Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

EVALUASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA


“ANALISIS BUTIR TES & PENGOLAHAN HASIL TES”

Dosen Pengampu :
Drs. Yasifati Hia, M.Si.

Disusun Oleh :
(Kelompok 4)
Dina Hafiza (4221111036)
Ibnu Imam Arif (4223111037)
Violin Kristian Yolanda Purba (4221111039)
Ecy Rorensa Br Purba (4221111044)
Sanita Liana Romauli Simbolon (4223111035)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023

i
PEMBAHASAN

A. Analisis Butir Soal

Analisis butir soal adalah suatu kegiatan analisis untuk menentukan tingkat kebaikan
butir-butir soal yang terdapat dalam suatu tes informasi yang dihasilkan dapat kita pergunakan
untuk memperbaiki butir soal dan test tersebut. Identifikasi terhadap setiap butir item soal
dilakukan dengan harapan akan menghasilkan berbagai informasi berharga guna melakukan
perbaikan pembenahan dan penyempurnaan kembali terhadap butir-butir soal sehingga pada
masa-masa yang akan datang tes hasil belajar yang disusun atau dirancang oleh guru itu
betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar yang memiliki
kualitas yang tinggi.
Aiken dalam suprananto (2012) berpendapat bahwa kegiatan analisis butir soal
merupakan kegiatan penting dalam penyusunan soal agar diperoleh butir soal yang bermutu.

1. Mengkaji dan menelaah setiap butir soal agar diperoleh soal yang bermutu
sebelum digunakan

2. Meningkatkan kualitas butir tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak
efektif

3. Mengetahui informasi diagnostik pada siswa Apakah mereka telah memahami


materi yang diajarkan
Soal yang bermutu adalah soal yang dapat memberikan informasi setepat-tepatnya
tentang siswa mana yang telah menguasai materi dan siswa mana yang belum menguasai
materi. Selanjutnya menurut Anastasia dan urbina (1997) dalam suprananto (2012) analisis
butir soal dapat dilakukan secara kualitatif (berkaitan dengan isi dan bentuk nya)
dan kuantitatif (berkaitan dengan ciri-ciri statistiknya). Analisis kualitatif mencakup
pertimbangan validitas isi dan konstruksi sedangkan analisis kuantitatif mencakup
pengukuran validitas dan reliabilitas butir soal, kesulitan butir soal serta diskriminasi soal.
Kedua Teknik ini masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan, Oleh karena itu
teknik terbaik adalah menggunakan atau memadukan keduanya.

1. Teknik Analisis Butir Soal


Analisis soal dilakukan untuk mengetahui tercapainya atau tidaknya tujuan sebuah
soal. Analisis pada umumnya dilakukan melalui dua cara yaitu analisis kualitatif (qualitatif
control) dan analisis kuantitatif (quantitatif control).

1. Analisis butir soal secara kuantitatif


Dalam analisis butir soal secara kualitatif digunakan format penelaahan soal
Biasanya hal-hal yang ditelaah dalam analisis kualitatif adalah hal hal yabg terkait
materi soal dan kaitannya dengan bahasa serta budaya di masyarakat tempat soal
tersebut akan diujikan. Ada beberapa teknik yang digunakan untuk menganalisis butir
soal secara kualitatif, yaitu teknik moderator dan teknik panel. Teknik moderator

1
merupakan teknik berdiskusi yang didalamnya terdapat satu orang sebagai penengah.
Berdasarkan teknik ini, setiap butir soal didiskusikan secara bersama-sama dengan
beberapa ahli. Sedangkan teknik panel adalah teknik menelaah butir soal berdasarkan
kaidah penulisan butir soal. Kaidah itu diantaranya adalah materi. kontruksi, bahasa
atau budaya, kebenaran kunci jawaban. Caranya beberapa penelaah diberikan beberapa
butir soal yang akan ditelaah, format penelaahan, dan pedoman penelaahan. Dalam
menganalisis butir soal secara kualitatif penggunaan format penelaahan soal akan
membantu dan mempermudah prosedur pelaksanaannya. Format penelaahan soal
digunakan sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir soal.

2. Analisis butir soul secara kuantitatif


Penelaahan soal secara kuantitatif adalah penelaahan butir soal didasarkan
pada bukti empirik. Salah satu tujuan utama pengujian butir-butir soal secara emperik
adalah untuk mengetahui sejauh mana masing-masing butir soal membedakan antara
mereka yang tinggi kemampuannya dalam hal yang didefinisikan oleh kriteria dari
mereka yang rendah kemampuannya. Data empirik ini diperoleh dari soal yang telah
diujikan. Ada dua pendekatan dalam analisis secara kuantitatif yaitu pendekatan secara
klasik dan modern. Analisis butir soal secara klasik adalah proses penelaahan butir soal
melalui informasi dari jawaban peserta tes guna meningkatkan mutu butir soal yang
bersangkutan dengan menggunakan teori tes klasik. Pada teori tes klasik, analisis item
tes dilakukan dengan memperhitungkan kedudukan item dalam suatu kelas atau
kelompok. Karakteristik atau kualitas item sangat tergantung pada kelompok dimana di
uji cobakan sehingga kualitas item terikat pada sampel responden atau peserta tes yang
memberikan respons(sample bounded).
Ada beberapa kelebihan analisis butir soal secara klasik adalah murah,
sederhana, familiar, dapat dilaksanakan sehari-hari dengan cepat menggunakan
komputer dan dapat menggunakan beberapa data dari peserta tes. Analisis butir soal
secara modern adalah penelaahan butir soal dengan menggunakan teori respon butir
atau item response theory. Teori ini merupakan suatu teori yang menggunakan fungsi
matematika untuk menghubungkan antara peluang menjawab benar suatu butir dengan
kemampuan siswa. Teori ini muncul karena adanya beberapa keterbatasan pada analisis
secara klasik, yaitu:
a. Tingkat kemampuan dalam teori klasik adalah true score. Artinya, jika suatu tes sulit
maka tingkat kemampuan peserta tes akan rendah sebaiknya, jika suatu tes mudah
maka tingkat kemampuan peserta tes tinggi.
b. Tingkat kesukaran butir soal didefinisikan sebagai proporsi peserta tes yang
menjawab benar. Mudah atau sulitnya butir soal tergantung pada kemampuan peserta
tes.
c. Daya pembeda, reliabilitas, dan validitas tes tergantung pada kondisi peserta tes.

2. Manfaat Analisis Butir Soal


Berdasarkan pendapat yang diungkapkan oleh Anastasia dan Urbina (1997) dalam
Suprananto (2012), analisis butir soal memiliki banyak manfaat, diantaranya yakni:

2
1. Membantu pengguna tes dalam mengevaluasi kualitas tes yang digunakan
2. Relevan bagi penyusunan tes informal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa dikelas
3. Mendukung penulisan butir soal yang efektif
4. Secara materi dapat memperbaiki tes di kelas.
5. Meningkatkan validitas soal dan reliabilitas.
Linn dan Gronlund (1995) dalam Suprananto (2012: 163), menambahkan bahwa
pelaksanaan kegiatan analisis butir soal, biasanya didesain untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan
1. Apakah soal sudah tepat?
2. Apakah soal telah memiliki tingkat kesukaran yang tepat?
3. Apakah soal bebas dari hal-hal yang tidak relevan"
4. Apakah pilihan jawabannya efektif?
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa analisis butir soal memberikan
manfaat sebagai berikut :
1. Menentukan soal-soal yang cacat atau tidak berfungsi dengan baik.
2. Meningkatkan butir soal melalui tiga komponen analisis yaitu, tingkat kesukaran, daya
pembeda dan pengecoh soal,
3. Merevisi soal yang tidak relevan degan materi yang diajarkan, ditandai dengan banyaknya
anak yang tidak dapat menjawab butir soal tertentu.

B. Indeks Kesukaran
Tingkat kesukaran butir soal merupakan salah satu indikator yang dapat
menunjukkan kualitas butir soal tersebut apakah termasuk sukar, sedang atau mudah. Suatu
soal dikatakan mudah bila sebagian besar siswa dapat menjawabnya dengan benar dan suatu
soal dikatakan sukar bila sebagian besar siswa tidak dapat menjawab dengan benar. Tingkat
kesukaran diperoleh dari menghitung persentase siswa yang dapat menjawab benar soal
tersebut. Semakin banyak siswa yang dapat menjawab benar suatu soal semakin mudah soal
itu. Sebaliknya semakin banyak siswa yang tidak dapat menjawab suatu soal maka semakin
sukar soal itu.
Tingkat kesukaran dihitung melalui indeks kesukaran difficulty index yaitu angka
yang menunjukkan proporsi siswa yang menjawab benar soal tersebut. Semakin tinggi angka
indeks kesukaran semakin mudah soal tersebut. Sebaliknya semakin kecil angka indeks
kesukaran semakin sukar soal tersebut. Indeks kesukaran disingkat D.
Langkah-langkah mencari indeks kesukaran D adalah sebagai berikut:
1. Susunlah lembar jawaban berurutan mulai yang mendapat skor paling tinggi sampai dengan
paling rendah.
2. Membuat dua kelompok dari lembar jawaban itu yakni satu kelompok mulai dari skor
tertinggi dan satu kelompok mulai dari skor terendah, ini dilakukan bila jumlah soal≤ 100
buah. Kalau jumlan soal 100 maka diambil 27% kelompok atas dan 27% kelompok bawah.
3. Untuk setiap soal hitunglah jumlah siswa yang memilih tiap alternatif jawaban yang ada.
Dengan demikian, untuk soal bentuk benar salah atau soal bentuk melengkapi / isian
(jawaban singkat) cukuplah menghitung jumlah siswa yang menjawab benar soal tersebut.
4. Buatlah catatan dalam format seperti dibawah ini. data dalam format ini akan sangat

3
diperlukan pada waktu meneliti pola jawaban soal utuk menemukan kualitas tiap option.

5. Untuk setiap soal hitunglah jumlah siswa dalam tiap kelompok yang menjawah betul soal
tersebut. Caranya ialah menjumlahkan kedua angka dibawah kunci jawaban yaitu
kemungkinan jawaban yang diberi tanda bintang.
6. Hitunglah indeks kesukaran soal dengan menggunakan rumus berikut
B + Bb
D= a
J a + Jb
Keterangan :
D = indeks kesukaran soal (yang dicari)
Ba = jumlah yang menjawab betul soal tersebut dari kelompok atas
Bb = jumlah yang menjawab betul soal tersebut dari kelompok bawah
Ja = jumlah lembar jawaban kelompok atas
Jb = jumlah lembar jawaban kelompok bawah
Dari indeks kesukaran tiap soal dapat dihitung indeks kesukaran seluruh tes. Caranya
ialah dengan menjumlahkan semua indeks dari soal soal yang dipakai untuk analisis soal
dibagi jumlah semua lembar jawaban (jumlah lembar jawaban kelompok atas ditambah
jumlah lembar jawaban kelompok bahwa). Ada juga yang mengistilahkan indeks kesukaran
dengan istilah taraf kesukaran. Taral kesukaran teks adalah kemampuan tes tersebut dalam
menjaring banyaknya subjek peserta tes yang dapat mengerjakan dengan betul. Suharsimi
arikunto menggunakan taraf kesukaran tes dinyatakan dalam indeks kesukaran yang dapat
dicari dengan rumus berikut
B
P=
J
Keterangan :
P = taraf kesukaran
B = banyaknya subjek yang menjawab betal
J = banyaknya subjek yang mengikuti tes
Tolak ukur untuk menginterpretasikan taraf kesukaran tiap butir soal digunakan
kriteria schagai berikut:
Nilai P Interpretasi
P = 0,00 Sangat sukar
0,00 < P  0,30 Sukar
0,,30 < P  0,70 Sedang
0,70 < P  1,00 Mudah
P = 1,00 Sangat mudah

4
Ada pendapat bahwa soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu sukar dan tidak
terlalu mudah, alasannya soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk
mempertinggi usaha memecahkan soal tersebut sedangkan soal yang terlalu sukar akan
menyebabkan siswa putus asa karena pemecahan sual itu berada di luar kemampuannya lalu
tidak lagi bersemangat mencobanya.
Langkah-langkah Perhitungan Tingkat Kesukaran Tes Uraian, adalah sebagai
berikut:
1. Menentukan nilai B = jumlah siswa yang menjawab benar
2. Menentukan nilai JS jumlah skor maksimum untuk soal tersebut.
3. Misal, untuk soal nomor 1. perhiringan tingkat kesukaran sebagai berikut:
a. B = 62; JS = 152
b. Menentukan nilai P = Indeks/Tingkat Kesukaran, P = 0,4079
4. Berdasarkan klasifikasi tingkat kesukaran, nilai P = 0,4079 berada di antara interval nilai
0,30 < IK ≤ 0,70 maka soal nomor 1 memiliki tingkat kesukaran sedang.
5. Untuk nomor 2 dan seterusnya, perhitungan tingkat kesukarannya sama dengan
perhitungan tingkat kesukaran soal nomor 1.
Satu contoh soal berhubungan dengan cara menganalisis tes uraian menurut Whitney
dan Sabers yang dikutip Noehi dkk. Dengan prosedur sebagai berikut.
1. Menentukan jumlah siswa yang termasuk kelompok atas sebanyak 25%
2. Menghitung jumlah skor kelompok atas dan jumlah skor kelompok bawah
3. Hitung tingkat kesukaran dan daya beda setiap butir soal.
Rumus yang ditentukan itu adalah:
  A +  B − ( 2 Nskormin ) 
P= 
2 N ( skormaks − skormin )
Keterangan:
P = indeks tingkat kesukaran
ZA = jumlah skor kelompok atas
EB = jumlah skor kelompok bawah
N = 25% peserta didik
Skor maks = skor maksimal setiap butir tes
Skor min = skor minimal setiap butir tes

D=
 A+ B
2 N ( skormaks − skormin )
Contoh:
Sebanyak 100 siswa dites matematika dengan soal sebanyak 100 soal pilihan ganda
dengan alternatif jawaban yakni A, B, C, D dan E. Setelah ditabulasi hasil tes tersebut,
diperoleh data jawaban siswa terhadap soal nomor 1 sebagai berikut:
Kelompok Kemungkinan jawaban Jumlah
A B C D E
Kelompok Atas 5 15 0 0 7 27
Kelompok Tengah 25 25
Kelompok Bawah 3 7 12 0 5 27

5
Tentukan tingkat kesukaran soal tersebut!
Penyelesaian :
B
P=
J
15 + 25 + 7
P=
100
47
P= = 0, 47
100
Diperoleh indeks tingkat kesukaran soal tersebut adalah P = 0,47. Perhatikan tabel
klasifikasi interpretasi taraf kesukaran, nilai P = 0,47 berada dalam interval 0,30 < P  0,70
yang menjukkan bahwa soal tersebut memiliki tingkat taraf kesukaran yang sedang.

C. Indeks Daya Beda


Daya beda butir soal yaitu butir soal tersebut dapat membedakan kemampuan
individu peserta didik. Karena butir soal yang didukung oleh potensi daya beda yang baik
akan mampu membedakan peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi atau pandai
dengan peserta didik yang memiliki kenampuan rendah atau kurang pandai.
Dalam penyusunan butir soal seperti tes sebaiknya ada sifat yang menunjukkan
kualitasnya sehingga :
a. Tidak dapat dijawab benar baik oleh siswa kelompok atas maupun siswa kelompok bawah.
b. Dapat dijawab benar oleh siswa kelompok atas tetapi tidak dapat dijawab oleh siswa
kelompok bawah.
c. Dapat dijawab benar oleh siswa kelompok atas maupun siswa kelompok.
Apabila no 1 dan 2 terjadi maka dikatakan soal mempunyai daya pembeda artinya,
butir soal itu dapat membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.
Penggunaan indeks daya pembeda untuk menyeleksi soal pun tidak dapat diterima
sepenuhnya. Konsep daya pembeda mengharuskan ada siswa yang menjawab salah soal
tersebut. Konsekuensinya soal soal yang mudah dinilai sebagai soal-soal yang tidak baik. Kita
ketahui soal yang dijawab benar oleh siswa belum tentu soal yang tidak baik malah justru
sebaliknya yang sering terjadi. Karena materi untuk soal -soal seperti itu dinilai esensial guru
mengajarkannya sedemikian sampai semua siswa mengerti. Penguasaan materi membuat
semua siswa dapat menjawab soal tersebut, sehingga menjadi dasar penilaian soal itu
mempunyai tingkat kesukaran yang sangat rendah dan tidak memiliki daya pembeda Namun
demikian, butir soal semacam itu tidak boleh dibuang.
Apabila ada butir soal yang dijawab tidak benar oleh siswa maka dibuat analisis butir
soal untuk menetapkan daya pembedanya. Kita juga harus mengukur daya pembeda dari suatu
alat ukur atau instrumen daya pembeda instrumen seperti tes adalah kemampuan dari tes
tersebut dalam memisahkan antara subjek (kadang kala ditulis subjek) yang pandai dengan
subjek yang kurang pandai. Dalam mencari daya beda subjek peserta tes dipisahkan menjadi
dua sama besar berdasarkan skor yang mereka peroleh.
Rumus yang digunakan untuk mengetahui daya pembeda setiap butir tes adalah:
B B
D= A − B
J A JB

6
Keterangan:
D = daya pembeda butir
BA = banyaknya kelompok atas yang menjawab betul
BB = banyaknya kelompok bawah yang menjawab betul
JA = banyaknya subjek kelompok atas
JB = banyaknya subjek kelompok bawah
Rumus lain menentukan daya beda butir soal menurut Nochi dkk:
D = PA − PB
Keterangan:
D = indeks daya beda butir soal
PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar.
a. Proposisi kelompok atas adalah jumlah yang benar dari kelompok atas dibagi dengan
jumlah kelompok atas.
b. Proposisi kelompok bawah adalah jumlah yang benar dari kelompok bawah dibagi dengan
jumlah kelompok bawah.
c. Kelompok atas adalah mereka yang termasuk mempunyai nilai tinggi dari hasil tes. d.
Kelompok bawah adalah mereka yang mempunyai nilai rendah dari hasil tesnya.
Antara kelompok atas dan kelompok bawah ada dikenal kelompok tengah.
Penentuan kelompok atas dan bawah dilakukan dengan menetapkan 27% dari keseluruhannya
ada pada bagian atas yakni yang tinggi nilainya dan 27% ada dari total peserta yang rendah
nilainya. Misalkan dari 100 peserta tes ada 27 siswa pada kelompok bernilai tinggi dan ada
27 siswa yang masuk kelompok yang bernilai rendah. Berarti sebanyak 46 siswa ada pada
kelompok tengah, Nilai indeks daya beda soal bergerak dari -1 sampai 1 semakin tinggi indeks
daya beda hal itu menunjukkan bahwa butir soal tersebut semakin dapat membedakan antara
siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai.
Indeks daya beda sebesar 1 akan tercapai apabila semua siswa kelompok atas dapat
menjawab soal dengan benar dan semua siswa kelompok bawah menjawah salah sebaliknya
indeks daya beda = -1 akan tercapai apabila semua siswa kelompok atas menjawab salah dan
semua kelompok bawah menjawab benar. Sementara itu, indeks daya beda = 0 akan tercapai
apabila proporsi siswa yang menjawab benar dalam kelompok atas dan kelompok bawah
adalah sama.
Tolak ukur untuk menginterpretasikan daya pembeda tiap butir soal digunakan
kriteria sebagai berikut
Nilai DP Interpretasi
DP  0,00 Sangat jelek
0,00 < DP  0,20 Jelek
0,20 < DP  0,40 Cukup
0,40 < DP  0,70 Baik
0,70 < DP  1,00 Sangat baik
Langkah-langkah penghitungan daya pembeda tes uraian adalah:
a. Menentukan nilai Bajumlah skor kelompok atas yang menjawab benar
b. Menentukan nilai Bb-jumlah skor kelompok bawah yang menjawab

7
c. Menentukan nilai Ja jumlah skor maksimum kelompok atas yang seharusnya
d. Menentukan nilai Jb-jumlah skor maksimum kelompok bawah yang seharusnya Misal,
untuk soal nomor 1. penghitungan daya pembedanya sebagai berikut: Ba = 40, Bb = 22, Ja
= 76, Jb = 76.
e. Menentukan DP-Daya Pembeda
DP=0,23684
f. Berdasarkan klasifikasi daya pembeda, nilai DP = diantara interval nilai DP < 0,00 maka
soal nomor 1 memiliki daya pembeda cukup.
g. Untuk nomor 2 dan seterusnya, perhitungan daya pembedanya sama dengan perhitungan
daya pembeda soal nomor 1
Contoh:
Sebanyak 100 siswa dites matematika dengan soal sebanyak 100 soal pilihan ganda
dengan alternatif jawaban yakni A, B, C, D dan E. Setelah ditabulasi hasil tes tersebut,
diperoleh data jawaban siswa terhadap soal nomor 1 sebagai berikut:
Kelompok Kemungkinan jawaban Jumlah
A B C D E
Kelompok Atas 5 15 0 0 7 27
Kelompok Tengah 25 25
Kelompok Bawah 3 7 12 0 5 27
Tentukan tingkat daya beda soal tersebut!
Penyelesaian :
D = PA − PB
B B
D= A − B
J A JB
15 7
D= −
27 27
8
D= = 0, 296
27
Diperoleh indeks daya beda tersebut adalah D = 0,296. Perhatikan tabel klasifikasi

interpretasi daya pembeda, nilai D = 0,296 berada dalam interval 0,20 < Dp  0,40 yang

menjukkan bahwa soal tersebut memiliki tingkat taraf kesukaran yang cukup.

D. Jawaban Pengecoh
Analisis pengecoh (Efektifitas Distraktor )

Instrumen evaluasi yang berbentuk tes dan objektif, selain harus memenuhi syarat-
syarat yang telah disebutkan terdahulu, harus mempunyai distraktor yang efektif. Yang disebut
dengan distraktor atau pengecoh adalah opsi-opsi yang bukan merupakan kunci jawaban
(jawaban benar).

8
Butir soal yang baik pengecohnya akan dipilih secara merata oleh peserta didik yang
menjawab salah. Sebaliknya, butir soal yang kurang baik, pengecohnya akan dipilih secara
tidak merata. Pengecoh dianggap baik bila jumlah peserta didik yang memilih pengecoh
itu sama atau mendekati jumlah ideal. Indeks pengecoh dihitung dengan rumus:

IP = P 100%
( N − B )( n − 1)
Keteranean:

IP = indeks pengecoh

P = jumlah peserta didik yang memilih pengecoh

N = jumlah peserta didik yang ikut tes


B = jumlah peserta didik yang menjawab benar pada setiap soal

n = jumlah alternatif jawaban

1 = bilangan tetap
Catatan:

Jika semua peserta didik menjawab benar pada butir soal tertentu (sesuai kunci jawaban),
maka IP = 0 yang berarti soal tersebut jelek. Dengan demikian pengecoh tidak berfungsi.

Contoh:

50 orang peserta didik dites dengan 10 soal bentuk pilihan ganda. Tiap soal
memiliki alternatif jawaban (a, b, c, d, e). Kunci jawaban (jawaban yang benar) no. 8 adalah
c. Setelah soal no.8 diperiksa untuk semua peserta didik, ternyata dari 50 orang peserta didik,
20 pesert didik menjawab benar dan 30 peserta didik menjawab salah. Idealnya,
pengecoh dipilih secara merata.

Berikut ini adalah contoh soal no. 8.

Alternatif jawaban A B C D E

Distribusi jawaban 7 8 20 7 8
peserta didik

IP 93% 107% ** 93% 107%

Kualitas pengecoh ++ ++ ++ ++ ++

Keterangan :

** = kunci jawaban

9
_ = jelek

++ = sangat baik

_ _ = sangat jelek

+ = baik

• = kurang baik

Pada contoh diatas, IP butir a, b, c, d, dan e adalah 93%, 107%, 93%, dan 107%.
Semuanya dekat dengan angka 100%, sehingga digolongkan sangat baik sebab semua
pengecoh itu berfungsi. Jika pilihan jawaban peserta didik menumpuk pada satu alternatif
jawaban, misalnya seperti berikut

Alternatif jawaban A B C D E

Distribusi jawaban 20 2 20 8 0
peserta didik

IP 267% 27% ** 107% 0%

Kualitas pengecoh _ - ** ++ _

Dengan demikian, dapat ditafsirkan pengecoh (d) yang terbaik, pengecoh (e) dan (b)
tidak berfungsi, pengecoh (a) menyesatkan, maka pengecoh (a) dan (e) perlu diganti karena
termasuk jelek, dan pengecoh (b) perlu direvisi karena kurang baik. Adapun kualitas pengecoh
berdasar indeks pengecoh adalah :

Sangat baik IP = 76% - 125%

Baik IP = 51% - 75% atau 126% - 150%

Kurang baik IP = 26% -50% atau 151% -175%

Jelek IP = 26% - 50% atau 151% - 175%

Sangat jelek IP = lebih dari 200%

E. Pengolahan Hasil Tes

1. Teknik Pengolahan Tes


Menurut Zainal Arifin (2006) dalam mengolah data hasil tes, ada 4 (empat)
langkah pokok yang harus ditempuh, yaitu:

1. Menskor, yaitu memberi skor terhadap hasil tes yang dapat diperoleh oleh peserta
didik. Untuk memperoleh skor mentah diperlukan tiga jenis alat bantu yaitu kunci
jawaban, kunci skoring dan pedoman konversi.
2. Mengubah skor mentah menjadi skor standard sesuai dengan norma tertentu.

10
3. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai baik berupa huruf maupun angka.

Melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas


dan reliabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index), dan daya pembeda.

Cara-cara pengolahan hasil evaluasi sebagai berikut:

a. Cara Memberi Skor Mentah untuk Tes Uraian


Dalam bentuk uraian skor mentah dicari dengan menggunakan system bobot,
system bobot itu sendiri dibagi dua cara, yaitu:
1) Bobot dinyatakan dalam system skor maksimum sesuai dengan tingkat
kesukarannya. Sebagai missal untuk soal yang mudah skor maksimumnya
adalah 6, untuk skor yang sedang skor maksimumnya 7 dan untuk skor yang
tergolong sulit diberi skor maksimum 10. Dengan demikian ketika
menggunakan cara ini peserta didik tidak mungkin mendapatkan skor 10.

2) Bobot dinyatakan dalam bilangan bilangan tertentu sesuai dengan tingkat


kesukaran soal. Sebagai contoh: soal yang mudah diberi bobot 3, soal sedang
diberi bobot 4, soal yang sukar diberi bobot 5. Dengan menggunakan cara ini
memungkinkan peserta didik mendapatkan skor 10.

b. Cara Memberi Skor Mentah untuk Tes Objektif


Ada dua cara untuk memberikan skor pada soal tes bentuk objektif, yaitu:

1) Tanpa menggunakan rumus tebakan (Non Guessing Formula)


Cara ini digunakan digunakan apabila soal belum diketahui tingkat
kebaikannya. Caranya adalah dengan menghitung jumlah jawaban yang betul
saja, setiap jawaban betul diberi skor 1 dan jawaban salah diberi skor 0. Jadi,
skor = jumlah jawaban yang benar
2) Mengunakan Rumus Tebakan (Guessing Formula)
Rumus ini digunakan apabila soal-soal tes itu sudah pernah
diujicobakan dan dilaksanakan sehingga dapat diketahui tingkat
kebenarannya. Adapun rumus- rumus tebakan tersebut adalah:

• Untuk Item Bentuk Benar-Salah (True-False)

Rumus : S = ∑ 𝐵 − ∑ 𝑆

Keterangan :

S = skor yang dicari

11
∑ 𝐵= jumlah jawaban yang benar

∑ 𝑆 = jumlah jawaban yang salah

• Untuk Item Pilihan-gannda (multiple choice)


∑𝑆
Rumus : 𝑆 = ∑ 𝐵 − 𝑛−1

Keterangan :

∑ 𝐵= jumlah jawaban yang benar

∑ 𝑆 = jumlah jawaban yang salah

N = jumlah alternatif jawaban yang disediakan

1 = bilangan tetap

• Untuk Penskoran dengan butir beda bobot


(𝐵×𝑏
Rumus : 𝑆 = ∑ 𝑆𝑖

Keterangan :

S = skor yang dicari

B = jumlah jawaban yang benar

b = bobot setiap soal

Si = skor ideal ( skor yang mungkin dicapai jika semua soal dijawab
benar)

F. Contoh Validitas dan Realibilitas

• Contoh Validitas

Mencari Validitas Tes dengan Simpangan:

12
Dimasukkan ke rumus:

Mencari Validitas Tes dengan angka kasar:

Bila dilihat pada kedua hitungan diatas terdapat perbedaan 0,003 lebih besar pada
simpangan ini wajar karena adanya pembulatan.

13
• Contoh Reliabilitas

MENGHITUNG TOTAL VARIANSI BUTIR (B2)

Variansi butir ke-2 sampai ke-5 dapat dihitung dengan cara yang sama seperti
menghitung variansi butir I sehingga total variansi butir : b2 = 0,61 + 0,45 + 0,45 +
0,84 + 0,16 = 2,51
MENGHITUNG TOTAL VARIANSI (T2)

MENGHITUNG KOEFISIEN CRONBACH ALPHA

14
KESIMPULAN

Analisis butir soal adalah suatu kegiatan analisis untuk menentukan tingkat kebaikan
butir-butir soal yang terdapat dalam suatu tes informasi yang dihasilkan dapat
kita pergunakan untuk memperbaiki butir soal dan test tersebut. Analisis soal dilakukan untuk
mengetahui tercapainya atau tidaknya tujuan sebuah soal. Analisis pada umumnya dilakukan
melalui dua cara yaitu analisis kualitatif (qualitatif control) dan analisis kuantitatif (quantitatif
control).
Tingkat kesukaran butir soal merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan
kualitas butir soal tersebut apakah termasuk sukar, sedang atau mudah. Suatu soal dikatakan
mudah bila sebagian besar siswa dapat menjawabnya dengan benar dan suatu soal dikatakan
sukar bila sebagian besar siswa tidak dapat menjawab dengan benar. Dari indeks kesukaran
tiap soal dapat dihitung indeks kesukaran seluruh tes. Caranya ialah dengan menjumlahkan
semua indeks dari soal ‖ soal yang dipakai untuk analisis soal dibagi jumlah semua lembar
jawaban (jumlah lembar jawaban kelompok atas ditambah jumlah lembar jawaban kelompok
bahwa).
Daya beda butir soal yaitu butir soal tersebut dapat membedakan kemampuan
individu peserta didik. Karena butir soal yang didukung oleh potensi daya beda yang baik
akan mampu membedakan peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi atau pandai dengan
peserta didik yang memiliki kenampuan rendah atau kurang pandai. Instrumen evaluasi yang
berbentuk tes dan objektif, selain harus memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan
terdahulu, harus mempunyai distraktor yang efektif. Yang disebut dengan distraktor atau
pengecoh adalah opsi-opsi yang bukan merupakan kunci jawaban (jawaban benar).

15
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, A. (2014). Eνaluasi Pembelajaran Matematika. Jakarta : Rajawali Pers.

Pasi, S. N., & Yusrizal. (2018). Analisis butir soal ujian bahasa Indonesia buatan
guru Mtsn di Kabupaten Aceh Besar. Master Bahasa , 6 (2), 195 - 202.
Solichin, M. (2017). Analisis Daya Beda Soal, Taraf Kesukaran, Validitas Butir
Tes, Interpretasi Hasil Tes Dan Validitas Ramalan Dalam Evaluasi
Pendidikan. DirċSċt? Jurnal Manajemen & Pendidikan Islam , 2 (2),
192 - 213.

Sudaryono. (2012). Pengukuran dan Penilaian Pendidikan . Jakarta: Graha Ilmu.


Supranoto. (2012). Dasar - Dasar Eνaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara Kusaeri.

16

Anda mungkin juga menyukai