Disusun Oleh:
Firza Alya Novrita / 0046754320 / 2023
Adiel Rum / 0052428951 / 2023
Sejak tahun 1980-an industri tekstil menjadi sumber penghasilan terbesar bagi pemerintah dari
sektor non-migas dan menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor tekstil terbesar ketujuh
di dunia, atau sekitar 3% dari total Textiles and Textilles Product (TTP) dunia (Sudrajat, 2002).
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian Indonesia, industri tekstil dan pakaian jadi
merupakan sektor manufaktur yang mencatatkan pertumbuhan paling tinggi pada tahun 2019
sebesar 15,35% (lihat Gambar 1).
Gambar 1 Pertumbuhan Industri Tekstil dan Pakaian Jadi Tahun 2011 - 2019
Sumber: BPS dalam Kementerian Perindustrian Indonesia (2021)
Meskipun industri tekstil bukan bagian dari penyumbang emisi karbon terbesar, tetap perlu
diperhatikan karena dalam proses produksinya, industri tekstil ternyata menghasilkan tiga limbah
sekaligus berupa limbah cair, limbah padat dan limbah gas. Tulisan ini akan berfokus pada
limbah gas yang dihasilkan oleh industri tekstil, terutama hasil pengolahan dari bahan baku
polyester. Emisi karbon dari pengolahan polyester yang dilepaskan ke udara berasal dari proses
pembakaran. Berdasarkan laporan yang dikeluarkan Quantis, emisi karbon yang dikeluarkan dari
proses produksi polyester tiap tahunnya mencakup hampir 10% dari total emisi karbon global.
(Quantis, 2018). Selain menghasilkan emisi karbon, pengolahan polyester juga tidak ramah
lingkungan karena berasal dari minyak bumi dan batu bara yang termasuk dalam energi tidak
terbarukan (Niinimaki : 2020).
Selain polyester, sebenarnya masih terdapat bahan baku lain dalam pembuatan tekstil seperti
kapas atau wol. Namun karena sejumlah kelebihan yang dimiliki polyester, maka Ia lebih
diminati oleh industri tekstil untuk terus diproduksi. Maka tampak permasalahan yang muncul
berupa belum sepenuhnya bisa Indonesia mengurangi emisi karbon apabila dari sektor industri
tekstil tidak menunjukkan ke arah perubahan mengganti polyester ke bahan yang lebih
berkelanjutan. Dengan demikian, tulisan ini hadir untuk memberikan solusi terkait produksi
polyester di industri tekstil agar tidak menimbulkan emisi karbon yang terus membesar.
Polyester memiliki berbagai keunggulan dibandingkan bahan baku lainnya. Pertama, produksi
polyester hanya memakan waktu antara beberapa jam hingga beberapa hari saja tergantung pada
kapasitas pabrik dan proses produksinya. Kedua, bahan polyester memiliki keunggulan
dibandingkan dengan bahan kapas karena memiliki masa ketahanan yang lebih lama, tidak
mudah rusak, dan tidak memerlukan perawatan khusus. Dengan demikian, pakaian yang terbuat
dari polyester lebih digemari karena dapat digunakan untuk jangka waktu yang lama dan mudah
perawatannya (Synzenbe, 2021).
Walaupun memiliki sejumlah kelebihan, penggunaan bahan polyester juga memiliki resiko
menyumbangkan emisi karbon karena prosesnya menggunakan pengolahan minyak bumi atau
batu bara (lihat Gambar 2). Proses pembakaran bahan bakar fosil inilah yang turut menyumbang
emisi karbon ke udara dan menyebabkan pemanasan global.
Sumber: Niinimaki
et. al. (2020)
Produksi serat polyester global yang mencapai 54 juta ton memiliki dampak yang sangat
berbahaya terhadap lingkungan. Salah satu aspek yang sangat mengkhawatirkan adalah
konsumsi energi yang tinggi yang diperlukan dalam proses produksinya. Untuk setiap kilogram
serat polyester yang diproduksi, dibutuhkan sekitar 108 kilowatt jam (kWh) energi. Jumlah ini
menunjukkan penggunaan energi yang besar dan berkontribusi pada deplesi sumber daya energi
yang tidak dapat diperbaharui. Untuk setiap kilogram serat polyester yang dihasilkan,
diperkirakan terdapat emisi sekitar 3.3 kilogram karbon dioksida (CO2). Jika dikalkulasikan
dengan total produksi polyester global, maka total emisi karbon yang dihasilkan mencapai 178,2
juta ton karbon dilepas ke udara tiap tahun (Niinimaki, 2020). Emisi karbon yang tinggi ini
secara langsung berperan dalam pemanasan global dan perubahan iklim yang semakin serius.
Dilihat dari kualitas dan biaya produksi, industri tekstil memang cenderung memilih
menggunakan polyester karena lebih murah dibandingkan bahan baku yang lain (Yonatan,
2022). Maka sangat jelas bahwa industri tekstil lebih menekan biaya produksi namun kurang
perhatian terhadap konsekuensi kerusakan lingkungan. Kondisi yang demikian sangat
disayangkan, sehingga diperlukan sebuah pengganti dan cara pengolahan baru yang lebih ramah
lingkungan tanpa menimbulkan kerugian bagi industri tekstil.
Perubahan yang demikian tentu membutuhkan pendanaan dan waktu yang tidak sedikit dalam
proses pengembangannya. Sehingga diperlukan adanya dukungan dari pemerintah dan juga para
pihak terkait untuk pembangunan sebuah industri yang ramah lingkungan.
Tabel 1 Daftar Stakeholder Potensial untuk Mengembangkan Industri Tekstil yang Ramah
Lingkungan
Stakeholder Peran
Menteri Lingkungan Hidup Menteri ini memiliki peran sentral dalam pengelolaan
dan Kehutanan lingkungan hidup dan pengaturan kebijakan lingkungan
Menteri Energi dan SDA Bertanggung jawab dalam pengembangan sektor energi
terbarukan
Stakeholder yang memiliki peran strategis dalam menciptakan kondisi ramah lingkungan dapat
mempertimbangkan untuk mengadopsi inovasi yang lebih berkelanjutan. Komitmen untuk
mengurangi emisi karbon dapat dimulai dengan keseriusan pihak-pihak terkait agar segera
mengganti industri yang menggunakan energi tidak terbarukan menjadi terbarukan demi
keberlangsungan kehidupan bumi yang tetap layak bagi generasi-generasi selanjutnya.
Kesimpulan
Pengurangan emisi karbon yang dihasilkan industri tekstil harus segera dilakukan sebelum
dampak negatif terjadi secara masif. Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu melakukan
perubahan dari dasarnya. Bahan dasar dari suatu tekstil kini sudah banyak yang beralih menjadi
polyester. Proses produksi polyester dapat menghasilkan emisi karbon yang diakibatkan dari
bahan dasar bukan ramah lingkungan. Perubahan bahan dasar polyester menuju ramah
lingkungan bisa menjadi salah satu cara untuk mengurangi dampak dari emisi karbon ke udara.
Mikroorganisme, dalam hal ini bakteri acetogen, dapat dimanfaatkan sebagai biokatalis untuk
mengubah gas karbondioksida (CO2) menjadi produk kimia berharga. Selain perubahan tersebut
perlu adanya dukungan dari berbagai pihak terkait agar program industri hijau bisa berjalan
dengan sukses. Sehingga peningkatan emisi karbon di Indonesia dapat dicegah.
Daftar Pustaka
Bick, R. H. (2018). The Global Environmental Injustice of Fast Fashion. Environ Health, 92.
Endrayana, J. R. (2021). Penerapan Sustainable Fashion dan Ethical Fashion dalam Menghadapi
Dampak Negatif Fast Fashion.
Hyeonsik, dkk (2022). Engineering Acetogenic Bacteria for Efficient One-Carbon Utilization.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2020). Inventarisasi Emisi GRK Bidang Energi.
Jakarta Pusat: Pusat Data dan Teknologi Informasi Energi dan Sumber Daya Mineal
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (2021). Mendorong Kinerja Industri Tekstil dan
Produk Tekstil di Tengah Pandemi. Analisis Pembangunan Industri.
Kurada M.T., W. (2008). CO2 Reduction to Methane and Acetat Using A Bio-Electro Reactor
with Immobilizes Methanogens and Homoaceto Genson Electrodes. 787-790.
Leman dkk. (2020). Dampak Fast Fashion terhadap Lingkungan. Seminar Nasional Envisi
2020 : Industri Kreatif, 128-136.
Niinimäki, K., & al, e. (2020). The environmental price of fast fashion. Nature Reviews Earth &
Environment, 12. Diakses dari https://doi.org/10.1038/s43017-020-0039-9
Quantis. (2018). Measuring fashion: insights from the environmental impact of the global
apparel and footwear industries. Diakses dari quantis-intl.com: https://quantis-intl.
com/measuring-fashion-report
Sangrak, dkk (2020). Synthetic Biology on Acetogenic Bacteria for Highly Efficient Conversion
of C1 Gases to Biochemicals. Molecular Science.
Synzenbe. (2021, Agustus). Cotton Vs Polyester: Similarities and Differences. Diakses dari
Fibre2fashion: https://www.fibre2fashion.com/industry-article/9157/cotton-vs-polyester-
similarities-and-differences#:~:text=Polyester%20is%20stronger%20than%20cotton,a
%20greater%20ability%20to%20stretch.&text=Polyester%20is%20hydrophobic%20and
%20for,the%20other%20hand%2
Thomson Reuters Foundation. (2021, Februari 14). Produsen Mode Ternama Dukung Produksi
Garmen Berkelanjutan. Diakses dari dw.com: https://www.dw.com/id/kurangi-emisi-
produsen-mode-dukung-garmen-berkelanjutan-di-bangladesh/a-56547187
Yonatan, A., Z. (2022, November 19). Bahan Polyester: Jenis Hingga Kelebihannya. Diakses
dari detik.com: https://www.detik.com/bali/berita/d-6411119/mengenal-bahan-polyester-
jenis-hingga-kelebihannya