Anda di halaman 1dari 10

PENINGKATAN PERILAKU CINTA BUDAYA BANGSA

MELALUI MEDIA WAYANG PADA ANAK KELOMPOK A


DI TK NASRUL UMMAH PRIGEN
Sulis Priyatin1)
Mintorowati 2)
Arwendis Wijayanti3)
1)
Mahasiswa Program Studi PGPAUD, FKIP Universitas Terbuka
2)
Dosen Mata Kuliah PKP Program Studi PGPAUD, FKIP Universitas Terbuka
3)
Dosen Mata KuliahKarya Ilmiah Program Studi PGPAUD, FKIP Universitas Terbuka

sulispriyatiin@gmail.com

Abstrak : Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk meningkatkan


perilaku cinta budaya bangsa melalui media wayang pada anak kelompok A
di TK Nasrul Ummah Prigen. Hal ini dilakukan karena pada era millenial
ini, berbagai budaya asing dengan mudah masuk ke Indonesia melalui
internet. Tidak ada larangan untuk menyukai dan mempelajari budaya asing,
namun sebagai generasi penerus bangsa diharapkan anak usia dini mampu
melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia misalnya wayang. Penelitian
dilaksanakan menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan
instrumen penilaian berupa lembar observasi dan dokumentasi. Adapun hasil
penelitian menunjukkan perilaku cinta budaya bangsa bisa ditingkatkan
melalui kegiatan mengenal budaya daerah menggunakan media wayang.
Pemilihan media harus sebaik mungkin, untuk menarik perhatian anak dan
mencapai keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran. Dapat disimpulkan
bahwa pemilihan media yang tepat dapat meningkatkan perilaku cinta
budaya bangsa. Yang mana, pada siklus I mencapai 50 % dan pada siklus II
mencapai 78,30 %. Sedangkan keaktifan anak pada siklus I hanya 45 % dan
meningkat hingga 95 % pada siklus II.
Kata Kunci : Anak Usia Dini, Cinta Budaya Bangsa, Wayang
Abstract : The purpose of this research was to increase the behavior
of loving the nation's culture through wayang media in group A
children at Nasrul Ummah Prigen Kindergarten. This is done because
in this millennial era, various foreign cultures easily enter Indonesia
via the internet. There is no prohibition to like and study foreign
cultures, but as the next generation, it is hoped that early childhood is
able to preserve the culture that exists in Indonesia, for example
wayang. The research was carried out using qualitative methods using
assessment instruments in the form of observation sheets and
documentation. The results of the study show that the behavior of
loving the nation's culture can be increased through activities to get to
know local culture using wayang media. This media selection should
be as good as possible, to attract children's attention and achieve
success in learning activities. It can be concluded that choosing the
right media can increase the behavior of loving the nation's culture.
Which, in cycle I reached 50% and in cycle II reached 78.30%.
Meanwhile, the activity of children in cycle I was only 45% and
increased to 95% in cycle II.
Keywords : Early Childhood, Love for Nation's Culture, Wayang

PENDAHULUAN
Undang-Undang Perlindungan Anak (UU RI No. 32 Tahun 2002) Bab I
Pasal 1 menyebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang telah berumur 18
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sementara itu, dalam Pasal
20 1 Ayat 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, anak usia dini adalah
kelompok usia 0 sampai dengan 6 tahun yang dijelaskan dalam penjelasan bahwa
pendidikan anak usia dini adalah pengasuhan anak sejak lahir hingga dewasa. dari
enam pemberian insentif pendidikan yang ditujukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak siap melanjutkan pendidikannya
(Sisdiknas, 2003). Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), anak usia
dini adalah anak yang berusia 0 sampai dengan 6 tahun, baik yang mendapat
layanan dari lembaga pendidikan anak usia dini maupun tidak. Yuliani Sujiono
(2014) beranggapan bahwa anak usia dini adalah anak yang baru lahir sampai
dengan usia 6 tahun. Usia ini menentukan pembentukan karakter dan kepribadian
anak serta kemampuan intelektualnya. Menurut National Association for the
Education of Young Children (NAEYC),.
Menurut Miller (2005) para ahli pendidikan mempunyai pandangan tiga
aspek pendidikan yaitu intelektual, emosional, fisik, sosial, estetika dan spiritual.
Pendidikan karakter menjadi agenda yang sangat diprioritaskan dalam
pembangunan nasional dan ditegaskan dalam fungsi dan tujuan pendidikan
nasional. Daryanto (2013) mengatakan bahwa untuk membentuk bangsa yang
tangguh, berdaya saing, berakhlak mulia, bermoral, toleran, gotong royong,
bertaqwa, berkembang secara dinamis, berwawasan iptek, yang dijiwai oleh iman
dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pancasila. Pendidikan dan kebudayaan
saling berkaitan. Pendidikan mengalami perubahan sesuai perkembangan
kebudayaan. Hal ini dikarenakan pendidikan memiliki sifat reflektif (proses
transfer nilai - nilai kebudayaan) dan progresif (Pembangunan berubah sesuai
dengan kebutuhan perkembangan kebudayaan). Kedua karakteristik ini saling
terkait satu sama lain. Karena pendidikan dapat membentuk manusia yang
beradab dan dengan berbudaya seseorang dapat hidup sesuai dengan aturan atau
standar sebagai pedoman dalam kehidupan. Tugas pendidikan seni adalah (1)
pengenalan; membudayakan dan mengembangkan unsur-unsur budaya, (2)
mengembangkan kesempatan bagi peserta didik untuk berkembang menjadi
pribadi yang berakhlak mulia; (3) perbaikan; Memantapkan karya pendidikan
nasional, bertanggung jawab mengembangkan potensi peserta didik yang lebih
bernilai, (4) menyaring budaya negara sendiri dan nilai-nilai budaya asing serta
budaya yang bertentangan dengan nilai karakter bangsa, (5) menumbuhkan jiwa
budaya. Tujuan pendidikan seni adalah (1) mengembangkan hati / kesadaran /
potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki
nilai budaya dan karakter bangsa, (2) mengembangkan kebiasaan dan sikap
peserta didik yang terpuji dan manusiawi. berpegang pada nilai-nilai universal dan
tradisi budaya religius, (3) menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab
peserta didik sebagai generasi penerus bangsa, (4) mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berjiwa nasionalis, (5)
yang mengembangkan yang hidup. mengubah lingkungan sekolah menjadi
lingkungan belajar yang aman; Jujur; penuh kreativitas dan persahabatan serta
rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (kualitas). Pendidikan dapat
dilihat sebagai alat untuk menanamkan nilai-nilai kepercayaan yang mempersulit
generasi muda untuk mempengaruhi perilaku (Wijana D Widarmi, 2013: 1.13).
UUD 1945 (sebelum amandemen) menggunakan dua istilah untuk
mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan
bangsa merupakan kebudayaan lama dan asli yang menjadi puncak di daerah
seluruh Indonesia. Sedangkan kebudayaan nasional merupakan kebudayaan
bangsa yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Kebudayaan
nasional menurut TAPMPR No.II tahun 1998, berbunyi Kebudayaan nasional
yang berlandaskan pancasila mewujudkan cipta, karsa, dan karsa bangsa
Indonesia, serta upaya total bangsa Indonesia untuk mengembangkan harkat dan
martabat manusia sebagai bangsa, serta bertujuan untuk mewujudkan visi dan
makna pembangunan nasional dalam segala bidang kehidupan bangsa.
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak
Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya, Semarang: P&K,
199). Dalam pandangan Ki Hadjar Dewantara, kebudayaan nasional adalah
puncak dari kebudayaan daerah . Maksud dari kutipan tersebut adalah kesatuan
dan persatuan lebih dirasakan daripada perbedaan yang diwujudkan dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Koentjaraningrat mendefinisikan
kebudayaan nasional sebagai sesuatu yang khas dan bermutu dari suku bangsa
manapun yang bisa mengidentifikasikan diri dan membanggakan. Putri,A.S
(2020) mengatakan budaya Indonesia merupakan keseluruhan dari budaya
nasional, budaya lokal, dan budaya asing yang ada di Indonesia sebelum
kemerdekaan. Indonesia memiliki beragam suku dan budaya seperti tari, pakaian
dan rumah adat. Keberagaman budaya yang terdapat dalam bentuk filsafat hidup
bangsa (Pancasila) menjadi jati diri nasional, jiwa bangsa, asas spiritual negara
dan sumber harapan nasional serta integritas dan identitas nasional dalam satu
ikatan Bhineka Tunggal Ika (Berbeda – beda tetapi tetap satu jua) dengan rasa
cinta pada tanah air. Menurut Syam, N (2008 : 3) menyatakan bahwa Ideologi
Pancasila memiliki nilai keunggulan yang menjadi landasan dasar dalam
berkehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pada saat ini, kita berada diera millenial. Yang mana banyak sekali budaya
luar yang masuk ke Indonesia. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk
menumbuhkan rasa cinta budaya bangsa pada anak usia dini. Terlebih pada masa
golden age, anak mudah menerima dan menyerap ilmu pengetahuan, penanaman
karakter, serta pendalaman akhlak spiritual. Salah satunya dengan mengenalkan
kearifan budaya lokal yang telah ada sejak zaman nenek moyang, menanamkan
toleransi atau menghargai adanya perbedaan dengan orang lain, menanamkan
sikap jujur dn tanggung jawab, membentuk kemandirian anak, dan memberi
contoh untuk saling menghargai. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
mengenalkan budaya bangsa pada anak usia dini yaitu wayang dengan mengkaji
nilai – nilai karakter yang terkandung pada tokoh – tokoh wayang. Kearifan lokal
sebagian besar masih dibentuk oleh nilai-nilai konvensional, seperti bagaimana
suatu kelompok sosial mengimplementasikan prinsip-prinsip perlindungan,
pengelolaan, dan pemanfaatan sumber daya alam. Bahkan, pembentukan kearifan
lokal yang mencerminkan sistem pengetahuan berdasarkan nilai-nilai budaya di
berbagai daerah di Indonesia sebagian besar telah hilang dari ingatan
masyarakat. Selain untuk mengenalkan wayang, kegiatan ini juga dilakukan untuk
menumbuhkan perilaku cinta budaya bangsa melalui kegiatan bercerita
menggunakan media wayang. Anak mempelajari norma, nilai kehidupan dan
budaya dari lingkungan sekitar. Anak belajar dari apa yang dilihat, didengar,
dirasakan. Untuk menanamkan nilai kehidupan dan kebudayaan pada anak usia
dini, bisa dilakukan menggunakan metode demonstrasi atau pemberian contoh.
Pemberian contoh mudah dilakukan dengan bercerita. Bercerita adalah suatu
kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menyampaikan suatu pesan atau
informasi atau pun dongeng belaka yang bisa dilakukan secara lisan maupun
tertulis. Cara penyampaian cerita tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
alat peraga atau tanpa alat peraga. Bercerita pada anak usia dini, bisa dilakukan
dengan menggunakan berbagai media seperti boneka atau buku cerita. Namun,
peneliti mencoba sesuatu yang berbeda yaitu bercerita menggunakan media
wayang. Alasan memilih wayang sebagai media adalah untuk mengenalkan
budaya bangsa Indonesia terutama yang berasal dari Jawa. Saat ini, wayang sudah
sangat jarang ditemui. Anak bahkan mungkin tidak mengenal apa itu wayang.
Bagi anak, kemungkinan wayang hanyalah sebuah gambar atau hiasan tidak
bermakna yang biasa dipajang di dinding. Selain memperkenalkan wayang
sebagai kebudayaan bangsa, peneliti juga mengenalkan beberapa tokoh
pewayangan yang familiar dan mudah diingat oleh anak seperti pandhawa dan
punakawan. Dengan mengenalkan nama dan sifat wayang anak diharapkan mau
meneladani sifat terpuji yang dimiliki tokoh pewayangan. Keunikan wayang juga
mampu menarik perhatian anak untuk mempelajari dan mengenal beberapa hal
tentang wayang, sehingga anak bangga memiliki budaya yang sangat unik seperti
wayang.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di TK Nasrul Ummah, yang beralamat di Jl. Trawas,
Dusun Sumberejo, Desa Lumbangrejo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.
Penelitian dilakukan terhadap kelompok A dengan jumlah peserta didik 15 anak,
terdiri dari 6 anak perempuan dan 9 anak laki – laki. Penelitian dilakukan
sebanyak 2 siklus. Siklus pertama dilakukan yaitu pada tanggal 02 – 06 Mei 2023
dengan tema “Tanah Airku”, Sub tema “Budaya Bangsa”, Sub subtema Wayang
Pandhawa. Sedangkan siklus II dilakukan tanggal 08 Mei 2023 – 12 Mei 2023.
Tema dan subtema yang digunakan tetap, hanya sub sub temanya yang berganti
menjadi Wayang Punakawan. Penelitian dilakukan karena anak usia dini
khususnya kelompok A di TK Nasrul Ummah terlihat kurang tertarik dengan
budaya Indonesia. Perkembangan zaman dikhawatirkan dapat memudarkan
kebudayaan Indonesia. Selain itu, anak usia dini menjadi generasi penerus bangsa.
Jika anak usia dini tidak mengenal dan mencintai budayannya, siapa yang akan
menjaga kelestarian budaya Indonesia dimasa depan. Terutama budaya wayang
yang berasal dari daerah Jawa Timur. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan
demonstrasi (pemberian contoh). Hal ini mengarah dalam kegiatan observasi
(pengamatan) paada anak yaitu dengan anak melihat, memperhatikan, merekam
dan mengingat apa yamg dilihat selanjutnya, anak mempraktekkan apa yang telah
dilakukan guru. Kegiatan yang dilakukan anak selanjutnya diteliti oleh guru.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan teknik
pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan dokumentasi untuk
mendapatkan informasi yang akurat mengenai perilaku cinta budaya bangsa
melalui media wayang di kelompok A TK Nasrul Ummah. Lembar observasi
dilakukan dengan mengamati, mencatat, dan mengumpulkan informasi yang
diperlukan. Pendokumentasian dilakukan melalui pengambilan gambar pada saat
anak mengikuti kegiatan pembelajaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini, peneliti memutuskan untuk menggunakan wayang
pandhawa dan wayang punakawan. Wayang pandhawa adalah tokoh lima
bersaudara dari tokoh mahabharata yang terdiri dari Yudhistira, Bhima, Arjuna,
Nakula dan Sadewa. Yudhistira adalah tokoh yang sangat bijaksana, jujur,
bermoral dan pemaaf. Bhima digambarkan sebagai sosok yang kuat, tangguh, dan
menakutkan di mata musuh, namun ia memiliki hati yang sangat lembut. Arjuna
memiliki akhlak yang mulia, semangat juamh, berjiwa ksatria, mempunyai iman
yang kuat, dan pemberani. Nakula memiliki karakter jujur, setia, patuh pada
orang tua, bisa menjaga rahasia, dan ingin membalas budi. Sadewa digambarkan
sebagai ahli astronomi. Dia memiliki karakter pekerja keras, cerdas, rajin,
bijaksana, setia, patuh pada orang tua, dapat menjaga rahasia, dan suka membalas
budi. Sedangkan Punakawan berarti teman atau sahabat (pamong) yang cerdas,
dapat diandalkan dan berwawasan luas dengan pengamatan yang tajam dan
cermat. Punakawan hanya ada dalam wayang Jawa. Punakawan yang
membedakan mahabharata India dan mahahbarata Jawa. Punakawan sendiri terdiri
dari 4 karakter, yaitu Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Semar digambarkan
memiliki tubuh yang bulat dan gemuk, wajah yang bulat, mata berair, tangan
kanan yang tajam, tangan kiri yang terkepal, dan kaki yang pendek. Semar
melambangkan tujuan (kemauan) yang mulia, sehingga ia tidak pernah mau
mengikuti atau melayani orang yang berbuat jahat. Petruk adalah sosok yang
suka menolong, dan selalu memberikan kasih sayang terhadap sesama. Semar
penuh toleransi, suka menolong, dan mempunyai sifat menyendiri, sok suci rame
ing gawe (pekerja keras dan tidak jauh dari aji mumpung). Bagong
melambangkan bahwa seseorang harus memiliki hati yang gembira, hati yang
hidup, dinamis, dan optimis.
Siklus I dilaksanakan selama 5 hari yaitu pada Selasa, 02 Mei 2023 sampai
Kamis, 05 Mei 2023. Pada siklus I, tema yang digunakan adalah “Tanah Airku”,
sub tema “Budaya Bangsa” , Sub - subtema Wayang Pandawa. Diketahui wayang
Pandawa adalah lima wayang yang bersaudara. Maka,pada siklus ini, membahas
masing – masing tokoh wayang disetiap harinya. Pada siklus I, anak belum
terlalu tertarik pada wayang, suasana kelas juga kurang kondusif. Nama tokoh
pandawa sulit untuk diingat anak usia dini. Media yang digunakan untuk
menunjukkan wayang terlalu kecil, sehimgga perhatian anak kurang terpusat. Saat
kegiatan inti, anak masih sering berteriak dan memanggil guru untuk meminta
bantuan. Kelebihan pada siklus I, anak mau menirukan nama tokoh wayang
pandawa meskipun mengalami kesulitan, anak mau mengikuti kegiatan bersama
dan menyelesaikan kegiatan meskipun mengalami kesulitan dengan bantuan guru
atau peneliti. Kekurangan pada siklus I, suasana kelas yang kurang kondusif
karena media yang digunakan terlalu kecil sehingga perhatian anak kurang
terpusat. Hal ini, membuat anak sibuk dengan kegiatannya sendiri. Maka, peneliti
akan memperbaiki media yang digunakan agar lebih menarik perhatian siswa pada
siklus II. Siklus II dilaksanakan selama 5 hari yaitu pada Senin, 08 Mei 2023
sampai 12 Mei 2023. Pada siklus II, tema yang digunakan adalah “Tanah Airku”,
sub tema “Budaya Bangsa” , Sub - subtema Wayang Punakawan. Diketahui
wayang Punakawan adalah empat wayang yang bersahabt terdiri dari Semar,
Bagong, Gareng, dan Petruk.Pada siklus II ini, peneliti menggunakan media
wayang yang berukuran lebih besar dari sebelumnya. Peneliti peneliti bercerita
dan mengenalkan tokoh punakawan menggunakan media wayang buto. Wayang
ini dibuat dari kertas karton. Anak sangat tertarik dengan wayang - wayangan
yang berukuran lebih besar ini. Mereka meminta bersalaman dengan wayang –
wayangan tersebut. Ada yang berpura – pura takut dengan wayang, ada juga yang
sengaja memanggil wayang dengan nama yang salah. Kelebihan pada siklus II ini,
anak suah tertarik dengan wayang. Mereka sudah mulai aktif bermain dengan
menggunakan media wayang. Nama tokoh punakawan juga mudah diingat dan
dihafal oleh anak. Anak juga sudah dengan mandiri memilih kegiatan yang
disukainya. Kekurangan yang masih nampak adalah ketidakmampuan peneliti
untuk menampilkan wayang asli yang terbuat dari kulit. Hal ini, karena harga
wayang asli yang cukup mahal dan keberadaannya yang tidak semua orang bisa
memiliki. Berikut ini adalah perbandingan siklus I dan siklus II.

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Keaktifan Anak Peningkatan Perilaku Cinta
Budya
Siklus I
Siklus I 45% 50% Siklus II
Siklus II 95% 78,30%
KESIMPULAN
Berdasarkan perbaikan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
peningkatan perilaku cinta budaya anak yang dilakukan melalui media wayang
pada siklus I belum sesuai dengan hasil yang diharapkan. Penggunaan media yang
terlalu kecil, kurang menarik perhatian anak sehingga suasana kelas kurang
kondusif karena anak sibuk dengan kegiatannya sendiri. Sehingga, berbagai
informasi terkait budaya wayang tidak tersampaikan secara baik serta
mengakibatkan anak mengalami banyak kesulitan meskipun sudah dilakukan
demonstrasi sebelum pelaksanaan kegiatan inti. Pada siklus I, keaktifam anak
mencapai 45 %, sedangkan peningkatan jati diri anak mencapai 50 %. Pada siklus
II, peneliti menggunakan media yang lebih menarik yaitu wayang yang berukuran
besar. Hal ini mampu menarik perhatian anak, sehingga fokus anak terpusat pada
wayang. Sehingga guru bisa memberikan berbagai informasi dengan mudah
karena fokus anak sudah terpusat. Anak dengan mandiri, memilih kegiatan yang
disukai dan melakukan kegiatan inti yang telah di demonstrasikan. Pada siklus II,
keaktifan anak mencapai 95 %, sedangkan peningkatan jati diri meningkat hingga
78,30 %.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, E (2020). Metode Belajar Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana
Aminullah,M (2022). Hubungan Pendidikan Dan Kebudayaan. Dikutip
dari : https://thesiscommons.org/u5neh/
Ardhana, S.E (2018, Januari). Ki Hadjar Dewantara Tentang Kebudayaan
Nasional (1): Kebudayaan Itu Sifat Wutuhnya Bangsa. Warta
Kebangsaan Nusantara & Dunia by Paguyuban Wartawan Sepuh.
Dikutip dari https://www.perwara.com/2018/kebudayaan-itu-sifat-
wutuhnya-bangsa/
Darusman, Yus (2021). Model Pewarisan Budaya Melalui Pendidikan
Informal (Pendidikan Tradisional) Pada Masyarakat Pengrajin Kayu.
Madiun : CV. Bayfa Cendekia Indonesia
Hakim,L.A., Handini,O., Supeni,S. (2022). Strategi Pengembangan Sekolah
Ramah Anak (SRA) Melalui Pendidikan Karakter Berbasis B
udaya Daerah. Surakarta : UNISRI Press
Kongres Kebudayaan (1991). Konggres Kebudayaan 1991: Kebudayaan
Nasional : Kini dan pada Masa Depan. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional Proyek Penelitian Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai
Budaya
Normina. (2017). Pendidikan Dalam Kebudayaan. Ittihad Jurnal Kopertais
Wilayah XI Kalimantan 15 (28) 21-26
Putra,Y.D. (2022,Agustus). Catatan Tanpa Kertas : Cara Merefleksikan
Nasionalisme Pada Anak Usia Dini. Dikutip dari
http://yd.blog.um.ac.id/cara-refleksikan-nasionalisme-pada-anak-
usia-dini/
Putri, A.S. (2020,September). Keragaman Etnik dan Budaya Indonesia.
Dikutipdarihttps://www.kompas.com/skola/read/2020/06/19/16000
0569/keragaman-etnik-dan-budaya-indonesia . Kompas.com.
Rahmawati, Y (2012). Pengenalan Budaya Melalui Bercerita Untuk
Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak.1(1)72-78
Setyowati, A., Margianto, Heru. (2019) "Pentingnya Kebudayaan sebagai
Pondasi Karakter Bangsa". Dikutip dari
https://nasional.kompas.com/read/2019/
12/24/06360051/pentingnya-kebudayaan-sebagai-pondasi-
karakterbangsa Kompas.com.
Universitas Islam Indonesia. (2020). Budaya Sebagai Pondasi Jati Diri
Bangsa. Dikutip dari https://www.uii.ac.id/budaya-sebagai-
pondasi-jati-diri-bangsa/
Widodo, H. (2021). Pendidikan Holistik Berbasis Budaya Sekolah.
Yogyakarta : UAD Press
Wiyono, S. (Tanpa Tahun). Empat Pilar Kehidupan Berbangsa Dan
Bernegara Sebagai Panduan Dalam Mewujudkan Masyarakat
Adil Dan Makmur Berdasarkan Pancasila.Jurnal Ilmiah.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan 15(1)37- 52

Anda mungkin juga menyukai