Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. IMPLEMENTASI 5 KIC

Kualitas insan cita HMI merupakan dunia cita yakni ideal yang terwujud
oleh HMI di dalam pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu
pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas
tersebut sebagai mana dirumuskan dalam pasal tujuan (pasal 4 AD HMI) adalah
sebagai berikut:

“Terbinanya insan akademis,pencipta,pengabdi yang bernafaskan Islam


dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhai
Allah SWT”.

HMI fokus pada manusia dan bertujuan melakukan pembinaan anggotanya


secara terus menerus.Dari proses pembinaan ini di harapkan lahir manusia-
manusia berkualitastinggi,yang dalam bahasa HMI disebut “insan cita”.Seperti
terlihatdalam rumusan tujuan HMI,”insan cita”memiliki 5 kualitas : (1)
akademis,(2) pencipta,(3) pengabdi,(4) yang bernafaskan Islam,(5) dan
bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang di ridhai Allah
SWT.

1.Kualitas Insan Akademis

a) Berpendidikan tinggi,berpengetahuan luas,mampu berfikir


rasional,objektif,dan kritis.
b) Memiliki kemampuan teoritis dan mampu memformulasikan apa
yang diketahui dan dirasakan.Dia selalu berlaku dan menghadapi
suasana sekelilingnya dengan penuh kesadaran.Sanggup berdiri
sendiri dalam lapangan ilmu pengetahuan sesuai dengan jurusan
ilmu yang dipilihnya ,baik teoritis maupun keterampilan teknis dan
sanggup bekerja secara ilmiah,yaitu secara bertahap,teratur,dan
mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip
perkembangan.

1
2.Kualitas Insan Pencipta : Insan Akademis,Pencipta

a) Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih


daripada apa yang sekedar ada,dan bergairah besar untuk mencipta
bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bermanfaat dengan
bertolak dari apa yang ada (ciptaan Allah).
b) Jiwanya penuh dengan gagasan-gagasan kamajuan,selalu mencari
perbaikan dan pembaruan.
c) Bersikap independen dan terbuka ,tidak isolatif,insan ini menyadari
dengan bersikap demikian potensi kreatifnya akan dapat
berkembang dan menemukan bentuk yang seindah-indahnya.
d) Dengan di topang kemampuan akademisnya,dia mampu
melaksanakan kerja kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam.

3.Kualitas Insan Pengabdi : Insan Akademis,Pencipta,Pengabdi

a) Ikhlas dan sanggup berkarya untuk kepentingan orang banyak atau


untuk sesama manusia.
b) Sadar bahwa tugas insan mengabdi bukannya hanya membuat
dirinya baik,tetapi juga membuat kondisi di sekelilingnya menjadi
baik.
c) Insan akademis,pencipta,dan pengabdi adalah insan yang pasrah
pada cita-citanya,ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan
sesama.

4. Kualitas Insan Yang Bernafaskan Islam:Insan Akademis,Pencipta,Pengabdi


yang bernafaskan Islam

a) Islam telah menjiwai dan memberi pedoman pada setiap gerak


lakunya tanpa memakai merek Islam.Insan ini berkarya dan
mencipta sejalan dengan misi dan nilai-nilai Islam universal.Islam
sudah menafasi dan menjiwai karya-karyanya.
b) Ajaran Islam telah berhasil membentuk “unity of
personality”dalam dirinya.Napas Islam telah membentuk
pribadinya yang utuh tercegah dari”split personality”.Tidak pernah

2
ada dilema antara dirinya sebagai warga bangsa dan dirinya sebagai
muslim.Insan ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya
pembangunan nasional bangsa ke dalam suksesnya peruangan umat
Islam Indonesia dan sebaliknya.

5. Kualitas Insan yang bertanggungjawab atas terwujudnya Masyarakat Adil


Makmur yang diridhai Allah SWT.Insan Akademis,Pencipta,Pengabdi yang
bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya MasyarakatAdil
Makmur yang diridhai Allah SWT.

a) Berwatak sanggup memikul akibat-akibat dari perbuatan sadar


bahwa dalam menempuh jalan yang benar diperlukan keberanian
moral.
b) Spontan dalam menghadapi tugas,responsif dalam menghadapi
persoalan-persoalan,dan jauh dari sikap apatis.
c) Penuh rasa tanggung jawab dan rasa taqwa kepada Allah SWT
yang menggugah untuk mengambil peranan aktif dalam suatu
bidang dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhai
Allah SWT.
d) Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dalam usaha
mewujudkan masyarakatadil makmur.
e) Percaya kepada diri sendiri dan sadarakan kedudukannya
sebagai”khalifah fil ardh”yang harus melaksanakan tugas-tugas
kerja kemanusiaan.

Insan Cita: ber-Iman, ber-Ilmu, dan ber-Amal. Insan dengan lima kualitas
di atas: (1) akademis, (2) pencipta, (3) pengabdi, (4) bernafaskan Islam, dan (4)
bertanggungjawab, juga disebut dengan manusia yang “ber-iman, ber-ilmu, dan
ber-amal”. “Bernafaskan Islam” dapat dikate- gorikan sebagai “ber-iman”.
Sementara “akademis” dan “pencipta” dapat digolongkan ke dalam “ber-ilmu”.
Sementara “pengabdi” dan “bertang- gungjawab” dapat diklasifikasikan ke
dalam bentuk “amal”.

3
Insan Cita: Muslem-Intelektual-Profesional (Akhlakul Karimah). Dalam
konsep perkaderan HMI, “insan cita” yang beriman-berilmu- beramal disebut
dengan insan “berakhlakul karimah”. Mereka ini memiliki tiga ciri: muslem,
intelektual, professional.Jika ketiga unsur ini secara seimbang telah menjadi
bagian dari kepribadiannya, maka baru menjadi profil ideal seorang kader.

Gambar 1.1: Profil Ideal Kader HmI

“Muslem” adalah karakter kader yang beriman; yang kuat fungsi afeksi,
motivasi, sifat-sifat terpuji, serta kesadaran mental spiritual lainnya.

Sedangkan “intelektual” adalah karakter kader yang rasional, memiliki


kedalaman ilmu pengetahuan atau fungsi kognisi yang baik. Dua elemen ini
merupakan bagian tersembunyi dari ‘gunung es’ profil seorang kader. Yaitu
sesuatu yang inheren, melekat namun tidak terlihat. Yang terlihat ke luar hanya
puncak ‘gunung es’ (dimensi profesional, psikomotorik atau amal shaleh) yang
merupakan wujud nyata dari iman dan ilmu. “Profesionalisme” baru terwujud
ketika seorang anggota, kader atau alumni HMI melakukan kerja nyata,

4
memasuki medan perjuangan untuk mewujudkan masyarakat yang baldatun
taybatun warabbul ghafur.

Pentingnya dimensi “intelektualitas” (kognitif) dan “spiritualitas”


(afektif) terlihat dari pernyataan tujuan HMI yang menggunakan pilihan kata
“insan” dalam rumusan tujuannya (“Terbinanya insan....”). AlQuran cenderung
menyebut manusia sebagai insan ketika berbicara manusia sebagai makhluk
dengan kualitas psikologis; intelek dan spiritual.Kata insan disebut sebanyak 65
kali dalam alQur’an. Manusia sebagai insan adalah manusia sebagai makhluk
berilmu, memiliki daya nalar, dan memiliki potensi emosi. Pada waktu yang
lain, alQuran menyebut manusia sebagai basyar sebanyak 27 kali, ketika yang
dilihat adalah fungsi-fungsi biologisnya. Rasul juga disebut basyar ketika yang
dilihat adalah sisi umum kesamaan biologis dengan manusia lainnya, seperti
makan, minum dan tidur.

Terminologi lainnya, sekaligus yang paling sering digunakan yaitu 240


kali, adalah annas. Ini aspek sosiologis, sekaligus gambaran berbagai
kelompok manusia dengan beragam tabiat dalam masyarakat.

Dengan demikian, insan merupakan sebutan alQur’an untuk kualitas


personal kemanusiaan. Kualitas ini meliputi intelektual (otak), mental (emosi),
dan spiritual (hati).Oleh sebab itu, “insan” menjadi pilihan kata dalam rumusan
tujuan HMI untuk menyebut jenis pribadi yang dicita-citakan mengalami
enlightment (pencerahan) selama ber-HMI dan proses setelahnya (menjadi
alumni).

B. FAKTOR YANG MENGHAMBAT IMPLEMENTASI 5 KIC


TERHADAP KADER

Masa depan HMI yang cerah dan gemilang tidak datang begitu
saja,dihadiahkan di atas baki emas. Tetapi masa depan yang cerah dan gemilang
itu baru bisa di capai, tergantung kepada pengemudi kendali organisasi sejak dari
Pengurus Komisariat ,Koordinator Komisariat Cabang,Badan Koordinasi,
Pengurus Besar bahkan anggota dan Alumni HMI seluruhnya.

5
Beberapa faktor yang menghambat implementasi 5 KIC terhadap
kader,antara lain :

1. Kemampuan Akademis dan Tingkat Kreatifitas


Suatu kenyataan bahwa kreatifitas yang bertolak dari moral atau emosi
semata-mata tidak menyelesaikan persoalan.Usaha-usaha ke arah perbaikan atau
peningkatan kreatifitas hanya bisa di sukseskan dengan modal teori atau
kemampuan akademis.Usaha peningkatan kreatifitas pasti timbul karena adanya
perkembangan baru atau tantangan baru yang lebih rumit.Kondisi yang lebih
menantang ini tak akan dapat di atasi bila kita tetap bersikap sebagai “pemain
alam”.Padahal sikap sebagai “pemain alam”mengingkari gaya reflektif
manusia,membutakan diri terhadap kemampuan belajar dan merumuskan dan
semua ini tak akan bnyak membantu memecahkan persoalan-persoalan yang kian
kompleks.Seorang kader yang akademis harus memiliki kemampuan
teoritis,sehingga selalu dengan cepat menyadari apa yang dirasakan dan apa yang
sesungguhnya terjadi di lingkungannya.Dia akan sanggup berpikir kritis obyektif
dan mampu menggunakan prinsip-prinsip keilmuan dalam perjuangan.

2. Kurangnya Rasa Keikhlasan Terhadap Sesama


Sudah barang tentu keikhlasan mengabdi yang diperlukan disini adalah
keikhlasan yang aktif dan bertanggung jawab,bukan keikhlasan pasif atau
“keikhlasan keledai”.Idealisme dalam pengabdian pada sesama manusia bukanlah
hal yang pelik dan bukan pula privilese orang-orang berbakat istimewa.Dengan
memperhatikan nasib sesama,tiap-tiap kader bisa jadi idealis tadi.

3.Kurangnya Pemberlakuan Islam Sebagai Nafas Kehidupan


Dalam realitas kehidupan kini,Islam baru ada dalam lambang-
lambang,predikat-predikat,slogan-slogan dan upacara-upacara ritual.Nama Allah
Yang Maha Agung di perebutkan dalam spanduk-spanduk dan sama sekali tak
mampu hadir dalam hati dan karenanya telah mengurangi penghargaan akan nilai
keramat dari asmaNya.Apakah kita sebagai kader sering menamakan diri sebagai
“ selected few”akan ikut terbenam dalam lumpur stagnasi ini dan terus menurus
takut untuk menggerakkan suatu pembaharuan ide ? Agaknya inilah kekurangan

6
kita sebagi kader selama ini dengan alasan yang bertingkat lebih bawah”menjaga
integrasi umat”.Sangatlah bersyukur bahwa rupanya sidang pleno BADKO HMI
Jawa Tengah pada pertengahan April 1969 yang lalu agaknya lebih mempunyai
pandangan yang bersih,dengan kesimpulan : Masalah utama umat Islam bukanlah
desintegrasi,tapi kebodohan yang sudah begitu lama mencekam,baik kebodohan
dalam bentuk sikap mental maupun kebodohan dalam intelektualitas.

4.Tidak Mampu Bertanggungjawab


Masih saja ada kader yang tidak mampu memikul akibat-akibat dari
perbuatannya sehingga mengakibatkan kader gagal dalam penerapan 5
KIC,padahal setiap kader harus mempunyai keberanian moral agar mendapat jalan
yang benar.

C. MENYEGARKAN KEMBALI HMI SEBAGAI UPAYA


PEMBENTUKAN 5 KIC

Begitu kencang angin yang menerpa tubuh HMI,begitu banyak pisau tajam
yang menghunus nadi-nadi HMI.Dengan begitu banyak dinamika yang terjadi
baik itu dari internal dan eksternal,terlebih lagi kader-kader yang harus bangkit
untuk membenahi diri dalam organisasi ini.

Ketika kader-kader HMI telah memiliki karakter sesuai dengan ajaran


Islam dan menjalankan The HMI Why dengan baik,maka akan lahirlah
pemimpin-pemimpin masa depan Indonesia dan tentu saja yang baik.

Pemimpin yang baik mampu membuat pengikut-pengikutnya itu tunduk


karena keinsafan dan ketaatan,bahkan tunduk karena merasa bersyukur mendapat
bimbingan,dan secara ikhlas menjalankan perintah-perintah dan intruksi dari
pemimpin,bukan karena takut.

Salah satu sosok pemimpin yang bias menjadi panutan bagi seluruh kader
HMI yang bercita-cita menjadi pemimpin masa depan Indonesia adalah Nurcholis
Majid. Kualitas yang dibentuknya dari proses perjalanan ke berbagai negara

7
diabdikan untuk Indonesia walaupun ia pernah diminta mengabdi di Universitas
Chicago Amerika Serikat. Calon pemimpin masa depan Indonesia harus
mengadopsi semangatnya. Melakukan pencerahan-pencerahan dan terus berjuang
tak kenal lelah membawa Islam Indonesia menjadi agama yang modern sekaligus
sebagai lokomotif pembangunan negara yang berkeadaban.

Hal-hal inilah yang perlu di terapkan oleh setiap kader,maka dari itu ada
beberapa hal yang harus di pahami oleh kader agar mampu menyegarkan kembali
pengimplementasian terhadap 5 kic yang sesungguhnya. Maka dari itu, perlu dan
sangat penting adanya karakter pencipta dan pengabdi pada diri setiap pemimpin
agar seyogyanya juga mampu menciptakan dan mengabdi. Karakter pencipta dan
pengabdi ini erat hubungannya dengan kualitas insan cita Himpunan Mahasiswa
Islam. Substansi pada karakter pencipta dan pengabdi ini meliputi tiga hal, yaitu:

1.Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau untuk
sesama umat manusia.

2.Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukannya hanya membuat


dirinya baik tetapi juga membuat kondisi sekelilingnya menjadi baik.

3.Insan akademis, pencipta, dan pengabdi adalah yang bersungguh-


sungguh mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk
kepentingan sesamanya

Jika dilihat dari substansi karakter pencipta dan pengabdi di atas, harusnya
kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam dapat menjadi pemimpin masa depan
yang ideal untuk Indonesia. Kader-kader Himpunan Mahasiswa Islam memiliki
dasar pemikiran yang kuat untuk memimpin bangsa menuju masa depan yang
lebih baik. Karakter pencipta dan pengabdi sudah teraktualisasi sejak orde baru.
Aktualisasi tersebut dibuktikan oleh goresan-goresan sejarah pergerakan
Himpunan Mahasiswa Islam.
Manifestasi dari kualitas insan cita itu memang harus dimulai dari
sebuah gerakan intelektual dan itu menjadi pilihan utama, namun bukan dengan
gerakan tipu muslihat berupa penindasan. Harusnya persoalan intelektual,

8
sebagaimana tercermin dalam ajaran islam, secara formulatif adalah faktor paling
determinatif, dalam mempengaruhi dan mengarahkan aspek-aspek penting
kehidupan manusia lainnya.Karena itu pilihan pendekatan yang ditempuh
Himpunan Mahasiswa Islam dalam rangka mewujudkan cita-citanya untuk
“masyarakat yang diridhoi Allah SWT, bukan saja pilihan yang tepat bagi
eksistensinya sendiri, tetapi sekaligus juga mengisi sebuah “kekosongan” bentuk
atau manifestasi gerakan Islam.
Ketika berhasil memiliki karakter akademis dan pencipta, kader-kader
maupun alumni Himpunan Mahasiswa Islam juga harus memiliki karakter
pengabdi yang benar-benar berorientasi melawan penindasan dan bukan menjadi
penindas walaupun jalan yang ditempuh sangat terjal. Tugas-tugas sebagai
pengabdi memang memerlukan keuletan dan ketabahan. Di samping itu juga
sebagai pejuang harus menyadari bahwa perjuangan itu memerlukan waktu yang
panjang karena umur dari perjuangan itu lebih panjang dari umur manusia yang
melakukannya.
Insan cita HMI adalah mereka yang berkemampuan akademis, bersikap
hidup kreatif, berwatak pengabdi dan bernafaskan Islam. Semua itu adalah cita-
cita HMI yang harus di capai oleh semua kader HMI agar menjadi semua kader
HMI menjadi manusia harapan dan sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW.
“Khoirunnas anfa’uhum lin naas” sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat
bagi manusia lainnya. Dalam hal ini Insan Cita HMI adalah manusia yang
bermanfaat bukan yang di manfaatkan.Dan HMI harus mampu mewujudkan
syarat-syaratnya sebagai Organisasi kader :
a) Mendidik anggota yang sadar bukan penurut.
b) Mengutamakan kejernihan rasio dari pada kehangatan agitasi dan
demagogi, yang karenanya tak akan bersikap isolatif dan membuka diri
bagi dialog dan segala ide.
c) Pimpinannya secara periodik terus bergantian.
d) Anggota-anggota mendapat saluran untuk meningkatkan diri bahkan
“distimulir (dipaksa)” untuk meningkatkan diri.
e) Tidak mengutamakan besarnya jumlah anggota melainkan tingginya
kualitas anggota.

9
f) Daya kreasi dan semangat kritis anggota di hormati dan kemerdekaan
jiwa dirangsang.
g) Dihidupkan kompetisi diantara anggota.
h) Membangkitkan semangat percaya pada diri sendiri dan membunuh
setiap bantuk pembeoan.
i) Penghormatan terhadap “nilai-nilai pribadi”, right to dissent duty to
answer dan pengikisan prinsip-prinsip “identification with the whole”.
j) Pengurus lalu mengikuti kemajuan yang diperoleh tiap-tiap anggota.
k) Anggota-anggotanya ialah mereka yang masih punya potensi untuk
mengembangkan diri.
l) Struktur organisasi dan mekanismenya diatur sesuai dengan tujuan dari
proses pengkaderannya.
m) Selalu mengadakan eksperimen-eksperimen bagi pengembangan
pikiran-pikiran baru.
n) Sesuai dengan funsgsinya yaitu pengembangan individu maka
anggotanya merupakan suatu flux (constant flow) dan karenanya tidak
permanen.

HMI berhasil menciptakan kultur atau budaya organisasi yang mantap dan
mapan. Itu merupakan modal yang sangat berharga bagi kader-kader HMI dalam
memperbaiki diri dan organisasi hingga HMI menjadi produsen pemimpin-
pemimpin masa depan Indonesia, tentu saja yang berkualitas, baik, dan melawan
penindasan.

10
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Implementasi 5 kic : Kualitas insan cita HMI merupakan dunia cita yakni
ideal yang terwujud oleh HMI di dalam pribadi seorang manusia yang beriman
dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan.
Insan Cita: ber-Iman, ber-Ilmu, dan ber-Amal. Insan dengan lima
kualitas di atas: (1) akademis, (2) pencipta, (3) pengabdi, (4) bernafaskan Islam,
dan (4) bertanggungjawab, juga disebut dengan manusia yang “ber-iman, ber-
ilmu, dan ber-amal”. “Bernafaskan Islam” dapat dikate- gorikan sebagai “ber-
iman”. Sementara “akademis” dan “pencipta” dapat digolongkan ke dalam “ber-
ilmu”. Sementara “pengabdi” dan “bertang- gungjawab” dapat diklasifikasikan
ke dalam bentuk “amal”.Faktor yang menghambat implementasi 5 kic terhadap
kader antara lain:Kemampuan akademis dan tingkat kreatifitas, kurangnya rasa
keikhlasan terhadap sesama, kurangnya pemberlakuan islam sebagai nafas
kehidupan serta tidak mampu bertanggungjawab.

Dengan demikian, insan merupakan sebutan alQur’an untuk kualitas


personal kemanusiaan. Kualitas ini meliputi intelektual (otak), mental (emosi),
dan spiritual (hati).Oleh sebab itu, “insan” menjadi pilihan kata dalam rumusan
tujuan HMI untuk menyebut jenis pribadi yang dicita-citakan mengalami
enlightment (pencerahan) selama ber-HMI dan proses setelahnya (menjadi
alumni).

B.SARAN

Dengan membuat makalah ini pembaca dapat mengetahui apa yang harus
dilakukan untuk membangkitkan kembali penerapan 5 kic terhadap perkaderan
HMI. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan . Oleh
karena itu, penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan
arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan masalah
berikutnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

A.A.Tarigan.Islam Universal:Kontekstualisasi NDP HMI dalam Kehidupan


Beragama di Indonesia,Cita Pustaka Media : Bandung,2003.
Ahmad Wahid,Pergolakan Pemikiran Islam,Pustaka LP3ES
Indonesia:Yogyakarta,2003.
Alfian, Alfan. HMI 1963-1966. Jakarta: Kompas, 2013.
J.Rakhmat,”Konsep-Konsep Anthropologis”,dalam Kontekstualisasi Doktrin
Islam dalam Sejarah,Budy Munawar Ranchmsn(ed.), Paramadina:
Jakarta,1994.
Moerdiono dkk. HMI Menjawab Tantangan Zaman. Jakarta: PT. Gunung Kulabu,
1990.
Pengurus Besar HMI,Hasil Keputusan Kongres ke-10 HMI,Jakarta,1971.
Pengurus Besar HMI,Hasil Lokakarya Rekontruksi Pedoman Perkaderan
HMI:Konvergensi Paradigma Islam dalam upaya Rekayasa Peradaban
Kader menuju Harmonisasi Iman,Ilmu dan Amal,Jakarta,2000.
S.Muniruddin,Bintang ‘Arsy : Tafsir Filosofis-Gnostik Tujuan HMI,Perpustakaan
Nasional RI:KDT,2014.
Solichin. HMI Candradimuka Mahasiswa. Jakarta: Sinergi Persadatama
Foundation, 2010.
Suharsono. HMI: Pemikiran dan Masa Depan. Yogyakarta: CIIIS Press, 1997.
Sitompul, Agussalim. Pemikiran HMI dan Relevansinya dengan Sejarah
Perjuangan Bangsa Indonesia. Jakarta: CV Misaka Galiza, 2008.
Tarigan, Azhari Akmal. Jalan Ketiga Pemikiran Islam HMI. Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2008.

12

Anda mungkin juga menyukai