Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Wildan Azizi

NIM : 43010190054

Kelas : KPI B

Dosen Pengampu : Zaenal Abidin

UAS ILMU TAUHID

KITAB NASHIHATUL MULUK

Kitab Nashihatul Muluk adalah salah satu kitab karangan Al-Ghazali. Kitab ini berisi
tentang nasihat-nasihat untuk para raja/penguasa, yang digunakan sebagai dasar-dasar para
pemimpin dalam memimpin rakyatnya agar kepemimpinanya dapat berjalan dengan baik dan
benar. Melalui buku itu al-Ghazali memberikan nasihat bahwa seorang pemimpin haruslah
bermoral tinggi, berakhlak mulia, dan tidak berbuat zalim kepada rakyatnya 1. Berikut adalah
beberapa poin dari isi kitab tersebut :

1. Akidah yang Benar dan Iman yang Utuh


Akidah yang benar dan Iman yang utuh akan membuahkan ketaqwaan
terhadap Allah SWT, dan taqwa merupakan perintah Allah yang diberikan kepada
manusia. Dan dalam bagian II Bab 1 Nasihatul Muluk, menyatakan bahwa keperluan
utama seorang pemimpin adalah Agama yang benar.2
Akidah dan Iman merupakan fondasi utama seorang muslim dalam memegang
teguh dan memperjuangkan agama Islam. Tanpa akidah yang benar dan iman yang
kuat seorang muslim pasti akan mengalami kegagalan dalam membina dan
memperjuangkan agama Islam, maka dari itu seorang pemimpin harus mempunyai
akidah yang benar dan iman yang utuh agar dapat membina dirinya dan
masyarakatnya agar tetap teguh di jalan Allah SWT.

2. Intelektualisma dan Budaya Ilmu

1
Republika.co.id, https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-
nusantara/17/11/05/oyxc6z440-nashihatul-muluk-kitab-wajib-untuk-para-penguasa, diakses pada tanggal 28
November 2019
2
Mohammad Fazril bin Mohd Saleh, Penerapan Nilai Etika Kepemimpinan Belia : Meninjau Pesan-
pesan Imam Al-Ghazali Menerusi Karya Nasihat Al-Muluk, (Sarawak, Malaysia : ABIM Negeri Sarawak,
2017), hlm. 15
Seorang pemimpin harusnya memiliki kecintaan terhadap Ilmu pengetahuan,
karena ilmu seseorang akan menjadi tolak ukur tingkah laku dan tindakan seseorang.
Dalam kitab Nasihatul Muluk Bab 6, secara khusus membahas tentang akal dan
pikiran manusia. Seorang pemimpin harus pandai mengolah akal dan pikirannya
sendiri, karena akal merupakan anugerah, maka menuntut Ilmu merupakan salah satu
bentuk mensyukuri nikmat Allah tersebut.3
Ilmu merupakan faktor penting dalam kehidupan, apalagi dalam dunia
pemerintahan. Seorang pemimpin dapat dinilai kinerjanya dilihat dari segi
kemampuan keiluannya.

3. Hikmah, Adab, dan Adil


Seorang pemimpin harus memiliki sifat hikmah, dan hikmah disini diartikan
sebagai kebijaksanaan. Selain itu pemimpin harus memiliki adab yang baik dan
mampu besifat adil terhadap dirinya dan rakyatnya.
Konsep adab sendiri bisa dilihat dari hal-hal yang kecil, seperti disiplin, rapi,
dll. Dalam hal ini kita dapat melihat seperti apa adab seorang pemimpin tersebut. Dan
dalam kitab ini keadilan menempati posisi utama dalam membina masyarakat.4`

4. Terampil dan Berkemajuan


Terampil yang dimaksud disini adalah seorang pemimpin harus memiliki
kecakapan dan kompetens dalam menghadapi berbagai masalah. Selain itu seoran
pemimpin harus memiliki jiwa berkemajuan, maksudnya seorang pemimpin harus
paham dengan keadaan zamannya, harus bisa mengikuti perkembangan zaman, dan
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kitab ini disebutkan
bahwa seorang pemimpin harus mempunyai ahli Kuttab (ahli ilmu), agar senantiasa
mendampinginya setiap saat.5
Seorang pemimpin harus memiliki jiwa berkemajuan yang besar, sehingga
mampu terampil dalam menghadapi masalah dimasa kini dan yang akan dating.

5. Budiman dan Berhemah Tinggi

3
Ibid., hlm. 15-16
4
Ibid., hlm. 16
5
Ibid., hlm. 17
Hemah tinggi menurut Nasihatul Muluk adalah mempumyai suatu bentuk
kebanggaan diri. Tapi yang dimaksud disini bukanlah membanggakan diri dan
membesarkan diri sendiri, karena hal tersebut termasuk ujub. Dalam kontesks ini
bangga diri diartikan sebagai bermaruah dan berjiwa besar.6
Salah satu sifat hemah tinggi adalah bersikap budiman, yaitu mampu
mengayomi rakyatnya dengan baik. Selain itu seorang pemimpin tidak mau dihormati
karena jabatannya, tetapi dihurmati karena pribadi mulia dan kemampuannya
sehingga laying menerima jabatan seorang pemimpin.
Pemimpini yang baik adalah pemimpin yang tidak akan meninggalkan
rakyatnya saat dalam keadaan terpuruk, tetapi mampu membawa rakyatnya dari
keterpurukan menuju kemaslahatan.

6. Kasih Sayang dan Kepedulian


Kasih sayang merupakan unsure penting dalam kehidupan manusia, dengan
kasih sayang seseorang dapat saling mengerti dan memahami perasaan orang lain.
Dan dari kasih sayanglah dapat muncul kepedulian. Didalam kitab nasihatul muluk,
diceritakan seorang pemimpin China yang sakit, beliau terus bersedih dan menangis,
tetapi bukan karena sakitnya, tapi karena beliau tidak mampu mendengar, mengerti,
memahami, dan melayani rakyatnya. Beliau merasa gagal menjadi seorang pemimpin,
tapi beliau tidak menyerah dan terus berusha agar bisa mengayomi rakyatnya secara
maksimal.7
Hal ini merupakan bentuk kepedulian yang besar seorang pemimpin terhadap
rakyatnya. Beliau benar-benar mngerti apa arti dari kasih sayang dan kepedulian yang
sesungguhnya.

7. Kepekaan terhadap Perubahan dan Kewaspadaan terhadap Ancaman


kepekaan terhadap perubahan sangatlah dituntut, lebih-lebih lagi kepada para
pemimpin yang mempunyai idealisme perjuangan, berparadigma Islah, serta mampu
memberikan komitmen untuk perubahan umat.8
Tantangan dunia yang baru anatara lain adalah gelombang globalisasi, yang
mana hal tersebut mampu memberikan manfaat, tetapi disisi lain juga mendatangkan

6
Ibid., hlm. 18
7
Ibid., hlm. 19
8
Ibid., hlm. 20
kemudharatan. Dan hal tersebutlah yang harus diwaspadai seorang pemimpin dalam
menghadapi berbagai ancaman.

Kitab Nasihatul Muluk ini merupakan rangkaian kisah menarik dan inspiratif yang
diceritakan oleh Imam Al-Ghazali. Uniknya Al-Ghozali tidak hanya menceritakan kisah-
kisah pemimpin islam saja, tetapi juga menceritakan kisah-kisah pemimpin non islam yang
menurutnya adalah pemimpin yang baik dan mampu mengayomi rakyatnya. Ini merupakan
bukti bahwa ilmu dan pembelajaran bisa didapat darimana saja.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak beroposisi atau tidak menyimpang,
baik dilihat dari tujuannya maupun tata caranya. Adapun oposisi yang berorientasi pada
kepentingan pribadi atau kelompok, sehingga mengengabaikan kepentingan umum dan dalam
ajaran islam hal tersebut tidak diperbolehkan (Ghairu Masyru’ah).9

9
Masykur Hakim, https://alif.id/read/ahmad-naufal/pesan-pesan-politik-al-ghazali-b212983p/, diakses
pada tanggal 29 November 2019

Anda mungkin juga menyukai