Anda di halaman 1dari 12

i-ISSN: 2597-4033

Vol. 6, No. 3, Juni 2022

FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUGAMPING FORMASI BERAI DI


LAPANGAN “JK”, CEKUNGAN KUTAI ATAS

Jasmine Mustika Sukmawati1, Abdurrokhim1, Febriwan Mohamad1,


Yusi Firmansyah1,Luqman2
1
Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Bandung, 2Medco E&P Indonesia, Jakarta2
*Korespondensi: jasmine18002@mail.unpad.ac.id

ABSTRAK
Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan hidrokarbon tersier yang produktif di Indonesia,
baik Cekungan Kutai Bagian Atas maupun Bawah (Darmawan, 2015). Pada Cekungan Kutai Atas
terdapat bukti rembesan minyak dan gas yang mengindikasikan adanya petroleum system yang
aktif. Formasi Berai Bagian Atas berperan sebagai batuan reservoir. Batuan karbonat dapat
berpotensi sebagai reservoir karena batuan karbonat memiliki porositas dan permeabilitas yang
sangat heterogen (Jardine & Wilshart, 1982). Pemahaman yang baik mengenai reservoir sangat
penting dalam kegiatan ekplorasi. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengungkap
dimensi dan karakter dari reservoir adalah melalui interpretasi fasies dan lingkungan pengendapan
fasies tersebut terbentuk. Melalui studi fasies dan lingkungan pengendapan dengan menggunakan
data log sumur, batuan inti (core) dan sayatan tipis, reservoir pada daerah penelitian dapat
diketahui kemampuannya untuk menyimpan fluida. Daerah penelitian memiliki tiga fasies
pengendapan yaitu Wackestone to Packstone, Wackestone to Boundstone dan Packstone to
Boundstone yang masing-masing diendapkan di lingkungan inner back-reef lagoon, outer back-
reef lagoon dan reef. Proses penumpukan batuan karbonat yang terjadi pada daerah penelitian
adalah keep-up carbonate. Dari keseluruhan fasies yang memiliki porositas paling baik adalah
fasies Packstone to Boundstone yang diendapkan di lingkungan reef, memiliki porositas sebesar
kurang lebih 10% dari massa batuan.
Kata Kunci: Fasies, Lingkungan Pengendapan, Karbonat, Berai Atas, Kutai Atas

ABSTRACT
Kutai Basin is one of the productive tertiary hydrocarbon basins in Indonesia, both the Upper and
Lower Kutai Basins (Darmawan, 2015). In the Upper Kutai Basin there is evidence of oil and gas
seepage which indicates an active petroleum system. The Upper Berai Formation acts as reservoir
rock. Carbonate rock can potentially be a reservoir because carbonate rock has very
heterogeneous porosity and permeability (Jardine & Wilshart, 1982). A good understanding of
reservoirs is very important in exploration activities. One approach that can be taken to reveal the
dimensions and character of the reservoir is through the interpretation of the facies and the
environment the facies are formed in. Through studies of facies and depositional environments
using well log data, cores and thin sections, the reservoir in the research area can be identified its
ability to store fluids. The research area has three depositional facies, there are Wackestone to
Packstone, Wackestone to Boundstone and Packstone to Boundstone, which were deposited in the
inner back-reef lagoon, outer back-reef lagoon and reef environments. The stacking patterns of the
carbonate that occurs in the study area keep-up carbonate. Packstone to Boundstone facies
deposited in a reef environment, has the best porosity of approximately 10% of the rock mass.
Keywords: Facies, Depositional Environment, Carbonate, Upper Berai, Upper Kutai

876
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 876-887

1. PENDAHULUAN 2013). Sejarah Cekungan Kutai Atas


Minyak dan gas bumi masih menjadi dimulai dari serangkaian half graben yang
sumber energi yang paling dibutuhkan di terbentuk selama periode Eosen sebagai
dunia Koesoemadinata, 1980). Dalam respon terhadap fase ekstensional
kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi, regional. Half graben ekstensional dengan
perlu diketahui konsep petroleum system cepat diisi dengan sedimen syn-rift Eosen
yang berlangsung, salah satunya adalah Pertengahan hingga Eosen Atas yang
batuan reservoir. Hidrokarbon dapat memiliki fasies yang sangat bervariasi,
tersimpan/terakumulasi di dalam batuan yaitu alluvial, fluvial, delta dan laut. Pada
karbonat sebagai reservoir pada cekungan periode Oligosen, di Cekungan Kutai Atas
sedimen. Cekungan Kutai merupakan salah terjadi fase sag yang menandai inisiasi dari
satu cekungan hidrokarbon tersier yang sistem transgresif regional yang
produktif di Indonesia, baik Cekungan Kutai didominasi oleh karbonat laut dangkat
Bagian Atas maupun Bawah (Darmawan, post-rift dan deposisi shale laut dalam.
2015). Pada Cekungan Kutai Atas terdapat Kemudian terjadi pengangkatan
bukti rembesan minyak dan gas yang Pegunungan Tengah Kalimantan yang
mengindikasikan adanya petroleum system menimbulkan deposisi delta prograding
yang aktif. Pemahaman yang baik mengenai yang tersebar luas selama Miosen.
reservoir sangat penting dalam kegiatan Penataan ulang lempeng mikro di
ekplorasi. Salah satu pendekatan yang dapat Indonesia bagian timur selama periode
dilakukan untuk mengungkap dimensi dan Miosen hingga Pleistosen menghasilkan
karakter dari reservoir adalah melalui sistem kompresi yang dikembangkan di
interpretasi fasies dan lingkungan Cekungan Kutai Atas, yang mengaktifkan
pengendapan fasies tersebut terbentuk. Fasies kembali struktur yang ada (Gambar 1).
batuan dan fasies pengendapan yang berbeda
memiliki dimensi atau luasan yang berbeda,
serta memiliki kemampuan menyimpan
fluida yang berbeda.
Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui fasies dan lingkungan
pengendapan yang berkembang pada
Formasi Berai Bagian Atas, Cekungan Kutai
Atas berdasarkan analisis litofasies dan
elektrofasies sehingga dapat mengetahui
gambaran kualitas dari reservoir itu sendiri.
Dalam penelitian ini digunakan data batuan
inti (core), sayatan tipis dan log sumur
sebagai objek penelitian pada tujuh sumur
eksplorasi di Cekungan Kutai Atas,
Kalimantan.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Geologi Regional Gambar 1. Sejarah Tektonik Regional Cekungan
Cekungan Kutai Atas terbentuk Kutai Atas (Bachtiar et al., 2013)
selama Eosen Tengah – Eosen Akhir
hingga Pliosen – Recent (Bachtiar et al.,

877
Fasies dan Lingkungan Pengendapan Batugamping Formasi Berai di Lapangan “JK”, Cekungan Kutai Atas (Jasmine)

Stratigrafi Cekungan Kutai Atas


tersusun dari beberapa unit formasi mulai
dari yang tertua hingga termuda yaitu
batuan dasar (basement), Formasi
Tanjung, Formasi Bongan, Formasi Berai
serta sedimen non-laut (delta) (de Weerd
et al., 1987). Formasi Berai merupakan
batuan reservoir berupa batugamping pada
Cekungan Kutai Atas. Batugamping
Formasi Berai Atas mencatat transgresi
besar di Cekungan Kutai Atas dan daerah
sekitarnya yang mengakibatkan
pengendapan platform karbonat yang luas Gambar 3. Klasifikasi Batuan Karbonat (Dunham,
di Paparan Barito dan pada ketinggian 1962)
basement yang terisolasi di Cekungan
Kutai pada Oligosen Akhir (Gambar 2). Sedangkan klasifikasi batugamping
menurut Embry & Klovan (1971) yang
menambahkan klasifikasi Dunham (1962)
(Gambar 4). Klasifikasi ini
dikelompokan berdasarkan keterikatan
komponen saat pengendapan batuan
karbonat.

Gambar 2. Tektonostratigrafi Cekungan Kutai (de


Weerd et al., 1987)

2.2. Klasifikasi Batuan Karbonat


Dalam penamaan batuan karbonat Gambar 4. Klasifikasi Batuan Karbonat
jenis batugamping, diantaranya adalah (Dunham,1962 dan Embry & Klovan,1971)
Folk (1962), Dunham (1962), dan Embry
& Klovan (1971). Kedua klasifikasi ini 2.3. Fasies dan Lingkungan
mengklasifikasikan batugamping Pengendapan Batuan Karbonat
berdasarkan komposisi butiran dan Fasies adalah sebuah tubuh batuan
matriks. Klasifikasi batuan karbonat yang terdiri dari kumpulan material
menurut Dunham (1962) dikelompokan penyusun seperti litologi, struktur biologi
berdasarkan tekstur pengendapannya ataupun fisika yang membedakan batuan
(Gambar 3). Unsur penyusun yang tersebut dengan batuan yang berada
memengaruhi klasifikasi adalah lumpur, dibawahnya, atasnya atau pada bagian lain
butiran dan organisme. secara lateral (Walker, 1992). Suatu fasies

878
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 876-887

dapat mencerminkaan suatu mekanisme perubahan dari energi pengendapan. Log


pengendapan tertentu. Fasies pada sumur memiliki beberapa bentuk dasar
umumnya dikelompokan ke dalam suatu yang dapat menentukan karakteristik dari
asosiasi fasies yang dimana fasies-fasies suatu lingkungan atau energi deposisi
tersebut berhubungan secara genetis dan (Walker. RG dan James, 1992). Umumnya
dapat mencerminkan lingkungan pola log ini selalu diamati dengan log
pengendapan atau bagaimana fasies gamma ray, namun dapat juga dibantu
tersebut terbentuk. Menurut Pomar oleh log neutron dan log densitas.
(2004), lingkungan pengendapan karbonat Terdapat 5 (lima) pola dasar log suatu
pada laut dangkal secara garis besar sumur diantaranya, yaitu cylindrical,
terbagi kedalam 4 (empat) zona, yaitu: off funnel, bell, symmetrical, dan serrated
reef open shelf, forereef slope, reef core (Kendall, 2003) (Gambar 6).
dan back-reef lagoon (Gambar 5).

Gambar 6. Pola Respon Log Gamma Ray dan


Gambar 5. Model Lingkungan Pengendapan Batuan Interpretasi Fasies (Kendall, 2003)
Karbonat dan Karakter Fasiesnya (Pomar, 2004)
3. METODE
Analisis fasies dan evaluasi formasi Pada penelitian ini dilakukan
reservoir dapat menggambarkan litologi beberapa analisis dan interpretasi data.
dan sifat fisik batuan reservoir, sehingga Objek dalam penelitian ini merupakan
dapat dikarakterisasi dan dipahami secara reservoir berupa batuan karbonat yang
lingkungan pengendapan, sebaran terdapat pada Lapangan “JK”, Formasi
reservoir, hingga keberadaan hidrokarbon Berai Bagian Atas. Data yang digunakan
di reservoir. Analisis fasies sedimen dapat dalam penelitian ini meliputi log sumur,
dilakukan dengan beberapa cara, misalnya batuan inti (core), sayatan tipis, mud log,
dengan menggabungkan data batuan inti biostratigrafi dan well final report.
dan log sumur untuk mendapatkan hasil Analisis pertama yang dilakukan
terbaik. Pola pengendapan tertentu adalah analisis litofasies. Data yang
merupakan hasil dari proses tertentu. Pola digunakan merupakan data batuan inti
pengendapan dalam sikuen stratigrafi bisa (core), sayatan tipis dan biostratigrafi,
dikenali salah satunya dengan melihat mud log dan well final report sebagai data
karakteristik dari pola respon log sumur. penunjang. Proses analisis data batuan inti
Karakteristik log ini merefleksikan (core) dan sayatan tipis dilakukan secara
interaksi antara akomodasi, supply langsung pada sumur JK-2 dan JK-3.
sediment, depositional settings, dan Parameter yang diperhatikan dalam

879
Fasies dan Lingkungan Pengendapan Batugamping Formasi Berai di Lapangan “JK”, Cekungan Kutai Atas (Jasmine)

observasi batuan inti (core) dan sayatan


tipis terdiri dari, jenis litologi, tektur dan 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
biota dominan. Tahapan ini merupakan 4.1 Analisis Litofasies
analisis kulaitatif yang dilakukan sebagai Analisis litofasies dilakukan pada
parameter penentuan lingkungan sumur JK-2 dan JK-3. Sumur JK-2
pengendapan. Penamaan litofasies memiliki data batuan inti (core) pada
mengacu pada klasifikasi Dunham (1962) interval kedalaman 2860 – 2907 m dan
modifikasi Embry & Klovan (1971) kedalaman 2956 – 2968 m. Berdasarkan
berdasarkan tekstur pengendapannya dan analisis batuan inti (core) sumur JK-2
kelimpahan biotanya. diperoleh 5 (lima) litofasies, yaitu
Dalam penentuan fasies, dilakukan Packstone, Wackestone, Wackestone,
analisis berdasarkan sejumlah litofasies Boundstone, Wackestone dan 2 (dua)
yang dikelompokan berdasarkan asosiasi fasies, yaitu Wackestone to
kesamaan karakteristik litologi, tekstur, Packstone dan Wackestone to Boundstone
dan biota menjadi suatu asosiasi fasies. (Dunham, 1962 dan Embry & Klovan,
Setiap asoasiasi dapat mencirikan suatu 1971) (Gambar 7).
lingkungan pengendapan atau zona Sumur JK-3 memiliki data batuan
pembagian terumbu. Interpretasi inti (core) pada interval kedalaman 2864 –
lingkungan pengendapan dilakukan 2890 m dan kedalaman 2891 – 2939 m
dengan menggunakan klasifikasi Pomar serta data sayatan tipis pada kedalaman
(2004) pembagian zona terumbu dengan 2915 m dan 2887 m. Berdasarkan analisis
melihat karakteristik dari asosiasi fasies. batuan inti (core) dan sayatan tipis, sumur
Analisis berikutnya yang dilakukan JK-3 5 (lima) litofasies, yaitu Wackestone,
adalah analisis elektrofasies. Data yang Packstone, Packstone, Packstone,
digunakan merupakan respon log berupa Boundstone dan 2 (dua) asosiasi yaitu
respon log gamma ray dan ditunjang oleh Wackestone to Packstone dan Packstone to
log neutron (NPHI) dan log densitas Boundstone (Dunham, 1962 dan Embry &
(RHOB). Analisis ini dilakukan terhadap Klovan, 1971) (Gambar 8).
tujuh sumur didaerah penelitian dengan 4.2 Analisis Elektrofasies
sumur JK-2 dan JK-3 yang menjadi key- Analisis elektrofasises pada
well, dimana hasil analisis pada kedua Lapangan “JK” diwakilkan oleh key-well,
sumur tersebut berupa analisis pola log yaitu sumur JK-2 dan JK-3. Dengan
dan litofasies yang akan dikorelasikan ke melakukan korelasi ini maka dapat
sumur lainnya sehingga persebaran fasies diketahui penyebaran lateral dari
dapat diketahui. Dalam analisis ini elektrofasies tersebut. Pengamatan
mengacu pada klasifikasi Kendall (2003). melalui pola log gamma ray menunjukan
Hasil analisis dan interpretasi yang karakteristik serta proses pertumbuhan
telah diperoleh kemudian dilakukan dari batugamping pada daerah penelitian.
korelasi dari sumur-sumur kunci terhadap Proses pertumbuhan karbonat Lapangan
sumur lain. Korelasi ini dilakukan untuk “JK” dapat diamati berdasarkan carbonate
menentukan persebaran fasies dan stacking pattern (Kendall, 2003) dari
lingkungan pengendapan pada interval bagian bawah (paling tua) hingga atas
penelitian. Korelasi ini dilakukan dengan (paling muda) pada tiap sumur di daerah
melihat karakteristik litofasies dan penelitian.
elektrofasies yang sama. Fase pertumbuhan karbonat pada
lapangan “JK” merupakan fase keep-up

880
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 876-887

carbonate yang ditandai dengan pola packstone dan packstone. Fasies ini
cylindrical. Berdasarkan Kendall (2003), dijumpai pada sumur JK-3 yang
pola log cylindrical menunjukan adanya terletak pada utara daerah
energi pengendapan yang cenderung stabil penelitian. Secara umum, fasies ini
pada suatu periode waktu tertentu. Fase ini memiliki warna abu-abu, terdapat
menunjukan kondisi laju pertumbuhan koral berbentuk laminar, bercabang
terumbu sama dengan laju kenaikan muka tipis, bercabang tebal, massive,
air laut relatif. Pada fase ini karbonat dapat corraline algae dan foram besar.
tumbuh dengan baik. Pola log ini terdapat Berdasarkan klasifikasi Luis Pomar
pada asosiasi fasies Wackestone to (2004), fasies ini diendapkan pada
Packstone, Packstone to Boundstone dan lingkungan reef.
Wackestone to Boundstone (Dunham, • Wackestone to Boundstone
1962 dan Embry & Klovan, 1971) Fasies Wackestone to Boundstone
(Gambar 9). terdiri dari litofasies wackestone,
4.3 Analisis Fasies dan Lingkungan boundstone dan wackestone. Fasies
Pengendapan ini dijumpai pada sumur JK-1, JK-2,
Fasies umumnya dikelompokan ke JK-4, JK-6, JK-7 dan JK-8 yang
dalam asosiasi fasies dimana fasies-fasies terletak pada barat daya hingga
tersebut berhubungan secara genetis timur laut daerah penelitian. Secara
sehingga memiliki arti lingkungan dari umum, fasies ini memiliki warna
batuan itu sendiri. Dalam analisis fasies ini abu-abu gelap, mengandung banyak
klasifikasi yang digunakan adalah clay (argillaceous), terdapat foram
klasifikasi Luis Pomar (2004). Fasies besar cukup berlimpah, fragmen
batugamping pada Lapangan “JK” terdiri koral dalam bentuk laminar, tabular,
atas tiga asosiasi fasies, di antaranya: bercabang tipis, echinodermata,
• Wackestone to Packstone corraline alga, moluska, ostracoda
Fasies Wackestone to Packstone dan milliolids. Berdasarkan
terdiri dari litofasies packstone, klasifikasi Luis Pomar (2004), fasies
wackestone, wackestone dan ini diendapkan pada lingkungan
packstone. Fasies ini dijumpai pada outer back-reef lagoon.
seluruh sumur penelitian yang Persebaran fasies dapat diperoleh
tersebar pada daerah penelitian. setelah melakukan korelasi pada semua
Secara umum, fasies ini memiliki sumur yang memiliki kesamaan fasies dari
warna abu-abu abu-abu gelap, seluruh sumur penelitian. Korelasi fasies
mengandung sedikit dolomit dan dilakukan dengan menggunakan data
shale (terrigenous clay), terdapat batuan inti (core) dan pola log sumur
coralline algae, rhodoliths, koral berupa log gamma ray serta ditunjang oleh
berbentuk laminar, tabular, log neutron (NPHI) dan log densitas
bercabang tipis, foram besar, (RHOB) untuk merekonstruksi
miliolids dan moluska. Berdasarkan penyeberan fasies secara vertikal dan
klasifikasi Luis Pomar (2004), fasies lateral.
ini diendapkan pada lingkungan Dari hasil korelasi yang telah
inner back-reef lagoon. dilakukan (Gambar 10), fasies yang
• Packstone to Boundstone pertama kali diendapkan (paling tua)
Fasies Packstone to Boundstone adalah fasies Wackestone to Packstone.
terdiri dari litofasies baoundstone, Berdasarkan klasifikasi Luis Pomar

881
Fasies dan Lingkungan Pengendapan Batugamping Formasi Berai di Lapangan “JK”, Cekungan Kutai Atas (Jasmine)

(2004), fasies ini diendapkan pada diendapkan di lingkungan reef,


lingkungan pengendapan inner back-reef memiliki porositas sebesar kurang
lagoon yang dicirikan dengan adanya fosil lebih 10% dari massa batuan.
foraminifera milliolids. Fasies Wackestone • Berdasarkan data log sumur pada
to Packstone mendominasi lapangan sumur kunci JK-2 dan JK-3 yang
“JK”. Pengendapan selanjutnya adalah dikorelasikan dengan sumur lainnya,
fasies Packstone to Boundstone yang diperoleh elektrofasies pada Lapangan
ditemukan pada sumur JK-3 yaitu berada “JK” yaitu Cylindrical. Berdasarkan
pada utara daerah penelitian. Berdasarkan Kendall (2003), pola cylindrical yang
klasifikasi Luis Pomar (2004), fasies ini diinterpretasikan terjadi penumpukan
diendapkan pada lingkungan pengendapan keep-up carbonate.
reef yang dicirikan dengan adanya coral • Fase yang terjadi pada periode waktu
framework dan batugamping boundstone. ini adalah fase agradasi, yaitu kondisi
Kemudian pengendapan terakhir pada laju pertumbuhan batugamping sama
lapangan “JK” adalah fasies Wackestone dengan laju kenaikan muka air laut
to Boundstone. Berdasarkan klasifikasi relatif. Pada fase ini batugamping
Luis Pomar (2004), fasies ini diendapkan tumbuh dengan baik.
di outer back-reef lagoon yang tersebar • Asosiasi fasies yang telah diperoleh
pada barat daya – timur laut daerah menunjukan tiga lingkungan
penelitian. Fasies Wackestone to pengendapan yang berbeda, yaitu fasies
Boundstone ditemukan sumur JK-2, JK-4, Wackestone to Packstone diendapkan
JK-6, JK-1, JK-8 dan JK-7. Fasies ini di lingkungan Inner Back-Reef Lagoon,
dicirikan dengan ditemukannya skeletal fasies Packstone to Boundstone
packstone dengan berbagai macam koral. diendapkan di lingkungan reef dan
Pertumbuhan batugamping pada fasies Wackestone to Boundstone
lapangan “JK” cenderung diendapkan diendapkan di lingkungan Outer Back-
pada energi yang stabil dari fasies pertama Reef Lagoon (Pomar, 2004).
hingga akhir, atau batugamping pada
periode waktu ini berada pada fase keep- UCAPAN TERIMA KASIH
up carbonate. Kondisi laju pertumbuhan Dengan memanjatkan puji dan syukur
batugamping sama dengan laju kenaikan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
muka air laut relatif. Pada fase ini karunia-Nya sehingga penulis dapat
batugamping dapat tumbuh dengan baik menyelesaikan penelitian ini. Penulis
seperti yang ditunjukan pada Gambar 11. mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Abdurrokhim, S.T., MT., Ph.D. dan Bapak
5. KESIMPULAN Febriwan Mohamad, S.Si., M.Si. selaku
• Berdasarkan data batuan inti (core) dan pembimbing di kampus serta Bapak Luqman,
sayatan tipis pada sumur kunci JK-2 S.T. selaku pembimbing teknis di PT. Medco
dan JK-3, diperoleh sembilan litofasies E&P Indonesia yang telah memberikan
yang dikelompokan menjadi tiga bimbingan, arahan dan motivasi kepada
asosiasi fasies, yaitu Wackestone to penulis selama proses penelitian ini. Penulis
Packstone, Packstone to Boundstone juga ucapkan terima kasih kepada Fakultas
dan Wackestone to Boundstone. Teknik Geologi, Universitas Padjajdran
• Dari keseluruhan fasies yang memiliki beserta jajarannya yang telah memberikan
porositas paling baik adalah fasies kesempatan bagi saya melakukan penelitian
Packstone to Boundstone yang ini.

882
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 876-887

Indonesian Petroleum Association,


DAFTAR PUSTAKA 43rd Annual Convention.
Boggs Jr., S. (2006). Principles of Majewske, O.P. (1969). Recognition of
Sedimentology and Stratigraphy. 4th Invertebrate Fossil Fragments in Rocks
Edition, Pearson Education Inc., Upper and Thin Sections. Brill, Leiden, 101 p.
Saddle River. Manwarjit, M., Syafri, I., Mohamad, F., &
Bachtiar, A., Purnama, Y. S., Suandhi, P. A., Ginanjar, A. (2021). Carbonate Facies
Krisyunianto, A., Rozalli, M., and Depositional Environment On
Nugroho, D. H. H., & Suleiman, A. Baturaja Formation,“Mk” Field,
(2013). The Tertiary paleogeography of Jatibarang Sub-Basin. Journal of
the Kutai Basin and its unexplored Geological Sciences and Applied
hydrocarbon plays. Geology, 5(3).
Darmawan, W., Subekti, A., Guritno, E., Miall, A. (1996). The Geology of Fluvial
Smart, J., Mustapha, H., Nugroho, B., Deposits: Sedimentary Facies, Basin
& Bachtiar, A. (2015). Structural and Analysis, and Petroleum Geology.
Stratigraphic Evolution and Springer, Berlin, 582.
Implications for Paleogene Syn-Rift Pratt, B. R., James, N. P., & Bourque, P.
Exploration in North East Bangkanai, (1992). Reefs and Mounds. Facies
Upper Kutai Basin, Indonesia. Models-Response to Sea Level Change:
Dunham, R. J. (1962). Classification of Geological Association of Canada,
carbonate rocks according to 323-348.
depositional textures. Ramadhan, D., Laya, K. P., Rizkiaputra, R.,
Embry, A. F., & Klovan, J. E. (1971). A late Sinlae, E., Subekti, A., & Iswara
Devonian reef tract on northeastern Anindyajati, A. A. G. (2021, October).
Banks Island, NWT. Bulletin of Unravel Carbonate Reservoir
Canadian petroleum geology, 19(4), Heterogeneities Through 3D Seismic
730-781. Neural Network Application: A
Flügel, E. (1982). Classifications of Machine Learning Based Approach
Carbonate Rocks. Microfacies Analysis and Workflow. In SPE/IATMI Asia
of Limestones, 366–382. Pacific Oil & Gas Conference and
Folk, R.L. (1962) Spectral subdivision of Exhibition. OnePetro.
limestone types. In: Classification of Saller, A. H., Reksalegora, S. W., Bassant, P.,
Carbonate Rocks (Ed. by W. E. Ham). Morgan, W. A., George, A. D., Harris,
American Association Petroleum P. M., & Sarg, J. F. (2010). Sequence
Geologist. Telsa, 1, p.62-84. stratigraphy and growth of shelfal
Hamilton, W. B. (1979). Tectonics of the carbonates in a deltaic province, Kutai
Indonesian region (Vol. 1078). US Basin, offshore East Kalimantan,
Government Printing Office. Indonesia. Cenozoic carbonate systems
Koesoemadinata, R. P. (1980). Geologi of Australasia: Society for Sedimentary
Minyak dan Gas Bumi. Institut Geology Special Publication, 95, 147-
Teknologi Bandung. 174.
Laya, K. P., Ramadhan, D., Rizkiaputra, R., Saller, A. H., & Vijaya, S. (2002).
Goesmiyarso, S., & Subekti, A. (2019). Depositional and diagenetic history of
Characterization of Massive Tight Gas the Kerendan carbonate platform,
Reservoir: Unlocking the Greater Oligocene, central Kalimantan,
Kerendan Potential. In Proceedings

883
Fasies dan Lingkungan Pengendapan Batugamping Formasi Berai di Lapangan “JK”, Cekungan Kutai Atas (Jasmine)

Indonesia. Journal of Petroleum Walker, R. G., & James, N. P. (1992). Fasies


Geology, 25(2), 123-149. Model: Response to Sea Level Change.
Tamba, E. F., & Undang Mardiana, A. (2021). Geological Association of Canada.
ANALISIS FASIES DAN Van de Weerd, A., Armin, R. A., Mahadi, S.,
LINGKUNGAN PENGENDAPAN & Ware, P. L. B. (1987). Geologic
BATUGAMPING FORMASI setting of the Kerendan gas and
BATURAJA BAGIAN ATAS DI condensate discovery, Tertiary
LAPANGAN ‘R’, CEKUNGAN sedimentation and paleogeography of
SUNDA. Geoscience Journal, 5(1), 11- the northwestern part of the Kutei
23. Basin, Kalimantan, Indonesia.
Tucker, M. E., & V.P, W. (1990). Carbonate
Sedimentology. Blackwell Science,
Ltd., Oxford.

884
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 876-887

Gambar 7. Kolom Litostratigrafi Sumur JK-2

Gambar 8. Kolom Litostratigrafi Sumur JK-3

885
Fasies dan Lingkungan Pengendapan Batugamping Formasi Berai di Lapangan “JK”, Cekungan Kutai Atas (Jasmine)

Gambar 9. Elektrofasies Lapangan “JK”

Gambar 10. Korelasi Asosiasi Fasies pada Lapangan “JK”

886
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 6, No. 3, Juni 2022: 876-887

Gambar 11. Ilustrasi Pengendapan Lapangan "JK"

887

Anda mungkin juga menyukai