Anda di halaman 1dari 4

Antara menjadi pemimpin dan menjadi manusia baik sangat tipis perbedaannya.

Kepemimpinan membutuhkan banyak bidang kompetensi dan kepedulian, selain


sudah tercukupinya kebutuhan dasar. Menjadi manusia baik cukup dengan memiliki
kebutuhan dasar dan kearifan untuk dirinya sendiri.

Pemimpin dari kata dasar pimpin, merupakan subyek aktif penentu sikap dan
pikiran. Arti dasarnya nilai dan maknanya pun akan menunjukan subyek utama
yang memiliki kemampuan lebih untuk meluangkan seluruh potensi dirinya. Segala
kemampuan dan eksistensi personal ini merupakan sebuah karunia Allah SWT.
Sebagaimana yang firman Tuhan dalam ayat Al-qur’an bahwa semua manusia
diciptakan adalah Khalifah atau Pemimpin bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat
dan bangsanya demi mengemban amanat Tuhannya untuk kebaikan kehidupan
dunia akhirat. Kenapa manusia ditunjuk oleh Tuhan sebagai pemimpin di dunia
ini ??

Dalam tulisan ini, penulis kira para pembaca mungkin sebagian besar dapat
menjawab serta mengerti maksud manusia (khalifah) diciptakan di dunia ini. Namun
melihat realita carut-marut kepemimpinan masyarakat saat ini, baiknya pertanyaan
paling sederhana yang sangat urgen bagi kita, Seperti apa pemimpin itu?
Bagaimana seharusnya pemimpin itu? Bagi kita. Dou Mbojo. Tentunya berbagai
pertanyaan ini harus bisa dijawab oleh siapapun yang ingin menjadi pemimpin
pengemban amanah masyarakat Bima di era mendatang.

Dalam sejarah kepemimpinan bangsa kita me-riwayatkan, Sungguh Banyak proses


yang harus dilalui seseorang untuk menjadi pemimpin, seperti ancaman dibunuh,
dipenjara, dianiaya, atau berhasil melawan pemerintah yang otoriter dan korup.
Sebagaimana Bung Karno. Karena aktif pada pergerakan kemerdekaan Indonesia,
dia dan kawan-kawannya pernah dipenjara penjajah kolonial Belanda. Oleh karena
sikap dan pemikirannya yang anti kolonial inilah Bung Karno dan kawan-kawannya
menjadi ancaman berbahaya yang dapat meruntuhkan kekuasaan Belanda. Melalui
ide dan gagasan mereka dalam melakukan sebuah pergerakan perjuangan, Al-hasil
pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia secara De facto mendeklarasikan
kemerdekaannya dan berdirilah Indonesia sebagai Negara kesatuan republik yang
pimpin oleh Bung karno.

Artinya, Seorang pemimpin harus mampu menyadarkan orang diluar dari dirinya
(komunitas/masyarakat/atau bangsa) untuk memiliki kearifan (kepedulian) agar
dapat sepakat mencapai tujuan bersama. Disini kita pahami, ontologi seorang
pemimpin adalah harus mampu memberikan solusi atas persoalan-persoalan
masyarakat dan bangsanya. Berkerja tanpa pamrih, yang hanya mau berjuang dan
berjuang, berkorban dan berkorban meluangkan semua kemampuan demi
tercapainya amanat dan cita-cita masyarakat. Kehendak masyarakatlah yang ia
elaborasi dan direkayasa sehingga menjadi sebuah konsep yang dapat
diimplementasikan untuk membangun kesejahteraan publik. Konsekuensi dari
tindakannya itu, menjadikan dirinya Natural Leader bagi masyarakat dan bangsanya.

Pemimpin yang murni lahir dari konsensus masyarakat diharapkan menjadi


Konseptor ulung yang mampu menjawab berbagai persoalan. Baik buruknya tingkat
kemakmuran masyarakat diberbagai sumber kehidupan sangatlah ditentukan seperti
apa pemimpin dimasyarakat tersebut. Eksistensi pemimpin diberbagai bidang ilmu
pengetahuan maupun agama ini dituntut harus dimiliki oleh pemimpin untuk saat ini
dan di masa mendatang. Seperti yang tertuang dalam “Nggusu Waru” falsafah hidup
masyarakat Bima mengenai syarat-syarat kepemimpinan yang memiliki sifat- dan
karakteristik tertentu. Tulisan ini disadur oleh penulis dari sebuah buku karangan
Intelektual dan sesepuh Bima di Jogja, Bapak KH. Abdul Malik Mahmud Hasan
dengan judul “Ngusu Waru” Sebuah Kriteria Pemimpin Menurut Budaya Lokal
Mbojo.
Nggusu Waru atau yang dikenal juga dengan “Pote Waru”, menurut beliau (dalam
Guru Melo: 2008:10) adalah delapan sifat/karakteristik yang kuat dalam diri
seseorang pemimpin (Dumu Dou, Ama Dou, Amarasa) -bahasa Bima. “Nggusu
waru” atau Delapan sifat/karakteristik itu sekaligus dapat dijadikan pedoman bagi
seseorang yang ingin dan akan dipilih/dijadikan pemimpin, antara lain:

1. (Sa’orikaina) “Dou Maja Labo Dahu Dinadai Ruma Allahu Ta’ala”. Artinya
orang yang merasa malu dan takut kepada allah SWT. Takwa dalam artian
hati-hati dan selektif dalam hidupnya. Ia tidak mau bersikap sembarangan.
Karena ia yakin bahwa meskipun mata kepalanya tidak dapat melihat Allah,
tapi mata hatinya yakin bahwa allah SWT pasti memperhatikan dia,
sebagaimana dirumuskan dalam pengertian ihsan, yaitu: “hendaklah engkau
menyembah allah, seakan-akan kau meliha-Nya. Jika engkau tidak melihat-
Nya, maka yakinlah bahwa allah pasti melihat engkau”. Jadi, kriteria yang
satu ini mendasari sekaligus menjiwai ketujuh sifat yang lainnya. Sifat ma
sabua ake, nakapisiku sifat ma pidu mbua ma kalai ede.

2. (Dua orikaina) “ Dou Ma Bae Ade”. Artinya, orang yang Bijak dan Arif serta
memiliki kapasitas intelektual serta kepekaan jiwa (spiritual agama) yang
mendalam. Secara rasional (lahiriyah) dan intuitif (Batiniyah) mampu
mengontrol dirinya dari sifat yang tidak manusiawi.

3. (Tolu orikaina) “Dou Ma Mbani Labo Disa”. Artinya orang yang memiliki sifat
berani melakukan perubahan kearah yang lebih positif-konstruktif karena
diyakini kebenarannya. Ia mampu bersikap tegas dalam mengambil segala
keputusan yang menyangkut hal layak yang dipimpinnya yang ia yakin akan
kebaikan dan kebenarannya.

4. (Upa orikaina), “Dou Ma Lembo Ade Ro Ma Na’e Sabar”. Artinya orang yang
berjiwa besar , demokratis dan akomodatif yang mampu memenuhi
kewajibannya sebagai seorang pemimpin dengan segala konskuensi
logisnya. Dengan berkat kesabarannya ia tidak mudah goyah mengadapi
segala rintangan. Dengan keteguhan dan kesabarannya ini, ia mampu
mengatasi berbagai persoalan yang ada di tengah masyarakat.
5. (Lima orikaina), “Dou Ma Ndinga Nggahi Rawi Pahu”. Artinya, orang yang
jujur. Orang yang satu kata dengan perbuatannya (tidak hipokrit).

6. (Ini orikaina), “Dou Ma Taho Hid’i” atau “Londo Dou Ma Taho”. Artinya, orang
yang memiliki integritas kepribadian yang kokoh-kuat dan berwibawa. Aspek
integritas kepribadian yang sidik (jujur), tidak bohong, amanah (dapat
dipercaya), tidak khianat, tabaliq (transparan dan komunikatif) tidak
sembunyi-sembunyi, serta fatonah (cerdas dan kreatif), tidak bohong/dungu,
sedemikian rupa, sebagai pribadi manusia yang utuh.

7. (Pidu orikaina), “Dou Ma Ndi’i Woha Dou”. Artinya, orang yang selalu merasa
terpanggil untuk mengambil tanggung jawab, ditengah-tengah komunitasnya,
baik ditingkat lokal, memiliki akses tingkat nasional, dan syukur-syukur di
tingkat Internasional. Dan karenanya, ia selalu dekat di hati rakyat, ia selalu
dicintai rakyatnya.

8. (Waru orikaina), “Dou Ma Ntau Ro Wara”. Artinya, orang yang memiliki


kekayaan (maksudnya, bukan hanya memiliki kekayaan bersifat materi-
kebendaan saja, tetapi yang penting, kaya rokhani), sehingga tidak mudah
tergoda oleh hal-hal yang bersifat materi.

Refleksi filosofis kepemimpinan ini, dapat kita jadikan referensi untuk memilih
pemimpin yang memahami makna kepemimpinan yang sebenarnya hingga mampu
menjawab kebutuhan kesejahteraan masyarakat. Baiknya bagi yang ingin menjadi
seorang pemimpin masyarakat untuk berpedoman dari nilai kearifan lokal budaya
dan agama. Karena dalam kondisi kehidupan kita sekarang ini, amatlah jarang kita
melihat adanya personalitas figur pemimpin yang memiliki karakter seperti itu.

Saatnya kita merubah pandangan dunia sampai hari ini yang masih saja terfokus
pada fenomena dari banyaknya orang yang memperebutkan jabatan menjadi
seorang pemimpin. Artinya, makna seorang pemimpin adalah orang yang Watak
pemberani dan tak kenal ragu, Memimpin dari depan tanpa meninggalkan
pendukung, Pemimpin mengembala dari belakang, Mengundurkan diri jika tidak
mampu dan kehilangan peluang untuk memimpin. Secara Substansinya pemimpin
itu, sanggup mengorbankan banyak waktu , tenaga dan pikiran maupun segala
kemampuan yang ada dalam dirinya demi mengantarkan masyarakat ke depan pintu
kemerdekaan dan kesejahteraan yang sebenarnya. Bagaimana dengan Pemimpin
Bima ke depan??Diri dan jiwa kita semua yang menentukannya.

Anda mungkin juga menyukai