Anda di halaman 1dari 3

Bertindak Menurut Hati Nurani

Dalam Kitab Kejadian, manusia disebut sebagai citra Allah, yang diciptakan sesuai dengan
gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26). Kodrat manusia sebagai citra Allah, menegaskan bahwa
manusia dianugerahi berbagai keistimewaan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Salah satunya
adalah bahwa manusia memiliki kehendak dan kebebasan, yang disebut sebagai otonomi
manusia.

Tanggung jawab atas kebebasan pribadi manusia (otonomi) tersebut ̧ dihayati melalui keputusan
hati nurani atau suara hati. Jika kebebasan dihayati sebagai tanggung jawab, maka manusia
memiliki kesadaran moral.

Hati nurani dapat diartikan secara luas dan secara sempit sebagai berikut:
1). Hati nurani secara luas dapat diartikan sebagai keinsafan akan adanya kewajiban. Hati nurani
merupakan kesadaran moral yang timbul dan tumbuh dalam hati manusia.
2). Hati nurani secara sempit merupakan penerapan kesadaran moral dalam suatu situasi konkret,
yang menilai suatu tindakan manusia atas baik buruknya. Hati nurani tampil sebagai hakim yang
baik dan jujur, walaupun dapat keliru.

Selanjutnya, perlu disadari beberapa pembedaan menyangkut hati nurani itu, antara lain:
1) Dari segi waktu
Hati nurani dapat berperanan sebelum suatu tindakan dibuat. Biasanya, hati nurani akan
menyuruh jika perbuatan itu baik dan melarang jika perbuatan itu buruk. Hati nurani dapat
berperan sesudah suatu tindakan dibuat. Ia “memuji” kalau perbuatan itu baik dan ia akan
membuat kita gelisah atau menyesal jika perbuatan itu buruk.
2) Dari segi benar-tidaknya
Hati nurani benar, jika kata hati kita cocok dengan norma objektif. Hati nurani keliru, jika kata
hati kita tidak cocok dengan norma objektif.
3) Dari segi pasti-tidaknya
Hati nurani yang pasti berarti secara moril dapat dipastikan bahwa hati nurani tidak keliru. Hati
nurani yang bimbang berarti masih ada keragu-raguan.

Oleh karena itu, hati nurani perlu dibina. Pembinaan hati nurani dapat dilakukan antara lain
dengan:
1. Mengikuti keputusan suara hati, bila sudah memberikan putusan yang jelas;
2. Membiasakan diri untuk menjalankan perbuatan-perbuatan baik;
3. Mengambil bagian dalam pembinaan-pembinaan rohani, rekoleksi, dan retret;
4. Memperluas pengetahuan dengan membaca surat kabar dan buku-buku yang baik,
Membaca dan merenungkan Kitab Suci;
5. Membiasakan diri untuk memeriksa hati, pikiran, dan perbuatan kita;
6. Mempertimbangkan dengan teliti nilai-nilai dalam kasus yang kompleks.
 
Suasana sulit, terjepit dan mengancam, memaksa Petrus menyangkal Yesus, bahkan hingga tiga
kali. Ia terpaksa melakukan penyangkalan, dengan berbagai pertimbangan: demi keselamatan
pribadi, demi nama baik, dan demi kepentingan diri sendiri.

Setelah Petrus menyangkal, Yesus menoleh dan memandang Petrus. Kisah ini menegaskan
bahwa Tuhan menyuarakan kehendak-Nya di dalam hati setiap orang. Dalam lubuk hati setiap
orang, hati nurani bekerja. Ia memberikan perintah untuk melakukan yang baik dan menghindari
perbuatan jahat. Hati nurani juga menilai keputusan kita, keputusan itu baik atau jahat.

Santo Paulus sudah mengatakan kepada kita bahwa dalam diri kita ada dua hukum, yaitu hukum
Allah dan hukum dosa. Kedua hukum itu saling bertentangan. Hukum Allah menuju kepada
kebaikan, sedangkan hukum dosa menuju kepada kejahatan. Santo Paulus menyadari bahwa
selalu ada pergulatan antara yang baik dan yang jahat dalam hati manusia (Roma 7:13-26).

Konsili Vatikan II dalam dokumen Gaudium et Spes artikel 16, antara lain berkata: “Di dalam
hati nuraninya manusia menemui suatu hukum yang mengikat untuk ditaati. Hukum yang
berseru kepada manusia untuk menjauhkan yang jahat dan memanggil manusia untuk melakukan
yang baik. Hukum yang ditaman dalam hati manusia oleh Allah sendiri.”

Petrus menyadari bahwa dirinya telah mengingkari hati nuraninya. Petrus menyadari bahwa
tindakannya itu salah. Hati nuraninya menyalahkan. Ia menangis menyesali perbuatannya.

Hati nurani adalah kemampuan manusia untuk mengetahui yang benar dan yang baik.
Kemampuan itu dapat menjadi lemah, keliru, tersesat, dan tak berfungsi secara benar.
Oleh karena itu, hati nurani harus dibina. Cara-cara untuk membina hati nurani, antara lain:
1) Mengikuti hati nurani dalam segala hal
Seseorang yang selalu berbuat sesuai dengan suara hatinya, maka hati nuraninya akan semakin
terang, tepat, dan berwibawa. Seseorang yang selalu mengikuti dorongan suara
hati, keyakinannya akan menjadi sehat dan kuat; dipercaya olehorang lain, karena memiliki hati
yang murni dan mesra dengan Allah. “Berbahagialah orang yang murni hatinya, karena mereka
akan memandang Allah” (Matius 5:8).
2) Mencari keterangan pada sumber yang baik
Membaca Kitab Suci, Bacaan rohani, film, dan buku-buku yang bermutu. Bertanya kepada orang
yang memiliki pengetahuan dan pengalaman. Ikut dalam kegiatan rohani, seperti rekoleksi, retret
dan kegiatan pendampingan iman lainnya.
3) Koreksi diri atau introspeksi
Koreksi atas diri sangat penting untuk dapat selalu mengarahkan hidup
kita.
Ringkasan Buku Guru Kelas 6 SD K13

Anda mungkin juga menyukai