Anda di halaman 1dari 11

TUGAS FILSAFAT MORAL

ANALISIS KASUS PEMBUNUHAN HARINGGA SIRLA


DITINJAU DARI TEORI HATI NURANI SESAT

Disusun oleh :
Fransiska Suciani ( 51417016 )

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
UNIVERSITAS WIDYA MANDALA MADIUN
TAHUN 2018
Daftar Isi

Halaman Judul………………………………………………………………………………
Daftar Isi …………………………………………………………………………………...
Abstrak ……………………………………………………………………………………..
Permasalahan ……………………………………………………………………………….
Argumentasi ………………………………………………………………………………..
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………
I. Abstrak

Pembunuhan merupakan kejahatan yang sangat berat dan cukup mendapat perhatian di dalam
kalangan masyarakat. Berita di surat kabar, majalah dan surat kabar online sudah mulai
sering memberitakan terjadi nya pembunuhan. Tindak pidana pembunuhan di kenal dari
zaman ke zaman dan karena bermacam-macam faktor. Zaman modern ini tindak pidana
pembunuhan malah makin marak terjadi, tak terkecuali didalam dunia sepakbola. Analisis
kasus pembunuhan Haringga Sirla yang merupakan salah satu supporter Persija ini
menggunakan teori macam-macam hati nurani dalam etika moral bertujuan untuk
mengenalkan konsep hati nurani kepada pembaca.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kasus tersebut merupakan tindakan yang dapat
digolongkan sebagai hati nurani sesat yang dipengaruhi oleh budaya, serta lingkungan
sekitar. Pembaca juga akan dibuat berpikir mengapa hal itu dapat terjadi dan juga
menemukan solusi-solusi atas pengembangan kasus dari pengeroyokan Haringga Sirla.

( Keywords : Pembunuhan, Hati Nurani, Hati Nurani Sesat )


II. Permasalahan

HEADLINE: Kasus Pembunuhan Haringga Sirla, Korban Kebencian yang Mengakar?

Liputan6.com, Jakarta - Pertandingan Persib Bandung dengan Persija Jakarta yang


berlangsung Minggu 23 September 2018 menjadi ajang penting bagi Haringga Sirla. Anggota
Jakmania asal Cengkareng, Jakarta Barat, itu tak ingin ketinggalan menyaksikan secara
langsung tim kesayangannya berlaga di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA),
Bandung, Jawa Barat. Padahal, pertandingan kedua klub sepakbola itu dinilai angker oleh
para suporter sepakbola Tanah Air. Alasannya, laga itu acap menimbulkan korban jiwa, baik
dari suporter Persija Jakarta, Jakmania maupun suporter Persib Bandung, Bobotoh.
Namun itu tidak menyurutkan niat Harlingga untuk tetap berangkat. Tanpa diselimuti rasa
takut, dia meluncur ke Kota Kembang dengan menggunakan kereta api. Haringgapun tak
pamit dengan keluarganya. .Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, ia pun tiba di
Stasiun Bandung pukul 13.00 WIB. Di saat bersamaan, kawasan Stadion GBLA telah ramai
oleh aksi Bobotoh yang men-sweepingKartu Tanda Penduduk (KTP). Namun nahas. Langkah
Haringga terhenti setelah menjadi sasaran razia. Identitasnya sebagai warga Jakarta diketahui
dari kartu anggota Jakmania yang dibawa. Dia pun diteriaki sebagai anggota pendukung klub
Macan Kemayoran. Mendapat teriakan itu, Haringga sekuat tenaga menyelamatkan diri dari
kejaran bobotoh. Dia menjerit meminta tolong. Tubuh gempalnya dipaksa berlari sekencang
mungkin agar terhindar dari maut. Namun jeritan Haringga tak digubris. Dia pun berlindung
di balik pedagang bakso. Namun sang pedagang itu juga tak kuasa menolong Haringga.
Massa yang sudah beringas tak mampu dibendung lagi. Mereka menganiaya Haringga hingga
tewas. Kematian Haringga menambah panjang daftar kelam suporter Tanah Air. Pada musim
lalu di tempat yang sama, Ricko Andrean juga menjadi korban salah keroyok usai duel
kompetisi Liga 1 2017 antara Persib Bandung Vs Persija Jakarta, Sabtu 22 Juli 2017.
Data Save Our Soccer menyebut, Haringga menjadi korban tewas ke-7 dalam sejarah
pertandingan antara Persib dan Persija. Bahkan selama 23 tahun, tercatat ada 56 fans sepak
bola Indonesia tewas secara mengenaskan. Menurut Peneliti Hukum Olahraga Eko Noer
Kristiyanto, aksi keji itu terus terulang karena tidak adanya solusi yang konkret. Jalan keluar
yang ditawarkan hanya mempertemukan para pentolan klub yang kemudian diminta
bersalaman. Padahal di akar rumput ini sebetulnya ada dendam.
"Tidak menyentuh hal substantif. Intinya kan ada kebencian yang mengakar. Ini khusus buat
Jakmania dan Bobotoh saja ya, ada kebencian yang mengakar dan enggak ada upaya serius
untuk memadamkannya," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (28/9/2018).
Sebagai solusinya, lanjut Eko, perlu ada regulasi khusus yang dibentuk pemerintah dan
federasi. Termasuk aturan main bersifat teknis. "Regulasi khusus ini dilaksanakan bukan
cuma otoritas sepakbola tapi juga komunitas suporter," ujar Eko. Dan untuk jangka
pendeknya, dia mengusulkan agar setiap pertandingan Persib melawan Persija, tidak ada
suporter dari kedua pihak. Meski itu akan menggerus pendapatan yang dihasilkan dari laga
tersebut.
"Pasti ada kerugian dari tiket, tapi itu tidak ada artinya bagi keselamatan nyawa manusia,"
kata Eko. Dia menegaskan, aksi anarkistis bobotoh itu sebagai tindakan kriminal murni.
Polisi diminta menegakkan aturan hukum terhadap para pelaku sadis itu yang selanjutnya
dapat menyasar pihak terkait. "Tegakkan saja hukum pidananya, udah. Hukum negara
ditegakkan oleh polisi ntar kita bicara otoritas federasi terkait sanksi buat kru, maupun
suporter dan lainnya," ujar dia.

 
III. Teori yang digunakan :

HATI NURANI SESAT dari buku “ Filsafat Moral “


( DR. AGUSTINUS W. DEWANTARA, S.S., M.HUM )

Dari mana soal ini terjadi? Dari keyakinan bahwa hati nurani itu suara Tuhan. Bagaimana
kesesatan hati nurani dipahami dalam realitas kehidupan manusia? Hidup manusia sangat
dinamis. Hidup manusia dibentuk oleh banyak factor, seperti lingkungan sekitar, tradisi,
peraturan, relasi kemanusiaan satu dengan yang lain. Berikut ini adalah contoh yang
menampilkan kesesatan hati nurani : istri membakar diri karena suami telah meninggal
(tradisi yang konon masih berjalan di beberapa daerah di India).
Jadi, hati nurani sesat nyata adanya. Kesesatan ada dua, kesesatan vincible (bisa diatasi) dan
culpable (bisa dipersalahkan). Dari sebab itu, mengenai hati nurani sesat yang culpable
maupun vincible, orang diminta untuk membenahi hidupnya dan tidak boleh menutup mata
pada apa yang harus diketahuinya. Bahwa merajam ataupun melempari batu orang hingga
tewas adalah perbuatan hati nurani sesat dan merupakan tindakan jelek. Tidak bisa orang
terus menerus membiarkan diri pada perbuatan jelek semacam itu. Kalaupun orang tidak
mencetuskan desakan pada tindakan, dia tetap diminta untuk menyembuhkan hati nuraninya.
IV. Argumentasi:

Pada saat-saat menjelang suatu tindakan etis, pada saat itu kata hati akan mengatakan
perbuatan itu baik atau buruk. Jika perbuatan itu baik, kata hati muncul sebagai suara yang
menyuruh dan jika perbuatan itu buruk, kata hati akan muncul sebagai suara yang melarang.
Kata hati yang muncul pada saat ini disebut prakata hati. Pada saat suatu tindakan dijalankan,
kata hati masih tetap bekerja, yakni menyuruh atau melarang. Sesudah suatu tindakan, maka
kata hati muncul sebagai “hakim” yang memberi vonis. Untuk perbuatan yang baik, kata hati
akan memuji, sehingga membuat orang merasa bangga dan bahagia. Namun, jika perbuatan
itu buruk atau jahat, maka kata hati akan menyalahkan, sehingga, orang merasa gelisah, malu,
putus asa, menyesal.

Dengan hati nurani yang baik dan benar, seseorang akan selalu terdorong untuk bertindak
melakukan kehendak Tuhan dan menuruti norma-norma moral obyektif. Pembinaan hati
nurani tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan seseorang tentang kebenaran
dan nilai-nilai, ataupun kemampuan untuk memecahkan dilema moral, tetapi juga harus
memasukkan ke dalamnya pembinaan karakter moral seseorang secara lebih penuh.
Pembinaan hati nurani merupakan upaya yang hakiki agar manusia lebih mampu hidup dan
bertindak sesuai dengan bisikan hati hati nurani yang bisa dipertanggungjawabkan secara
moral. Melalui pembinaan hati nurani, manusia diharapkan bisa terhindar dari kesesatan
dalam pengambilan keputusan dan tindakan. Dengan begitu, perbedaan ataupun keragaman
tidak menjadi permasalahan yang dapat memicu konflik.

Manusia adalah ciptaan Tuhan paling utama yang bertugas sebagai penyeimbang karena
mempunyai hati nurani dan akal pikiran. Meskipun, ada manusia yang tidak percaya adanya
Tuhan tapi tidak mungkin manusia tidak mempunyai hati nurani. Oleh sebab itu ada yang
berkata bahwa suara hati adalah suara Tuhan. Suara Tuhan disini saya maksudkan sebagai
rasa yang dimiliki manusia yang berada pada lubuk hati paling dalam. Yang selalu berkata
jujur, dan tidak pernah palsu dalam menganalisa tindakannya. Apakah tindakan itu benar
ataukah salah. Dalam ilmu filsafat kita dituntut untuk selalu berpikir atas segala sesuatu yang
manusia lakukan, yang meliputi tentang salah atau benar, pantas atau tidak pantas, dan baik
atau buruk. Disinilah hati nurani berperan sebagai hakim untuk setiap tindakan manusia.
Sebuah rasa yang boleh dikatakan sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya.
Hati nurani juga sumber manusia menjadi makhluk yang bermoral. Kualitas moral yang baik
akan menghasilkan kehidupan terbaik. Kualitas kehidupan terbaik dihasilkan dari kreatifitas
dalam aturan moral yang baik. Jadi, diri seperti berlari di alam bebas untuk menemukan
tujuan akhir yang telah direncanakan, bukan seperti berlari di atas treadmill, dan hanya terus-
menerus berlari dengan rajin, sebatas jarak dan ukuran dari treadmill. Maksudnya, kualitas
kehidupan terbaik tercipta dari akal dan emosi yang kreatif dalam memanfaatkan potensi tak
terbatas dari kehidupan. Dan semua itu tetap terikat dalam kualitas moral yang
mengekspresikan diri untuk kemanusiaan, toleransi, cinta, kepedulian, dan akal baik.
Lagipula, hidup adalah sebuah perjalanan untuk dinikmati dan disyukuri dalam hati dan
pikiran, yang selalu berterima kasih kepada realitas Tuhan, dan selalu menjadi pribadi yang
tidak masuk dalam permainan celaan dan pujian, tapi masuk dalam permainan untuk merasa
bahagia dengan semua situasi dan kondisi. Dan semua ini dapat dihasilkan dari hati nurani
yang cerdas menghasilkan moral berkualitas tinggi, untuk menghargai diri sendiri dan orang
lain dengan energi cinta. .

Dalam kasus pembunuhan Haringga Sirla sudah sangat jelas bahwa kejadian nahas yang
menimpanya adalah tindakan dari hati nurani sesat yang dilakukan oleh sekumpulan orang
yang dipengaruhi oleh tradisi dan lingkungan sekitar. Haringga Sirla adalah warga Jakarta
dan juga anggota dari The Jack Mania pendukung dari kesebelasan Persija Jakarta. Seperti
diketahui, Haringga meninggal dunia setelah dikeroyok oknum yang mengenakan atribut
bobotoh, sebutan untuk suporter Persib Bandung, pada Minggu 23 September 2018 lalu.
Insiden tersebut terjadi di luar pagar kedua Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA).
Peristiwa meninggalnya Haringga Sirla, menjelang digelarnya pertandingan sepakbola
melawan Persib Bandung murni kriminal pengeroyokan dan penganiayaan yang
menyebabkan kematian.

( Dari yang sudah dibahas dalam teori hati nurani sesat, perilaku manusia ditentukan dan
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lingkungan sekitar, tradisi, peraturan, se rta relasi
kemanusiaan satu dengan yang lain )

Dalam kasus ini, kita sebagai manusia yang mempunyai hati nurani pasti menggelengkan
kepala ketika mendengar kasus ini. Sebab, dalam tatanan moral subjektif kita mengenal hati
nurani dari realitas bahwa manusia selalu melakukan pertimbangan dalam hidupnya. Tetapi,
hal yang meninmpa Haringga tidak dapat kita pikirkan secara logis. Bagaimana bisa
seseorang harus tewas hanya karena pertandingan sepak bola? Padahal secara garis besar
pertandingan ataupun kompetisi apapun didalamnya tidak akan sebandingan dengan nyawa
manusia. Berarti, ada yang salah dalam pemahaman nilai moral dan etika sesama manusia
antara Haringga dan supporter Persib Bandung ( Bobotoh ). Sebenarnya antara Haringga dan
Bobotoh sama-sama pecinta sepakbola, yang seharusnya kedua belah pihak tidak akan saling
menyerang apalagi membunuh. Lalu mengapa fenomena ini dapat terjadi? Hati nurani sesat
yang sudah mengakar dan mendarah daging dalam sebuah tradisi serta lingkungan akan
menghasilkan tindakan yang sesat pula. Karena hati nurani dapat teracuni oleh doktrinisasi
pemikiran yang negatif dari lingkungan sekitar yang majemuk. Contoh, ketika kita sejak kecil
diajarkan oleh orang tua maupun lingkungan sekitar untuk selalu membunuh ular yang
ditemui dijalan, tujuannya agar kita tidak takut pada ular, maka tanpa peduli ular itu
membahayakan kita atau tidak kita pasti akan membunuhnya. Ya, tujuannya memang baik,
namun ada yang salah dalam pemikiran yang akan berdampak pada cara kita menggunakan
hati nurani. Sesatnya hati nurani dapat terjadi karena tidak berfungsinya norma – norma
kemanusiaan secara global. Lalu berdampak pada pembenaran tindakan suatu kelompok atau
individu pada sesuatu yang dihadapinya. Meskipun didalam lubuk hatinya paling dalam
mengatakan tindakan itu salah. Tapi ketika sudah menjadi aksi sebuah kelompok atau
individu itu dianggap benar.

Beberapa wawancara menyebutkan, pihak Bobotoh mengaku adanya aliran dana yang
dikeluarkan untuk proker edukasi. Tujuannya, supaya anggota Bobotoh dapat menjadi
supporter sepakbola yang aman dan menjaga perilakunya agar sesuai dengan peraturan.
Selain itu sudah dibuat peraturan hingga sanksi khusus untuk supporter oleh PSSI agar kisruh
antar pendukung kesebelasan tidak terjadi kembali. Dan ada beberapa sumber yang
mengatakan jika sudah ada perdamaian antara Bobotoh dengan The Jack. Semua dilakukan
agar perseteruan antara kedua belah pihak dapat diredam. Berarti dapat disimpulkan bahwa,
kasus Haringga terjadi murni karena hati nurani sesat yang dilakukan oleh oknum Bobotoh.
Mereka tidak memperdulikan edukasi maupun sanksi-sanksi yang sudah diberikan dan
diciptakan. Maka dari itu tindakan hati nurani sesat yang dilakukan Bobotoh adalah culpable.
Karena kesesatan itu dilakukan atas dasar kesengajaan. Dengan kata lain, apa yang
seharusnya dia tahu, tetapi dia tidak mau tahu atau membiarkan diri tidak tahu. Bobotoh
menjadi culpable karena bersikukuh atau bertahan dan sengaja membiarkan diri dalam
kesesatannya. Oleh sebab itu memang sudah sepantasnya jika kasus ini diserahkan pada
lembaga hukum. Agar pelaku kesesatan hati nurani culpable dapat menerima hukuman atas
perbuatannya. Karena hukum adalah institusi yang paling berwenang untuk mengendalikan
akibat dari sebuah tindakan yang telah menyalahi norma dan peraturan yang ada dalam
masyarakat termasuk juga kesesatan hati yang menimbulkan kesesatan perilaku pula.
Selebihnya untuk menghindari kesesatan hati yang serupa alangkah lebih baik jika kedua
supporter diberikan pengetahuan yang lebih mendasar. Diberikan doktrin dan ajaran budaya
yang baru. Butuh seorang penggerak dari kedua belah pihak yang memang mempunyai hati
nurani yang bersih. Karena jika bicara soal supporter bola di Indonesia berarti kita seperti
bicara soal gangster. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah supporter bola tersebut, awal
mereka dibentuk, bertujuan apa, dan untuk apa mereka dibentuk. Jika hanya melulu soal
memberi hukuman kepada pelaku kesesatan hati nurani tidak akan pernah cukup. Karena
dalam ilmu filsafat kita dituntut untuk menemukan jalan keluar bukan menemukan sebuah
hukuman atas sebuah tindakan saja. Intinya, harus ada pendekatan secara personal. Dari hati
ke hati. Karena memang tidak mudah merubah sebuah budaya, dan pola pikir sesat yang
sudah mendarah daging dalam sebuah kelompok. Banyak anggota kelompok yang tidak
mengetahui alasan mengapa mereka memusuhi anggota kelompok lain. Mereka hanya
mengikuti budaya yang sudah ada. Jika budaya itu sesat maka mereka juga ikut sesat, tanpa
memperdulikan nilai-nilai kemananusiaan yang berlaku. Mereka diliputi rasa bangga jika
sudah melakukan salah satu budaya yang mengakar dalam kelompok mereka. Akibatnya jika
beretemu dengan rival mereka akan benar-benar melakukan budaya tersebut, entah itu baik
ataupun buruk. Disini banyak sekali elemen-elemen yang dapat membantu untuk ikut andil
dalam meluruskan kesesatan hati. Pihak keluarga menjadi elemen yang utama. Lalu pihak
pendidik adalah pihak yang kedua. Setelah itu barulah aturan-aturan yang ikut menjaga dalam
terciptanya masyarakat yang harmoni.
Daftar Pustaka

1. Dewantara, A. (2017). Filsafat Moral (Pergumulan Etis Keseharian Hidup Manusia).


2. Simbolun, Huyogo. 2018. HEADLINE: Kasus Pembunuhan Haringga Sirla, Korban
Kebencian yang Mengakar?. Diambil dari
https://www.liputan6.com/news/read/3654973/headline-kasus-pembunuhan-haringga-
sirla-korban-kebencian-yang-mengakar
3. A Wattimena, Reza A. 2012. Relativisme dan Hati Nurani. Diambil dari :
https://rumahfilsafat.com/2012/02/25/relativisme-dan-hati-nurani/

Anda mungkin juga menyukai