Om Swastyastu,
Yang terhormar Bapak Ibu Dewan Juri Lomba Dharma Wacana dalam Utsawa
Yang saya hormati Bapak Ibu yang turut Hadir dalam ruangan ini, serta seluruh
peserta lomba Dharma Wacana yang berasal dari seluruh kabupaten di Jawa Timur. Senang
rasanya bisa bertemu dengan saudaraku semua yang tentunya memiliki visi dan misi yang
sama untuk Hindu di masa yang akan datang. Maka, rasa takut, rasa malu, rasa gemetar yang
Saudaraku Umat Hindu Sedharma, Puji astungkara kita ucapkan kehadapan Tuhan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa. Karena atas asung kertha wara nugrahanya hingga hari ini kita
diberikan kesehatan tanpa kurang suatu apapun. Sujud bakti kita ucapkan kepada para
Maharsi yang telah menerima wahyu Kitab Suci Veda. Karena atas jasa beliaulah kita sebagai
umat manusia beragama Hindu khususnya dapat mendharma bhaktikan ajaran-ajaran yang
menunjukkan eksistensinya yang salah satunya, mereka bersaing untuk menjadi pemimpin.
Tak jarang berbagai upaya telah dilakukan untuk menarik hati masyarakat agar mau
memilihnya. Lalu bagaimana agama Hindu menyikapi hal ini?. Adakah ajaran yang patutnya
Saudaraku, bahwasanya wahyu Veda bersifat Anandi ananta (tidak berawal dan tidak
berakhir). Wahyu weda dari jaman ke jaman, masa ke masa lageng abadi dan akan tetapi
relefan untuk dijadikan pedoman hidup sampai kapanpun. Maka dari itu, dengan selalu
berpegang teguh pada ajaran suci Veda dan dengan mengacu pada tema Kepemimpinan
Hindu ijinkanlah saya Raka Arthayana untuk menyampaikan sebuah pesan Dharma dengan
Apa kabar generasi muda hindu apa kabar calon-calon pemimpin bangsa. Jaman
semakin maju jaman semakin canggih, tetapi bukan berarti kita meninggalkan warisan-
warisan yang adi luhur dari leluhur kita baik dari segi budaya maupun segi agama. Salah satu
contoh dalam konsep kekepimpinan Hindu, banyak sekali ajaran-ajaran untuk menjadi
seorang pemimpin yang bersumber pada Veda. Salah satunya adalah yang dikumandangkan
oleh Bapak Pendidikan Nasional kita, Ki Hajar Dewantara. Yaitu “ing ngarsa sun tulada, ing
mandya mangun karsa, tut wuri handayani” Tahukan kita dari mana asal muasal semboyan
itu dikumandangkan?. Bahwasanya semboyan ini merupakan bagian dari panca stiti
dharmaning prabu, atau lima kewajiban seorang pemimpin. yang telah dijelaskan oleh prabu
Ing ngarsa sun tulada, hendak seorang pemimpin Ketika berada di deban
masyarakatnya harus menjadi contoh yang baik. Dalam berfikir, dalam berbicara dan dalam
mengendalikan fikirannya, itu adalah hal yang utama. Sebab didalam kitab Sarasamuccaya
pengendaliaannya.
Dari sloka tersebut dijelaskan dengan jelas, bahwa fikiranlah yang menjadi
sumbernya nafsu. Baik ucapan kita baik tindakan kita semua itu digerakkan oleh fikiran .
Fikiran yang baik akan menghasilkan ucapan dan tindakan yang baik. Tetapi, fikiran yang
buruk akan menghasilkan ucapan dan tindakan yang buruk. Maka kendalikanlah fikiranmu
itu.
Yang kedua adalah ing madya mangun karsa, seorang pemimpin Ketika berada
jiwa pesimis.
Ing ngarsa sun tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Tut wuri
Seperti yang kita lakukan hari ini dalam utsawa Dharma Gita Tingkat Provinsi Jawa
timur Tahun 2023 Maka jangan sia-siakan hal ini, maka mari kita berproses bersama. Dalam
Ilmu itu dicari dengan lelaku dengan proses. Yang dimulai dengan kemauan yaitu
kemauan untuk membuat Sentosa, sehingga dengan ilmu kita dapat menghancurkan nafsu
keangkaramurkaan.
Saudaraku, untuk mencari sebuah ilmu lakukanlah dengan penuh ketekunan. Tidak
perlu mendengarkan ucapan orang lain, semasa kita meyakini yang kita lakukan ini benar
maka teruslah maju. Jangan terjebak pada kata bakat dan tidak bakat, semua dapat dilatih.
Maka dalam filsafat cina dikatakan “ fang yang chan cumi budhu ancu” tingkatkan prestasi
perbaiki kekuranganmu. Apa yang menjadi kekurangan kita hari ini akan menjadi kelebihan
kita pada kehidupan yang akan datang, dan apa yang menjadi kelebihan kita hari ini akan
menjadi jurus yang mampu kita jadikan untuk menghadapi permasalahan di kehidupan yang
akan datang.
Umat hindu sedharma yang berbahagia Ketiga hal inilah yang kita jadikan semboyan
oleh ki hajar dewantara dalam membangun generasi muda Indonesia. Tetapi terdapat dua
hal yang tidak dicantumkan oleh ki hajar dewantara yang bersumber dari panca stiti
pemimpin dan dihadapkan pada musuh politiknya. Hendaknya jangan sesekali kita
Maka menjadi pemimpin jangan lah adigang adigung adiguna. Kalau jadi pemimpin jangan
Yang terakhir dalam ajaran panca stiti dharmaning prabu adalah, maju tanpa bala.
Seorang pemimpin harus siap mengorbankan waktu tenaga jiwa dan raganya bagi
Saudaralu, Maka kesimpulanya adalah apa bila kita generasi muda hindu, mau untuk
mempelajari sastra satra weda dalam menjadi seorang pemimpin. Maka kitalah yang akan
seorang pemimpin harus malu. Maksudnya adalah berani karena benar, takut karena salah.
masyarakat yang percaya dengan kita. Jangan samapi pemimpin hindu terjerat oleh kasus
Saudaraku umat Hindu Sedharma, demikian kiranya yang dapat saya sampaikan
semoga dapat bermanfaat dan menjadi perenungan bagi kita bersama. Dan apa bila ada
tutur kata ynag kurang berkenan di hati saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Akhir
kata,