Disusun Oleh
ZAHRA ALYA NUGRAHA 0068508809
ALFISAHR HANAFATIN 0051052232
MARFFEL ANDRIAN ROBIYANTO 0063874475
NINDAYU INDRASARI, M.Si.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri di Indonesia selalu menghasilkan limbah setiap pasca produksi. Limbah yang
dihasilkan pun dapat berwujud limbah organik, anorganik, rumah tangga, dan limbah
industri. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2022) mencatat jumlah timbunan
sampah nasional mencapai angka 21.1 juta ton. Dari total produksi sampah nasional tersebut,
65.71% (13.9 juta ton) dapat terkelola, sedangkan sisanya belum terkelola dengan baik.
Salah satu limbah yang belum terkelola dengan baik sampai saat ini adalah limbah tekstil.
Limbah tekstil adalah bahan sisa atau material yang tidak digunakan dan berasal dari industri
tekstil atau konsumen. Limbah tekstil dapat mencakup potongan kain, pakaian bekas, tekstil
yang rusak, atau sisa produksi dari pabrik tekstil. Indonesia menduduki peringkat 10 negara
penghasil tekstil dan merupakan eksportir produk pakaian peringkat 12 dunia (Indri,2022).
Dalam dunia fashion saat ini, jenis tekstil yang lebih banyak digunakan adalah bahan sintetis
seperti polyester.
Serat benang polyester dihasilkan dari minyak bumi. Pengolahan minyak bumi
menjadi serat-serat benang membutuhkan bahan bakar dari batu bara (Lakumas, 2021).
Produksi dalam jumlah banyak, sudah pasti akan menghasilkan pembakaran karbon lebih
besar yang berdampak pada lingkungan. Tak hanya itu, proses ini juga berpotensi
menghasilkan limbah. Pengolahan bahan polyester menjadi pakaian siap pakai juga
berdampak pada pencemaran lingkungan air dan tanah. Hal ini karena sejumlah limbah tekstil
seperti polyester membutuhkan waktu 20 hingga 200 tahun untuk bisa terurai. Limbah tekstil
ini bisa menjadi masalah lingkungan baru, bahkan berkontribusi dalam terjadinya krisis iklim
di Indonesia.
Direktur Asosiasi Daur Ulang Tekstil Inggris, Alan Wheeler menyampaikan bahwa
industri pakaian telah berkontribusi sebagai penyumbang polusi terbesar kedua di dunia.
Selain itu, 1,2 miliar ton emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh industri tekstil di dunia.
Berdasarkan hal tersebut limbah tekstil yang tidak terkontrol menyebabkan tingginya efek
konsentrasi gas rumah kaca. Gas rumah kaca membuat suhu bumi terus meningkat dan
melebihi ambang batas setiap tahunnya. Kondisi ini menjadi pemicu terjadinya krisis iklim.
Seperti yang terjadi saat ini, suhu maksimum di Indonesia sudah mencapai 38 derajat Celcius
(Dwikorita, 2023).
Selain dikarenakan adanya fenomena iklim El Nino, naiknya suhu di bumi didukung
oleh penggunaan AC (air cooler) yang kian meningkat. Direktur Jenderal Industri Logam,
Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Menurut Kementerian Perindustrian
(2022), kebutuhan AC di Indonesia mencapai 2 juta unit setiap tahunnya. AC melepaskan
karbondioksida ke udara yang merupakan salah satu faktor terjadinya efek rumah kaca. Freon
merupakan salah satu komponen pada AC yang dapat menimbulkan dampak negatif. Jenis
freon yang digunakan pada AC yakni chloro fluoro carbon (CFC), yang jika terus menerus
digunakan akan berdampak pada menipisnya lapisan ozon di bumi. Lapisan ozon yang
semakin menipis akan mempersulit perlindungan bumi dari paparan sinar matahari sehingga
kenaikan suhu ekstrim di bumi bukanlah hal yang sukar untuk terjadi.
Setelah didapatkan ukuran nano, maka hasil produk dapat digunakan sebagai bahan
baku insulasi termal.
2.2 Analisis
Setelah melalui berbagai tahapan pada metode nanoteknologi, didapatkan hasil
sintesis. Gugus-gugus pada polyester yang mencangkup rantai hidrokarbon alifatik pendek,
46% gugus ester, cincin benzena, dan gugus hidroksil (Jiangyin,2021) akan mengikat gugus
aktif dari graphene oxide. Gugus aktif tersebut ialah CO keton mengikat ke gugus OH pada
graphene oxide (Gambar 2.1). Setelah terikat, polyester akan berada di permukaan graphene
oxide (Gambar 2.2)
Berbeda dengan serat polyester yang awalnya berwujud makro, graphene oxide sudah
memiliki ukuran nanopartikel atau kurang dari 100 nm (Ratna dkk, 2022). Sehingga hanya
serat polyester yang perlu diberi perhatian khusus dengan cara mengubahnya dalam skala
nano melalui proses dialisis (skala laboratorium). Hal ini memperbesar potensi keefektifan
pengaplikasiannya pada insulasi termal karena perubahan gugus kimia yang tidak terlalu
signifikan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penerapan metode nanoteknologi pada serat polyester dan graphene oxide
menghasilkan suatu produk berwujud cair. Hasil cairan ini akan dituangkan dalam cetakan
atau dikenal sebagai teknik cor. Cetakan yang digunakan dapat menyesuaikan ukuran-ukuran
pada tipe bangunan yang akan dipasang insulasi termal. Sesuai dengan teori yang telah
dibahas sebelumnya, insulasi termal dari campuran serat polyester dan graphene oxide ini
terbukti lebih efektif memantulkan panas setelah diteliti dalam skala nano dibandingkan
dengan serat polyester yang masih dalam ukuran makro dan tidak dicampur dengan senyawa
lain. Insulasi termal efektifitasnya dalam menjaga suhu ruang masih kurang maksimal.
Hasil jadi produk tersebut berwujud zat cair. Nantinya, hasil cairan ini akan
dituangkan dalam cetakan khusus (teknik cor) sesuai dengan ukuran-ukuran pada tipe
bangunan yang akan dipasang insulasi termal. Insulasi termal akan berwujud lembaran papan,
yang nantinya akan dipasangkan di balik atap atau plafon bangunan. Inovasi ini akan
menghemat energi dan mengurangi jejak karbon di bumi sehingga suhu bumi dapat kembali
normal, tidak ada lonjakan suhu yang ekstrim. Menggunakan insulasi termal pada bangunan
dapat menjadi langkah awal dalam menanggulangi krisis iklim yang kian merebak dan
dampak negatifnya semakin kita rasakan.
DAFTAR PUSTAKA
Mahrofi, Zubi. (2023). Kepala BMKG: Dampak El Nino 2023 lebih terkendali.
Andi, Dimas. (2022). Kemenperin Sebut Kebutuhan AC di Indonesia Mencapai 2 Juta Unit
per Tahun
Lakumas. (2021). Peran Industri Tekstil untuk Mengurangi Efek Perubahan Iklim
Dwandaru, Wipsar. 2019. NANOMATERIAL GRAPHENE OXIDE SINTESIS DAN
KARAKTERISASINYA.
https://www.antaranews.com/berita/3764775/kepala-bmkg-dampak-el-nino-2023-lebih-
terkendali
https://industri.kontan.co.id/news/kemenperin-sebut-kebutuhan-ac-di-indonesia-mencapai-2-
juta-unit-per-tahun
https://lakumas.com/2021/12/03/peran-industri-tekstil-untuk-mengurangi-efek-perubahan-
iklim/