Dedy susanto
UIN Walisongo Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
dedyssosi@gmail.com
abstrak
Abstract
a. Pendahuluan
Terapi ruqyah terhadap pasien selain untuk memberikan
motivasi, pelaksanaan terapi ruqyah tersebut juga sekaligus sebagai
sarana dakwah Islam. Hal tersebut secara teoritik merupakan ajakan
kepada orang-orang (individu, kelompok, masyarakat, bangsa) ke
jalan Allah (QS al-Nahl (16); 125) atau untuk berbuat kebaikan dan
menghindari keburukan (QS Ali Imran (3); 104). Dakwah Islam
merupakan proses transformasi ajaran dan nilai-nilai Islam ke dalam
masyarakat sebagai sasarannya sehingga diharapkan terjadi perubahan
positif. Dakwah dalam pengertian tersebut, sebagai upaya pendorong
terjadinya perubahan pikiran, perasaaan, dan kehendak. Dalam term al
Qur’an adalah amar ma’ruf, nahi munkar dan tu’minu billah (Ali Imran
: 110), yaitu segala kegiatan yang bertujuan untuk mengelola kegiatan
hidup dan kehidupan manusia agar mengerjakan yang positif, dan
meninggalkan berbagai perbuatan yang membawa dampak negatif,
B. Pembahasan
1. Pasien Penderita kesurupan akibat gangguan Jin
Kesurupan (Arab: al-shor’u) merupakan sejenis penyakit yang
dialami oleh seseorang yang diringi dengan ketegangan pada seluruh
anggota tubuh, bahkan tidak jarang menyebabkan pingsan, layaknya
penderita epilepsi (ad-Dimasyqi, 2005: 234). Menurut Izzudin Tauiq,
gangguan kesurupan merupakan bentuk kendali jin atas diri manusia
dan pengaruhnya pada akal pikiran, daya indra, dan fungsi organ tubuh
dengan beragam cara. Terkadang bisa berupa kelumpuhan beberapa
anggota badan atau ketidaknormalan sebagian darinya. Pengaruh
kesurupan ini bisa terjadi secara totalitas seolah-olah jin benar-benar
menghilangkan kesadaran ataupun parsial yang hanya menimpa
sebagian anggota tubuh saja, seperti tangan, kaki, ataupun ucapannya
saja (Tauiq, 2006: 545).
Dalam dunia psikiatri, kondisi orang kesurupan dibagi menjadi
dua. Pertama, munculnya keyakinan akan adanya kekuatan lain yang
menguasai diri seseorang. Gejala seperti ini merupakan bagian dari
terbelahnya isi pikiran yang merupakan ciri dari penderita skizofrenia.
Bentuk keyakinan seperti ini disebut waham. Kedua, orang yang
kesurupan mengalami metamorfosis total, ia menganggap dirinya
bersama dengan orang lain atau benda tertentu (Maramis, 2004: 418).
Gejala seperti ini sering terlihat pada orang yang mengalami
gangguan dissosiasi. Jika pemicunya adalah konlik atau stres psikologis,
keadaan ini disebut dengan reaksi dissosiasi yang merupakan sub-jenis
dalam neorosa histerik. Dissosiasi yang didasarkan pada kepercayaan
atau kebudayaan tertentu disebut dengan kesurupan. Gejala yang
menonjol yang berhubungan dengan gangguan kesurupan adalah
adanya psikotik pada penderita epilepsi. Gejala psikotik didahului
oleh perkembangan perubahan kepribadian yang berhubungan dengan
aktivitas otak epilepsi (Kaplan, 1997: 546).
Kesurupan dalam stereotip masyarakat terjadi dalam dua tahap,
yaitu: a) orang yang kesurupan merasa di dalam dirinya ada kekuatan
lain yang berdiri sendiri di samping “aku”-nya dan dapat menguasainya,
ada pasien mengorok itu artinya jin berbentuk babi, dan ketika pasien
mencakar-cakar dan menggaruk-garuk, jin tersebut berbentuk monyet,
dan pasien yang dalam proses terapi ruqyah meronta-ronta kesakitan
dan mengalami muntah-muntah. Ustadz Adi juga menjelaskan bahwa
jin keluar seiring dengan muntahan pasien. Banyak pasien yang mengaku
bahwa dirinya dapat merasakan tubuhnya bergetar dan mengetahui
pergerakan jin di dalam dirinya. Juga ada pasien yang mengungkapkan
bahwa dirinya dapat merasakan ada sesuatu yang bergerak dari kaki
menuju ke atas. Menurut Ustadz Adi, pasien tersebut telah mampu
melawan kekuatan jin sehingga kesadarannya tidak hilang dan si pasien
sadar apa saja yang terjadi saat diruqyah. Pada ruqyah sebelumnya
pasien tersebut tidak dapat melawan sehingga ia kehilangan kesadaran
(Wawancara dengan Ustadz Adi, 11-1-2013).
Dalam Islam, mengakui secara pasti eksistensi dan fenomena
gangguan jin tersebut, sudah ada tuntunannya yang shahih dari
Rasulullah SAW mengenai cara-cara menanggulanginya baik yang
terjadi pada lingkungan tempat tinggal manusia (rumah) maupun
gangguan yang terjadi pada diri manusia (gejala kesurupan). Tuntunan
yang dimaksud adalah berupa pembacaan tertentu dari ayat-ayat al-
Qur’an dan do’a-do’a dari as-Sunnah. Praktik inilah yang disebut dengan
ruqyah, yakni praktik penyembuhan dari gangguan jin. Satu hal penting
lainnya yang perlu digarisbawahi bahwa terapi ruqyah yang dipraktikkan
selama ini umumnya masih bersifat normatif; ia belum dikembangkan
sebagai ilmu yang obyektif dengan pertanggungjawaban ontologis,
epistimologis dan metodologis yang koheren dan sistematis. Dalam
perkembangan ke depan, terapi ruqyah tentunya perlu dikembangkan
menjadi ilmu yang empiris dan obyektif melalui gerakan yang disebut
oleh kuntowijoyo sebagai pengilmuan Islam (bukan Islamisasi
pengetahuan) (Kuntowijoyo, 2004: 51). Sebab, hanya dengan demikian
terapi ruqyah bisa milik kemanusiaan universal, sebagai ilmu dari orang
beriman untuk seluruh manusia dan dengan begitu menjadi rahmatan
lil ‘alamin.
3. implementasi Dakwah melalui Psikoterapi Ruqyah
Menurut Lewis R.Wolberg.Mo (1997: 213) dalam bukunya
yang berjudul he Technique of Psychotheraphy mengatakan
bahwa:“Psikoterapi adalah perawatan dengan menggunakan alat-alat
psikologis terhadap permasalahan yang berasal dari kehidupan emosional
C. simpulan
Pengaruh terapi ruqyah terhadap perubahan perilaku penderita
dapat digolongkan sebagai psikoterapi Islam. Dalam praktiknya, ruqyah
menggunakan ayat-ayat al-Qur’an. Dari sini ada asumsi bahwa ayat
al-Qur’an memiliki energi yang dapat memberikan efek psikoterapi
terhadap penderita yang mengalami gangguan kesehatan mental akibat
kesurupan. Psikoterapi diartikan sebagai penerapan teknik khusus pada
penyembuhan penyakit mental atau pada kesulitan penyesuaian diri
setiap hari, lebih longgar lagi, psikoterapi dapat mencakup pula suatu
DaFTaR PusTaA