𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟎𝟏
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡 : 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧, 𝐀𝐲𝐚𝐡.
Bastian memandang setiap hamparan pepohonan dari jendela mobil, terik matahari menyapu
matanya yang mengantuk.
"Sebentar lagi, kita akan sampai!" jelas sang Ayah, membuat Bastian mendengus.
"Disana ada sinyal, kan?" tanya Bastian dengan mata tertuju pada ponsel.
"Mungkin."
Jawaban dari Ayah sangat tidak memuaskan. Bastian yang mulai bosan, mengalihkan pandangan ke
arah luar.
Bastian menghela nafas, pindah ke desa. Sama saja pergi dari segala kemewahan di kota.
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟎𝟐
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡 : 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧, 𝐀𝐲𝐚𝐡.
Hingga sampailah mereka di tempat tujuan, sebuah rumah yang cukup besar dengan dikelilingi
tumbuhan hijau.
"Astaga, sepatu gue jadi kotor!" keluh Bastian keluar dari dalam mobil. Memandang sekeliling
dengan tatapan mencemooh.
"Rumah baru, hidup baru!" lirih Bastian menatap Rumah yang akan dia tempati selama berada di
desa ini.
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟎𝟑
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡 : 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧.
Jam telah menunjukkan pukul setengah enam sore, Bastian mengemas barang terakhir yang dia
bawa.
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟎𝟒
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡: 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧, 𝐀𝐲𝐚𝐡 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧.
Ingatannya mundur ke beberapa jam yang lalu, sebelum sang Ayah menyatakan untuk pindah,
karena proyek kerja yang berada di desa itu.
"Kita mau pindah ke desa?" Bastian mengalihkan pandangannya kepada sang ayah yang dengan
santai menyeruput kopi.
"Iya, kemas semua barangmu. Kita berangkat besok pagi," titah ayah tak terbantah.
"Gak, ngapain juga kita pindah?" tanya Bastian lagi, ponsel diatas meja terlihat tak menarik.
"Ayah, ada proyek kerja disana. Mau tak mau kita harus pindah," jelas Ayah meletakkan gelas yang
telah dia minum.
"Tidak ada tapi-tapian, keputusan Ayah sudah bulat!" tegas Ayah berlalu dari hadapan Bastian.
Bastian menatap kepergian sang Ayah dengan wajah di tekuk, helaan nafas keluar dari mulutnya.
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟎𝟓
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡: 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧
Kembali ke kenyataan, Bastian kini dia sudah berada di rumah baru. "Ngantuk banget," keluh Bastian
perlahan memejamkan mata. Hingga terbuai ke alam mimpi.
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟎𝟔
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡: 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧
"Berisik banget tu, hewan!" kesal Bastian bangun dari tidurnya. Dia mematikan alarm dengan kasar.
Bergegas mandi dengan gerakan malas, lantas segera menuju sekolah setelah bersiap.
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟎𝟕
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡 : 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧, 𝐆𝐚𝐥𝐢𝐡, 𝐁𝐞𝐛𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚 𝐬𝐢𝐬𝐰𝐚(𝐟𝐢𝐠𝐮𝐫𝐚𝐧).
Sesampai di sekolah, Bastian benar-benar menjadi pusat perhatian. Style yang dia kenakan, sangat
menggambarkan anak pindahan dari kota.
"Anak kota, euy, ngapain pindah kesini, ya?" bisik-bisik para siswa, terdengar oleh Bastian.
Bastian yang acuh, memilih tetap berjalan dengan memasang earphone di telinganya. Hingga sampai
di kelas, Bastian tetap dengan raut tak bersahabat.
Duduk di sebuah bangku kosong, tanpa tau siapa pemilik bangku itu.
"M-aaf, itu tempat duduk aku." Seorang siswa dengan tampilan sederhana, berbicara kepada Bastian
yang masih setia mendengarkan musik.
"Halo?"
"Itu tempat duduk aku, kamu anak baru, ya?" Siswa itu balik bertanya.
Bastian bergeser, tanpa mau menjawab pertanyaan siswa itu. Hening untuk sesaat, siswa itu terlihat
ragu untuk memulai pembicaraan.
Sedangkan Bastian tiba-tiba menggerutu, karena kehilangan sinyal. "Dasar pelosok, sinyal aja lelet
gini!" gumam Bastian membuat teman sebangku nya tersentak.
"Bastian, ya? Kenalin aku Galih," balas Galih mengulurkan tangan. Namun, hanya dilirik oleh Bastian.
Galih dengan ragu menarik kembali uluran tangannya, karena merasa bosan. Galih mengeluarkan
sebuah buku kosong, dia mulai membuat coretan-coretan acak yang nantinya akan menjadi sebuah
motif.
Bastian menyenderkan tubuhnya sambil mengeluh, sesekali melirik Galih yang sibuk mencorat-coret.
"Desa lo emang susah sinyal, ya?" tanya Bastian membuat Galih terkejut.
Bastian yang penasaran, melihat lebih dekat motif-motif acak yang membentuk ukiran batik.
"Kamu suka batik?" tanya Galih, sadar jika Bastian tertarik dengan desainnya.
Galih tersenyum simpul. "Ibu aku pembuat batik tradisional, kalo kamu suka batik. Kamu bisa
mampir ke rumah aku!" jelas Galih.
Bastian berfikir sejenak. "Gue gak minat, sih. Tapi karena gue gabut, yaudah, deh!" ucap Bastian
masih dengan sikap gengsinya yang tinggi.
"Oke, nanti pulang sekolah."
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟎𝟖
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡: 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧, 𝐆𝐚𝐥𝐢𝐡.
Hingga waktu pulang sekolah tiba, mereka bergegas menuju rumah Galih.
Melewati beberapa pematang sawah yang menghijau dan, beberapa jalan dengan gundukan-
gundukan tanah.
"Dari tadi gue cuman lihat tanah sama pohon, gak ada cafe atau mall, gitu?" keluh Bastian.
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟎𝟗
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡: 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧, 𝐆𝐚𝐥𝐢𝐡, 𝐈𝐛𝐮 𝐆𝐚𝐥𝐢𝐡.
"Ngapain berhenti?"
"Kita udah sampai, tu rumah aku!" tunjuk Galih menghampiri ibunya yang duduk di teras rumah,
sambil membatik.
Tak lupa menyalami ibunya dengan takzim, sedangkan Bastian hanya berdiri tegap.
"Harus?"
"Temannya Galih, ya? Ayo silahkan masuk, Ibu lagi nanggung membatik nya, nih."
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟏𝟎
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡: 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧, 𝐆𝐚𝐥𝐢𝐡.
Galih mengajak Bastian untuk masuk ke dalam rumahnya, pemandangan yang pertama kali Bastian
lihat, ialah berbagai macam batik yang terpampang di segala sisi.
"Keren-keren banget batiknya, lo buat sendiri?" tanya Bastian menyentuh salah satu batik dengan
motif mempesona.
"Semuanya yang buat Ibuku, aku biasanya bantu-bantu dikit. Baru deh, dijual ke pasar," jelas Galih.
"Laku banyak, gak?"
"Lumayan, ya, walau gak setiap hari banyak yang beli. Biasanya musim-musiman juga, kalo hari biasa
palingan yang laku cuman dua atau tiga."
"Udah cape-cape buat sendiri, pakai - apa nama alatnya?" tanya Bastian bingung.
"Canting."
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟏𝟏
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡: 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧, 𝐆𝐚𝐥𝐢𝐡, 𝐈𝐛𝐮 𝐆𝐚𝐥𝐢𝐡.
Bastian melirik Ibu Galih yang dengan lihai, menggunakan 'canting' untuk membatik.
"Gue punya ide, gimana kalau lo jual batiknya pake metode online. Biar lebih banyak yang beli."
Bastian menjelaskan metode penjualan online yang lebih berkembang pesat dan, menghasilkan cuan
yang lebih pesat
"Menarik, tapi aku gak bisa jualan-jualan kayak gitu. Aku gak paham cara make handphone,
gimana?" ucap Galih.
"Yaelah, lo tenang aja. Gue bisa bantu, masalah kayak gitu, mah, gampang!" sahut Bastian
tersenyum remeh.
"Emm, gimana, ya? Yaudah, deh. Aku ngomong ke Ibu aku dulu," ujar Galih menghampiri Ibunya
yang sedang asik mengukir batik.
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟏𝟐
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡: 𝐆𝐚𝐥𝐢𝐡, 𝐈𝐛𝐮 𝐆𝐚𝐥𝐢𝐡.
"Itu, gimana kalo kita jual batik secara online juga? Lumayan, daripada jual ke pasar-pasar.
Keuntungannya kecil, mau balik modal aja susah." Galih mengutarakan maksudnya.
"Mau jual online? Kamu gak takut ketipu? Teknologi mungkin memang canggih, tapi juga bisa
berbahaya sewaktu-waktu." Ibu Galih tampak kurang setuju dengan usulan Galih.
Galih menatap sang Ibu dengan senyum tulus. "Ibu tenang aja, ada Bastian yang bakal bantuin
Galih!"
"Bastian? Teman barumu itu?" tanya Ibu Galih mengalihkan pandangan ke arah Bastian yang sibuk
mengambil gambar.
"Yaudah, Ibu gak mungkin ngalangin keinginan baik kamu. Bastian juga kelihatan anak yang baik-
baik, meski sedikit ugalan." Ibu Galih tersenyum.
𝐒𝐜𝐞𝐧𝐞 𝟏𝟑
𝐓𝐨𝐤𝐨𝐡: 𝐁𝐚𝐬𝐭𝐢𝐚𝐧, 𝐆𝐚𝐥𝐢𝐡.
"Gimana?" tanya Bastian, sambil melihat hasil jepretan yang dia tangkap.
"Bagus, gue bakal promosikan batik-batik ini ke medsos. Biar banyak yang tertarik untuk beli!" jelas
Bastian kembali mengambil gambar.
Galih hanya manggut-manggut, karena tak begitu paham dengan benda gepeng itu.
"Oh, iya. Gue mau buat akun khusus untuk promosikan batik lo, sekalian ngajarin lo main sosmed."
Galih sedikit terkejut, "Aku gak pernah main sosmed, takutnya malah salah-salah!" ucap Galih.
"Yaelah, kalo gak belajar, gimana lo mau tau?" tanya Bastian kepada Galih.
"Dah, ah. Gue mau pulang dulu, entar bokap gue nyariin lagi!" ucap Bastian menepuk pundak Galih,
lalu berlalu pergi.
Galih tertegun di tempat dengan wajah bingung. "Bokap itu apa, ya?" gumam Galih menggaruk-
garuk kepalanya yang tak gatal.