Anda di halaman 1dari 8

e-ISSN 2656-7709

AGROFOOD Vol. 3 No. 1, Maret 2021


Jurnal Pertanian dan Pangan

PEMBERIAN DEKOMPOSER JAMUR Trichoderma sp. TERHADAP


PEMBUATAN TRIKOMPOS BATANG PISANG

Emilia Farida Budi Handayani


Budidaya Tanaman Pangan, Politeknik Tonggak Equator
email: emilia.farida.handayani@gmail.com

Abstract

Banana stems contain high enough cellulose which makes it difficult to decompose so it requires the fungus
Trichoderma sp. which is able to decompose cellulose because it produces cellulose enzymes. The research
objective was to determine the decomposer dose for the fungus Trichoderma sp. in the manufacture of banana
stem tricompost. The study was conducted from July to September 2020. The study used a randomized block
design with 1 factor with 5 levels of treatment where each treatment was repeated 5 times with 0 grams, 50
grams, 100 grams, 150 grams and 150 grams of fungus decomposer Trichoderma sp. for every 10 kg of banana
stalks. The results showed that the treatment was given 150 grams of fungus decomposer Trichoderma sp.
provide significant differences in pH, temperature, color, the lowest N, P and K and C/N content of banana
stem tricompost.

Keywords: cellulose, decomposers, C/N ratio

1. PENDAHULUAN batang pisang yang efektif dalam waktu yang


Melimpahnya limbah dari sektor pertanian lebih singkat.
yang belum dimanfaatkan secara maksimal Kandungan serat di batang pisang yang
mendorong beberapa peneliti untuk cukup tinggi menyebabkan batang pisang lama
memberdayakan limbah tersebut. Batang pisang untuk dikomposkan, salah satu penyebab
salah satu limbah yang sampai saat ini belum lamanya proses pengomposan limbah batang
dimanfaatkan dengan baik. Menurut Satuhu dan pisang adalah banyaknya kandungan senyawa
Supriadi (1999) batang pisang terdiri dari air dan organik kompleks dalam limbah tersebut dan
serat yang memiliki kandungan selulosa yang yang terbesar adalah selulosa. Hogg, (2005)
cukup tinggi. Kandungan serat batang pisang dalam Chalimatus, (2013) menyatakan bahwa
yang cukup tinggi ini dimanfaatkan oleh Nurrani diperlukan mikroorganisme spesifik yang
(2012) batang pisang menjadi bahan baku berperan sebagai pendegradasi selulosa.
pembuatan papan serat. Leschine (1995) dalam Chalimatus, (2013)
Pemanfaatan limbah batang pisang sebagai menyatakan bahwa mikroorganisme spesifik
kompos merupakan salah satu alternatif yang yang diperlukan adalah mikroorganisme
telah banyak dikembangkan untuk pupuk selulolitik yang menghasilkan enzim selulose
organik. Menurut Kusumawati (2015), batang yang dapat mendaur-ulang selulosa yang dapat
pisang mengandung unsur-unsur penting yang memutuskan ikatan glikosida β 1,4 di dalam
dibutuhkan tanaman seperti nitrogen (N), fosfor selulosa. Mikroorganisme selulotik bahan
(P) dan kalium (K). Kompos yang dihasilkan organik biasanya jamur mempunyai kemampuan
dari batang pisang telah terbukti berpotensi yang lebih baik dibandingkan bakteri dalam
dalam meningkatkan kualitas tanah dan mengurai sisa-sisa tanaman seperti
produktifitas tanaman, dan kompos juga tidak hemiselulosa, selulosa dan lignin (Irianti dan
mencemari lingkungan sepanjang kondisi dan Agus, 2016).
penggunaanya dilakukan secara proporsional. Hasil penelitian Suryani et al., (2012)
Pada proses pengomposan memerlukan waktu menyatakan bahwa Trichoderma viride,
sekitar tiga bulan, sehingga memerlukan lahan Penicillium sp., Cladosporium sp. dan
luas untuk dapat mengomposkan batang pisang Aspergillus niger merupakan kandidat terbaik
dalam jumlah besar secara kontinyu. Untuk itu yang memiliki kemampuan paling tinggi dalam
perlu dikembangkan proses pengomposan mendegragasi selulosa, dimana Trichoderma
viride, dan Aspergillus niger dapat digunakan

Maret 2021 21
Emilia Farida Budi Handayani : Jurnal Pertanian dan Pangan 3 (1) : 21-28

untuk pengolahan pakan ternak dari limbah perlakuan T2 100 gram, perlakuan T3 150 gram
padat bioetanol yang tinggi kadar selulosanya. dam perlakuan T4 200 gram diaduk rata dan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dimasukkan ke dalam karung yang telah
informasi tentang dosis dekomposer jamur dilubangi dan diikat. Pada awal penelitian
Trichoderma sp. yang digunakan dalam dilakukan pengukuran C-organik, N dan rasio
pembuatan trikompos batang pisang. C/N bahan. Simpan karung di tempat yang tidak
terkena sinar matahari langsung. Suhu bahan
2. METODE diukur menggunakan termometer dan mulai
Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada hari ke 3, selanjutnya suhu
Kegiatan dilaksanakan di lahan Praktikum diukur setiap minggu dengan cara memasukkan
Progam Studi Budidaya Tanaman Pangan termoter di dalam tumpukan kompos selama
Politeknik Tonggak Equator, diJalan Perdana kurang lebih 5 menit. Bila temperatur lebih dari
Pontianak. Kegiatan dilaksanakan mulai tanggal 50 0C dilakukan pembalikan.
1 Juli sampai dengan 30 September 2020 Pengukuran pH kompos pun perlu dipantau
Rancangan Kegiatan selama proses pengomposan, pH diambil mulai
Kegiatan menggunakan Rancangan Acak hari ke 3 dan selanjutnya seminggu sekali.
Kelompok 1 faktor dengan 5 taraf perlakuan Pembalikan dilakukan untuk membuang panas
dimana setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali yang berlebihan, memasukkan udara segar ke
dengan perlakuan 0 gram (T1), 50 gram, 100 dalam tumpukan bahan, meratakan proses
gram (T2), 150 gram (T3) dan 150 gram (T4) pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan
dekomposer jamur Trichoderma sp. untuk setiap pemberian air, serta membantu penghancuran
10 kg batang pisang. bahan menjadi partikel kecil-kecil. Penyiraman
Bahan dan Alat dilakukan jika tumpukan bahan kompos terlalu
Alat yang digunakan dalam penelitian ini kering dan sebaiknya dilakukan sebelum
ialah mesin pencacah kompos, pisau/golok, pembalikan sehingga ketika dilakukan
oven, gelas ukur, ayakan, wadah dengan pembalikan, air akan tercampur dengan
kapasitas ± 2 liter, sprayer, alat penyiram sendirinya. Kadar air yang ideal selama proses
(gembor), timbangan analitik, timbangan kasar, pengomposan adalah 40-60%, dengan nilai
termometer, pH meter, gayung, pengaduk, optimum 55%. Pada akhir penelitian dilakukan
mistar, alat tulis, alat hitung (kalkulator), pengukuran suhu, pH, C/N, N,P dan K serta
seperangkat komputer, dan kamera. Bahan yang penimbangan berat akhir bahan. Trikompos
digunakan dalam penelitian ini ialah batang batang pisang sudah dianggap sudah matang
pisang yang masih segar, jamur Trihoderma sp., apabila warna sudah coklat kehitaman,
gula merah, dedak, air bebas bahan kimia, berbentuk remahan dan berbau tanah yang
karung ukuran 50 kg, sarung tangan, masker, dan selanjutnya dapat diayak.
label. Parameter yang Diamati
Cara Kerja Parameter yang diamati meliputi (1) suhu
Batang pisang dipotong-potong sebesar ± 10 kompos yang diamati setiap minggu, (2) Derajat
cm menggunakan mesin pencacah kompos. keasaman (pH) kompos yang diamati setiap
Menimbang batang pisang yang telah dicacah minggu, (3) warna trikompos (4) Kadar hara (C-
seberat 10 kg dan dicampur dengan gula merah organik, N, rasio C/N, P, dan K) bahan kompos
130 gram, dedak 600 gram, dan diberi jamur sesudah dikomposkan
Trichoderma sp. sesuai perlakuan, untuk
perlakuan T0 0 gram, perlakuan T1 50 gram,
3. HASIL DAN PEMBAHASAN bulan. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada
Sifat Fisik Trikompos Batang Pisang gambar 4.1
Pengukuran pH trikompos batang pisang
dilakukan sebanyak 5 kali yaitu pada awal
pengomposan dan setiap minggu selama satu

Maret 2021 22
Emilia Farida Budi Handayani : Jurnal Pertanian dan Pangan 3 (1) : 21-28

perombakan oleh mikroorganisme pengurai.


Proses penguraian bahan organik oleh
mikroorganisme akan akan menghasilkan asam-
asam organik dan apabila proses penguraian
telah selesai maka pH kompos akan menuju pH
netral dan pada saat itu kompos telah matang.
Semakin tinggi pH pada saat proses
pengomposan maka semakin cepat proses
penguraian bahan kompos pH akan mendekati
normal ketika proses penguraian selesai
Gambar 4.1 Perubahan nilai pH selama dekomposisi (Chalimatus, 2013).
trikompos batang pisang dengan pemberian jamur Berdasarkan hasil analisa statistik yang
Trihoderma sp. dilakukan untuk pH trikompos batang pisang
Pada gambar 4.1 terlihat bahwa nilai pH pada pengamatan hari ke 31 terdapat perbedaan
trikompos batang pisang setiap minggu selama nyata di antara perlakuan tetapi tidak terdapat
satu bulan pengomposan menunjukkan garis perbedaan nyata pada pengamatan hari ke-
lurus ke atas. Hal ini menunjukkan terjadi proses 3,10,17 dan 24 (tabel 4.1).

Tabel 4.1 pH trikompos batang pisang dengan pemberian dekomposer jamur Trichoderma sp.
pengamatan hari ke-31
Perlakuan Dosis Jamur Trichoderma Nilai pH Trikompos
sp. Batang Pisang
T0 0g 5,6b
T1 50 g 6,0b
T2 100 g 6,4a
T3 150 g 6,4a
T4 200 g 6,2ab
Keterangan: Uji lanjut (BNJ) pada taraf 5% tidak berbeda nyata apabila angka-angka pada kolom diikuti huruf
kecil yang sama

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dosis jamur lingkungan dimana ia berada sebagai akibat dari
Trichoderma sp. yang diberikan sebanyak 100 aktifitasnya. Beberapa jamur dapat ditemukan
gram dan 150 gram memberikan pH yang dalam lingkungan (tanah) asam kara dapat
tertinggi yaitu sebesar 6,4 namun tidak berbeda beradaptasi pada pH rendah. Chet dan Baker
nyata dengan dosis jamur Trichoderma sp. (1981) dalam Syahni dan Tamrin (2011)
sebanyak 200 gram yang menghasilkan pH menyatakan bahwa populasi spora Trichoderma
sebesar 6,2, tetapi berbeda nyata terhadap sp. tertinggi terjadi pada pH 5,1 yaitu 8 × 10 dan
pemberian jamur Trichoderma sp. sebanyak 50 terendah pada pH 8,1 yaitu 1 × 102. Aktivitas
gram dan 0 gram. jamur-jamur antagonis seperti Trichoderma sp.
Pada pengamatan, terjadi perubahan pH hanya terpacu pada kondisi asam. Sehingga
trikompos batang pisang selama proses perubahan pH selama proses pengomposan
pengomposan untuk setiap perlakuan, menurut batang pisang dapat disebabkan adanya aktivitas
Okalia et al., (2018), peningkatan pH kompos dari jamur Trichoderma sp.
disebabkan karena selama proses pengomposan, Pengukuran suhu dilakukan dengan
bahan kompos akan melepaskan kation-kation termometer, dilakukan pertama kali setelah
basa seperti K, Ca, Mg, dan Na dalam bentuk tumpukan berumur 3 hari. Bila temperatur lebih
tersedia. Jika asam-asam organik yang terbentuk dari 50˚C dilakukan pembalikan. Hasil
karena konsentrasi kation basa rendah maka pengukuran suhu trikompos batang pisang dapat
penigkatan pH menjadi relatif kecil. dilihat pada gambar 4.2.
Selain itu menurut Likur (2016),
mikroorganisme juga dapat merubah pH

Maret 2021 23
Emilia Farida Budi Handayani : Jurnal Pertanian dan Pangan 3 (1) : 21-28

Gambar 4.2 Perubahan nilai suhu (˚C) selama dekomposisi trikompos batang pisang dengan
pemberian jamur Trihoderma sp.
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa dalam menyebabkan suhu awal pengomposan akan
proses pengomposan batang pisang meningkat. Jika suhu bahan organik suhunya
menggunakan jamur Trihoderma sp. suhu yang tepat untuk perkembangan biakan
dihasilkan oleh semua perlakuan tidak terlalu mikroorganisme maka bahan organik akan cepat
tinggi, dimana suhu awal rendah yaitu rata-rata mengalami penguraian.
34,68˚C dan meningkat pada hari ke-17 yaitu Berdasarkan hasil analisa statistik yang
36,2˚C dan kembali turun pada hari ke 31 yaitu dilakukan untuk suhu trikompos batang pisang
32,88˚C. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan pada pengamatan hari ke 31 terdapat perbedaan
Mulyani et al., (1991) yang menyatakan yaitu nyata di antara perlakuan tetapi tidak terdapat
suhu awal kompos lebih tinggi di awal perbedaan nyata pada pengamatan hari ke-
pengomposan, dimana proses mineralisasi bahan 3,10,17 dan 24 (tabel 4.2).
organik oleh mikroorganisme tanah

Tabel 4.2 Suhu (˚C) trikompos batang pisang dengan pemberian dekomposer jamur Trichoderma
sp. pengamatan hari ke-31
Perlakuan Dosis Jamur Trichoderma sp. Nilai Suhu Trikompos Batang Pisang (ͦC)
T0 0g 31,0b
T1 50 g 33,0ab
T2 100 g 33,2ab
T3 150 g 34,6a
T4 200 g 33,4ab
Keterangan: Uji lanjut (BNJ) pada taraf 5% tidak berbeda nyata apabila angka-angka pada kolom
diikuti huruf kecil yang sama

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dosis jamur merombak bahan organik begitu pula sebaliknya
Trichoderma sp. yang diberikan sebanyak 150 (Irianti dan Agus, 2016).
gram memberikan suhu yang tertinggi yaitu Trikompos batang pisang menghasilkan
sebesar 34,6˚C namun tidak berbeda nyata suhu yang tergolong rendah, pada suhu tertinggi
dengan perlakuan dengan dosis jamur (hari ke-17), rata-rata hanya mencapai 36,2˚C
Trichoderma sp. sebanyak 200 gram, 100 gram dan bukan suhu yang ideal untuk pengomposan
dan 50 gram tetapi berbeda nyata dengan tanpa aerobik, karena menurut Yuwono (2006)
pemberian jamur Trichoderma sp. temperatur ideal untuk pengomposan aerobik
Adanya kegiatan mikroorganisme di dalam adalah 45-65˚C di mana pada pengomposan
kompos ditunjukkan terjadinya perubahan suhu secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur
selama proses penguraian bahan organik yang yang cukup kuat selama 3-5 hari pertama dan
terdapat di dalam kompos. Semakin cepat suhu temperatur kompos dapat mencapai 55-70˚C.
meningkat dan semakin tinggi suhu bahan Rendahnya suhu pengomposan trikompos
kompos maka semakin aktif mikroorganisme batang pisang dapat disebabkan oleh bahan baku
kompos yaitu batang pisang, karena Yuwono

Maret 2021 24
Emilia Farida Budi Handayani : Jurnal Pertanian dan Pangan 3 (1) : 21-28

(2006) juga menyatakan bahwa peningkatan warna yang semakin gelap dari bahan asalnya.
temperatur juga tergantung dari tipe bahan yang Hasil pengamatan warna trikompos batang
digunakan. Warna trikompos batang pisang pisang dapat dilihat pada Tabel 4.3.
selama satu bulan menunjukkan perubahan

Tabel 4.3 Warna trikompos batang pisang dengan pemberian dekomposer jamur Trichoderma sp.
Perlakuan Pengamatan Warna Hari Ke-
3 10 17 24 31
T0 Kuning Kuning Kuning Coklat gelap Coklat sangat gelap
kecoklatan kecoklatan kecoklatan kekuningan keabu-abuan
T1 Kuning Kuning Coklat sangat Coklat sangat Coklat sangat tua
kecoklatan kecoklatan gelap keabu- gelap keabu-
abuan abuan
T2 Kuning Kuning Coklat gelap Coklat sangat Coklat sangat tua
kecoklatan kecoklatan kekuningan gelap keabu-
abuan
T3 Kuning Coklat gelap Coklat sangat Coklat sangat Hitam
kecoklatan kekuningan gelap keabu- tua
abuan
T4 Kuning Coklat gelap Coklat sangat Coklat sangat Hitam
kecoklatan kekuningan gelap keabu- tua
abuan
Sumber: Hasil pengamatan, 2020
Jika dilihat dari Tabel 4.2, berdasarkan mendukung maka kompos cepat matang yang
standar SNI 19-730-2004 trikompos batang ditandai dengan kompos berwarna coklat
pisang sudah memenuhi kriteria karena menurut kehitaman. Hal ini terjadi karena penambahan
SNI kompos yang matang berwarna kehitaman mikroorganisme dapat mempercepat
dan tekstur seperti tanah, trikompos batang pematangan kompos sehingga mencapai warna
pisang yang dihasilkan sudah menunjukkan kematangan kompos yang lebih cepat pula
warna kehitaman. Menurut Setyorini et al. salah dibandingkan dengan warna kematangan
satu indikator fisik tingkat kematangan kompos kompos dari sampel lain. Kompos dikatakan
adalah warna kompos yang dihasilkan. Warna telah matang apabila kompos telah berwarna
kompos yang telah matang berbeda dengan coklat kehitaman (Indriani, 2000).
warna bahan-bahan mentahnya dan lebih Sifat Kimia Trikompos Batang Pisang
menyerupai tanah. Bahan trikompos batang pisang pada awal
Secara fisik, pada trikompos batang pisang pembuatan yang telah tercampur rata kemudian
dengan pemberian jamur Trichoderma sp. diambil sebagian untuk dilakukan analisis
sebanyak 50 gram dan 100 gram memberikan meliputi : C organik, N total, dan rasio C/N.
trikompos dengan warna coklat sangat tua, hal Hasil analisis awal bahan trikompos batang
ini terjadi karena penguraian kompos berjalan pisang dapat dilihat pada Tabel 4.4.
sedang. Sedangkan pada trikompos batang Tabel 4.4 Hasil pengujian awal trikompos batang
pisang dengan pemberian jamur Trichoderma pisang dengan pemberian dekomposer jamur
sp. sebanyak 150 gram dan 200 gram Trichoderma sp.
memberikan trikompos yang berwarna hitam, Parameter Analisis Hasil
hal ini disebabkan karena dengan meningkatnya
C-Organik % 49.88
dosis dekomposer maka akan mempercepat
proses dekomposisi batang pisang. N-Total % 1.64
Kematangan kompos sangat dipengaruhi C/N 30.41
oleh beberapa faktor selama pengomposan Sumber:Hasil analisis Laboratorium Fakultas
seperti suhu, pH, kelembaban dan jenis Pertanian Universitas Tanjungpura, 2020
mikroorganisme yang ada apabila semua faktor Berdasarkan hasil pengujian awal trikompos
batang dengan pemberian dekomposer jamur

Maret 2021 25
Emilia Farida Budi Handayani : Jurnal Pertanian dan Pangan 3 (1) : 21-28

Trichoderma sp. diperoleh nilai C/N awal C/N terlalu rendah (kurang dari 30)
sebesar 30,41 dimana menurut Yuwono (2006) mikroorganisme tidak dapat mengasimilasi
nilai C/N ini adalah merupakan nilai kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai dan
perbandingan unsur C dan N yang terbaik akan hilang melalui volatilasi sebagai amonia
sehingga mikroorganisme dapat bekerja sangat atau terdenitrifikasi (Djuarnani et al. 2008).
cepat. Bahan trikompos batang pisang pada akhir
Hal ini karena karbon dibutuhkan oleh pembuatan kompos diambil sebagian untuk
mikroba sebagai sumber energi. Rasio C/N dilakukan analisis meliputi : C organik, N total,
tinggi (lebih dari 30), akan menyebabkan rasio C/N, P dan K. Hasil analisis awal bahan
penguraian bahan kompos membutuhkan yang trikompos batang pisang dapat dilihat pada
lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan Tabel 4.5
memiliki mutu yang rendah, tetapi apabila rasio
Tabel 4.5 Sifat kimia trikompos batang pisang dengan pemberian dekomposer jamur Trichoderma
sp.
Perlakuan C-Organik (%) N (%) C/N P (%) K (%)

T0 44,85e 3,46d 12,96a 1,120c 1,10c


T1 45,43c 3,61c 12,58b 1,326b 1,12c
T2 46,79a 3,81b 12,28b 1,306b 1,19c
T3 46,21b 4,01a 11,52c 1,630a 1,55a
T4 45,24d 3,64c 12,43b 1,306b 1,52b
Keterangan: Uji lanjut (BNJ) pada taraf 5% tidak berbeda nyata apabila angka-angka pada kolom diikuti huruf
kecil yang sama
Kadar C-organik trikompos batang pisang (2006), bahan organik yang mempunyai
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata kandungan C terlalu tinggi menyebabkan proses
antara setiap perlakuan dimana perlakuan penguraian terlalu lama.
tertinggi terdapat pada pemberian 100 gram Hasil uji statistik menyatakan bahwa
jamur Trichoderma sp. yaitu 46,79 %. pemberian 150 gram jamur Trichoderma sp.
memberikan kadar nitrogen tertinggi yaitu
4,10% dan berpengaruh nyata terhadap
perlakuan lainnya. Kadar nitrogen yang
dihasilkan oleh trikompos batang pisang telah
memenuhi spesifikasi kandungan nitrogen di
dalam kompos menurut SNI 19-730-2004 yaitu
0,40 sampai tak terbatas. Kadar Nitrogen juga
tidak boleh berlebihan karena akan terbentuk
amonia (NH3) yang dapat meracuni bakteri
(Yuwono, 2006).
Gambar 4.3 Kadar C-organik (%), Nitrogen (%) dan Tabel 4.4 dan 4.5 menunjukkan bahwa
rasio C/N trikompos batang pisang dengan pemberian dalam proses dekomposisi bahan organik, C
jamur Trihoderma sp.
digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber
Berdasarkan gambar 4.3 diketahui bahwa energi dan bersama N digunakan sebagai
kandungan C-organik trikompos batang pisang penyusun selnya. Oleh karena itu hasil analisis
selama 31 hari lebih besar dari rentang C- C, N, menunjukkan terjadinya penurunan kadar
organik yang ditentukan di dalam SNI 19-7030- C dan peningkatan kadar N selama proses
2004 yaitu berada di antara 9,8-32%. Kandungan pengomposan. Kandungan N dalam kompos
C-organik trikompos yang dihasilkan di atas meningkat selama proses pengomposan, karena
kadar maksimum SNI, hal menunjukkan bahwa terjadi mineralisasi N-organik menjadi N-
kandungan C-organik yang terdapat di dalam mineral oleh mikroorganisme.
batang pisang cukup besar. Menurut Yuwono

Maret 2021 26
Emilia Farida Budi Handayani : Jurnal Pertanian dan Pangan 3 (1) : 21-28

Karbon sebagai sumber energi sangat anorganik yang sulit larut dikarenakan
dibutuhkan untuk kegiatan mikroorganisme penguraian yang dilakukan oleh jamur
sehingga rasio C/N bahan organik menjadi Trichoderma sp. dapat menguraikan fosfat yang
faktor yang penting di dalam pengomposan. Jika terkandung di dalam batang pisang menjadi
rasio C/N tinggi (lebih dari 30), maka aktivitas fosfat yang tersedia.
biologi mikroorganisme untuk menyelesaikan Kadar K yang terdapat di dalam trikompos
degradasi bahan kompos membutuhkan waktu batang pisang menunjukkan pemberian jamur
yang lebih lama dan kompos yang dihasilkan Trichoderma sp. dengan dosis 150 gram
akan memiliki mutu yang rendah, jika rasio C/N memberikan beda nyata terhadap semua
terlalu rendah (kurang dari 30), kelebihan perlakuan, begitu pula dengan dosis 200 gram,
nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh tetapi untuk perlakuan tanpa pemberian jamur,
mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan dosis 50 gram, dan 100 gram tidak saling
hilang melalui volatilasi sebagai amonia atau berbeda nyata.
terdenitrifikasi (Djuarnani et al. 2008). 4. KESIMPULAN
Perlakuan tanpa pemberian dekomposer 1. Nilai C/N awal trikompos batang pisang
jamur Trihoderma sp. memberikan rasio C/N sebesar 30,41 merupakan nilai perbandingan
yang tertinggi yaitu 12,96 dan berbeda nyata unsur C dan N yang terbaik untuk
terhadap perlakuan lainnya, sedangkan pengomposan
pemberian 150 gram jamur Trihoderma sp. 2. Perlakuan pemberian 150 gram dekomposer
memberikan rasio C/N yang terendah yaitu jamur Trichoderma sp. memberikan
11,52. Rasio C/N trikompos batang pisang perbedaan nyata terhadap pH, suhu, warna,
setelah selesai pengomposan yang berkisar dari kandungan N, P dan K dan C/N terendah
11,52-12,96 (gambar 4.3) dapat dikatakan sudah trikompos batang pisang.
matang karena menurut Indriani (2000), prinsip 3. Trikompos batang pisang dengan perlakuan
pengomposan adalah menurunkan rasio C/N pemberian 150 gram dekomposer jamur
bahan organik hingga sama dengan C/N tanah Trichoderma sp. memiliki rasio C/N
yaitu 10-12, kompos yang memiliki rasio C/N berkisar 11,52 yang mendekati rasio C/N
mendekati rasio C/N tanah dianggap sudah tanah dianggap sudah matang dan lebih
matang dan lebih dianjurkan untuk digunakan. dianjurkan untuk digunakan.
Hasil uji statistik dari pemberian jamur 5. REFERENSI
Trichoderma sp. sebanyak 150 gram Chalimatus H.S.C., 2013. Efektifitas Jamur
memberikan perbedaan nyata terhadap Trichoderma harzianum dan Mikroba
perlakuan lainnya dengan kadar P sebesar Kotoran Sapi pada Pengomposan Limbah
1,630% dan perlakuan tanpa pemberian jamur Sludge Pabrik Kertas. (skripsi). Jurusan
Trihoderma sp. memberikan kadar P yang Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
terendah yaitu sebesar 1,120%. Sesuai dengan Pengetahuan Alam. Universitas Negeri
SNI 19-730-2004 kandungan fosfat di dalam Semarang.
kompos adalah 0,10 sampai tak terbatas. Dari Djuarnani, N. Kristiani dan B. S. Setiawan,
tabel 4.5 terlihat bahwa kandungan fosfat di 2008. Cara Cepat Membuat Kompos.
dalam trikompos batang pisang telah memenuhi Penerbit PT. Agromedia Pustaka. Jakarta
kriteria SNI 19-730-2004. Handayanto, E. dan K. Hairiah. 2007. Biologi
Trichoderma merupakan yang mempunyai Tanah Landasan Pengelolaab Tanah Sehat.
fungsi dalam menguraikan bahan organik tanah Yogyakarta: Pustaka Adipura
yang mengandung beberapa komponen zat Indriani, YH. 2000. Membuat Kompos Secara
seperti N, P, K, Mg dan unsur hara lain. Menurut Singkat. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suharna (2002), didapati satu isolat Irianti A.T.P. dan Agus S. 2016 Pemanfaatan
Trichoderma yang memiliki kapasitas sebagai Jamur Trichoderma sp. dan Aspergilus sp.
pelarut fosfat. Hal ini dapat menerangkan bahwa Sebagai Dekomposer Pada Pengomposan
batang pisang yang mengandung fosfat yang Jerami. J. Agrosains. Vol 13-2.
berada dalam bentuk senyawa organik maupun

Maret 2021 27
Emilia Farida Budi Handayani : Jurnal Pertanian dan Pangan 3 (1) : 21-28

Kusumawati A., 2015. Analisa Karakteristik Rahman Md., Philip M. B. 2015. Pembuatan
Pupuk Kompos Berbahan Batang Pisang. Kompos-Tricho di Bangladesh Terjemahan
Seminar Nasional Universitas PGRI Bahasa Indonesia: Tyas Budi Utami, ECHO
Yogyakarta. Asia Foundation, Thailand. ECHO Asia
Likur A.A.A., Abraham T., Wilhelmina R,. Notes , Issue 24 June 2015
2016. Pertumbuhan Agens Hayati Samingan. 2009. Suksesi fungi dan dekomposisi
Trichoderma harzianum dengan Berbagai serasah daun Acacia mangium Willd dalam
Tingkat Dosis pada Beberapa Jenis Kompos. kaitan dengan keberadaan Ganoderma dan
J. Budidaya Pertanian Vol. 12(2): 89-94 Trichoderma di lantai hutan akasia
Marianah L. 2013. Analisa Pemberian (disertasi). Bogor. Sekolah Pascasarjana
Trichoderma sp. Terhadap Pertumbuhan Institut Pertanian Bogor.
Kedelai. Karya Tulis Ilmiah. Balai Pelatihan Satuhu, S. dan Supriyadi, A. 1999. “Pisang”
Pertanian Jambi Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar.
Mulyani,S.,Kartasapoetradan Sastroatmodjo, Penebar Swadaya. Jakarta
1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta, Setyorini, D. 2005. Pupuk Organik Tingkatkan
Jakarta. 447 p Wididana, G.N., 1995. Produksi Pertanian. Warta Penelitian dan
Penerapan Teknologi Effective Pengembangan Pertanian 27(6):13-15
Microorganisms 4 (EM4) dalam Bidang Soesanto, L. 2004. Ilmu Penyakit Pascapanen:
Pertanian di Indonesia. Makalah Sebuah Pengantar. Universitas Jenderal
disampaikan pada Seminar Nasional IV Soedirman, Purwokerto
Himagro. Universitas Padjajaran, Bandung. Standar Nasional Indonesia. 2004. Spesifikasi
p: 1-6. Mandiri . 2012.Manual Pelatihan Kompos dari Sampah Organik Domestik.
Teknologi Energi Terbarukan, Jakarta. SNI-19-7030-2004. Badan Standar Nasional
Munawar, A. 2011. Kesuburan Tanah dan BSN.
Nutrisi Tanaman. Bogor: IPB Press. Suharna N. 1998. Studi Awal Keberadaan Jamur
Nurrani L. 2012. Pemanfaatan Batang Pisang Tanah Perakaran Tumbuhan di Kawasan
(Musa sp.) sebagai Bahan Baku Papan serat Stasiun Penelitian Ketambe Taman Nasional
dengan Perlakuan Termo-Mekanis. J. Gunungf Leuser. Aceh Tenggara. Berita
Penelitian Hasil Hutan 30-1. Biologi 4. 215-217
Okalia D., Tri N., Chairil E., 2018. Pengaruh Suryani Y., Poniah A., Iman H., 2012. Isolasi
Ukuran Cacahan Tandan Kosong Kelapa dan Identifikasi Jamur Selulotik pada
Sawit Terhadap Karakteristik Fisik Kompos Limbah Produksi Bioetanol dari Singkong
Tritankos (Triko Tandan Kosong). J. yang Berpotensi dalam Pengolahan Limbah
Agroqua Vol. 16-2. menjadi Pakan Domba. Jurusan Biologi.
Pratiwi, I.G.A.P., Atmaja, I.W.D.A., Soniari, FST UIN Sunan Gunung Djati
N.N. 2013. Analisis Kualitas Kompos Syahni dan T. Thamrin. 2011. Potensi
Limbah Persawahan dengan Mol Sebagai Pemanfaatan Cendawan Trichoderma spp.
Dekomposer. E-Jurnal Agroekoteknologi Sebagai Agens Pengendali Penyakit
Tropika Vol. II-4: 195-203. Tanaman Di Lahan Rawa Lebak. Balai
Puspita F., Elfina Y. dan Imelda R. 2007. Pengkajian Teknologi Pertanaian (BPTP)
Aplikasi dregs dan Trichoderma sp. Sumatera Selatan. Palembang
terhadap perkembangan penyakit kelapa Wulandari A.S.,, Irdika M., Helga S., 2011.
sawit dan pada medium gambut di Pengaruh Pemberian Kompos Batang
pembibitan utama. Laporan Penelitian Tidak Pisang terhadap Pertumbuhan Semai Jabon
dipublikasikan. (Anthocephalus Cadamba Miq.). J.
Rahman, H. 2006. Pembuatan Pulp dari Batang Silvikultur Tropika 03-01
Pisang Uter(Musa paradisiaca Linn. var Yuwono, D. 2006. Kompos dengan Cara Aerob
uter) Pascapanen dengan Proses Soda. Maupun Anaerob, untuk Menghasilkan
Skripsi, Fakultas Kehutanan. Yogyakarta: Kompos Berkualitas. Penerbit Penebar
Universitas gadjah Mada. Swadaya. Jakarta.

Maret 2021 28

Anda mungkin juga menyukai