Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENILAIAN HASIL BELAJAR FISIKA

“ANALISIS TINGKAT KESUKARAN BUTIR SOAL PILIHAN GANDA”

Disusun Oleh :

Anggota Kelompok :

1. Syukri Kurniawan (A1C315036)


2. Rifani Septya Putri (A1C319038)
3. Fitria Anjani (A1C319044)
4. Maryanti Ningsih (A1C319049)
5. Ricky Nopriyandi (A1C319063)

Kelas : Reguler B 2019


Dosen Pengampu :
Drs. Menza Hendri, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan kegiatan yang dapat dipandang sebagai pencetak sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan
nasional. Pentingnya pendidikan juga dapat dilihat dari isi Pembukaan UUD 1945 alinea
IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kegiatan pembelajaran merupakan serangkaian proses yang memiliki tiga komponen,
yang pertama rencana pembelajaran, kedua kegiatan belajar mengajar, dan terakhir
evaluasi pembelajaran. Sebagai salah satu komponen proses dalam pembelajaran, evaluasi
pembelajaran memiliki peranan yang penting. Proses berupa pengukuran hasil
pembelajaran wajib dilakukan untuk mengetahui dan menentukan keberhasilan
pembelajaran.
Berdasarkan Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 tahun 2005 dan Peraturan
Pemerintah No.19 tahun 2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan seorang guru dalam mengelola proses
pembelajaran yang berhubungan dengan peserta didik, meliputi pemahaman wawasan
atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan
kurikulum atau silabus, perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran,
pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil pembelajaran, dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Dalam
kompetensi pedagogik, salah satu kemampuan dasar yang harus dikuasai setiap guru
adalah evaluasi hasil belajar.
Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui tingkat pencapaian peserta didik
dalam menguasai setiap kompetensi dasar atau indikator materi yang telah dipelajari.
Instrumen penilaian baik tes maupun nontes seharusnya dapat memberikan informasi
mengenai sejauh mana ketercapaian belajar peserta didik dan seberapa besar keberhasilan
guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam wawancara yang dilakukan
dengan guru di SMK Taman Siswa Jetis, guru tidak dituntut dalam melakukan analisis
butir soal yang mereka gunakan dalam melakuakn tes dalam mengambil hasil belajar
siswa. Ini menjadikan soal yang dibuat guru belum diketahui apakah sudah termasuk soal
yang baik atau belum.
Tes sebagai alat evaluasi yang paling sering digunakan oleh guru untuk mengukur
hasil belajar peserta didik dengan serangkaian soal-soal yang harus dijawab. Oleh karena
itu, tes yang digunakan untuk evaluasi harus berkualitas agar mencerminkan kemampuan
peserta didik. Tes yang baik sebagai alat pengukur harus memenuhi persyaratan tes yaitu
memiliki validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda dan efektifitas pengecoh
yang baik. Tes yang memiliki persyaratan tes tersebut bisa digunakan sebagai alat ukur
hasil belajar peserta didik dan alat ukur keberhasilan program pengajaran.
Analisis butir soal merupakan kegiatan yang diperlukan untuk menilai kualitas butir
soal yang baik, sehingga dapat digunakan kembali pada periode selanjutnya atau jika butir
soal yang kurang baik, maka dapat dilakukan revisi, sementara untuk butir soal yang tidak
baik, tidak perlu digunakan kembali. Untuk itu, butir soal harus dianalisis guna
mengetahui kualitasnya, memperbaiki kualitas butir soal dan meningkatkan mutu butir
soal. Soal dikatakan baik apabila memenuhi karakteristik penilaian butir soal yang
meliputi: validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan efektifitas
pengecoh.
Berdasarkan paparan di atas, kegiatan analisis butir soal idealnya dilakukan dengan
menghitung validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan efektifitas
pengecoh. Tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat dengan tepat mengukur apa yang
hendak diukur. Tes yang reliabel apabila tes tersebut memberikan hasil yang ajeg apabila
diberikan berkalikali pada subjek yang sama dan menunjukkan ketetapan. Kesukaran soal
yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Tes dikatakan
mempunyai daya pembeda yang baik adalah soal yang mampu membedakan antara
peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan
rendah. Efektifitas pengecoh/distractor soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara
merata oleh peserta didik yang menjawab salah. Berdasarkan permasalahan yang
diuraikan, penting untuk dilakukan analisis butir soal untuk mengetahui kualitas perangkat
tes, sehingga dapat digunakan sebagai acuan perbaikan soal di masa mendatang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan tujuan analisis tingkat kesukaran butir soal ?
2. Bagaimana teknik analisis tingkat kesukaran butir soal ?
3. Bagaimana criteria penafsiran tingkat kesukaran butitr soal ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat diambil tujuan sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan tentang pengertian dan tujuan analisis tingkat kesukaran butir soal.
2. Untuk menjelaskan tentang teknik analisis tingkat kesukaran butir soal.
3. Untuk menjelaskan tentang criteria penafsiran tingkat kesukaran butir soal.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Tujuan Tingkat Kesukaran Butir Soal

2.1.1 Pengertian Tingkat Kesukaran Butir Soal

kesukaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah soal tersebut tergolong


mudah atau sukar. Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukan sukar atau
mudahnya sesuatu soal. (Arikunto, 1999: 207). Kegiatan menganalisis butir soal
merupakan suatu kegiatan yang harus dilakukan guru untuk meningkatkan mutu
soal yang telah ditulis. Kegiatan ini merupakan proses pengumpulan, peringkasan,
dan penggunaan informasi dari jawaban siswa untuk membuat keputusan
tentang setiap penilaian (Nitko, 1996: 308). Sedangkan menurut Daryanto, analisis
kualitas butir soal adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi soal-soal
baik, kurang baik dan soal jelek dan memperoleh petunjuk untuk melakukan
perbaikan.

Suharsimi Arikunto menyatakan bahwa analisis kualitas tes merupakan


kegiatan untuk mengkaji soal pada setiap item atau butirnya guna mengetahui kualitas
dari setiap butir soal tersebut. Analisis kualitas butir soal adalah suatu prosedur yang
sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap
butir tes yang kita susun. Sumarna Surapranata mengemukakan bahwa analisis
kualitas soal dilakukan untuk mengetahui berfungsi tidaknya sebuah soal. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis kualitas butir soal merupakan
kegiatan menganalisis tiap-tiap butir soal secara mendetail menggunakan metode
pengujian tertentu.

Berdasarkan definisi para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis


kualitas butir soal merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengkaji dan
mengidentifikasi setiap butir soal guna mengetahui kualitas setiap butir soal tersebut.
Hasil dari proses mengkaji dan mengidentifikasi soal dapat digunakan untuk
melakukan perbaikan dan penyempurnaan pada setiap butir soal.

2.1.2 Tujuan Tingkat Kesukaran Butir Soal

Tujuan utama analisis kualitas butir soal dalam sebuah tes yang dibuat
pendidik adalah untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dalam tes atau
pembelajaran. Berdasarkan tujuan ini maka kegiatan analisis kualitas butir soal
memiliki banyak manfaat, diantaranya :
a. Menentukan apakah suatu fungsi butir soal sesuai dengan yang diharapkan.
b. Memberi masukan kepada peserta didik tentang kemampuan dan sebagai dasar
untuk bahan diskusi di kelas.
c. Memberi masukan kepada pendidik tentang kesulitan kepada peserta didik.
d. Memberi masukan pada aspek tertentu untuk pengembangan kurikulum.
e. Merevisi materi yang dinilai atau diukur.
f. Meningkatkan keterampilan penulisan soal.
2.2 Teknik Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal
Kegiatan analisis kualitas butir soal dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara
kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif berkaitan dengan isi dan bentuknya,
sedangkan secara kuantitatif berkaitan dengan ciri- ciri statistiknya. Kedua teknik ini masing-
masing memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Oleh karena itu, teknik terbaik
dalam menganalisis kualitas butir soal adalah dengan menggunakan keduanya
(Penggabungan). Agar dapat lebih memahami, berikut ini akan diuraikan mengenai teknik
analisis kualitas butir soal secara kualitatif dan kuantitatif:
a. Teknik Analisis Kualitas Butir Soal secara Kualitatif
Analisis kualitas butir soal secara kualitatif pada prinsipnya dilaksanakan berdasarkan
kaidah penulisan soal (tes tertulis, perbuatan dan sikap). Aspek yang diperhatikan di dalam
penelaahan secara kualitatif ini adalah setiap soal ditelaah dari segi materi, konstruksi,
bahasa/budaya, dan kunci jawaban/pedoman penskorannya. Ada beberapa teknik yang
digunakan untuk menganalisis kualitas butir soal secara kualitatif, diantaranya adalah teknik
moderator dan teknik panel. Teknik moderator merupakan teknik berdiskusi yang didalamnya
terdapat satu orang sebagai penengah. Berdasarkan teknik ini, setiap butir soal didiskusikan
secara bersama-sama dengan beberapa ahli seperti pendidik yang mengajar, ahli penilaian,
ahli bahasa, berlatar belakang psikologi. Teknik ini sangat baik karena setiap butir soal dilihat
secara bersama-sama berdasarkan kaidah penulisannya. Di samping itu, para penelaah
dipersilahkan mengomentari/memperbaiki berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Setiap
komentar/masukan dari peserta diskusi dicatat oleh notulis. Setiap butir soal dapat dituntaskan
secara bersama-sama. Namun, kelemahan teknik ini adalah memerlukan waktu yang lama
untuk berdiskusi setiap satu butir soal.

Teknik panel merupakan suatu teknik menelaah butir soal berdasarkan kaidah
penulisan butir soal, yaitu ditelaah dari segi materi, konstruksi, bahasa/budaya, kebenaran
kunci jawaban/pedoman penskorannya yang dilakukan oleh beberapa penelaah. Analisis
materi dimaksudkan sebagai penelaahan yang berkaitan dengan substansi keilmuan yang
ditanyakan dalam soal serta tingkat kemampuan yang sesuai dengan soal. Analisis konstruksi
dimaksudkan sebagai penelaahan yang umumnya berkaitan dengan teknik penulisan soal.
Analisis bahasa dimaksudkan sebagai penelaahan soal yang berkaitan dengan pengunaan
bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Sebelum menganalisis kualitas butir soal, pendidik harus memperhatikan kaidah
penulisan butir soal terlebih dahulu. Hal tersebutdilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
butir soal yang berkualitas dan layak untuk diujikan kepada peseta didik. Untuk itu, sangat
penting bagi pendidik dalam menguasi dan memahami kaidah-kaidah penulisan butir soal tes.
Kaidah penulisan butir soal yang menjadi pedoman dalam menganalisis kualitas butir soal
secara kualitatif adalah sebagai berikut:
1) Materi
a) Soal harus sesuai dengan indikator, artinya soal harus menyatakan perilaku dan materi yang
hendak diukur sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi. Indikator dalam kisi-kisi
merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Kegiatan perumusan
indikator soal merupakan bagian dari penyusunan kisi-kisi. Untuk merumuskan indikator
dengan tepat, pendidik harus memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator
pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi.
b) Pengecoh harus berfungsi
c) Setiap soal harus mempunyai satu kunci jawaban yang benar. Artinya, satu soal hanya
mempunyai satu kunci jawaban.
2) Konstruksi
a) Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Kemampuan/materi yang hendak
diukur/ditanyakan harus jelas, tidak menimbulkan pengertian atau penafsiran yang berbeda
dari yang dimaksud penulis. Setiap butir soal hanya mengandung satu persoalan/gagasan.
b) Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan
saja. Apabila terdapat rumusan atau pernyataan yang sebetulnya tidak diperlukan, maka
rumusan atau pernyataan itu dihilangkan saja.
c) Pokok soal jangan memberi petunjuk kearah jawaban yang benar. Pada pokok soal jangan
sampai terdapat kata, kelompok kata, atau ungkapan yang dapat memberikan petunjuk kearah
jawaban yang benar.
d) Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negative ganda. Pada pokok soal
jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang mengandung arti negative. Hal ini untuk
mencegah terjadinya kesalahan penafsiran peserta didik terhadap arti pernyataan yang
dimaksud.
e) Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Semua pilihan jawaban
harus berasal dari materi yang sama seperti yang ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya
harus setara, dan semua pilihan jawaban harus berfungsi.
f) Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan karena adanya
kecenderungan peserta dididk memilih jawaban yang paling panjang karena seringkali
jawaban yang paling panjang itu lebih lengkap dan merupakan kunci jawaban.
g) Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “semua pilihan jawaban di atas salah”
atau “semua pilihan jawaban di atas benar”. Dengan adanya pilihan jawaban seperti ini, maka
secara materi pilihan jawaban berkurang satu karena pernyataan itu bukan berupa materi yang
ditanyakan dan pernyataan itu menjadi tidak homogen.
h) Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar
kecilnya nilai angka atau kronologis. Pilihan jawaban yang berbentuk angka harus disusun
dari nilai angka yang paling kecil berurutan sampai nilai angka yang paling besar, dan
sebaliknya. Demikian juga pilihan jawaban yang menunjukkan waktu harus disusun secara
kronoligis. Penyusunan secara unit dimaksudkan untuk memudahkan peserta didik melihat
pilihan jawaban.
i) Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas
dan berfungsi.
j) Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna tidak pasti
seperti, sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
k) Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. Ketergantungan pada soal
sebelumnya menyebabkan peserta didik yang tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak
akan dapat menjawab benar soal berikutnya.
3) Bahasa/budaya
a) Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal diantaranya meliputi, pemakaian kalimat,
unsur subjek, unsure predikat, anak kalimat, pemakaian kata, pilihan kata, penulisan kata,
pemakaian ejaan, penulisan hurus dan penggunaan tanda baca.
b) Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataan mudah dimengerti oleh
peserta didik.
c) Pilihan jawaban jangan yang mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu kesatuan
pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.

Menurut Djemari, dalam menelaah kualitas butir soal dapat dilakukan oleh teman
sejawat yang sebidang dan memiliki pengetahuan tentang pembuatan tes yang baik. Caranya
adalah beberapa penelaah diberikan butir soal yang akan ditelaah, format penelaahan, dan
pedoman penilaian/penelaahan. Para penelaah dipersilahkan memperbaiki langsung pada teks
soal dan memberikan komentarnya serta memberikan nilai pada setiap butir soalnya yang
kriterianya adalah baik, diperbaiki, atau diganti. Bahan-bahan penunjang analisis butir soal
secara kualitatif adalah kisi-kisi pembuatan soal, kurikulum acuan yang digunakan, buku
sumber, kamus bahasa Indonesia, dan pedoman analisis kualitas butir soal objektif maupun
subjektif.
b. Teknik Analisis Kualitas Butir Soal secara Kuantitatif
Teknik analisis kualitas butir soal secara kuantitatif dikenal juga dengan istilah analisis
empirik. Analisis ini dilaksanakan dengan mengukur beberapa kriteria kualitas soal,
diantaranya adalah validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya beda dan efektifitas
pengecoh/fungsi distraktor.
1) Validitas
Validitas atau keshahihan berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketetapan
dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dengan kata lain, validitas
adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauhmana tes telah mengukur apa yang
seharusnya diukur.
Validitas berhubungan dengan kemampuan untuk mengukur secara tepat sesuatu yang
diinginkan diukur. Validitas suatu tes selalu dibedakan menjadi dua macam yaitu validitas
logis dan validitas empiris. Validitas logis sama dengan analisis kualitatif terhadap sebuah
soal, yaitu untuk menentukan berfungsi tidaknya suatu soal berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan, yang dalam hal ini adalah kriteria materi, konstruksi, dan bahasa.
Penganalisisan terhadap tes hasil belajar dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama,
penganalisisan yang dilakukan dengan jalan berpikir secara rasional atau penganalisisan
dengan menggunakan logika (logical analysis). Ada dua macam validitas logis yang dapat
dicapai oleh sebuah instrument yaitu validitas isi dan validitas konstruk. Kedua,
penganalisisan yang dilakukan dengan mendasarkan diri pada kenyataan empiris, dimana
penganalisisan dilaksanakan dengan menggunakan empirical analysis. Ada dua macam
validitas empiris yaitu validitas prediksi dan validitas konkuren.

Dari uraian adanya dua jenis validitas, yaitu validitas logis yang mempunyai dua jenis
validitas dan validitas empiris yang juga mempunyai dua jenis validitas, maka secara
keseluruhan dikenal dengan adanya empat validitas, yaitu:
a) Validitas Isi (Content Validity), yaitu validitas yang ditilik dari segi isi tes itu sendiri
sebagai alat pengukur hasil belajar yaitu sejauh mana tes hasl belajar sebagai alat pengukur
hasil belajar peserta didik, isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap
keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang seharusnya diujikan.
b) Validitas Konstruksi (Construct Validity), adalah validitas yang ditilik dari segi susunan,
kerangka atau rekaannya.
c) Validitas Ramalan (Predictive Validity), adalah suatu kondisi yang menunjukkan seberapa
jauhkah sebuah tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan kemampuannya untuk
meramalkan apa yang bakal terjadi pada masa mendatang.
d) Validitas Bandingan (Concurrent Validity), adalah kemampuan sebuah tes dalam kurun
waktu yang sama dengan secara tepat telah mampu menunjukkan adanya hubungan searah
antara tes pertama dengan tes berikutnya. Validitas bandingan juga dikenal dengan istilah
validitas sama saat, validitas pengalaman atau validitas ada sekarang.

2) Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliability berarti sejauh mana hasil suatu pengukuran
dapat dipercaya. Suatu hasil pengukuran hanya dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali
pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama, diperoleh hasil pengukuran
yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah.
Menurut Suharsimi Arikunto, pengertian reliabilitas tes, berhubungan dengan masalah
ketepatan hasil tes. Didukung dengan pendapat Zainal Arifin bahwa reliabilitas merupakan
tingkat atau derajat konsistensi dari suatu alat pengukur atau instrumen.
Menurut teori klasik, reliabilitas dihubungkan dengan pengertian adanya ketepatan
suatu tes dalam pengukurannya. Pendapat lain menyatakan bahwa reliabilitas adalah
kestabilan skor yang diperoleh orang yang sama ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada
situasi yang berbeda atau dari satu pengukuran kepengukuran lainnya. Jadi reliabilitas dapat
dinyatakan sebagai tingkat keajegan atau kemantapan hasil dari dua pengukuran terhadap hal
yang sama. Hasil pengukuran itu diharapkan sama apabila pengukuran itu diulangi. Sebuah
instrumen dikatakan memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi apabila dapat dengan ajeg
memberikan data yang sesuai dengan kenyataan. Reliabilitas dibedakan atas dua macam
yaitu: reliabilitas konsistensi tanggapan dan reliabilitas gangguan item. Cronbach menyatakan
ada tiga mekanisme untuk memeriksa reliabilitas tanggapan responden terhadap tes yaitu:
a) Teknik test retest adalah pengetesan dua kali dengan menggunakan suatu tes yang sama
pada waktu yang berbeda.
b) Teknik belah dua, pada teknik ini pengukuran dilakukan dengan dua kelompok item yang
setara pada saat yang sama
c) Bentuk ekivalen, disini pengukuran dilakukan dengan menggunakan dua tes yang dibuat
setara kemudian diberikan kepada responden atau obyek ukur tes dalam waktu yang
bersamaan. Skor kedua kelompok item tersebut dikorelasikan untuk mendapatkan reliabilitas
tes.
Langkah-langkah untuk mencari tingkat kesukaran butir soal menurut Arifin (2012:266)
adalah:

1) Menyusun lembar jawaban peserta didik dari skor tertinggi sampai dengan skor
terendah.

2) Mengambil 27% lembar jawaban dari atas yang selanjutnya disebut kelompok atas
(higher group), dan 27% lembar jawaban dari bawah yang selanjutnya disebut
kelompok bawah (lower group). Sisa 46% disisihkan.

3) Membuat tabel untuk mengetahui jawaban (benar atau salah) dari setiap peserta didik,
baik untuk kelompok atas maupun kelompok bawah . Jika jawaban peserta didik
benar, diberi tanda 1 (satu), sebaliknya jika jawaban peserta didik salah, diberi tanda 0
(nol). Selanjutnya untuk menghitung tingkat kesukaran yaitu dengan menggunakan
rumus(Arifin, 2012: 266) :

Adapun criteria penafsiran tingkat kesukaran soal menurut Arifin (2012: 270) adalah :

1) Jika jumlah persentase sampai dengan 27% termasuk mudah.


2) Jika jumlah persentase 28% - 72% termasuk sedang.

3) Jika jumlah persentase 73% ke atas termasuk sukar.

Langkah-langkah untuk menghitung daya pembeda soal menurut Arifin (2012:274)


adalah :

1) Membuat tabel persiapan.

2) Menghitung jumlah peserta didik yang gagal pada kelompok bawah (WL) dan
menghitung jumlah peserta didik yang gagal pada kelompok atas (WH).

3) Mengurangkan hasil WL dengan hasil WH.

4) Menghitung daya pembeda masing-masing soal.

DP : 0,00 – 0,20 : jelek (poor)


DP : 0,20 – 0,40 : cukup (satisfactory)

DP : 0,40 – 0,70 : baik (good)

DP : 0,70 – 1,00 : baik sekali (excellent)

DP : negatif, semuanya tidak baik.

2.3 Kriteria Penafsiran Tingkat Kesukaran Butir Soal


1). Tingkat Kesukaran (Difficulty level)
Menurut Asmawi Zainul, dkk (1997) tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi
peserta tes menjawab benar terhadap butir soal tersebut. Tingkat kesukaran butir soal biasanya
dilambangkan dengan p. Makin besar nilai p yang berarti makin besar proporsi yang
menjawab benar terhadap butir soal tersebut, makin rendah tingkat kesukaran butir soal itu.
Hal ini mengandung arti bahwa soal itu makin mudah, demikian pula sebaliknya.
Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang
terlalu mudah tidak merangsang mahasiswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya.
Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan mahasiswa menjadi putus asa dan tidak
mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya (Suharsimi Arikunto :
2001).
Tingkat kesukaran butir soal tidaklah menunjukkan bahwa butir soal itu baik atau
tidak. Tingkat kesukaran butir hanya menunjukkan bahwa butir soal itu sukar atau mudah
untuk kelompok peserta tes tertentu. Butir soal hasil belajar yang terlalu sukar atau terlalu
mudah tidak banyak memberi informasi tentang butir soal atau peserta tes (Asmawi Zainul,
dkk : 1997).
Pada analisis butir soal secara klasikal, seperti yang dijelaskan oleh Depdikbud (1997) tingkat
kesukaran dapat diperoleh dengan beberapa cara antara lain : a). skala kesukaran linier; b).
skala bivariat; c). indeks davis; d). proporsi menjawab benar.
Cara yang paling umum digunakan adalah proporsi menjawab benar atau proportion correct,
yaitu jumlah peserta tes yang menjawab benar pada soal yang dianalisis dibandingkan dengan
peserta tes
Menurut Suharsimi Arikunto (2009) Rumus mencari tingkat kesukaran:

Keterangan :
P = indeks kesukaran/ tingkat kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks
kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Indeks kesukaran ini
menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks 0,0 menunjukkan bahwa soal itu
terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah.
Tabel Kriteria Indeks Kesulitan

Sedangkan analisis setelah soal diujicobakan atau dikenal dengan analisis secara empiris
adalah dilakukan dengan cara melihat hasil jawaban siswa (testee), kemudian dihitung dengan
menggunakan rumus. Menurut Sukiman (2012), Rumus yang digunakan untuk menganalisis
tingkat kesukaran untuk soal objektif adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal bentuk uraian dipergunakan rumus berikut:

2). Daya beda


Daya beda butir soal ialah indeks yang menunjukkan tingkat kemampuan butir soal
membedakan kelompok yang berprestasi tinggi (kelompok atas) dari kelompok yang
berprstasi rendah (kelompok bawah) diantara para peserta tes (Asmawi Zainul, dkk : 1997).
Suryabrata (1999) menyatakan tujuan pokok mencari daya beda adalah untuk menentukan
apakah butir soal tersebut memiliki kemampuan membedakan kelompok dalam aspek yang
diukur, sesuai dengan perbedaan yang ada pada kelompok itu.
Daya beda butir soal yang sering digunakan dalam tes hasil belajar adalah dengan
menggunakan indeks korelasi antara skor butir dengan skor totalnya. Daya beda dengan cara
ini sering disebut validitas internal, karena nilai korelasi diperoleh dari dalam tes itu sendiri.
Daya beda dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi biserial maupun koefesien korelasi
point biserial.
Dalam analisis ini digunakan nilai koefisien korelasi biserial untuk menentukan daya
beda butir soal. Koefisien korelasi biserial menunjukkan hubungan antara dua skor, yaitu skor
butir soal dan skor keseluruhan dari peserta tes yang sama.
Koefisien daya beda berkisar antara –1,00 sampai dengan +1,00. Daya beda +1,00 berarti
bahwa semua anggota kelompok atas menjawab benar terhadap butir soal itu, sedangkan
kelompok bawah seluruhnya menjawab salah terhadap butir soal itu. Sebaliknya daya beda –
1,00 berarti bahwa semua anggota kelompok atas menjawab salah butir soal itu, sedangkan
kelompok bawah seluruhnya menjawab benar terhadap soal itu.
Menurut Dali S Naga (1992) kriteria besarnya koefesien daya beda diklasifikasikan
menjadi empat kategori. Secara lebih rinci dijelaskan dalam tabel di bawah ini.

Data Tentang Berfungsi Tidaknya Distraktor

Fungsi
Distraktor

Nomor Kunci

Tidak

Soal Jawaban Baik

Baik

1 C A,B D,E

2 B A,C,E D
3 A B,D,E C

4 D A,B C,E

5 D A,C B,E

6 D B,C A,E

7 D A,C,E B

8 C A,B,D,E -

9 E A,B,D C

10 D B,C,E A

11 C A,D,E B

12 B A,C D,E
13 D A,C B,E

14 A C,D,E B

15 B A,C,D E

16 B D,E A,C

17 C B,D,E A

18 B A,D C,E

19 A B,E C,D

20 C A,B,D E

21 D A,B C,E

22 B A,D C,E
23 D B,C,E A

24 D A,B,E C

25 C B,E A,D

26 A B,C,D,E -

27 E A,C,D B

28 A C,D B,E

29 B E A,C,D

30 B C,D,E A

1. Cara Menghitung Tingkat Kesukaran Soal


Rumus mencari tingkat kesukaran:

Keterangan :
P = indeks kesukaran/ tingkat kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

2. Rumus yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesukaran untuk soal objektif
adalah sebagai berikut:
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tingkat Kesukaran soal menunjukan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrument
cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebvagai alat pengumpul data karena instrument
tersebut sudah baik. Instrument yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan
responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Intrument yang baik atau reliable akan
menghasilkan data yang dapat dipercaya pula.
Daya Beda soal adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat pembedaan suatu
instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai daya beda soal tinggi.
Sebaliknya instrument yang kurang valid berarti memiliki daya beda soal rendah. Sebuah
instrument dikatan valid apabila mampu mengukur yang diinginkan. Sebuah instrument
dikatan valid apabila dapat mengunggkap data dari variable secara tepat. Tinggi
rendahnya daya beda soal instrument menunjukan sejauh mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran variable yang dimaksud. Untuk memperoleh instrument yang
valid peneliti harus bertindak hati-hati sejak awal penyusunan. Dengan mengikuti langkah-
langkah penyusunan instrument, yakni memecah variable menjadi sub variable dan indicator
baru memuaskan butir-butir pertanyaanya.

B. Saran
Sebagai sarana untuk memahami tingkat pemahaman siswa tidak cukup hanya dengan
menggunan tingkat kesukaran dan daya beda ini, karana banayak siswa yang cerdas namun
tak mampu diaaplikasikan kepada teman-teman seuasianya. Sebagai guru yang paling penting
dierhatikan adalah bagimana siswa menjiwai apa yang telah di ajarkan, artinya bukan semata-
mata berlandasan tes/ujian saja untuk mengetahui keberhasilan seorang pendidik yang selaku
perubahan mutu pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Asmawi Zainul dan Noehi Nasoetion. 1997. Penilaian Hasil Belajar. Pusat Antar Universitas,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan Dan kebudayaan.

Daryanto. 2010. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Yani,.A, Asri.,A.,F, Burham.,A.2014. Analisis Tingkat Kesukaran, Daya Pembeda dan Fungsi
Distraktor Soal Ujian Semester Ganjil Mata Pelajaran Produktif di SMK Negeri 1
Indralaya Utara Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Pendidikan Teknik Mesin. 1(2)
ISSN : 2656-5153.

Anda mungkin juga menyukai