b) .

Bukti:
Karena u, v, ux , vx , u y dan v y kontinu pada suatu

persekitaran z0  (a, b) , maka untuk setiap


(a  x, b  y ) dalam persekitaran tersebut berlaku

126
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

u  u (a  x, b  y)  u (a, b)  ux x  u y y  x  y ,


dengan ,   0 ketika x, y  0 . Demikian juga
v  v(a  x, b  y)  v(a, b)  vx x  v y y  x  y ,
dimana  ,  0 ketika x, y  0 .
Selanjutnya, karena berlaku persamaan Cauchy-Reimann,
maka berlaku
u  ux x  vx y  x  y ……………… (*)
dan,
v  vx x  ux y  x  y ……………… (**)
Sehingga, diperoleh
f ( z0  z )  f ( z0 )
 u (a  x, b  y )  iv(a  x, b  y )   u (a, b)  iv (a, b) 
 u (a  x, b  y )  u (a, b)   i v(a  x, b  y )  v (a, b) 
 u  iv ....................... (***)

Berdasarkan (*), (**), dan (***) maka diperoleh

127
Pengantar Analisis Kompleks

f ( z0  z )  f ( z0 ) u  iv

z z
u x x  vx y  x  y  i  v x x  u x y  x  y 

z
x y x y
  u x  ivx    iu x  vx     i      i 
z z z z
x y x y
  u x  ivx   i  u x  ivx     i      i 
z z z z
 x  iy  x y
  u x  ivx       i      i 
 z  z z
x y
  u x  ivx     i      i  ............ (****)
z z

Jika terhadap kedua ruas persamaan (****) diambil nilai


limitnya, dengan z  0 , sehingga x  0 , y  0 ,
yang berarti  ,  ,  ,  0 maka diperoleh
f ' ( z0 )  ux  ivx
Dengan cara serupa diperoleh f ( z0 )  vy  iu y .
'

Jadi,
f ' ( z0 )  ux (a, b)  ivx (a, b)  v y (a, b)  iu y (a, b) . □

128
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

Teorema 4.2.2
Misalkan f sebuah fungsi dengan f ( z )  u ( x, y)  iv( x, y) .
Jika f mempunyai turunan di titik z0  (a, b) , maka di titik

itu, berlaku f '  ux  ivx  vy  iu y , yang berarti


ux  vy dan vx   u y .

Teorema 4.2.2 ini menyatakan bahwa jika suatu fungsi


kompleks terturunkan di suatu titik, maka berlaku pula
persamaan Cauchy-Reimann di titik tersebut.
Sederhananya, teorema 4.2.2 ini merupakan kebalikan
teorema 4.2.1. Uraian contoh pada bagian berikutnya akan
memperjelas apa yang baru saja kita nyatakan. Namun,
terlebih dahulu, perlu ditunjukkan bukti teorema ini.

Bukti
Karena f ' ( z0 ) ada, maka nilai limit f ' ( z0 ) ada meskipun
ia didekati dari arah manapun. Dalam hal ini z  0 bisa
saja berarti didekati melalui jalur x, sehingga y  0 . Oleh
karena itu diperoleh,

129
Pengantar Analisis Kompleks

f ( z0  z )  f ( z0 )
f ' ( z0 )  lim
z  0 z

 lim
u (a  x, b  y )  iv(a  x, b  y )  u (a, b)  iv(a, b) 
z  0 x  iy

 lim
u (a  x, b)  iv(a  x, b)  u (a, b)  iv(a, b) 
x  0 x
u ( a  x, b)  u ( a, b) v ( a  x, b)  v ( a, b)
 lim  i lim
x  0 x x  0 x
 u x ( a, b)  ivx ( a, b)

Sedangkan jika titik z0  (a, b) didekati melalui jalur y,


yang berarti x  0 , maka diperoleh
f ( z0  z )  f ( z0 )
f ' ( z0 )  lim
z  0 z

 lim
u (a, b  y )  iv(a, b  y )   u (a, b)  iv(a, b) 
y  0 iy
u ( a, b  y )  u ( a, b) v( a, b  y )  v( a, b)
 lim  i lim
x  0 iy x  0 iy
u ( a, b  y )  u ( a, b) v( a, b  y )  v( a, b)
 i lim  lim
x  0 y x  0 y
 iu y ( a, b)  v y ( a, b)
 v y ( a, b)  iu y ( a, b)

Akan tetapi, karena nilai limit tersebut tunggal, maka


haruslah ux  v y dan vx   u y . □

130
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

Contoh
1. Misalkan f sebuah fungsi kompleks dengan rumus
f ( z )  z 2  1. Jelas bahwa f terturunkan pada setiap
z , yaitu f '( z )  2 z .
Namun jika kita memanfaatkan teorema 4.2.1 dan 4.2.2
di atas, maka diperoleh juga hasil yang sama. Mari
mencoba.
Jika ditulis dalam bentuk f ( z )  u  iv , maka
f ( z )  ( x  iy ) 2  1
 x 2  y 2  1  2 xyi
Sehingga u  x 2  y 2  1 , yang berarti
ux  2 x dan u y  2 y ,
v  2 xy , yang berarti
vx  2 y dan v y  2 x
Jelas bahwa keenam fungsi tersebut kontinu di setiap
z , dan berlaku ux  v y dan vx   u y untuk
setiap z  .
Berdasarkan teorema 4.2.1, maka f '( z ) ada di setiap
z , dan dengan memanfaatkan teorema 4.2.2,
diperoleh
f '( z )  ux  ivx  2 x  i 2 y  2 z .

2. Misalkan f suatu fungsi kompleks dengan rumus


f ( z )  x 2  iy 2  3 Tentukan titik (jika ada) dimana f
terturunkan.

131
Pengantar Analisis Kompleks

Penyelesaian
Karena u  x 2  3 , maka ux  2 x dan u y  0 ,
v   y 2 , yang berarti vx  0 dan vy  2 y
Keenam fungsi di atas jelas kontinu di setiap z  ,
akan tetapi persamaan Cauchy-Reimann hanya berlaku
dalam hal y   x . Oleh karena itu, berdasarkan
teorema 4.2.1, f '( z ) ada hanya di sepanjang garis
tersebut. Sedangkan berdasarkan teorema 4.2.2,
diperoleh bahwa
f '( z )  ux  ivx  2x atau f '( z )  vy  iu y  2 y
Tanpak jelas bahwa f '( z ) ada hanya dalam hal
y   x . Dengan kata lain f terturunkan hanya di
sepanjang garis y   x .

3. Adapun fungsi kompleks dengan rumus


f ( z )  cos y  i sin y tidak terturunkan di titik
manapun. Hal ini disebabkan karena
u  cos y, v   sin y
ux  0 , vx  0,
u y   sin y , vy   cos y
meskipun keenam fungsi tersebut kontinu, tetapi
persamaan Cauchy-Reimann tidak berlaku di titik
manapun. Sebab persamaan Cauchy-Reimann berlaku
dalam hal sin y  0 sekaligus cos y  0 , dan ini tidak
mungkin terjadi.

132
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

4. Misalakan f ( z )  e z . Apakah f terturunkan? Jika ya,


tentukan f '( z ) !

Penyelesaian
Karena f ( z )  e z  e x iy  e x (cos y  i sin y ) , berarti
u  e x cos y, v  e x sin y
ux  e x cos y , vx  e x sin y
u y  e x sin y , v y  e x cos y
Jelas bahwa keenam fungsi tersebut kontinu di setiap
z , dan berlaku juga persamaan Cauchy-Reimann
di setiap z  . Oleh karena itu, fungsi f terturunkan
di titik manapun. Lebih lanjut,
f '( z )  u x  ivx
 e x cos y  ie x sin y
 e x (cos y  i sin y )
 e x iy
 ez
Jadi f '( z )  e z , yang ini berarti turunan fungsi
eksponensial pada bidang kompleks berperilaku sama
seperti pada bidang real.

133
Pengantar Analisis Kompleks

Latihan 4.2
1. Diberikan fungsi-fungsi dengan rumus berikut ini.
Tentukan di titik mana fungsi tersebut terturunkan (jika
ada), dan tentukan juga turunan fungsinya.
a. f ( z )  x  iy f. f ( z )  Im z
b. f ( z)  z3  2 g. f ( z)  z
f ( z )  5i f ( z)  z
2
c. h.

d. f ( z )  x 2  iy i. f ( z )  3x 2  i 2 y 3
e. f ( z )  e2 z 1
2. Misalkan f ( z )  u ( x, y)  iv( x, y) terturunkan di titik
manapun kecuali z  0 . Tunjukkan bahwa persamaan
Cauchy-Reimann dalam bentuk polar berlaku, yaitu
r ur  v dan r vr  u .

134
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

4.3 Fungsi Analitik


Gagasan mengenai sifat keanalitikan suatu fungsi
kompleks menjadi muara atau ujung pembahasan pada
bab ini. Hal ini dikarenakan keanalitikan fungsi kompleks
berkaitan dengan terturunkan atau tidaknya fungsi
kompleks tersebut. Oleh karena itu, untuk memahami
gagasan keanalitikan suatu fungsi kompleks, diperlukan
pemahaman prasyarat sebagaimana telah diuraikan di
atas.

Definisi 4.3.1
Misalkan f fungsi kompleks. Fungsi f disebut analitik pada titik
z0  jika f terturunkan pada pesekitaran z0 . Jika f analitik
pada semua titik pada domain D  , maka f disebut analitik
dalam D, sedangkan jika f analitik pada seluruh bidang
kompleks, maka f disebut fungsi utuh (entire function).

Terlihat jelas bahwa terdapat hubungan yang kuat


antara eksistensi turunan dengan keanalitikan suatu
fungsi. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa terturunkan
di suatu titik, berarti di titik tersebut turunan fungsinya
ada. Sedangkan analitik di suatu titik berarti fungsi
tersebut terturunkan pada suatu persekitaran yang
berpusat di titik tersebut. Artinya fungsi tersebut
terturunkan pada setiap titik di persekitaran tersebut. Oleh
karena itu, bisa jadi suatu fungsi terturunkan tetapi fungsi
tersebut bukan fungsi analitik.
Sebagai contoh, telah ditunjukkan bahwa fungsi
dengan rumus f ( z )  x 2  iy 2  3 terturunkan di
sepanjang garis y   x . Akan tetapi fungsi tersebut tidak

135
Pengantar Analisis Kompleks

memiliki turunan di persekitaran dengan pusat titik-titik


sepanjang garis tersebut, sehingga fungsi tersebut bukan
merupakan fungsi analitik.
f ( z)  z .
2
Demikian pula fungsi dengan rumus

 
2
Karena f ( z )  z  x2  y 2  x 2  y 2 , yang berarti
2

ux  2 x , u y  2 y , vx  0 , dan vy  0 . Sehingga fungsi f


hanya terturunkan pada titik (0, 0) . Akan tetapi fungsi ini
juga tidak analitik di titik manapun, termasuk di titik
(0, 0) , karena meskipun terturunkan, namun tidak
terturunkan di persekitaran titik (0, 0) .
Sedangkan fungsi dengan rumus f ( z )  z 2  1 dan
f ( z )  e z , sebagaimana telah ditunjukkan, merupakan
fungsi analitik di bidang kompleks, bahkan merupakan
fungsi utuh. Demikian juga fungsi dengan rumus
z2  2z 1
f ( z)  . Fungsi ini juga analitik kecuali di titik
z 1
z  1.
Lebih lanjut, pengertian keanalitikan fungsi di suatu
titik mensyaratkan fungsi tersebut untuk terturunkan di
persekitaran yang memuat titik tersebut. Karena
persekitaran merupakan himpunan terbuka, maka ini
berarti fungsi analitik terturunkan di setiap titik pada
suatu himpunan terbuka. Oleh karena itu, himpunan
semua titik dimana fungsi f analitik disebut sebagai
domain (region) analitik f.

136
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

Sehingga dalam kasus fungsi dengan rumus


f ( z )  z  1 dan f ( z )  e . Domain analitik fungsinya
2 z

adalah seluruh bidang kompleks. Sedangkan fungsi


z2  2z 1
dengan rumus f ( z)  , domain analitiknya
z 1
adalah seluruh bidang kompleks keculai di titik z  1 .
Memahami gagasan keanalitikan suatu fungsi yang
ternyata berkaitan erat dengan terturunkan atau tidaknya
suatu fungsi, maka mudah dipahami bahwa operasi dari
fungsi-fungsi analitik juga tetap analitik. Hal ini
sebagaimana dinyatakan dalam teorema berikut.

Teorema 4.3.2
Misalkan f dan g fungsi pada S  . Jika f , g analitik pada S,
dan f juga analitik pada setiap g(z) untuk z  S , maka
f
f  g , f  g , fg , f g , dan juga analitik di setiap
g
z  S , asalakan di titik tersebut fungsinya terdefinisi.

Bukti
Pembuktian teorema ini jelas berdasarkan definisi
keanalitikan fungsi dan teorema 4.1.5.

Demikian pula, untuk dapat menentukan status


keanalitikan suatu fungsi secara lebih praktis, keberadaan
persamaan Cauchy-Reimann sangatlah membantu. Tentu
saja, ini disebabkan oleh karena persamaan Cauchy-
Reiman berkaitan sangat erat dengan eksistensi turunan

137
Pengantar Analisis Kompleks

suatu fungsi. Dua teorema berikut ini mempertegas apa


yang maksudkan.

Teorema 4.3.3
Misalkan f sebuah fungsi kompleks dengan
f ( z )  u ( x, y)  iv( x, y) .
Jika
a. Fungsi u, v, ux , vx , u y dan v y kontinu pada persekitaran

z0 , dan
b. berlaku persamaan Cauchy-Reimann,
ux  vy dan vx   u y di setiap titik pada persekitaran z0
Maka f analitik di z0 .

Bukti
Pembuktian teroema ini juga jelas berdasarkan pengertian
keanalitikan fungsi dan juga teorema 4.2.1.

Teorema 4.3.4
Misalkan f sebuah fungsi dengan f ( z )  u ( x, y)  iv( x, y) .
Jika f analitik di titik z0 , maka di setiap titik pada persekitaran
z0 , berlaku persamaan Cauchy-Reimann
ux  vy dan vx   u y .

Bukti

138
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

Pembuktian teroema ini juga jelas berdasarkan pengertian


keanalitikan fungsi dan juga teorema 4.2.2.

Ternyata, status keanalitikan suatu fungsi juga dapat


digunakan untuk mendeteksi jenis suatu fungsi. Hal ini
sebagaimana dinyatakan dalam teorema berikut ini dan
juga pada latihan nomor 4.

Teorema 4.3.5
Misalkan f suatu fungsi kompleks. Jika f analitik pada domain
A dan berlaku f '( z )  0 untuk setiap z  A , maka f
merupakan fungsi konstan.

Bukti
Karena f analitik pada A maka f '( z ) ada untuk setiap
z  A . Oleh karena itu, berlaku persamaan Cauchy-
Reimann pada A, yaitu
ux  vy dan vx   u y ,
juga
f '( z )  ux  ivx  v y  iu y
Selanjutnya, karena f '( z )  0 , maka u x  v y  0 dan

vx  u y  0 untuk setiap z  A . Hal ini berakibat ada


konstanta a dan b sehingga u ( x, y )  a dan v( x, y )  b
untuk setiap z  ( x, y)  A . Ini berarti f ( z )  a  ib ,
yang berarti f merupakan fungsi konstan. □

Latihan 4.3

139
Pengantar Analisis Kompleks

1. Diberikan fungsi-fungsi dengan rumus berikut.


Tentukan domain analitik masing-masing fungsi yang
diberikan.
a. f ( z)  z  2 d. f ( z )  z 3  2 z  3
z i
b. g ( z )  e. g ( z )  y 2
z i
2
c. h( z ) 
x y
f. h( z )  e (cos 2 xy  i sin 2 xy)
2 2

z
2. Tentukan apakah fungsi-fungsi dengan rumus berikut
merupakan fungsi utuh.
a. f ( z )  z 2 b. g ( z )  e z
x2  y 2  2ixy
c. h( z )  e
3. Tunjukkan bahwa fungsi-fungsi dengan rumus berikut
ini tidak analitik di titik manapun.
a. f ( z )  x  iy c. f ( z )  x 2  y 2

b. g ( z )  e Re z d. g ( z )  e z
4. Buktikan bahwa jika f ( z )  u  iv dan sekawannya
f ( z )  u  iv , keduanya analitik pada domain A 
maka f merupakan fungsi konstan pada A.

5. Misalkan fungsi f dan g analitik pada domain A  ,


dan untuk z0  berlaku f ( z0 )  g ( z0 )  0 , tetapi

140
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

g '( z0 )  0 . Tunjukkan bahwa aturan L’Hopital untuk


fungsi analitik berlaku, yaitu
f ( z ) f '( z0 )
lim  .
z  z0 g ( z ) g '( z0 )

4.4 Fungsi Harmonik


Selain fungsi analitik, fungsi harmonik juga memiliki
terapan yang sangat luas dalam kajian matematika
terapan. Hanya saja tugas buku ini adalah sampai
memperkenalkan apa itu fungsi harmonik, beserta
keterkaitannya dengan fungsi analitik. Kajian mengenai
terapannya dapat dengan mudah ditemukan pada buku
yang lain.

Definisi 4.4.1
Misalkan  fungsi real dengan  ( x, y ) pada A  . Jika
fungsi tersebut kontinu, dengan turunan parsial pertama dan
keduanya juga kontinu, serta memenuhi persamaan differensial
Laplace, yaitu
 2  2
 0
x 2 y 2
maka fungsi  disebut fungsi harmonik.

Contoh

141
Pengantar Analisis Kompleks

Misalkan fungsi  dengan  ( x, y)  xy 3  x3 y pada 2 .


Fungsi ini merupakan fungsi harmonik, sebab  kontinu,
dan  x  y 3  3x 2 y ,  y  3xy 2  x3 ,  xx  6 xy ,
xy  3 y 2  3x2 ,  yy  6 xy ,  yx  3 y 2  3x2 juga
2
kontinu pada . Berlaku juga persamaan diferensial
Laplace, yaitu
 2  2
   xx   yy  6 xy  6 xy  0
x 2 y 2

Dari contoh di atas, terlihat jelas hubungan status


keanalitikan fungsi dengan fungsi harmonik. Teorema
berikut ini mempertegas apa yang baru saja kita saksikan.

Teorema 4.4.2
Misalkan f ( z )  u ( x, y)  iv( x, y) . Jika f analitik maka u dan
v merupakan fungsi harmonik.

Bukti
Pembuktian teorema ini kita tinggalkan sampai
pembahasan integral fungsi kompleks.

Fungsi u merupakan bagian real dari f(z) dan fungsi v


merupakan bagian imajiner dari f(z). Namun keduanya
merupakan fungsi real. Berdasarkan teorema tadi, karena f
analitik, maka keduanya (bagian real maupun bagian
imajinernya) merupakan fungsi harmonik.

142
Turunan Fungsi dan Fungsi Analitik

Contoh
Misalkan f ( z )  e z  e x cos y  ie x sin y . Tunjukkan
bahwa fungsi bagian real dan bagian imajinernya
merupakan fungsi harmonik.

Penyelesaian
Karena kita telah mengetahui bahwa f merupakan fungsi
analatik, bahkan fungsi utuh, maka berdasarkan teorema
di atas fungsi u, yaitu u ( x, y )  e x cos y dan fungsi v,
yaitu v( x, y )  e x sin y merupakan fungsi harmonik.

Untuk meyakinkan diri, kita juga akan menyelesaikannya


dengan menggunakan definisi fungsi harmonik, berikut
ini.

Karena u ( x, y)  e x cos y dan v( x, y)  e x sin y


merupakan fungsi kontinu, dengan
u x  e x cos y, u xx  e x cos y, u xy  e x sin y
u y  e x sin y, u yy  e x cos y, u yx  e x sin y
dan
vx  e x sin y, vxx  e x sin y, vxy  e x cos y
v y  e x cos y, v yy  e x sin y, v yx  e x sin y

semuanya juga merupakan fungsi kontinu, dan berlaku


persamaan differensial Laplace, yaitu
uxx  u yy  e x cos y  e x cos y  0 dan

143
Pengantar Analisis Kompleks

vxx  vyy  e x sin y  e x sin y  0

Maka ini membuktikan bahwa fungsi u dan v keduanya


merupakan fungsi harmonik.

Latihan 4.4
1. Tunjukkan bahwa fungsi dengan rumus
f ( x, y)  x  y  2 y merupakan fungsi harmonik.
2 2

2. Tentukan apakah fungsi dengan rumus berikut


merupakan fungsi harmonic.
a. f ( x, y )  2 xy  y 3  3x 2 y
b. g ( x, y )  x 2  y 2  2 xy
c. h( x, y)  sin xy
x2  y 2
d. t ( x)  e
3. Tentukan apakah bagian real dan bagian imajiner
fungsi berikut merupakan fungsi harmonik.
a. f ( z )  cos 2 xy  i sin 2 xy
b. g ( z )  e z
c. h( z )  z 3  2

144
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, The Puzzles of Imaginary Numbers Chapter one,


https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=
s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKE
wingMOGlJ3RAhWIvo8KHf4VDvIQFggZMAA&url=
http%3A%2F%2Fpress.princeton.edu%2Fchapters%2F
i9259.pdf&usg=AFQjCNHdmcv9ewZ8WwpASwN3j
OzJDWl2Vg&bvm=bv.142059868,d.c2I.
Boyer, Carl B., 1991. A History of Mathematics Second Edition,
Jhon Wiley & Son, United State of America.
Fisher, Stephen D., 1986. Complex Variables. Brooks/Cole
Publishing Company, United States of America.
Joyce, David E., Dave’s Short Course on Complex Number,
http://www2.clarku.edu/~djoyce/complex/number
i.html
Kamus Bahasa Inggris, Cambridge Dictionary versi online.
http://dictionary.cambridge.org/dictionary/english
/function
Kamus Besar Bahasa Indonesia versi daring,
http://kbbi.web.id/fungsi
Merino, Orlando. 2006. A Short History of Complex Numbers.
https://www.math.uri.edu/~merino/spring06/mth5
62/ShortHistoryComplexNumbers2006.pdf
Mutaqin, Anwar, Tanpa tahun. Bilangan Kompleks.
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=
s&source=web&cd=1&ved=0ahUKEwiK-
pby7YjQAhUFuI8KHewyC78QFggcMAA&url=https
%3A%2F%2Fanwarmutaqin.files.wordpress.com%2F2
009%2F09%2Fkompleks11.pdf&usg=AFQjCNF5h_eRi
okinj_w7IgEUXZJdjJsHQ
Paliouras, Jhon D., and Douglas S. Meadows, 1990. Complex
Variables for Scientists and Engineers Second Edition.
Macmillan Publishing Company, United States of
America.

145
Permana, Hilman, 2010. Bilangan Imajiner: Sejarah dan
Filosofinya,
http://matematiku.wordpress.com/2010/01/21/bila
ngan-imajiner-sejarah-dan-filosofinya/
Quita, R.M, Sejarah Bilangan Kompleks.
http://majalah1000guru.net/2014/05/bilangan-
kompleks/.
Rossroessler, History of Complex Numbers,
http://rossroessler.tripod.com/
Shaw, Amanda, 2007. God and Imaginary Numbers.
http://www.firstthings.com/web-
exclusives/2007/09/god-and-imaginary-numbers
Taylor, Petra Bonfert, 2018. Introduction to Complex Analysis –
1.1- History of Complex Numbers.
https://www.youtube.com/watch?v=cVEbr0dEaZI
Wikipedia, the free encyclopedia. Hero of Alexandria.
https://en.wikipedia.org/wiki/Hero_of_Alexandria.

146
Hapipi, S.Pd., M.Sc.

Penulis lahir di Dusun Repok


Tatar Narmada. Setelah
menamatkan sekolah dasar di
kampung halamanya, ia
melanjutkan sekolah
menengahnya di Pondok Pesantren
Hikmatusysyarief NW Salut, kemudian di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Mataram bidang Pendidikan Matematika. Setelah
menyelesaikan studi S1-nya, ia diangkat menjadi
dosen di almamaternya dan kemudian melanjutkan
studi S2-nya di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
bidang Matematika Analisis dengan kajian Teori
Operator.
Sebagai sebuah buku pengantar, buku ini menghadirkan ulasan yang
memadai terkait topik analisis pada himpunan bilangan kompleks.
Struktur penyajian materi pada buku ini dapat memberikan gambaran
yang cukup utuh pada pembaca, terutama untuk mengenal bilangan
kompleks, baik sebagai himpunan, sistem bilangan, maupun sebagai
kajian analitik awal. Kajian mengenai himpunan bilangan kompleks
dan relasinya dengan himpunan bilangan real dapat ditemukan pada
bab awal. Sedangkan bilangan kompleks sebagai suatu sistem bilangan,
yang bahkan terhadap operasi penjumlahan dan perkalian memenuhi
aksioma lapangan, disajikan pada bab 2. Adapun topik terkait fungsi
kompleks, meliputi turunannya, sifat keanalitikannya dan fngsi
harmonik, disajikan pada bab 3 dan bab 4.

Selain itu, pada buku ini juga dihadirkan uraian mengenai sejarah
muncul dan berkembangnya bilangan kompleks. Sebuah rangkaian
sejarah perkembangan gagasan bilangan yang tergolong sangat
kompleks dan dinamis. Pemahaman sejarah ini penting untuk
memberikan perspektif yang lebih autentik terkait eksistensi bilangan
kompleks itu sendiri. Konstruksi bilangan kompleks yang melewati
tahapan dan proses unik, sangat tidak mudah, membutuhkan jangka
waktu yang sangat panjang, lebih dari 19 abad lamanya, menjadikan
ulasan bagian ini terasa begitu penting. Pemahaman terhadap sejarah
bilangan kompleks ini akan membantu mahasiswa dalam
mengkontekstualisasi konstruksi gagasan sebagai sebuah proses
berpikir, tidak semata memahami apa yang dipelajari sebagai sebuah
produk pemikiran (jadi). Tahapan konstruksi gagasan yang tidak
sederhana tersebut diharapkan membantu menyadarkan kita bahwa
konsep matematika yang kita kenal ternyata membutuhkan proses dan
waktu, yang tidak semuanya sederhana. Terkadang, proses konstruksi
konsep tersebut jauh lebih rumit dan panjang dibanding dengan upaya
kita dalam memahaminya.

FKIP Universitas Mataram


Jl. Majapahit No. 62 Mataram
Tlp: (0370)623873, Fax: (0370)634918 Mataram
Email: fkip@unram.ac.id. Website: www.unram.ac.id

Anda mungkin juga menyukai