Anda di halaman 1dari 3

 

Aku keira, Keira Athena lahir dari keluarga kaya tak membuat aku bahagia,
bahkan lupa rasanya, orangtua ku sudah bercerai dan tak lama tadi perceraian
mereka ibu ku meninggal. Aku tinggal di kediaman besar ini bersama ayah, dan bi
neneng. Mempunyai sebuah usaha membuat ayahku sering lupa bahwa ia punya
rumah, terkadang aku sering merasa kesepian, tahun kemarin aku lulus masuk
perguruan tinggi di Jogja, masuk kesini bukanlah kemauan ku, ini adalah kemauan
ayah. 
Aku bahkan belum tahu jelas aku ingin menjadi apa. Tapi ayah, dia bersikeras
memasukkan ku kesini, kuliah jurusan bisnis, sudah pasti ingin aku meneruskan
usaha yang sudah ia rintih susah payah. Aku sebenarnya sama sekali tak tertarik
dengan dunia bisnis, aku suka melukis tapi ayah membenci itu, katanya menjadi
pelukis tidak akan membuatku punya masa depan.
Aku tinggal di Yogyakarta tepatnya di Bulaksumur, Caturtunggal, Kec. Depok,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tinggal di kota ini membuat sering
membuatku bertingkah seenaknya. Hal itu untuk menunjukkan kepada ayah bahwa
aku adalah anak yang tidak bisa diatur dan berharap ayah tidak memaksaku untuk
kuliah disini lagi. Lagi, ayah menelfonku untuk memastikan aku kuliah dengan benar
selama dia sedang dinas keluar.  
“halo rara, hari ini ayah sudah mentransfer uang jajan mu, itu berarti kamu
harus sekolah yang benar supaya bisa meneruskan perusahaan ayah, ayah sudah tua
raa.” saut ayah dari seberang.  
“iya ayah, sekolah sekolah sekolah bisnis bukan lah bidang ku, biarkan aku
mengikuti keinginanku sendiri ayah, rara sudah dewasa, menjadi pelukis bukan lah
hal yang hina.” jawabku membantah.
“sudahlah, ayah tidak ingin berdebat sekarang keira ayah sedang sibuk,
menjadi pelukis jangan harap ayah akan mengizinkannya. Sekarang jalani saja hidup
yang nikmat ini keira, uang jajan, biaya hidup, biaya lainnya semua sudah ayah
fasilitasi, dan kamu? Kamu hanya tinggal menjalani apa yang ayah persiapkan keira,
jangan sering membantah ayah.” jawab ayah rara dengan suara yang lumayan tinggi
menandakan dia sedang kesal. 
Beberapa hari berlalu, kehidupan ku masih begitu saja kuliah, bimbel, dan
kembali kerumah, aku tidak diizinkan pergi bersama teman-temanku karna ayah tau
aku akan berbuat hal yang tidak ayah suka, apapun itu. Aku bosan, hanya berbaring
dikasur membuatku ingin melakukan suatu hal yang berbeda. Aku harus melakukan
sesuatu.
Dan hari ini akhirnya aku pergi ke galeri seni, keputusan ku sudah bulat aku
ingin mengambil kelas melukis, bukankah setiap manusia mempunyai hak melakukan
hal yang mereka suka? Itulah yang akan aku lakukan hari ini. Setelah berjalan
beberapa waktu, aku sampai didepan kursus melukis, tidak ada keraguan didalam
hatiku. Namun, handphone ku berdering, ya benarr malapetaka datang, ini ayah.
“halo keira, dimana? Kekantor ayah sekarang, ayah perlu.” sautnya
“AYAHHH, keira sedang dikampus.” jawabku berbohong.
“ohh baiklah, pulang dari kampus kekantor ayah ya keii.” putusnya.
Setelah telfon mati kemudian aku malah merasa ragu, mengapa aku
berbohong? Kemana rasa percaya diriku yang tadi aku sekarang malah berpikir kau
telah salah karena membohongi ayah. Namun, aku tetap harus mendaftarkan diri,
urusan ayah biarlah kita urus nanti. Aku pun masuk ke galeri seni kulihat banyak
murid seumuran ku sedang kursus melukis di galeri ini.
“Halo kak, ada yang bisa dibantu?” tanya resepsionis ramah.
“Iya kak, saya mau daftar untuk kelas kursus melukisnya kak, kalau untuk
jadwal nanti saya sesuaikan dengan jadwal kuliah saya kak.” jawabku panjang.
“Baiklah kak, untuk biayanya bisa panjar dulu kak sebesar Rp.100.000 kak”
jawabnya lagi.
“baiklah ini ya kak.” jawabku seraya memberi selembar uang berwarna
merah.
“Terima kasih kak, untuk jadwalnya bisa dikabari lewat whatsapp saja ya
kak.” jawabnya sambil tersenyum ramah.
Setelah selesai membayar aku bergegas ke kantor ayah, sampai di kantor
ayah aku langsung masuk saja keruangannya, tepat didepan ayah aku langsung
menyalami tangannya namun aku merasa seperti ada yang jatuh, OH TIDAK itu bukti
pembayaran kursus melukis ku tadi. Ayah sempat melihatnya, aku melihat mukanya
memerah menandakan dia akan marah sedetik kemudian.
“KEIRA APA-APAAN INI? KAMU MASUK KURSUS MELUKIS? AYAH KAN SUDAH
BILANG JANGAN MELUKIS KEI, AYAH GASUKA AYAH MAU KAMU JADI PENERUS AYAH
KEI DUDUK DIRUANGAN INI, BUKAN MALAH KOTOR KOTORAN DI LUAR.” ayah
berkata dengan nada tinggi.
“ayah, keira bisa jelasin yah.” jawabku pelan.
“GA, GAUSAH JELASIN APAPUN KEIRA, AYAH KECEWA SAMA KAMU.” jawab
ayah sambil memegang dada sepertinya sangat kesakitan, lalu tak lama ayah jatuh
dan pingsan di tempat, oh tuhan aku panik. Aku langsung berteriak. Tak lama
kariawan ayah pun datang dan langsung membawa ayah kerumah sakit. Aku takut,
aku takut ayah meninggalkan ku seperti ibu, kalau ada yang salah dengan ayah bisa
kupastikan ini salah ku.
Sampai dirumah sakit ayah langsung ditangani oleh dokter, sayangnya dokter
berkata “Maaf, ayah kamu sudah meninggal.”
Duniaku runtuh, ini semua salahku kalau saja aku tidak daftar kursus, kalau
saja aku tidak ke kantor ayah lagi, kalau saja aku hanya diam dirumah, kalau saja…
Ayah langsung diproses dan langsung di kuburkan di pemakaman keluarga,
semua kerabat berdatangan, aku hanya diam bi neneng sudah menghiburku dari
pagi, aku merasa aku tidak berguna lagi hidup sekarang. Apa yang harus aku lakukan
selanjutnya? Ayah sudah meninggal, apa harusnya aku ikut ayah saja? Aku bingung.
Dua tahun berlalu, aku sudah tamat kuliah, dan sekarang aku sudah bekerja
di perusahaan ayah ku sendiri, menjadi wakil CEO sambil belajar dari tangan kanan
ayahku yang sekarang menduduki kursi ayahku, aku belum siap, aku masih harus
banyak belajar. Setelah kematian ayah dulu aku masih bimbang apa yang harus aku
lanjutkan, akhirnya aku telah memutuskan untuk tetap menyelesaikan kuliah ku dan
menggantikan ayah, tetapi aku juga tetap melanjukan hobiku yaitu, melukis. Karya-
karya ku sudah pernah di pajang di galeri seni dan disukai oleh banyak orang, bahkan
beberapa lukisanku pun sudah terjual.
“Pak boy, kalau ada pekerjaan ku yang salah mohon ditegur pak, bapak
jangan menganggap keira sebagai anak dari bos bapak.” ucapku kepada pak boy, pak
boy adalah tangan kanan ayahku, dia sekarang yang melanjutkan perusahaan ini, dia
adalah orang yang jujur, dapat dipercaya juga telaten setiap menjalankan tugas.
“Ya keira, Pak Boy tidak pernah menegur karena pekerjaan yang kamu
lakukan selalu tepat keira, mungkin sudah saatnya kamu duduk dikursi ini keira, Pak
Boy sudah tua keira, kalau bukan sekarang kapan lagi?” jawab Pak Boy lembut.
“Begitukah menurut Bapak? Nanti biar kei pikirkan lagi kedepannya ya pak.”
sautku ragu.
Hari sudah sore, aku pun bergegas membereskan barang-barang ku dan
lanjut ke galeri seni, ini adalah rutinitas yang aku lakukan sekarang. Sampai digaleri
seni aku melihat ada guruku, Bu Raya.
“Keira sudah pulang nak, ibu baru saja merapikan semua lukisan mu, hari ini
ada bapak-bapak yang ingin membeli semua lukisan mu.” Bu Raya berkata.
“OH YA TUHANNN, Keira senang sekali Bu, berarti ini tinggal dikirim saja ya
Bu? Nanti biar keira yang urus aja bu, Bu Raya sudah bisa pulang istirahat bu,
sekarang lagi musim demam.” jawabku dengan gembira.
“Baiklah kalau begitu nak, ibu pulang dulu ya.” jawab Bu Raya seraya berjalan
meninggalkanku.
Aku sangat bahagia hari ini, apakah ini mimpi bagaimana semua lukisan yang
kubuat bisa terjual semua, aku sudah berhasil menggapai mimpiku, meski banyak
rintangan yang aku jalani selama ini, aku sangat bahagia.
Setelah membereskan semua lukisanku, aku pun kembali kerumah sekarang
aku sedang berfikir, “apa yang harus aku lakukan sekarang? Haruskah aku memulai
mengambil alih perusahaan ayah? Ataukah aku melanjutkan melukis karya karya ku
yang lain? Sepertinya aku akan melanjutkan perusahaan ayahku. Aku ingin membuat
dia bahagia dari bawah sini.”
Aku pun menelfon Pak Boy, aku ingin mengakatan kepadanya bahwa aku siap
menggantikan ayah.
“Halo Pak Boy, Keira cuma mau bilang pak, Keira siap menggantikan ayah.”
aku berkata dengan yakin.
“Halo Keira, syukurlah nak, besok kita urus kenaikan jabatan mu ya.” jawab
Pak Boy.
“Baik Pak.” jawabku seraya mematikan telfonnya, lalu aku berbaring di
tempat tidurku, aku sedih, disaat aku siap dalam segala hal, ayah sudah
meninggalkanku padahal aku sangat yakin bahwa besok adalah hari yang ayah
tunggu dalam seumur hidupnya. Tapi apa boleh buat, semuanya sudah terjadi kita
tetap harus menjalani dengan berusaha sebaik mungkin.
Setelah perjalanan panjangku akhirnya aku disini, duduk dikursi kebanggaan
ayah, yang memang sudah ia persiapkan untukku, aku yakin aku tidak akan
mengecewakan siapapun. Baik ayah, ibu, dan yang lainnya. Dan untuk urusan
melukis, aku tetap melanjutkannya bagaimanapun itu adalah cita-citaku yang paling
utama, aku juga tidak akan mengecewakan Bu Raya.
Aku berharap tahun depan aku bisa membuat pergelaran karya karya ku di
galeri seni, tapi saat ini aku akan fokus menjalani tugas ku yang baru.

Anda mungkin juga menyukai