Anda di halaman 1dari 77

PERANCANGAN JALAN

PERANCANGAN JALAN PERKOTAAN

PERANCANGAN JALAN ANTAR KOTA

PERANCANGAN STUKTUR JALAN

PERKERASAN FLEKSIBLE

PERKERASAN KAKU (RIGID)


PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN PERKOTAAN

I. Istilah-istilah teknik yang dipakai dalam Perancangan

 Alinyemen pada tikungan (Curved alignment): seluruh bagian dari lengkung lingkaran dan
lengkung peralihan.
 Bagian lengkung (Curved section): bagian lengkung lingkaran.
 Bagian peralihan (transition section).
 bagian yang terletak antara tangen dan lengkung lingkaran atau antara dua lengkung lingkaran yang
berbeda jari-jari agar didapat keamanan dan kenyamanan dalam mengemudikan kendaraan.
 Bahu jalan (shoulder): suatu struktur yang berdampingan dengan jalur lalu-lintas untuk melindungi
perkerasan, mengamankan kebebasan samping dan menyediakan ruang untuk tempat berhenti
sementara, parkir dan pejalan kaki.
 Bahu kiri/bahu luar (Left shoulder/Outer shoulder): bahu jalan yang dibuat pada tepi kiri/luar dari
jalur lalu lintas.
 Bahu kanan/bahu dalam (Right shoulder/inner shoulder): bahu jalan yang dibuat pada tepi
kanan/dalam dari jalur lalu lintas.
 Daerah pedesaan (Rural area): daerah selain daerah perkotaan.
 Daerah perkotaan (urban area) : daerah mantap dari suatu kota, daerah tersebar yang sudah
berkembang di sekitar kota besar serta daerah yang diharapkan akan berkembang dalam waktu 10
— 20 tahun mendatang yang merupakan daerah perumahan, indstri, perdagangan atau proyek-proyek
pembangunan non-pertanian lainnya.
 Fasilitas jalan (Road facilitaties) : fasilitas seperti rambu-rambu lalu lintas, lampu lalu lintas,
guardrail, pohon dan lain-lain yang ditempatkan di permukaan jalan demi keamanan, kenyamanan
pemakai jalan.
 Jalan (Roadway) : merupakan seluruh jalur lalu lintas (perkerasan), median, pemisah luar dan bahu
jalan.
 Jalur lalu-lintas (traveled way). bagian dari jalan yang direncanakan khusus untuk jalur kendaraan,
parkir atau kendaraan berhenti.
 Jalur putaran (turning lane) .jalur khusus kendaraan yang disediakan pada persimpangan, untuk
perlambatan, perpindahan jalur dan untuk menunggu pada saat berputar.
 Jalan bebas hambatan (freeway): jalan untuk lalu lintas menerus dengan jalan masuk dibatasi yang
dipilih untuk lalu lintas utama yang dimaksudkan untuk memberikan keamanan dan effisiensi
gerakan lalu lintas volume tinggi, pada kecepatan relatif tinggi.
 Jalur samping (Frontage road): jalan yang dibangun sejajar sepanjang jalur lalu lintas menerus yang
dimaksudkan sebagai akses pada lahan sekitar atau jalan kolektor/lokal yang harus terpisah dengan
jalur lalu lintas menerus oleh struktur fisik, seperti kerb, pagar pelindung (guardrail).
 Jalur (lane) : bagian dari jalan yang khusus ditentukan untuk dilewati satu rangkaian kendaraan
dalam satu arah.
 Jalur tepian (Marginal strip) : bagian dari median atau separator luar, di sisi bagian yang
ditinggikan, yang sebidang dengan jalur lalu lintas, yang diperkeras dengan cara yang sama
dengan jalur lalu lintas dan disediakan untuk mengamankan ruang bebas samping dari jalur lalu
lintas.
 Jalur percepatan/perlambatan (Acceleration/Deceleration lane) : jalur yang disediakan untuk
percepatan/perlambatan kendaraan pada seat akan masuk/keluar jalur lalu lintas menerus.
 Jalur tambahan (Auxilliary lane) : merupakan jalur yang disediakan untuk belok kiri/kanan,
perlambatan/percepatan dan tanjakan.
 Jalur sepeda (Bicycle lane) : bagian dari bahu kiri yang diperuntukkan untuk sepeda dan harus
ditandai dengan marka jalan.
 Jalur sepeda/pejalan kaki (Bicycle pedestrian way): merupakan bagian dari jalan yang
disediakan untuk sepeda juga pejalan kaki, yang biasanya dibuat sejajar dengan jalur lalu lintas
dan harus terpisah dari jalur lalu-lintas dengan menggunakan struktur fisik seperti kerebatan rel
penahan.
 Jalan sepeda (bicycle way): merupakan bagian dari jalan yang khusus disediakan untuk sepeda
dan becak, yang biasanya dibangun sejajar dengan jalur lalu lintas dan harus terpisah dari jalur
lalu-lintas oleh struktur fisik seperti kerb dan guardrail.
 Jalur parkir (Parking lane/Stopping lane): jalur khusus yang disediakan untuk parkir atau berhenti
yang merupakan bagian dari jalur lalu lintas.
 Jalur tanaman (planted strip): bagian dari jalan yang disediakan untuk penanaman pohon, yang
ditempatkan menerus sepanjang trotoar, jalan sepeda atau bahu jalan.
 Jalur pendakian (Climbing lane): jalur jalan yang disediakan pada bagian ruas jalan dengan
kemiringan besar untuk menampung kendaraan berat pada saat menanjak.
 Jarak pandangan (sight distance): panjang yang diukur sepanjang garis tengah (center line) pada
suatu jalur lalu-lintas, dari suatu titik dengan ketinggian 100 cm di atas garis tengah ke titik terjauh
dengan ketinggian 10 cm di atas garis yang sama di depan, yang dapat dilihat mata pengemudi dari
tempat semula.
 Jalur lalu lintas lambat (slow traffic lane): jalur yang ditentukan khusus untuk kendaraan lambat.
 Pulau lalu lintas (traffic island) : bagian dari persimpangan yang ditinggalkan dengan kerb, yang
dibangun sebagai pengarah arus lalu lintas serta merupakan tempat untuk pejalan kaki pada saat
menunggu kesempatan menyeberang.
 Kanal (Channel): merupakan bagian dari persimpangan sebidang yang khusus disediakan untuk
membeloknya kendaraan yang ditandai oleh marka jalan atau dipisahkan oleh pulau lalu-lintas
(traffic island).
 Kecepatan Rencana (Design Speed): Kecepatan maksimum yang aman dan bisa tetap dipertahankan
pada suatu ruas jalan, apabila keadaan jalan tersebut baik dan sesuai dengan yang ditentukan dalam
perencanaan.
 Kendaraan rencana (Design vehicles): kendaraan dengan berat, dimensi dan karakteristik operasi
tertentu yang digunakan untuk perencanaan jalan agar dapat menampung kendaraan dari tipe yang
ditentukan.
 Lalu-lintas Harlan Rata-rata Tahunan (LHRT) : Volume total kendaraan yang melewati satu titik atau
segmen jalan, dua arah untuk satu tahun yang dibagi oleh hari dalam satu tahun.
 Median: Ruang yang disediakan pada bagian tengah dari jalan untuk membagi jalan dalam masing-
masing arah serta untuk mengamankan ruang bebas samping jalur lalu lintas.
 Panjang kritis pada tanjakan (Critical length of grade): Panjang maksimum yang ditentukan pada
suatu tanjakan di mana truk dengan muatan penuh dapat beroperasi pada batas pengurangan
kecepatan. Pengurangan kecepatan yang diizinkan ditentukan ber• dasarkan kecepatan rencana
dari jalan yang bersangkutan.
 Pemisah tengah (Central separator): Bagian dari median selain marginal strip, biasanya ditinggikan
dengan kerb untuk median sempit atau dipressed untuk median lebar.
 Pemisah luar (Outer separation): Ruang yang diadakan untuk memisahkan jalur samping dari jalur
lalu lintas menerus atau untuk memisahkan jalur lalu lintas lambat dari jalur lain.
 Pengaturan jalan masuk (Access control): Suatu aturan mengenai jalan masuk yang diterapkan
melalui suatu aturan dan hak jalan masuk umum dari dan ke tempat-tempat yang berada di
sepanjang jalan.
 Penyesuaian pada Superelevasi (Run off of superelevation): Panjang jalan yang diperlukan untuk
mengadakan perubahan dalam kemiringan melintang jalan (lebar jalur perkerasan) dari bagian
potongan normal ke bagian superelevasi (pelebaran) penuh atau sebaliknya.
 Ramp: Suatu segmen jalan yang berperan sebagai penghubung antara ruas jalan, melayani arus lalu-
lintas saw arah pada persimpangan.
 Ruang bebas jalan (Clearance of road): Ruang pada permukaan jalan yang hanya disediakan untuk
kendaraan atau pejalan kaki, di mana pada tempat tersebut tidak boleh ada struktur, fasilitas jalan,
pohon atau benda yang tidak bergerak lainnya.
 Satuan mobil penumpang : Satuan kendaraan yang diequivalenkan terhadap mobil penumpang pada
suatu keadaan jalan serta lalu-lintas tertentu.
 Separator luar (Outer separator): Bagian yang ditinggikan pada ruang pemisah luar, dibatasi oleh
kerb untuk mencegah kendaraan keluar dari jalur.
 Standar lalu-lintas harian rencana (Design standard daily traffic): Besaran volume lalu lintas yang
digunakan sebagai dasar untuk menentukan banyaknya jalur lalu lintas yang didapat dengan metode
yang ditentukan.
 Trotoar (Sidewalk): bagian dari jalan yang disediakan khusus untuk pejalan kaki, umumnya
ditempatkan sejajar dengan jalur lalu lintas, dan harus terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik
seperti kerb.
 Volume lalu lintas rencana (Design traffic colume): Volume lalu lintas yang diperkirakan akan
melalui suatu was jalan tertentu dalam suatu satuan waktu.
II. Klasifikasi Jalan dan Kendaraan :
1. Klasifikasi menurut fungsi Jalan
 Sistem Jaringan Jalan Primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur
pengembangan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi se-
bagai berikut:
 Dalam Satuan Wilayah Pengembangan menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu,
kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota jenjang dibawahnya sampai ke Persil.
 Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar Satuan Wilayah
Pengembangan.
a. Jalan Arteri Primer menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau
menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.
b. Jalan Kolektor Primer menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau
menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.
c. Jalan Lokal Primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan Persil atau menghubungkan
kota jenjang kedua dengan Persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang
ketiga, kota jenjang ketiga dengan kota jenjang di bawahnya, kota jenjang ketiga dengan Persil,
atau kota di bawah jenjang ketiga sampai Persil.
 Sistem jaringan Jalan Sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang
menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu,
fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan.
a. Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu
atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau
menghubungkan kawasan sekunderkesatu dengan kawasan sekunder kedua.
b. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder
ketiga.
c. Jalan Lokal Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kes9tu dengan perumahan,
menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke perumahan.
2. Klasifikasi Jenis Perencanaan
Pada perencanaan geometrik jalan kota, klasifikasi perencanaan jalan dibagi ke dalam dua tipe
yang berbeda dan beberapa kelas (klasifikasi perencanaan) yang ditentukan berdasarkan
karakteristik lalu-lintas dan volumenya.
 Jenis Perencanaan
Berdasarkan jenis hambatannya Jalan-jalan perkotaan dibagi dalam dua tipe, yaitu:
Tipe I : Pengaturan jalan masuk secara penuh
Tipe II : Sebagian atau tanpa pengaturan jalan masuk.
 Kelas Perencanaan
Jalan-jalan tipe-I terbagi dalam dua kelas, dan jalan tipe-II terbagi dalam 4 kelas sesuai dengan
klasifikasi fungsional dan perencanaan volume lalu-lintas..

Jalan tipe 1
Fungsi Ke l a s

Arteri 1
Primer
Kolektor 2
Sekunder Arteri 2

Jalan tipe II

Dalam perhitungan perencanaan volume lalu-lintas (DVT) untuk menentukan klasifikasi


perencanaan jalan, kendaraan tak bermotor (termasuk becak/sepeda) tidak perlu ikut
diperhitungkan
Dasar Klasifikasi perencanaan
Tipe-I, kelas-I : Adalah jalan dengan standard tertinggi dalam melayani lalu-lintas cepat antar-
regional
atau antar-kota dengan pengaturan jalan masuk secara penuh.
Tipe-I, kelas-I I: Jalan dengan standar tertinggi dalam melayani lalu lintas cepat antar regional atau di
dalam melayani lalu-lintas cepat antar regional atau di dalam kota-kota metropolitan
dengan sebagian atau tanpa pengaturan jalan masuk.
Tipe II, kelas-I: Standard tertinggi bagi jalan-jalan dengan 4 lane atau lebih, memberikan pelayanan
angkutan cepat bagi angkutan antar kota atau dalam kota, dengan kontrol.
Tipe-II, kelas-II: Standard tertinggi bagi jalan-jalan dengan 2 atau 4 lane dalam melayani angkutan
cepat antar kota dan dalam kota, terutama untuk persimpangan tanpa lampu LL.
Tiped II, kelas-III: Standard menengah bagi jalan dengan 2 jalur untuk melayani angkutan dalam distrik
dengan kecepatan sedang, untuk persimpangan tanpa lampu lalu-lintas.
Tipe-II, kelas-IV: Standard terendah bagi jalan satu arah yang melayani hubungan dengan jalan-jalan
lingkungan.
. Lalu Lintas (Traffic)
 Satuan Mobil Penumpang (SMP)
Satuan volume kendaraan dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP), nilai perbandingan
untuk berbagai jenis kendaraan pada kondisi jalan pada daerah datar adalah sebagai berikut :

Pada terain berbukit/gunung faktor koefisien di atas dapat diperbesar. Kendaraan tak bermotor seperti:
sepeda, becak dan kendaraan yang ditarik hewan tidak dapat diberikan koefisien seperti di atas karena
pengaruhnya terhadap lalu-lintas sangat dipengaruhi oleh jumlah volume kendaraan sesaat.
Becak pada prinsipnya dapat disamakan dengan sepeda dalam hal perencanaan geometrik, namun bila
jumlahnya cukup besar untuk memberikan pengaruh pada lalu-lintas secara menyeluruh, perlu
diberikan pengkajian khusus tentang besaran 'ruang kendaraan' bagi kedua jenis kendaraan ini.
Karena itu SMP untuk sepeda/becak tidaklah perlu dibicarakan dalam standard ini.
 Volume rencana
 Klasifikasi perencanaan jalan-jalan kota ditentukan terutama oleh volume lalu-lintas di samping
tentunya oleh fungsi lainnya. Volume lalu-lintas rencana (DTV) dalam buku standard ini
dinyatakan dalam SMP, yang menyatakan volume harian lalu-lintas kedua arah.
 Beberapa element perencanaan jalan tertentu sangat tergantung pada volume lalu-lintas pada jam
puncak, yang dalam buku ini dinyatakan dalam Volume Perjam Perencanaan (DHV). Volume per
jam dihitung sebagai berikut:

Untuk jalan-jalan 2 jalur :

Untuk jalan-jalan ber-jalur: Banyak :

DHV = Volume Per Jam Perencanaan (PCU/2 arah/jam) untuk jalan 2jalur.
(PCU/arah/jam) untuk jalan berjalur banyak.
DTV = Volume Lalu-lintas rencana (PCU/2 arah/hari)
K = Koefisien puncak (%) adalah perbandingan volume LL pada jam ke-13 dibagi dengan
AADT (LHR tahunan), namun bila data tersebut di atas tidak tersedia, dapat dipergunakan
nilai koefisien 10%.
D = Koefisien arah (%) adalah koefisien arah hasil dari pengamatan lapangan, bila data
lapangan tidak ada dapat dipergunakan D = 60 (%).
 Kecepatan Rencana (design speed)
Batasan kecepatan bagi jalan-jalan perkotaan haruslah sesuai dengan tipe dan kelas jalan yang
bersangkutan.

 Pengaturan jalan masuk


 Pertemuan antara jalan-jalan tipe I haruslah sepenuhnya bebas hambatan, keluar atau masuk dari
jalur utama haruslah mempergunakan jalur khusus.
 Pertemuan antara jalan tipekelas I harus sekurang-kurangnya mempergunakan lampu Ialu-lintas.
 Pertemuan antara jalan tipe kelas I harus sekurang-kurangnya mempergunakan lampu lalu-lintas.
 Pertemuan antara jalan tipe II kelas II dapat mempergunakan lampu LL atau tanpa lampu. Fungsi
daripada jalanlah yang menentukan kebutuhan akan lampu LL atau tidak. Kolektor primer atau
arteri sekunder dengan 4 jalur atau lebih dapat mempergunakan lampu LL, sedang tipe II kelas II
pada kolektor sekunder pada umumnya tidak memerlukan lampu LL.
 Semua jalan tipe II kelas III dan kelas IV tidaklah memerlukan lampu LL.
 Kendaraan Rencana
1. Dimensi kendaraan rencana
Dimensi kendaraan bermotor untuk keperluan perencanaan geometrik

2. Pemakaian
 Pada perencanaan jalan tipe I, tipe II kelas I dan kelas II, semi-trailer dan mobil penumpang diguna
kan untuk menentukan dimensi fasilitas jalan.
 Pada perencanaan jalan tipe II kelas III truk/bus tanpa gandengan dan mobil penumpang
dipergunakan untuk menentukan dimensi fasilitas jalan.
 Pada perencanaan jalan tipe II kelas IV mobil penumpang dipakai untuk menentukan dimensi jalan.
Truk/bus tanpa gandengan dapat juga dipakai tergantung pada lokasi atau faktor-faktor perencanaan
jalan lainnya.
Perencanaan Potongan Melintang
Jumlah jalur
Jumlah, jalur jalan di mana volume lalu-lintas rencana (DTV) yang lebih kecil dari nilai pada tabel
(standar perencanaan lalu-lintas harian) sebaiknya 2 jalur kecuali jumlah jalur belok dan jalur
percepatan/perlambatan
Standard Perencanaan Lalu-lintas harian
Kelasifikasi Perencanaan
dalam SMP
Tipe I Kelas 1 20.000
Kelas 2 20.000
Tipe II Kelas 1 18.000
Kelas 2 17.000
Kelas 3 15.000

Catatan : Bila pada jalan tipe II banyak terdapat persimpangan, nilai tabel di atas haruslah dikalikan 80%.
Jumlah jalur pada jalan-jalan lainnya yang tidak termasuk dalam paragrap di atas sebaiknya 4 jalur atau lebih.
Jumlah jalur haruslah ditentukan oleh perbandingan antara volume kendaraan untuk perencanaan (DVT)
dengan Standard perencanaan LH R per jalur

Kelas perencanaan Standard rencana lalu-lintas harian


per jalur (SMP)
Kelas 1 15.000
Tipe I
Kelas 2 15.000
Tipe II Kelas 1 13.000
Kelas 2 13.000
Kelas 3 12.000

Catatan : Bila pada jalan tipe II banyak terdapat persimpangan maka nilai pada tabel di atas haruslah
dikalikan dengan 60%.
Pada umumnya jumlah jalur jalan adalah genap, namun jumlah jalur ganjil dapat saja terjadi, misalnya bila
dibutuhkan tambahan jalur tanjakan untuk kendaraan berat, atau dalam hal ini kapasitas kemampuan jalan
dianggap sama dengan jumlah jalur tanpa jalur tambahan.
Lebar jalur
Lebar jalur untuk berbagai klafisikasi perencanaan sebaiknya sesuai dengan tabel di bawah ini.

Kelas perencanaan Lebar Jal ur LL (m)

Tipe I Kelas I 3,5


Kelas II 3,5
Tipe II Kelas I 3,5
Kelas II 3,25
Kelas III 3,25 , 3,0

Lebar jalur lalu lintas jalan lokal (jalan tipe II kelas IV)
Lebar jalur lalu lintas jalan tipe I I kelas IV sebaiknya diambil 4,0 m.

Median
Pemisah Arah
Untuk jalan tipe I dengan 4 jalur atau Iebih, jalur-jalur ini sebaiknya dipisahkan menurut arah lalu-
lintasnya.
Pada umumnya untuk jalan tipe II dengan 4 jalur atau Iebih, jalur-jalur ini sebaiknya dipisahkan menurut
arahnya.
Lebar Minimum Median
Lebar minimum median sesuai dengan kelas perencanaan jalannya seperti tercantum pada tabel
Bila fasilitas jalan terpasang pada median, maka penetapan lebar median haruslah diperhitungkan lebar
bebas jalan per arah.
Kelas perencanaan Lebar Minimum Standar (m) Lebar Min Khusus

Tipe 1 Kelas 1 2,50 2,50


Kelas 2 2,0 2,0
Tipe II Kelas 1 2,0 1,0
Kelas 2 2,0 1,0
Kelas 3 1,5 1,0

Catatan : Lebar minimum khusus ini digunakan pada jembatan dengan bentang 50 m atau lebih atau
pada trowongan dengan ROW sangat terbatas.

Komposisi Median
• Pada umumnya median terdiri dari jalur tepian dan pemisah tengah.
• Pemisah dengan lebar sampai 5,0 m sebaiknya ditinggikan dengan kereb atau dilengkapi dengan
pembatas phisik agar tidak dilanggar kendaraan.

Lebar jalur tepian median


Lebar jalur tepian median sesuai dengan kelas jalannya tercantum dalam tabel di bawah ini.

Kelas perencanaan Lebar garis tepi median (m)

Tipe I Kelas 1 0,75


Kelas 2 0,50
Tipe II Kelas 1 0,25
Kelas 2 0,25
Kelas 3 0,25
Bahu Jalan
Ketentuan bahu jalan
Jalur lalu lintas hendaknya dilengkapi dengan bahu jalan.
Hanya bila jalur lalu lintas telah dilengkapi dengan median, jalur pemisah atau jalur parkir maka
bahu jalan tidak diperlukan lagi.
Bahu jalan sebaiknya diperkeras. Bahu yang tidak diperkeras dipertimbangkan apabila ada
pertimbangan ekonomi.
Lebar minimum bahu jalan sebelah luar/kiri
Lebar minimum bahu jalan sebelah luar/kiri dicantumkan pada tabel kolom kedua bila tidak me-
miliki jalur pejalan kaki/sepeda atau seperti kolom ketiga bila memiliki jalur pejalan kaki/sepeda
pada sebelah luar bahu jalan.
Lebar bahu kiri/luar (m)

Klasifikasi Tidak ada Trotoar


Ada Trotoar
Perencanaan •
Standar Pengecualian Lebar yang
Minimum Minimum diinginkan

Tipe I Kelas 1 2,0 1,75 3,25 .


Kelas 2 2,0 1,75 2,5
Tipe II Kelas 1 2,0 1,50 2,5 0,5
Kelas 2 2,0 1,50 2,5 0,5
Kelas 3 2,0 1,50 2,5 0,5
Kelas 4 0,5 0,50 0,5 0,5

Catatan : Pengecualian Minimum sebaiknya hanya dipakai pada jembatan dengan bentang 50 m atau Iebih,
pada terowongan atau pada daerah dengan ROW terbatas
Lebar minimum bahu jalan sebelah kanan/dalam
Lebar minimum bahu jalan sebelah dalam sesuai dengan tabel dibawah ini.

Kelas perencanaan Lebar bahu jalan dalam (m)

Tipe I Kelas 1 1,00

Kelas 2 0,75
Tipe II Kelas 1 0,50
Kelas 2 0,50
Kelas 3 0,50
Kelas 4 0,50

Jalur Parkir
Ketentuan jalur parkir
Jalur parkir pada umumnya disediakan di sisi kiri dari jalur lalu lintas untuk jalan-jalan tipe II, kecuali
jalan tipe II kelas IV bila kebutuhan akan parkir atau berhenti di sepanjang jalan cukup tinggi sehingga
kendaraan yang berhenti dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran lalu-lintas pada jalan tersebut.
Lebar jalur parkir
Lebar standard dari jalur parkir adalah 2,5 m.
Kecuali bila perbandingan jumlah kendaraan berat terhadap jumlah total kendaraan yang lewat cukup
rendah, maka lebar jalur parkir boleh dikurangi sampai lebar minimumnya yaitu 2,0 m.
Jalur Tanaman/Jalur Hijau
Ketentuan jalur tanaman/jalur hijau
Jalan tipe II sebaiknya dilengkapi dengan jalur tanaman, tergantung dari kebutuhan untuk melestarikan nilai
estetis lingkungan sekitar jalan tersebut.
Lebar jalur tanaman/jalur hijau Lebar standard jalur hijau/tanaman adalah 2,0 m.

Jalur Samping (Frontage road)


Ketentuan jalur samping
Untuk jalan 4 jalur atau lebih jalur samping hendaknya disediakan, bila akses langsungnya dibatasi atau
bila terhalang oleh sifat dari jalan utamanya.
Perencanaan jalur samping
Pada umumnya standard perencanaan jalan tipe II, kelas IV berlaku juga untuk perencanaan jalan samping
satu arah. Untuk jalur samping dua arah maka standard jalan kelas II atau kelas III dapat dipergunakan.
Lebar Jalur Samping
Lebar standar jalur samping adalah sebesar 4.0 m.
Lebar minimum bahu yang bersampingan dengan jalur samping (antara jalur samping dengan trotoar)
sebesar 0.5 m
. Jalur Pemisah Luar (Outer separation)
Ketentuan jalur pemisah luar
Jalur pemisah sebaiknya diberikan bila diperlukan untuk memisahkan kendaraan lambat dari kendaraan
cepat atau untuk memisahkan lalu-lintas yang masuk/keluar ke jalur utama/menerus.
Komposisi jalur pemisah
Jalur pemisah terdiri dari pemisah dan garis tepi.
Lebar minimum jalur pemisah
Lebar standard minimum jalur pemisah adalah 1,5 m.
Batasan perencanaan jalur pemisah luar
• Lebar garis tepi di kanan dan di kiri dari jalur pemisah luar adalah 0,25 m.
• Jalur pemisah luar haruslah ditinggikan dari muka jalan dan dibentuk dengan kerb.

Trotoar (Side walk)


Ketentuan Trotoar (Side walk)
Pada umumnya jalan tipe I I kelas I, kelas II dan kelas III dilengkapi dengan trotoar kecuali jalan kelas I
seperti misalnya jalan pintas (bypass) di mana memang tidak disediakan akses samping.
Pada daerah pinggiran kota di mana volume pejalan kaki lebih dari 300 orang per 12 jam dan volume
kendaraan melebihi 1000 kendaraan per 12 jam maka perlu disediakan trotoar.
Lebar minimum trotoar sebaiknya seperti yang tercantum dalam tabel sesuai dengan klasifikasi jalan.
Klasifikasi rencana Standard Minimum (m) Lebar Minimum Pengecualian (m)

Tipe II Kelas 1 3,0 1,5


Kelas 2 3,0 1,5
Kelas 3 1,5 1,0
Catatan : Lebar minimum digunakan hanya pada jembatan dengan bentang 50 m atau lebih atau
pada daerah terowongan di mana volume lalu lintas pejalan kaki (300-500 orang per 12 jam).

Potongan melintang trotoar


 Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi kiri bahu jalan atau di sisi kiri dari jalur lalu lintas
(bila telah tersedia jalur parkir). Namun bila jalur tanaman tersedia dan terletak di sebelah bahu
kiri jalan atau jalur parkir, trotoar harus dibuat bersebelahan dengan jalur tanaman.
 Perlengkapan jalan pada prinsipnya harus terletak pada sisi dalam dari trotoar.
 Bila trotoar bersebelahan langsung dengan tanah milik perorangan, maka pohon haruslah
ditanam di sisi dalam dari trotoar. Namun bila terdapat ruang cukup antara trotoar dan tanah
milik maka pohon boleh ditanam pada sisi luar.
 Selokan terbuka untuk drainase jalan harus terletak pada bagian luar dari trotoar. Selokan
tertutup
dapat dianggap sebagai bagian dari trotoar bila tertutup baik dengan slab beton.
 Trotoar harus ditinggikan setinggi kereb.
Jalur Sepeda
Ketentuan lalur sepeda
 Bila volume sepeda melebihi 500 per 12 jam dan volume lalu lintas melebihi 2000 per 12 jam, maka
sebaiknya disediakan jalur khusus untuk sepeda dan atau pejalan kaki.
 Dalam hal seperti yang disebut di atas, terdapat pejalan kaki dengan volume melebihi 1000 orang/ 12 jam,
maka sebaiknya jalur pejalan kaki dan jalur sepeda dipisah.
 Bila volume sepeda melebihi 200 per 12 jam dan volume lalu lintas melebihi 2000 per 12 jam, sebaiknya
disediakan jalur khusus untuk sepeda.
 Dalam merencanakan jalur sepeda harus sudah mencakup asal dan tujuan dari rute sepeda tersebut.
 Untuk jalan tipe II kelas I seperti misalnya jalan pintas (bypass) di mana tidak ada akses masuknya maka
pengadaan jalur sepeda tergantung dari keperluan.

Dimensi untuk perencanaan


Dimensi sepeda untuk perencanaan jalur sepeda dinyatakan pada tabel 5.9 di bawah ini.

Ukuran Sepeda Standar


Lebar kemudi 0,6 meter
Ruang pengemudi 1,0 meter
Tinggi sepeda 1,0 meter
Tinggi untuk pengemudi 2,25 mete
Panjang sepeda 1,9 meter
Tinggi pedal 0,05 meter
Lebar minimum jalur sepeda
 Lebar minimum jalur sepeda adalah 2,0 m.
 Lebar minimum jalur sepeda dan pejalan kaki adalah 3,5 m untuk jalan tipe II, kelas I dan kelas II,
dan 2,50 m untuk tipe II kelas III.
 Lebar minimum jalur sepeda dan pejalan kaki boleh dikurangi sebesar 0,5 m, bila volume lalu
lintas tidak terlalu besar atau di sepanjang jembatan yang cukup panjang (lebih dari 50 m).
 Lebar minimum jalur sepeda adalah 1,0 m. Ruang bebas mendatar antar jalur sepeda dengan lalu
lintas adalah 1,0 m.

Parameter perencanaan lainnya


Tinggi ruang bebas bagi jalur sepeda adalah 2,5 m.
Kapasitas maksimum perencanaan jalur sepeda untuk 2 jalur 2 arah adalah 1600 sepeda/jam dan kecepatan

rencana sepeda pada jalur sepeda adalah 15 km/jam.

Potongan melintang jalur sepeda


 Jalur sepeda terletak langsung di sebelah bahu kiri dari jalur lalu lintas atau pada tepi kiri jalur lalu
lintas (bila ada jalur parkirnya). Bila jalan dilengkapi juga dnngan jalur tanaman yang bersebelahan
dengan bahu kiri jalan atau jalur parkir, maka-jalur sepeda harus terletak pada bersebelahan dengan
jalur tanaman.
 Perlengkapan utilitas harus diletakkan pada bagian tepi dalam dari jalur sepeda.
 Sedang untuk jalur sepeda, fasilitas utilitas harus diletakkan pada bagian luarnya.
 Pohon-pohon ditanam pada bagian tepi dalam dari jalur sepeda bila terletak bersebelahan langsung
dengan tanah milk pribadi. Bisa juga ditanam di bagian luar dari jalur sepeda, jika terdapat ruang
cukup untuk menempatkan tanaman antara jalur sepeda dengan tanah milik pribadi ini.
 Untuk jalur sepeda, pohon harus ditanamkan pada bagian luarnya.
 Saluran terbuka untuk drainase jalan sebaiknya ditempatkan di sebelah luar.jalur sepeda. Selokan
tertutup bisa dianggap sebagai bagian dari jalur sepeda bila cukup balk tertutup dengan plat beton.
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA
I.1. MAKSUD DAN TUJUAN
I.1.1. Maksud
Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota ini dimaksudkan sebagai acuan dan
pegangan bagi perencana dalam merencanakan geometrik jalan antar kota.

1.1.2. Tujuan
Tujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan keseragaman dalam merencanakan
geometrik jalan antar kota, guna menghasilkan geometrik jalan yang memberikan
kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pemakai jalan

1.2. RUANG LINGKUP


Tata cara ini meliputi deskripsi, ketentuan-ketentuan, dan cara pengerjaan perencanaan
geometrik bagi pembangunan atau peningkatan jalan antar kota.
1.3. PENGERTIAN
Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas, median, dan bahu
jalan.
Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan jalur lalu lintas
untuk menampung kendaraan yang berhenti, keperluan darurat, dan untuk pendukung samping
bagi lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan.
Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang biasanya ditinggikan
dengan batu tepi jalan.
Daerah di Luar Kota adalah, daerah lain selain daerah perkotaan.
Daerah Manfaat Jalan (Damaja) adalah daerah yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi
jalan dan ambang pengaman.
Daerah Milik Jalan (Damija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat jalan dan
daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu lintas di kemudian
hari serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan.
Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah lajur lahan yang berada di bawah pengawasan
penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas
pengemudi kendaraan bermotor dan untuk pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang
daerah milik jalan tidak mencukupi.
Daerah Perkotaan adalah daerah kota yang sudah terbangun penuh atau areal pinggiran kota yang
masih jarang pembangunannya yang diperkirakan akan menjadi daerah yang terbangun penuh
dalam jangka waktu kira-kira 10 tahun mendatang dengan proyek perumahan, industri, komersil, dan
berupa pemanfaatan lahan lainnya yang bukan untuk pertanian.
Ekivalen Mobil Penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai kendaraan dibandingkan terhadap
mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya kepada kecepatan mobil penumpang dalam
arus lalu lintas campuran.
Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu lintas per jam yang
didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu lintas harian ratarata tahunan.
Faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam, ditetapkan berdasarkan
perbandingan antara volume lalu lintas dalam satu jam dengan 4 kali tingkat volume lalu lintas per 15
menit tertinggi.
Jalan Antar Kota adalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi dengan ciri-
ciri tanpa perkembangan yang menerus pada sisi mana pun termasuk desa, rawa, hutan, meskipun
mungkin terdapat perkembangan permanen, misalnya rumah makan, pabrik, atau perkampungan.
Jarak Pandang (Jr) adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur dari mata pengemudi ke
suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat dilihat oleh pengemudi.
Jarak Pandang Mendahului (Jd), adalah jarak pandang yang dibutuhkan untuk dengan
aman melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal
Jarak Pandang Henti (JP) adalah jarak pandang ke depan untuk berhenti dengan aman bagi
pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam keadaan biasa.
Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk mencapai perubahan
kemiringan melintang normal sampai dengan kemiringan penuh.
Jalur adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh kendaraan bermotor (beroda 4
atau lebih) dalam satu jurusan.
Jalur Lalu lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan khusus untuk lintasan
kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih).
KAJI adakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia.
Kapasitas Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu bagian jalan
pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per jam.
Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang aman dan dapat dipertahankan di
epanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut jika kondisi yang beragam tersebut menguntungkan
dan terjaga oleh keistimewaan perencanaan jalan.
Lajur adalah bagian pada jalur lalu lintas yang ditempuh oleh satu kendaraan bermotor beroda 4 atau
lebih, dalam satu jurusan.
Lajur Pendakian adalah lajur tambahan pada bagian jalan yang mempunyai kelandaian dan panjang
tertentu untuk menampung kendaraan dengan kecepatan rendah terutama kendaraan berat.
Mobil Penumpang adalah kendaraan beroda 4 jenis sedan atau van yang berfungsi sebagai alat
angkut penumpang dengan kapasitas tempat duduk 4 sampai 6.
Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang yang digantikan tempatnya oleh
kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas dan pengawasan yang berlaku.
Strip Tepian adalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang dengan cara yang sama
seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk menjamin ruang bebas samping pada jalur.
Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang layak diperkirakan bagi arus
kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas yang seragam pada suatu jalur atau daerah manfaat
jalan selama jangka waktu yang ditetapkan dalam kondisi daerah manfaat jalan, lalu lintas,
pengawasan, dan lingkungan yang berlaku dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per jam.
Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas per jam pada jam sibuk tahun
rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung dari perkalian VLHR dengan faktor K.
Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume total yang melintasi suatu titik atau ruas
pada fasilitas jalan untuk kedua jurusan, selama satu tahun dibagi oleh jumlah hari dalam satu tahun.
Volume Lalu lintas Harian Rencana (VLHR) adalah taksiran atau prakiraan volume lalu lintas harian
untuk masa yang akan datang pada bagian jalan tertentu.
TATA CARA PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA

Maksud
Tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan
bagi perencana dalam merencanakan geometrik jalan antar kota.
Tujuan
Tujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan keseragaman dalam merencanakan geometrik jalan
antar kota, guna menghasilkan geometrik jalan yang memberikan
kelancaran, keamanan, dan kenyamanan bagi pemakai jalan.
KLASIFIKASI JALAN
1. Klasifikasi menurut fungsi jalan
Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas:
1) Jalan Arteri
2) Jalan Kolektor
3) Jalan Lokal

Jalan Arteri: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan
rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien,
Jalan Kolektor: Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi,
Jalan Lokal: Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak
dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
2. Klasifikasi menurut kelas jalan
1) Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu
lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton.
2) Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan kasifikasi menurut
fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 11.1 (Pasal 11, PP. No.43/1993).
Klasifikasi menurut medan jalan
1) Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur
tegak lurus garis kontur.
2) Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat dalam Tabel 11.2.

No. Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan


(%)

1. Datar D <3

2.
Perbukitan B 3 - 25

3.
Pegunungan G > 25

3) Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan keseragaman kondisi


medan menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil
dari segmen rencana jalan tersebut.
Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan
Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.26/1985 adalah jalan Nasional, Jalan
Propinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan Desa, dan Jalan Khusus.

KRITERIA PERENCANAAN
Kendaraan Rencana
1) Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai sebagai
acuan dalam perencanaan geometrik.
2) Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori:
(1) Kendaraan Kecil, diwakili oleh mobil penumpang;
(2) Kendaraan Sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as;
(3) Kendaraan Besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.
3) Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana ditunjukkan dalam Tabel 11.3.
Gambar 11.1 s.d. Gambar 11.3 menampilkan sketsa dimensi kendaraan rencana tersebut.
Satuan Mobil Penumpang
1) SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana mobil
Penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
2) SMP untuk jenis jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat dilihat dalam
Tabel II.4. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku Manual Kapasitas Jalan Indonesia

Tabel II.4.Ekivalen Mobil Penumpang (emp)

No. Jenis Kendaraan Datar/ Pegunungan


Perbukitan

1. Sedan, Jeep, Station Wagon. 1,0 1,0

2. Pick-Up, Bus Kecil, Truck Kecil. 1,2-2,4 1,9-3,5


3. Bus dan Truck Besar 1,2-5,0 2,2-6,0

Volume Lalu Lintas Rencana


1) Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas harian pada akhir
tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari.
2) Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu
lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan rumus:
K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan
F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam dalam
satu jam.

3) VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya yang
diperlukan.
4) Tabel II.5 menyajikan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR-nya.
Kecepatan Rencana
1) Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih sebagai
dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak
dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan
pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
2) VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel II.6.
3) Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa
penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.
BAGIAN BAGIAN JALAN
1 Daerah Manfaat Jalan
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) dibatasi oleh (lihat Gambar) :

2 Daerah Milik Jalan


Ruang Daerah Milik Jalan (Damija) dibatasi oleh lebar yang sama dengan Damaja ditambah
ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan kedalaman 1.5 meter
3 Daerah Pengawasan Jalan
1) Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang jalan di luar Damaja yang
dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan sebagai berikut Gambar jalan Arteri
minimum 20 meter, jalan Kolektor minimum 15 meter, jalan Lokal minimum 10 meter.
2) Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan oleh jarak pandang
bebas.

PENAMPANG MELINTANG
1. Komposisi Penampang Melintang
Penampang melintang jalan terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut (Gambar) Jalur lalu lintas;
Median dan jalur tepian (kalau ada); Bahu; Jalur pejalan kaki; Selokan; dan Lereng
2. Jalur Lalu Lintas
1) Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan yang secara fisik berupa
perkerasan jalan. Batas jalur lalu lintas dapat berupa : Median; Bahu; Trotoar; Pulau jalan; dan Separator.
2) Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa lajur.
3) Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa tipe

1 jalur-2 lajur-2 arah (2/2 TB)


I jalur-2 lajur- l arah (2/1 TB)
2 jalur-4 1ajur-2 arah (4/2 B)
2 jalur-n lajur-2 arah (n 12 B),
di mana n = jumlah lajur. Keterangan: TB = tidak terbagi. B= terbagi

4) Lebar Jalur
1. Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya. Tabel menunjukkan lebar jalur dan
bahu jalan sesuai VLHR-nya.
2. Lebar jalur minimum adalah 4.5 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil saling berpapasan. Papasan dua

kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat menggunakan bahu jalan.


Tabel .Penentuan Lebar Jalur dan Bahu jalan.

ARTERI KOLEKTOR LOKAL


VLHR
Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum
(smp/hari)
Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar
Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu Jalur Bahu
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)

<3.000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0

3.000- 7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0
10.000

10.001- 7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 **) **) - - - -


25.000

>25.000 2nx3,5*) 2,5 2x7,0*) 20 2nx3,5*) 2,0 **) **) - - - -

Keterangan: **)= Mengacu pada persyaratan ideal


*) = 2 jalur terbagi, masing – masing n x 3, 5m, di mana n= Jumlah lajur per jalur
- = Tidak ditentukan

16
3. Lajur
1) Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur jalan, memiliki
lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana.
2) Lebar lajur tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, yang dalam hal ini dinyatakan
dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam Tabel 11.8.
3) Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI berdasarkan tingkat kinerja yang
direncanakan, di mana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai rasio antara volume
terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0.80.
4) Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pada alinemen lurus memerlukan
kemiringan melintang normal sebagai berikut (lihat Gambar):
(1) 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton;
(2) 4-5% untuk perkerasan kerikil
4. Bahu jalan
1) Bahu Jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan harus diperkeras .
2) Fungsi bahu jalan adalah sebagai berikut:
(1) lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan atau tempat parkir darurat;
(2) ruang bebas samping bagi lalu lintas; dan
(3) penyangga sampai untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.
3) Kemiringan bahu jalan normal antara 3 - 5%.
4) lebar bahu jalan dapat dilihat dalam Tabel 11.7.
5. M e d i a n
1) Median adalah bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu lintas yang
berlawanan arah.
2) Fungsi median adalah untuk:
(1) memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah;
(2) uang lapak tunggu penyeberang jalan;
(3) penempatan fasilitas jalan;
(4) tempat prasarana kerja sementara;
(5) penghijauan;
(6) tempat berhenti darurat (jika cukup luas);
(7) cadangan lajur (jika cukup luas); dan
(8) mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan.
3) Jalan 2 arah dengan 4 lajur atau lebih perlu dilengkapi median.
4) Median dapat dibedakan atas (lihat Gambar)
(1) Median direndahkan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang direndahkan.
(2) Median ditinggikan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang ditinggikan.
5) Lebar minimum median terdiri atas jalur tepian selebar 0,25-0,50 meter dan bangunan pemisah jalur,
ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 11.9.
6) Perencanaan median yang lebih rinci mengacu pada Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan
Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Maret 1992.
6 Fasilitas Pejalan Kaki
1) Fasilitas pejalan kaki berfungsi memisahkan pejalan kaki dari jalur lalu lintas kendaraan guna
menjamin keselamatan pejalan kaki dan kelancaran lalu lintas.
2) Jika fasilitas pejalan kaki diperlukan maka perencanaannya mengacu kepada Standar .
Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Maret 1992
Lampiran .

Anda mungkin juga menyukai