Menikah Dengan Binatang, Menista Agama - !
Menikah Dengan Binatang, Menista Agama - !
Hanya demi konten! Viral seorang pria di Gresik, Jawa Timur bernama Saiful Arif
(44) alias Satrio Piningit menikahi seekor kambing betina yang diberi nama Sri
Rahayu bin Bejo. Hal ini terjadi di Desa Jogodalu Kecamatan Benjeng pada Ahad
(5/6/2022). Di dalam video Youtube Mata Lensa Gresik, pria tersebut mengenakan
setelan hitam dan blangkon hijau. Sedangkan kambing betina berwarna putih
didandani menggunakan kalung bunga seperti pengantin pada umumnya.
Tak hanya itu, acara pernikahan tersebut dihadiri para tamu undangan, salah
satunya seorang anggota DPRD dari Partai Nasdem Gresik, ada hiasan dekorasi
dan seserahan seperti pernikahan normal. Alasan pernikahan tersebut adalah Arief
mengaku menerima wangsit serta ditujukan untuk menjaga dan mempersatukan
Bumi Nusantara dan Bumi Pertiwi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengecam aksi ini dan menganggapnya perbuatan
haram, menyimpang dan termasuk dosa besar meskipun ditujukan untuk konten.
Muhammadiyah dan NU juga mengecam aksi ini.
Pimpinan Partai Nasdem Gresik sendiri menegur dua anggotanya yang terlibat di
acara tersebut. Pimpinan DPRD Gresik juga turun tangan. Tak ketinggalan
Kemenag juga ikut menegur bahwa hal tersebut tidak pantas dilakukan karena
merusak sakralitas pernikahan.
Menurut Perwakilan Aliansi Warga Cerdas (WC) Gresik, Abdullah Syafi, seluruh
pihak yang terlibat dan hadir di lokasi tersebut bisa terkena sanksi pidana setidaknya
5 tahun sesuai dengan Pasal 28 ayat 2 dan pasal 45 UU ITE, pasal 156 a KUHP
tentang penodaan agama (sindonews, 13/6/2022).
Perkara ini memang tidak boleh dipandang remeh. Demi konten media sosial, orang
dengan mudahnya melakukan perbuatan yang menyinggung syariat agama, dalam
hal ini syariat Islam tentang pernikahan. Tidak hanya terkesan membuat agama
sebagai gurauan, perbuatan semacam ini jelas-jelas menodai atau menista agama,
khususnya syariat pernikahan di dalam Islam. Negara harus menindaknya secara
tegas.
Allah Swt. berfirman, “Jika kamu tanyakan kepada mereka, niscaya mereka akan
menjawab, “Sesungguhnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja.”
Katakanlah, “Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu
selalu berolok-olok?” (QS. At-Taubah: 65).
Dalam Fatawa al Azhar, ulama’ sepakat bahwa siapa saja yang menghina agama
Islam, hukum murtad dan kafir.
َم ْن َي ْلَع ُن الِّدْي َن كَاِفٌر ُمْر َت ٌّد َع ْن ِدْي ِن اِإْلْس اَل ِم ِباَل ِخاَل ٍف
Artinya: “Barangsiapa yang melaknat agama Islam, maka hukumnya kafir dan
murtad dari agama Islam tanpa ada perbedaan pendapat” (Fatawa al Azhar, Juz 6,
Hal 64).
Dalam Fikih Islam, hukum dilaksanakan oleh Khalifah agar pelaku menjadi jera dan
tidak mengulangi perbuatan yang sama (zawajir). Selain itu, sebagai penebus
dosanya di akhirat (jawabir).
Begitu juga terhadap penista agama, jika hukuman penjara 5-6 tahun sudah cukup
membuat pelakunya jera, maka tidak perlu memberikan hukuman yang lebih berat
seperti membunuhnya. Namun jika hukuman penjara tidak memberikan efek
apapun, maka boleh pada tingkatan membunuh (Ibn Qasim al Ghazi, Fathul Qarib,
Hal 77).
Wallahu a’lam.[]