Suara Hati Menurut Kitab suci dan Ajaran Gereja Cara Kerja Suara Hati Kekeliruan Suara Hati Peran Suara Hati Cara Membina Suara Hati Sarana Pembinaan Suara Hati Pengertian Suara Hati KBBI: Suara hati adlh kata hati Hati Nurani berarti hati yg telah mendpt cahaya Tuhan atau perasaan hati yg murni dan yg sedalam-dlmnya Secara etimologis suara hati yg dlm bahasa latin disebut conscientia, dri kata conscire, berrti "mengetahui bersama" atau "turut mengetahui" (Sudarminta 2013,64) Secara harafiah, suara hati adlh 'suara' yg berasal dri kedlman hati atau pusat kedirian seseorang dan yg menegaskan benar-salahnya suatu tindakan atau baik- buruknya suatu kelakuan tertentu berdasarkan suatu prinsip atau norma moral (Sudarminta, 2013, 63) Apa perbedaan suara hati dan hati nurani? Thomas Aquinas (lahir 1225-1274) Menurut Aquinas, manusia sudah selalu memiliki perasaan dalam hatinya tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Ia membedakan antara hati nurani dan suara hati. Menurutnya, hati nurani adalah pengetahuan intuitif tentang prinsip-prinsip moral (etis). Sedangkan suara hati adalah penerapan prinsip- prinsip moral pada kasus konkret. Hati nurani berasal langsung dari Allah dan tidak dapat keliru. (Magnis-suseno, 1997: 91) Mengapa demikian? Sebab, pada dasarnya hati nurani adalah baik. Allah pada dasarnya adalah baik, ia menciptakan segala sesuatu di bumi ini baik adanya. Dengan demikian, Allah sering diberi gelar sebagai Maha Baik atau sering juga dikatakan sebagai Sang Baik, bahkan juga sebagai yang Maha Kuasa. Sebab, apa yang dilakukannya selalu baik adanya. Realitas yang baik atau kenyataan yang bernilai hanya berasal dari Allah, sehingga di dalam hati nurani, manusia sudah selalu turut merasakan kehadiran realitas Sang Baik itu. Dengan kata lain, manusia sudah selalu berjumpa dengan realitas Sang Baik dalam hati nuraninya. Hati nurani tidak dapat keliru, sebab hati nurani sendiri sudah selalu berasal langsung dari Sang Baik/Maha Kuasa. (Magnis-suseno, 1997: 91) Apabila manusia masuk ke dalam situasi keputusan konkret/nyata, di mana ia harus memilih antara yang baik dan yang buruk, hati nurani menjadi suara hati yang mengatakan tentang apa yang wajib ia lakukan. Suara hati dapat keliru apabila manusia berlaku melawan suara hatinya. Apa yang terjadi jika orang mengikuti suara hatinya? Orang yang mengikuti suara hati berarti ia mengambil sikap/keputusan karena itu disadarinya sebagai baik. Misalnya, menolak permintaan untuk memfitnah seseorang bukan karena ia takut ketahuan, melainkan karena memfitnah itu pada dasarnya jahat. Dengan demikian, suara hati tidak mesti selalu benar. Suara hati sudah selalu mengikutsertakan penilaian terhadap suatu situasi. Jadi, kegiatan nalar dan nalar dapat keliru. Tarikan Yang Baik dapat saja tidak diikuti. Walaupun manusia menyerah terhadap tarikan ego: emosi, nafsu, kepentingan, rasa benci dan sebagainya, namun manusia tidak dapat lari dari tarikan Yang Baik itu. Karena sudah selalu ada dan menjadi dasar. (Magnis-suseno, 2014: 7) Dalam sebuah kereta berkuda, Ajuna berangkat menuju ke tempat pertempuran bersama Krisna yang bertindak sebagai pengendalinya. Tapi setibanya di tempat tujuan, ia melihat sanak saudara, guru-guru dan sahabat-sahabat di antara tentara yang menjadi lawannya. Melihat keadaan itu, "rasa sedih dan putus asa memenuhi hatinya." Ia tidak tega berperang melawan kerabat dan orang yang akrab dengannya. “Saya tidak mau membunuh mereka, sekalipun saya sendiri akan dibunuh." Busur saktinya terjatuh dari tangannya dan ia sendiri rebah dalam kereta, hatinya dilimpahi keputusaasaan dan kesedihan. Usaha Krisna untuk membesarkan hatinya tidak sedikit pun dapat mengubah sikapnya. “Setelah mereka mati, masa kita ingin hidup lagi?“ Dan dengan tegas ia putuskan: "Saya tidak akan berperang, Krisna." (Bertens, 2013: 40) Suara Hati Menurut Kitab Suci Dalam kitab perjanjian lama dengan jelas menyatakan pentingnya suara hati dengan menyatakan bahwa Allah mencari dan mengutamakan hati manusia. Selain hal tersebut, perjanjian lama juga menekankan kesatuan antara suara hati dengan apa yang disebut hati pada kitab Amsal 3:3. Selain itu, saya juga mengambil perikop dari perjanjian baru yaitu pada Kisah Para Rasul 24:16 dimana Paulus menyatakan “sebab itu aku senantiasa berusaha hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia.” Pada perikop ini, Paulus menyampaikan prinsip hidup serta pewartaannya atau kesadaran moralnya. Menurut Paulus, kesadaran moralnya adalah Allah yang melalui Yesus Kristus memerdekakan dia untuk hidup dan berbuat sesuai hati nuraninya. Hati nurani yang murni menurut Paulus adalah karunia Roh atau rahmat. Suara Hati dlam Katekism us Gereja katolik a. Pengertian Suara Hati/Hati Nurani • KGK 1778 • Hati nurani adalah keputusan akal budi, di mana manusia mengerti apakah satu perbuatan konkret yang ia rencanakan, sedang laksanakan, atau sudah laksanakan, baik atau buruk secara moral. Dalam segala sesuatu yang ia katakan atau lakukan, manusia berkewajiban mengikuti dengan seksama apa yang ia tahu, bahwa itu benar dan tepat. Oleh keputusan hati nurani manusia mendengar dan mengenal penetapan hukum ilahi. b. Hati Nurani adlh Hukum yg diberikan oleh Allah kpd Manusia • GK 1776 “Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jauhkanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu,… Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya” (Gaudium et Spes 16) c. Gunanya Hati Nurani adalah memimpin manusia untuk berbuat baik dan menghindari perbuatan jahat. KGK art. 1777 Di dalam lubuk hati seseorang bekerjalah hati nurani (Bdk. Rm 2:14-16). Pada waktu tertentu ia memberi perintah untuk melakukan yang baik dan mengelakkan yang jahat. Ia juga menilai keputusan konkret, di mana ia menyetujui yang baik dan menolak yang jahat (Bdk. Rm 1:32). la memberi kesaksian tentang kebenaran alam hubungan dengan kebaikan tertinggi, yaitu Allah, oleh siapa manusia ditarik, dan hukum- hukum Siapa manusia terima. Kalau Ia mendengar Hati Nuraninya, manusia yang bijaksana dapat mendengar suara Allah, yang berbicara di dalamnya. 4) Prinsip utamanya Apa yang kamu ingin agar orang lain berbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. (Mat 7:12) KGK art. 1789 Dalam segala hal berlaku peraturan- peraturan berikut: Tidak pernah diperbolehkan melakukan hal yang jahat, supaya hal yang baik dapat tinmbul darinya. "Kaidah emas": "'segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, berbuatlah demikian juga kepada mereka" (Mat 7:12). Cinta kasih Kristen selalu meng- hargai sesama dan Hati Nuraninya. "Jika engkau berdosa terhadap saudara- saudaramu... dan melukai Hati Nurani mereka yang lemah engkau pada hakikatnya berdosa terhadap Kristus" (1 Kor 8:12). Tidak baik? melakukan sesuatu yang menjadi batu sandungan bagi saudaramu" (Rm 14:21). 5 Agar dapat mendengarkan hati nurani, kita harus mengenal hati sendiri dan rajin memeriksa batin. KGK art. 1779 Supaya dapat mendengarkan dan mengikuti suara hati nurani, orang harus mengenal hatinya sendiri. Upaya mencari kehidupan batin menjadi lebih penting lagi, karena kehidupan sering kali mengalihkan perhatian kita dari setiap pertimbangan, dari pemeriksaan diri atau dari introspeksi. "Masuklah ke dalam hati nuranimu dan tanyakanlah dia!.. Masuklah ke dalam batinmu saudara-saudara! Dan di dalam segala sesuatu yang kamu 1lakukan, berusahalah agar Allah adalah saksimu" (Agustinus, ep. Jo. 8,9). Suara Hati menurut Gaudium et Spes artikel 16 "Di lubuk hatinya manusia menemukan hukum, yang tidak di terimanya dari dirinya sendiri, melainkan harus ditaatinya. Suara hati Itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat. Jika diperlukan, Suara itu menggema dalam lubuk hatinya: jalankanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya, manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu, dan menurut hukum itu pula ia akan diadili. Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya. Berkat hati nurani dikenallah secara ajaib hukum, yang dilaksanakan dalam cinta kasih terhadap Allah dan terhadap sesama. Atas kesetiaan terhadap hati nurani umat kristiani bergabung dengan sesama lainnya untuk mencari kebenaran, dan untuk dalam kebenaran itu memecahkan sekian banyak persoalan moral, yang timbul baik dalam hidup perorangan maupun dalam hidup kemasyarakatan. Oleh karena itu, semakin besar pengaruh hati nurani yang cermat, semakin jauh pula pribadi-pribadi maupun kelompok-kelompok menghindar dari kemauan yang membabi-buta, dan semakin mereka berusaha untuk mematuhi norma-norma kesusilaan yang objektif. Akan tetapi tidak jaranglah terjadi bahwa hati nurani tersesat karena ketidaktahuan yang tak teratasi, tanpa kehilangan martabatnya. Tetapi itu tidak dapat dikatakan tentang orang, yang tidak peduli untuk mencari apa yang benar serta baik, dan karena kebiasaan berdosa hati nuraninya lambat laun hampir menjadi buta" (GS art. 16). 3. Cara Kerja Suara Hati Suara hati membantu manusia dalam menentukan keputusan atau tindakan yang diambilnya (Aman, 2016: 88). Karena Suara Hati adalah keputusan akal budi untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkret, suara hati memiliki cara kerja tertentu, yakni: a. Dari segi waktu Dalam hati manusia, sebelum ia bertindak atau berbuat sesuatu, ia sudah mempunyai suatu kesadaran atau pengetahuan umum bahwa ada yang baik dan ada yang buruk. Setiap orang memiliki kesadaran moral tersebut, walaupun kadar kesadarannya berbeda-beda. Pada saat itu suara hati akan mengatakan perbuatan itu baik atau buruk. Jika perbuatan itu baik, suara hati muncul sebagai suara yang menyuruh. Namun, jika perbuatan itu buruk, Suara Hati akan muncul sebagai suara yang melarang. Suara hati yang muncul pada saat ini disebut indeks (petunjuk). Pada saat suatu tindakan dijalankan, Suara Hati masih tetap bekerja, yakni menyuruh atau melarang/iudex (hakim). Sesudah suatu tindakan atau perbuatan, maka Suara Hati muncul sebagai "hakim" yang memberi vonis/vindex (penghukum). Untuk perbuatan yang baik, kata hati akan memuji, sehingga membuat orang merasa bangga dan bahagia. Namun, jika perbuatan itu buruk atau jahat maka Suara Hati akan mencela/menyalahkan, sehingga orang merasa gelisah, malu, menyesal, putus asa, dan sebagainya. Demikianlah, suara hati muncul sebagai indeks (petunjuk), kemudian sebagai iudex (hakim) dan sekaligus vindex (penghukum). b. Suara hati dan norma Bila suara hati dikaitkan dengan norma yang harus ditaati, maka suara hati dapat dibedakan (Aman, 2016: 89): - Suara hati benar Secara objektif sejalan dengan norma. Misalnya, perintah ke-8 dekalog berbunyi, "Jangan berdusta!" Suara hati saya yakin bahwa kapan dan di mana pun saya tidak boleh berdusta. - Suara Hati yang salah Secara objektif tidak sejalan dengan norma yang ada karena suara hati memutuskan sesuatu yang salah. 4. Kekeliruan Suara Hati Suara Hati sebagai ungkapan pemahaman dan kesadaran moral manusia bukanlah sesuatu yang bersifat bawaan dan tidak berubah sama sekali (Sudarminta, 2013: 69). Peka atau tidaknya Suara Hati seseorang dan tepat tidaknya dalam menilai situasi moral yang dihadapinya tergantung dari pemahaman dan kesadaran moral yang memilikinya. Tingkat kedewasaan, latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial dan budaya seseorang ikut mewarnai pemahaman dan kesadaran moralnya Karena itu, meskipun tuntutan Suara Hati bersifat mutlak atau wajib diikuti, namun apa yang disadari sebagai kewajiban moral oleh seseorang dalam situasi konkret yang ia hadapi itu bisa keliru. Walaupun karena sifat kemutlakan tuntutannya, suara hati mengungkapkan sesuatu yang berasal dari Yang Mutlak sendiri, suara hati juga merupakan ungkapan pemahaman dan kesadaran moral yang terbatas atau tidak sempurna dari orang yang memilikinya (Sudarminta, 2013: 69). Apa yang ditegaskan oleh Suara Hati merupakan sesuatu yang sangat pribadi tetapi sekaligus juga buah pengaruh lingkungan yang melahirkan dan membentuk seseorang. Hal itu disebabkan, baik oleh pemahaman dan Kesadaran Moral yang diwarisi seseorang dari lingkungannya itu keliru maupun karena ia keliru memahami apa yang diwarisi (Sudarminta, 2013: 70). Selain itu, kekeliruan Suara Hati juga karena seseorang belum bebas dari nafsu-nafsu yang menguasai dirinya. Misalnya, seseorang yang terlalu sering dan ketagihan memuaskan diri di tempat pelacuran, dapat terjadi bahwa lama-kelamaan suara hatinya tidak merasa terusik lagi. Bahkan, ia bisa membela dirinya atau membenarkan dirinya dengan pelbagai alasan. Dalam Gereja, pembahasan tentang Suara Hati yang bisa salah atau keliru ini juga mendapatkan perhatian serius. Manusia pun dapat merusak suara hatinya dengan banyak cara dan karena pelbagai alasan (Peter Aman, 2016. 95). Menurut KGK art. 1792, penyebab-penyebabnya adalah sebagai berikut (Peter Aman: 2016, 95): -Ketidaktahuan akan kebenaran, yakni Kristus dan injil-Nya. -Teladan buruk orang lain -Menjadi budak nafsu. -Salah memahami otonomi Suara Hati. -Menolak otoritas Gereja dan ajarannya. -Tidak bertobat dan kekurangan kasih. Kekeliruan suara hati ini juga dijelaskan dalam KGK art. 1790- 1794. -Manusia selalu harus mengikuti keputusan yang pasti dari Hati Nuraninya. Kalau ia dengan sengaja bertindak melawannya, ia menghukum diri sendiri. Tetapi dapat juga terjadi bahwa karena ketidaktahuan, suara hati membuat keputusan yang keliru mengenai tindakan yang orang rencanakan atau sudah lakukan (KGK art. 1790). -Sering kali manusia yang bersangkutan itu sendiri turut menyebabkan ketidaktahuan ini, karena ia "tidak peduli untuk mencari apa yang benar serta baik, dan karena kebiasaan berdosa hati nuraninya lambat laun hampir menjadi buta" (GS art. 16). Dalam hal ini ia bertanggung jawab atas yang jahat, yang ia lakukan (KGK art. 1791). - Ketidaktahuan mengenai Kristus dan Injil-Nya, contoh hidup yang buruk dari orang lain, perbudakan oleh nafsu, tuntutan atas otonomi hati nurani yang disalah artikan, penolakan otoritas Gereja dan ajarannya, kurang rela untuk bertobat dan untuk hidup dalam cinta kasih Kristen, dapat merupakan alasan untuk membuat keputusan salah dalam tingkah laku moral (KGK art. 1792). -Sebaliknya, kalau ketidaktahuan itu tidak dapat diatasi atau kalau yang bersangkutan tidak bertanggung jawab atas keputusan yang salah, maka perbuatannya yang buruk tidak dapat dibebankan kepadanya. Walaupun demikian, hal itu tetap, tinggal sesuatu yang jahat, satu kekurangan, satu gangguan. Karena alasan ini, maka kita harus berikhtiar supaya menghilangkan kekeliruan Hati Nurani (KGK art. 1793). - Hati nurani yang baik dan murni diterangi oleh iman yang benar, karena cinta kasih Kristen timbul sekaligus "dari hati yang suci, dari Hati Nurani yang murni dan iman yang tulus ikhlas" (1 Tim 1:5)(KGK art. 1794). Oleh karena itu, semakin besar pengaruh hati nurani yang cermat, semakin jauh pula pribadi- pribadi maupun kelompok-kelompok menghindar dari kemauan yang membabi-buta, dan semakin mereka berusaha untuk mematuhi norma-norma kesusilaan yang objektif" (GS art. 16). 5. Apakah Suara Hati adalah Suara Tuhan? Sifat kemutlakan suara hati mendorong orang untuk menyebut suara hati sebagai suara Tuhan. Akan tetapi, anggapan ini perlu dimengerti secara kritis (Sudarminta, 2013: 68). Kemutlakan memang berasal dari Yang Mutlak dan menunjuk pada realitas Tuhan sebagai Yang Mutlak. Menurut John Henry Newman, kesadaran akan kewajiban yang bersifat mutlak itu merupakan jalan yang paling tepat untuk menegaskan adanya Tuhan. Akan tetapi, suara hati tidak identik dengan Suara Tuhan (Sudarminta, 2013: 69). Mengapa? Karena sebagai ungkapan pemahaman dan Kesadaran Moral dalam situasi konkret sebagai manusia yang terbatas, suara hati dapat keliru. Padahal Tuhan tidak mungkin keliru! Suara Hati tetap merupakan ungkapan pemahaman dan kesadaran moral yang terbatas dari yang manusia yang memilikinya. Yang mutlak adalah tuntutannya untuk melakukan apa yang disadarinya sebagai kewajiban moral dalam situasi konkret, dan bukan bahwa isi kewajiban itu mutlak benar (Sudarminta, 2013: 69). 6. Peran Suara Hati dan Hati Nurani Berdasarkan cara kerja Suara Hati yang telah diulas di atas, kita dapat menyimpulkan fungsi atau peran Suara Hati. Suara Hati berfungsi sebagai pedoman atau pegangan untuk menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk secara moral. Suara Hati mendorong manusia melakukan yang baik dan mengelakkan yang jahat. Suara hati membantu manusia untuk mengambil keputusan untuk bertindak dalam situasi konkret (Peter Aman, 2016: 88). Keputusan yang diambil adalah keputusan yang baik, yakni sejalan dengan norma atau aturan yang berlaku. Menurut Kieser sebagaimana dikutip oleh (Dapiyanta, 2014: 17-18), fungsi hati nurani adalah kesadaran akan yang baik dan tidak baik, akan apa yang harus dilakukan (keputusan akan nilai), pengambilan keputusan untuk bertindak, dan pengadilan (keputusan) akan tindakan yang dilakukan apakah benar atau salah. Sebagai sebuah kesadaran, Hati Nurani memberikan informasi tentang perbuatan baik dan tidak baik dalam situasi konkret (Dapiyanta, 2014: 18). Informasi tersebut selanjutnya menjadi pertimbangan akan apa yang harus dilakukan. Hati Nurani berfungsi sebagai pertimbangan mengapa seseorang melakukan tindakan tertentu dan bukan tindakan yang lain. Dengan kesadaran dan pertimbangan itu memungkinkan subjek untuk dapat bertanggung jawab, khususnya mampu menjawab mengapa ia melakukan perbuatan tertentu. Dengan pertimbangan hati nurani, subjek mampu memilih, memutuskan hal yang harus dilakukan (Dapiyanta, 2014: 18). Memilih berarti berkehendak. Berkehendak menunjukkan bahwa seseorang bebas menentukan. Dengan kehendak bebas itu, Hati Nurani memungkinkan orang untuk mengambil tanggung jawab khususnya kesiapan menanggung risiko dari tindakannya. Jadi Hati Nurani sangat berhubungan dengan kemampuan seseorang mengambil tanggung jawab atas tindakannya. Hati nurani juga berfungsi sebagai pengambil keputusan atas tindakan yang sudah dilakukan (Dapiyanta, 2014: 18). Tindakan seseorang dapat menyimpang dari hati nurani. Setelah orang bertindak Hati Nurani mengambil peranan menjadi pengadil apakah tindakan seseorang sesuai atau bertentangan. Jika tindakan seseorang sesuai degan Hati Nurani, suara hati akan memberikan pujian, peneguhan yang berupa ketenangan batin. Manusia bermartabat luhur justru karena ia memiliki Hati Nurani. Dan keluhuran itu terwujud manakala ia menaati keputusan Hati Nurani. Dalam ketaatan terhadap keputusan hati nurani itulah letak martabat manusia. "Menurut Hati Nurani itu pula ia akan diadili", sebagaimana dinyatakan dalam artikel Gaudium et Spes art. 16, "Martabatnya ialah mematuhi hukum itu, dan menurut hukum itu pula ia akan diadili." Fungsi atau peran suara hati atau hati nurani di atas sejalan dengan apa yang ditegaskan oleh Gereja sebagaimana tercatat dalam KGK berikut ini. "Di dalam lubuk hati seseorang bekerjalah hati nurani (Bdk. Rm 2:14-16). Pada waktu tertentu iia memberi perintah untuk melakukan yang baik dan mengelakkan yang jahat. Ia juga menilai keputusan konkret, di mana ia menyetujui yang baik dan menolak yang jahat (Bdk. Rm 1:32). la memberi kesaksian tentang kebenaran dalam hubungan dengan kebaikan tertinggi, yaitu Allah, oleh siapa manusia ditarik, dan hukum-hukum Siapa manusia terima. Kalau ia mendengar hati nuraninya, manusia yang bijaksana dapat mendengar suara Allah, yang berbicara di dalamnya (KGK 1777)." 7. Cara Membina Suara Hati Berhubung suara hati bisa keliru, maka kita perlu membina Suara Hati. Pembinaan suara hati adalah usaha sadar untuk memperoleh, memperdaia dan mengembangkan pemahaman, penilaian dan sikap moral sehingga dalam menegaskan apa yang menjadi kewajiban moral dalam situasi konkret, suara hati kita semakin tepat atau sesuai dengan norma moral (Sudarminta, 2013: 72). Pendidikan ini akan melibatkan dimensi pengetahuan (kognitif), kepekaan hat (afektif), kehendak (konatif) dan pembiasaan berbuat baik. kepekaan hat (afektif), kehendak (konatif) dan pembiasaan berbuat baik. Dalam dimensi kognitif, pembinaan suara hati akan melibatkan usaha untuk bersedia terus-menerus belajar guna meningkatkan pengetahuan dan pengertian moral (Sudarminta, 2013: 72). Dalam hal ini, keterbukaan hati untuk menerima macam-macam pertimbangan moral yang berkembang dan kerendahan hati untuk terus bertanya kepada mereka yang lebilh kompeten atau yang berpengalaman sangat diperlukan. Ketika pengetahuan semakin luas dan dalam, maka kekeliruan dalam mengambil keputusan moral bisa dihindari. Dalam dimensi afektif, pembinaan suara hati bermaksud menumbuhkan cita rasa moral atau kepekaan hati terhadap apa yang memang baik atau secara objektif bernilai, apa yang pantas dicita-citakan dalam hidup dan apa yang jahat atau apa yang perlu dihindarkan (Sudarminta, 2013: 72). Dalam hal ini, pengalaman menyaksikan sendiri bahwa nilai-nilai dan sikap moral yang pantas dicita-citakan dihidupi oleh figur-figur tertentu sangat membantu kita. Dengan demikian, keteladanan sangat penting dalam pembinaan dalam dimensi afektif ini. Kematangan dalam dimensi ini ditandai dengan bertumbuhnya rasa cinta akan kebaikan dan hati tergerak untuk selalu melakukan yang baik (Sudarminta, 2013: 73). Dalam dimensi kehendak (konatif), pembinaan suara hati berarti membangun kehendak atau tekad moral (Sudarminta, 2013: 73). Orang yang kehendaknya tidak kuat mudah jatuh dalam godaan untuk tidak melaksanakan apa yang secara kognitif (pengetahuan) dipahami dan bahkan diyakininya benar. Seseorang yang tahu bahwa sesuatu itu baik dan benar belum tentu ia wujudkan dalam tindakan. Orang bisa jatuh ke dalam kelemahan kehendak yang oleh Aristoteles disebut akrasia (Sudarminta, 2013: 73). Dengan demikian, orang yang tidak melatih kehendaknya, bisa saja kepekaan dan ketepatan penilaian suara hatinya dibengkokkan oleh nafsu dan dorongan perasaanya yang tidak teratur. Beraskese atau mati raga adalah salah satu upaya untuk melatih kehendak yang kuat (Sudarminta, 2013: 74). Melalui upaya mati raga (askese), seseorang Derjuang menguasai dirinya dan tidak membiarkan dirinya ditentukan oleh dorongan perasaarn spontan (misalnya, suka tidak suka, marah, benci, enak tidak enak). Jadi, orang perlu berjuang melakukan hal-hal yang baik, walau itu tidak enak atau tidak disukai. Upaya ini menumbuhkan tekad moral untuk terus melakukan yang baik. Dalam dimensi pembiasaan berbuat baik, dimensi kognitif, afeksi dan konatif dipadukan (Sudarminta, 2013: 74). Keputusan suara hati yang tepat (tidak keliru) terjadi berkat pembiasaan memahami dan melakukan apa yang baik. Pembentukan tekad moral yang kuat hanya akan berhasil berkat latihan dan pembiasaan melakukan yang baik. Dalam upaya ini, sikap kritis tetap perlu dikembangkan agar hanya yang baik yang terus dilakukan. Menurut Peter Aman, pembinaan suara hati tidak identik dengan pengajaran akan hukum-hukum atau norma-norma, sebaliknya merupakan suatu proses penyadaran yang mesti terjadi pada setiap orang. Orang harus sadar akan kondisi individual kehidupannya; sadar akan pandangan-pandangan yang telah diinternalisasikannya; sadar akan kepentingan-kepentingan pribadi dan kelompok; sadar akan kondisi-kondisi sosial yang juga turut berperan dalam pengambilan keputusan (Aman, 2016: 84). Pembinaan suara hati harus mengarah kepada tanggung jawab dan fungs kritis. Fungsi kritis Suara Hati dapat terungkap dalam menjawab pertanyaan refleksif, seperti, apakah keputusan yang diambil atau direncanakan selaras dengan makna hidup yang diyakini dan selaras dengan tugas hidup serta cita-cita yang merupakan penjabaran makna hidup tersebut? Fungsi krits juga mengarahkan tindakan manusia agar selaras dengan keyakinan umum yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, juga melakukan peran kritis terhadap keyakinan umum tersebut (Aman, 2016: 85). Dengan fungsi kritisnya Suara Hati memperlihatkan aspek tanggung jawabnya yakni mendorong orang untuk tetap kritis dan berani memperjuangkan nilai-nilai dasariah demi kebaikan manusia secara keseluruhan. Bagaimanakah Suara Hati dibentuk secara praktis? Yang jelas bahwa manusia tidak lahir dengan kelengkapan pengetahuan tentang yang baik dan jahat. Nilai-nilai tersebut diperoleh melalui pendidikan dan dibentuk oleh akal budi serta dibantu dengan refleksi atas iman kristiani. Yang terutama ditawarkan oleh iman kristiani adalah makna hidup. Iman kristiani mengajarkan bahwa Allah menghendaki dan melaksanakan karya keselamatan dengan menjalinrelasi dengan manusia dan hidup bersama manusia sehingga manusia menjadl partner Allah menuju kepenuhan keselamatan eskatologis (Aman, 2016: 85). Dengan demikian, martabat manusia dimuliakan sehingga manusia dari diri sendirinya (Suara Hati) bertindak dan bersikap sesuai martabatnya dan bahwa pusat dan ukuran segala sesuatu bukan lagi dirinya sendiri tetapi Allah. Ukuran kesempurnaan seorang beriman kristiani bukan urusan duniawi, tetapi ilahi, "Haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna" (Mat. 5:48). 8. Sarana-sarana Pembinaan Suara Hati Peter Aman meringkas beberapa bentuk sarana pembinaan suara hati seturut ajaran Gereja Katolik sebagai berikut (Aman, 2016: 86-88): a. Pendidikan Moral Seorang anak lebih mudah menginternalisasi ajaran dan nilai-nilai moral yang diajarkan oleh orang tua dan gurunya. Orang yang sudah dewasa perlu menaruh perhatian pada ajaran moral yang diberikan Magisterium Gereja. Amatlah penting untuk membentuk Suara Hati selaras dengan ajaran Magisterium. Gereja memiliki kepenuhan kebenaran dan seorang akan berdosa dan menanggung risiko bila dia mengabaikan kebenaran. Kebenaran di sini pertama-tama mengacu kepada pribadi Yesus Kristus, yang adalah jalan, kebenaran dan kehidupan (bdk. Yoh. 14:6). Pengenalan akan pribadi Yesus merupakan inti dari pendidikan Moral Kristiani, karena di dalam Dia makna sejati dan kepenuhan hidup manusia tercapai. Ini berarti bahwa landasan dan kekuatan nurani kristiani terdapat dalam iman akan Kristus Yesus. b. Pengetahuan Kehidupan dan Ajaran Kristiani Suara Hati yang benar akan menata kriteria moralnya sesuai dengan warisan dan corak kehidupan moral kristiani yang diterimanya melalui Kitab Suci, Tradisi dan Magisterium."Namun, kaum beriman kristiarni dalam membentuk suara hati mereka wajib mengindahkan dengan saksama Ajaran Gereja yang suci dan pasti. Sebab atas kehendak Kristus, Gereja Katolik adalah Guru Kebenaran." Ajaran Gereja membantu orang beriman memahami pokok-pokok yang berhubungan dengan hidup berdasarkan iman. Suara Hati perlu dididik dan dibina oleh ajaran Gereja (magisterium). c. Doa dan Meditasi Mengingat kebenaran-kebenaran Moral Kristiani bersumber pada Yesus Kristus, maka upaya pencarian kebenaran moral tidak dapat mengabaikan relasi dengan Yesus Kristus melalui olah rohani, seperti doa dan meditasi. Intensitas relasi dengan Yesus Kristus dalam doa dan mendengarkan sabda-Nya membantu umat beriman mencapai dan memperoleh kebenaran (bdk. Yoh. 8:32; Veritatis Splendor 64). Doa dan meditasi membantu suara hati untuk semakin peka dan berani dalam menegaskan pilihan yang tepat. "Dihadapkan kepada suatu keputusan moral, hati nurani dapat mengambil keputusan yang tepat, yang sesuai dengan akal budi dan dengan hukum ilahi, ataupun suatu keputusan yang salah yang bertentangan dengan kedua-duanya" (KGK art. 1799). Kebenaran keputusan suara hati akan teruji dalam praksis hidup dan relasi, khususnya relasi dengan Allah dan sesama. d. Latihan Pribadi (Pembiasaan) Penting menaati Suara Hati untuk mengarahkan kebebasan kepada kebenaran dan kebaikan. Membiasakan diri mendengarkan suara hati akan membentuk diri manusia. Diri manusia terbentuk oleh kebiasaan untuk selalu memilih melakukan yang baik. Kebiasaan akan terbentuk jika terjadi internalisasi nilai-nilai moral. Sebagaimana suatu kebenaran teruji oleh oleh kajian dan evaluasi rasional, demikian juga kebenaran moral dapat tercapai dengan pengujian Suara Hati secara serius. Setelah menjadi kebiasaan maka pengujian keputusan suara hati selalu mesti dilakukan. Sarana (medium) praktis dari pengujian suara hati itu adalah Sakramen Tobat. Dalam kehidupan moral (Suara Hati) praktik pengakuan dosa dapat dilihat sebagai ujian dari latihan pembinaan Suara Hati. Dengan demikian. kebiasaan hidup dapat merupakan suatu dinamika yang mengembangkan dan menguatkan komitmen pada nilai-nilai moral. e. Bimbingan Rohani Suara hati dpat mengambil keputusan moral objektif jikalau berdialog dengan orang lain, yang membantu dia mengatasi kecerobohan dan keragu-raguan. Sebagaimana seorang murid akan maju dalam bidang pengetahuan dengan konsultasi serta pendampingan gurunya, demikian juga seseorang dapat mencapai keyakinan mantap dan kematangan dalam perilaku moral berkat peranan seorang pembimbing rohani. Suara hati itu dibentuk oleh pengetahuan yang kita dapat, sehingga pendidikan Suara hati merupakan tugas seumur hidup. Sabda Tuhan merupakan terang yang memberntuk Suara Hati, yang harus kita terapkan dalam hidup kita dalam iman dan doa, oleh bimbingan Roh Kudus, dibantu oleh kesaksian ataupun nasihat orang lain dan juga oleh pengajaran Gereja. Pengertian dan Sejarah Dasa Firman "Dasa Firman" adalah terjemahan dari Dekalog yang secara harfiah berarti "Sepuluh Firman" dan sering kita kenal sebagai Sepuluh Perintah Allah (Kel. 34:28; Ul. 4:13; 10: 4) atau 10 Hukum Allah (KGK art. 2056). Dasa Firman ditemukan dalam Kel. 20:1-17 dan Ul. 5:6-21. Kesepuluh firman itu diwahyukan oleh Allah kepada umat-Nya di Gunung Sinai. Dasa Firman juga disebut sebagai ringkasan hukum Taurat yang diberikan oleh Allah kepada umat Israel dalam konteks Perjanjian, dan Musa menjadi perantara (KKGK, 2013: 149). Berbeda dengan perintah-perintah lain yang dicatat oleh Musa, Dasa Firman ditulis oleh "Jari Allah" (Kel 31:18). Teks Dasa Firman yang dipakai oleh Gereja lebih singkat bila dibandingkan dengan rumusan yang terdapat dalam Kitab Suci. Rumusan dan urutan yang dipakai di dalam Gereja berasal dari Santo Agustinus (Iman Katolik, 1996: 29). Dasa Firman ini ditulis Tuhan pada dua loh batu (Ul. 5:22, 9:10, bdk. Kel. 24:12). Meski perintah-perintah ini mengungkapkan kehendak Allah. Akan tetapi, perintah-perintah ini juga ditulis oleh manusia,sebagaimana seluruh Kitab Suci. Walau ditulis oleh manusia, umat Israel sangat yakin bahwa di dalamnya terungkap kehendak Tuhan yang menghendaki umat-Nya tetap hidup dan setia kepada-Nya. Harus disadari pula bahwa Dasa Firman ini ditempatkan dalam kerangka perjanjian Israel ddengan Tuhan. Hal itu berarti Dasa Firman bukanlah sembarang peraturan melainkan ungkapan Sikap moral umat Israel sebagai umat Allah (Iman Katolik, 1996: 29). Ini bukan hanya peraturan sosial atau hukum kenegaraan, tetapi rumusan singkat sikap dan tugas umat Allah. Hal ini berarti juga bahwa Dasa Firman itu lebih merupakan ajakan moral daripada ketetapan hukum. Dasa Firman juga menunjuk pada bidang-bidang kehidupan yang di dalamnya umat Allah bertindak menurut keyakinan iman dengan bidang- bidang kehidupan keyakinan yang iman dengan memperhatikan kepentingan manusia. Karena berkaitan dengan iman, maka Dasa Firman lebih merupakan sabda Tuhan yang menyapa orang berhubungan dengan kewajiban hidupnya, bukan perintah atau peraturan konkret. Dasa Firman adalah wahyu Allah, yang mengarahkan manusia pada kebahagiaan sejati (KWI, 1996: 30). Dengan demikian, Dasa Firman bukan norma hukum atau dasar pengadilan. Yang menjadi dasar Dasa Firman adalah tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh Tuhan sendiri: "Akulah Yahwe, Allahmu yang telah membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan" (Kel. 21:2 atau Ul. 5:6). Keprihatinan dan kerahiman Tuhan demi kemerdekaan menjadi pegangan kehidupan manusia yang paling dasariah dan sikap Tuhan menjadi pedoman utama semua usaha manusia: membawa sesama keluar dari tempat perbudakan menuju kebebasan anak-anak Allah (Rom 8:21). Jadi, di dalam Dasa Firman terkandung pengalaman akan Yahweh dan komitmen kesetiaan timbal-balik antara Yahweh dengan umat Israel (Aman, 2016: 208). Dasa Firman hanya dapat efektif dalam kerangka perjanjian, kasih setia Tuhan dan iman umat Israel. 2. Pembagian dan Isi Dasa Firman Pada umumnya Dasa Firman dibagi menjadi dua bagian. Firman 1, 2 dan 3jadikan satu kelompok sedangkan firman ke 4 sampai 10 dijadikan satu kelompok lagi. Firman 1 sampai 3 menyangkut hubungan manusia degan Allah, sedangkan firman 4 sampai 10 menyangkut hubungan manusia dengan sesamanya (KWI, 1996: 31). Akan tetapi, kedua bagian ini tak terpisahkan. Hubungan dengan sesama manusia juga diterntukan oleh sikap manusa terhadap Allah. Dengan kata lain, cinta kepada Allah tidak bisa dipisahkan dengan cinta kepada sesama. Jangan nmenyembah berhala, berbaktilah kepada-Ku saja, dan cintailah Aku lebih dari segala Sesuatu! Allah mengharapkan kita mempersembahkan kepada Nya iman yang teguh dan menempatkan seluruh harapan kita kepada-Nya serta mengarahkan kekuatan cinta kita kepada- Nya. Perintah untuk mengasihi Allah merupakan perintah terpenting dan menjadi kunci bagi perintah perintah yang lain Kita menyembah Allah karena la ada dan karena hormat dan sembah adalah tanggapan yang tepat bagi kehadiran-Nya Menyembah Allah bermanlaat bagi manusia karena membebaskan manusia dari perbudakan kuasa-kuasa dunia. Perintah pertama ini melarang kita: 1) Menyembah Allah lain atau dewa kafir atau beribadah pada berhala duniawi atau mengikat diri secara total pada hal-hal duniawi (uang, kuasa, kesuksesan, keindahan, dan lain-lain) 2) Percaya takhayul, menyembah kuasa gaib, dan sihir. 3) Menggusarkan Allah melalui perkataan dan perbuatan 4) Mendapatkan kekuatan spiritual melalui cara-cara yang tidak benar dan melecehkan hal-hal kudus dengan menjualbelikannya (praktik simoni) (KGK, 2110-2128, 2138-2140) b.Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan tidak hormat! Nama Allah tidak boleh diucapkan dengan tidak hormat. Kita mengenal Allah karena la membuka dan mempercayakan diri-Nya kepada kita. Nama Yang Kudus adalah kunci menuju hati Allah. Dengan demikian, dosa berat jika menghujat nama Allah, mengutuk dengan menggunakan nama Allah atau membuat janji palsu dalam nama-Nya. c. Kuduskanlah hari Tuhan! Pada hari Sabat, orang-orang Israel beristirahat dan hanya menyembah Yahwe. Ini tanda peringatan akan perjanjian Allah, Pencipta dan Penebus (bdk. KGK art 2168-2172). Sabat juga mengingatkan umat Israel akan hari ke-7 dalam penciptaan saat Allah "berhenti dan beristirahat" (Kel. 31 1). Selain itu, hari Sabat juga mengingatkan umat Israel akan Perjanjian Agung kedua, yaitu pembebasan Israel dari perbudakan Mesir: "sebab haruslah kau ingat bahwa engkau pun dahulu budak di tanah Mesir...(UI 5,15). Dengan demikian, Sabat adalah pesta pembebasan manusia. d. Hormatilah ibu-bapamu! Perintah keempat merujuk pada orang tua jasmani dan juga kepada orang-orang tempat kita menggantungkan hidup, keberadaan kita, keamanan dan iman kita (KGK 2196-2200, 2247, 2248). Kewajiban kita kepada orang tua, rasa terima kasih dan hormat juga harus mengarahkan hubungan kita dengan orang-orang yang membimbing dan hadir bagi kita (misalnya, orang tua asuh, pendidik, pemimpin). Kita harus memberikan keadilan kepada mereka dengan menghargai dan menghormati mereka. e. Jangan membunuh! Allah adalah Tuhan atas hidup dan mati. Kecuali dalam konteks mempertahankan diri secara sah, tak seorang pun boleh membunuh orang lain (KGK art. 2258-2262, 2318-2320). Penyerangan atas kehidupan adalah penistaan yang bertentangan dengan kehendakAllah. Hidup manusia itu kudus artinya hidup manusia itu dimiliki oleh Allah. Dengan demikian, hanya Allah sendiri yang berhak atas hidup manusia. f. Jangan berzina! Zina adalah pengkhianatan terhadap dasar kasih, pelanggaran atas perjanjian yang dibuat di hadapan Allah dan ketidakadilan terhadap sesama. Yesus sendiri secara tegas menyatakan ikatan seumur hidup perkawinan: "karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia" (Mrk. 10:9). g. Jangan mencuri! Perintah ketujuh menuntut hormat terhadap pembagian dan tujuan universal barang-barang dan hak milik pribadi terhadap barang-barang itu, sebagaimana juga hormat terhadap pribadi, hak milik, dan integritas ciptaan (KKGK, 2009: 166). Gereja juga menemukan dalam perintah ini, dasar untuk ajaran sosial yang meliputi cara yang benar untuk bertindak dalam kehidupan ekonomi, sosial, dan politik, hak dan kewajiban pekerja, keadilan dan solidaritas di antara bangsa-bangsa, dan cinta kasih kepada orang-orang miskin. Perintah ketujuh terutama melarang pencurian, yaitu mengambil atau memakai milik orang lain yang berlawanan dengan kehendak masuk akal dari pemiliknya (KKGK, 2009: 167). Hal ini bisa juga terjadi dalam bentuk pembayaran upah yang tidak adil, berspekulasi tentang nilai barang-barang untuk mendapatkan keuntungan dengan akibat kerugian bagi orang lain, atau dengan penipuan dalam bentuk cek atau nota pembayaran. Hal-hal yang juga dilarang ialah penghindaran pajak, bisnis penipuan, perusakan barang milik pribadi atau umum yang disengaja dan disadari, riba, korupsi penyalahgunaan barang-barang milik umum untuk kepentingan pribadi, dengan sengaja bekerja dengan buruk dan pemborosan. h. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu! Setiap orang dipanggil untuk kejujuran dan kebenaran, baik dalam perbuatan maupun perkataan. Setiap orang mempunyai kewajiban untuk mencari kebenaran, menganutnya dan mengatur seluruh hidupnya sesuai dengan tuntutannya (KKGK, 2009: 170). Dalam Yesus Kristus, seluruh kebenaran Allah sudah dinyatakan. Dia adalah "kebenaran". Mereka yang mengikuti-Nya hidup dalam Roh kebenaran dan dilindungi terhadap hati yang mendua, kepura-puraan dan kemunafikan. Perintah kedelapan melarang: Kesaksian palsu, sumpah palsu, dan dusta, berat atau ringannya diukur dari kebenaran yang diingkari, situasi, intensi yang dimiliki, dan kerusakan yang diderita oleh korbannya. Penilaian yang terburu-buru, menjelekkan nama, dan fitnah yang merusak nama baik yang dimiliki seseorang yang menjadi haknya. Merayu, membujuk, atau bermanis bibir khususnya jika diarahkan kepada dosa yang serius atau untuk mendapatkan keuntungan tertentu yang tidak halal. i. Jangan mengingini istri sesamamu! Perintah kesembilan menuntut seseorang mengatasi hawa nafsu seksual dalam pikiran dan keinginan (KKGK, 2009: 172). Perjuangan melawan hawa nafsu tersebut menyebabkan pemurnian hati dan melatih keutamaan pengendalian diri. Perintah kesembilan melarang untuk berpikir dan berkeinginan sehubungan dengan tindakan yang dilarang oleh perintah keenam. Dalam perjuangan melawan keinginan tak teratur, dengan rahmat Allah, orang yang sudah dibaptis mampu mencapai kemurnian hati melalui keutamaan dan anugerah kemurnian, maksud yang jujur, cara melihat yang jujur baik lahir maupun batin, penguasaan imajinasi dan perasaan, dan melalui doa. j. Jangan menginginkan milik (barang) sesamamu secara tidak adil! Perintah ini, yang melengkapi perintah sebelumnya, menuntut sikap batin hormat terhadap hak milik orang lain dan melarang ketamakan, keinginan tak terkendali atas milik orang lain, dan iri hati yang menjadi kesedihan yang dialami oleh seseorang jika memandang barang orang lain dan keinginan tak terkendali untuk mendapatkannya bagi dirinya sendiri (KKGK, 2009: 173). Yesus menuntut para murid Nya untuk menempatkan Dia di atas apapun dan siapapun. Melepaskan diri kekayaan dan penyerahan diri kepada penyelenggaraan ilahi membebaskan kita dari kecemasan akan masa depan dan mempersiapkan kita untuk rahmat kemiskinan "di hadapan Allah karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga (Mat. 5:3). 3. Peran dasa Firman dalam moral kristiani Dekalog diajarkan turun temurun kepada umat beriman Sebagian besar umat beriman menghafal bunyi atau isi dekalog Hal ini menunjukan bahwa dekalog berperan penting dlalam ajaran Gereja dan menjadi pegangan umat beriman dalam menjalani hidupnya. Pengutamaan Allah dlm hidup beriman mesti menjadi landasan kokoh bagi perilaku moral. Sehingga perilaku moral menjadi perwujudan iman. Dalam PB Yesus tdk hanya menyinggung dekalog tetapi juga memperluas maknanya. Dasa firman tetap hidup dan diteruskan dlm iman kristiani ttpi otoritasnya tidak lagi terkait dgn pribadi Musa, melainkan YESUS Kristus yg menyempurnakan dan memberikan pemahaman serta pemaknaan sejati tentang Dasa firman. Yesus meringkas seluruh perintah dan aturan Taurat dan Para Nabi dalam perintah utama, yakni kasih kepada Allah dan sesama (bdk. Mat. 22:38; Mrk. 12:29). Sebagaimana Dasa Firman mengatur relasi yang baik dan benar dengan Allah dan sesama, demikian pula perintah utama mengantar relasi manusia dengan Allah dan sesama, dan dengan demikian memperlihatkan kaitan antara iman dan moral. Hal ini juga menegaskan bahwa relasi dengan Allah dan sesama adalah dua hal yang tidak boleh dipisahkan. Pernyataan Yesus diamini oleh para ahli Taurat (bdk. Mrk.12:31-32). Umat Kristen perdana juga memahaminya dengan cara yang sama, "Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah Bapa kita adalah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka...." (Yak. 1:27).