Anda di halaman 1dari 7

Makalah Kepemimpinan

Agama Hindu

Nama Kelompok :

Putu Riski Budiarta / 21011072


Komang Ngurah Agus Ardiana / 21011065

STIE Satya Dharma Singaraja


2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berbicara mengenai kempemimpinan/leadership kita tidak lepas dari dua kata
kapabilitas kemampuan dan akseptabilitas diterima. Pada dasarnya hanya ada
dua pilihan bila kita hidup dalam suatu perkumpulan, yakni sebagai Pemimpin
atau sebagai yang dipimpin yang lazim di sebut anggota. Sebagai anggota yang
baik, kita harus memiliki loyalitas, patuh dan taat pada perintah atasan sebagai
pemimpin dan rela berkorban serta bekerja keras untuk mendukung atasan
dalam pencapaian tujuan yang dalam ajaran agama Hindu, disebut Satya Bela
Bhakti Prabhu.
Sedangkan sebagai pemimpin, harus mempunyai pengetahuan dan kemampuan
untuk memimpin kapabilitas serta dapat diterima oleh yang dipimpin ataupun
atasannya akseptabel. Menurut falsafah bali ada yang disebut dengan Tri Kaya
Parisudha  artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan, yaitu
berpikir yang bersih dan suci Manacika, berkata yang benar Wacika dan berbuat
yang jujur Kayika
Kemampuan dalam arti mampu memimpin, mampu mengorbankan diri demi
tujuan yang ingin dicapai, baik korban waktu, tenaga, materi dll serta dapat
diterima, dalam arti dapat dipercaya oleh anggota masyarakatnya dan pejabat
yang di atasnya.

1.2 Rumusan Masalah


            Dalam makalah ini menjelaskan tentang falsafah Tri Kaya Parisuda
sebagai landasan menjadi seorang pemimpin dan sikap seorang pemimpin
dalam penyelesaian konflik yang terjadi.
1.3 Tujuan
            Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
            1. Untuk menyelesaikan tugas pelatihan kepemimpinan,
2. Memahami tentang falsafah Tri Kaya Parisudha sebagai landasan seorang
pemimpin.    
3. Mengetahui cara untuk penyelesaian konflik yang terjadi.

BAB II

Pembahasan
2.1 Kriteria Pemimpin
Sebagai seorang pemimpin wajib memilik prinsip dasar yang menjadi
pegangan, tidak sembarang orang bisa menjadi seorang pemimpin, adapun
kriteria seorang pemimpin menurut kitab Niti Sastra:
1. Abhikamika
Pemimpin harus tampil simpatik, berorientasi ke bawah dan
mengutamakan kepentingan rakyat banyak dari pada kepentingan pribadi
atau golongannya.
2. Prajna
Pemimpin harus bersikap arif dan bijaksana dan menguasai ilmu
pengetahuan teknologi, agama serta dapat dijadikan panutan bagi
rakyatnya.
3. Utsaha
Pemimpin harus proaktif, berinisiatif, kreatif dan inovatif (pelopor
pembaharuan) serta rela mengabdi tanpa pamrih untuk kesejahteraan
rakyat.
4. Atma Sampad
Pemimpin mempunyai kepribadian : berintegritas tinggi, moral yang luhur serta
obyektif dan mempunyai wawasan yang jauh ke masa depan demi kemajuan
bangsanya.
5. Sakya Samanta
Pemimpin sebagai fungsi kontrol mampu mengawasi bawahan (efektif, efisien
dan ekonomis) dan berani menindak secara adil bagi yang bersalah tanpa pilih
kasih/tegas.
6. Aksudra Pari Sakta
Pemimpin harus akomodatif, mampu memadukan perbedaan dengan
permusyawaratan dan pandai berdiplomasi, menyerap aspirasi bawahan dan
rakyatnya.
Saat ini negeri kita mangalami krisis para pemimpin sejati, yang bener-benar
memimpin menggunakan logika dan hati, menggunakan keahliannya memimpin
guna mewujudkan tujuan bersama yaitu kemakmuran dan sejahteraan bersama.

2.2 Falsafah Kepemimpinan di Bali


       Menurut orang bali yang mayoritas beragama hindu memiliki falsafah yaitu
“TRI KAYA PARISUDHA” yang artinya adalah Tri berarti tiga; Kaya bararti
Karya atau perbuatan atau kerja atau prilaku; sedangkan Parisudha berarti
"upaya penyucian".Jadi "Trikaya-Parisudha berarti "upaya
pembersihan/penyucian atas tiga perbuatan atau prilaku kita". Jadi Sebagai
seorang pemimpin harus memiliki pemikiran yang jernih terlebih dahulu supaya
dalam membuat kebijakan dapat mensejahterakan masyarakat dan dalam
bertutur kata yang baik karena seorang pemimpin menjadi panutan bagi
anggotanya serta memiliki perilaku yang baik.
            Tri Kaya Parisudha terdiri dari 3 bagian yaitu:
            1.  Penyucian pikiran (manacika)
            2.  Penyucian perkataan (wacika)
            3   Penyucian perbuatan (kayika)

2.2.1 Manacika
Inilah tindakan yang harus diprioritaskan, karena pada dasarnya semua hal
bermula disini. Ia menjadi dasar dari prilaku kita yang lainnya (perkataan dan
perbuatan) dari pikiran yang murni akan terpantul serta terpancarkan sinar yang
menyejukan orang-orang disekitar kita, sebaliknya pikiran keruh akan
meruwetkan segala urusan kita, walaupun sebenarnya tak perlu seruwet itu.
Tentu ruwet tidaknya suatu permasalahan, amat tergantung padacara kita
memandang serta cara kita menyikapinya.
Bila pandangan kita sempit dan gelap, semuanya akan menjadi sumpek dan
pengap. Sebaliknya bila pandangan kita terang, segala hal akan tampak jelas
sejelas-jelasnya. Ibarat mengenakan kacamata, penampakan yang diterima oleh
mata amat tergantung pada kebersihan, warna bahan lensanya, serta kecangihan
dari bahan lensanya. Jadi, apapun adanya suatu keberadaan, memberikan
pancaran objektif bagi kita, namun kita umumnya tidak dapat menangkapnya
dengan objektif.
Pandangan kotor akan menampakkan objek kotor dan tidak murni dimata kita.
Apabila cara pandang serupa itu kita gunakan memandang berbagai fenomena
hidup dan kehidupan, tentu hidup kita menjadi ruwet, menimbulkan duka-
nestapa, serta berbagai kondisi-kondisi pikiran negatif. Hal inilah yang terjadi
dalam pikiran kita. Pikiran kita menjadi kotor dan suram pandangan kita sendiri.
Untuk itu hanya kita sendiri yang dapat membersihkannya. Hal ini dalam Hindu
disebutkan :"tak ada makhluk dari alam manapun yang dapat menyucikan batin
kita, apabila kita sendiri tidak bergerak dan berupaya kearah itu, terlebih benda-
benda materi, tentu tak mungkin menyucikan siapa-siapa".
Untuk menyucikan pikiran, perlu memperbaiki pandangan terlebih dahulu.
Untuk memperbaiki pandangan, diperlukan pemahaman yang baik dan
mencukupi tentang falsafah ajaran agana yang dapat dipelajari dari kitab suci
dan bimbingan guru. Melalui hal tersebut, banyak kegelapan dan kegalauan
batin kita menjadi sirna, terbitnya cahaya terang dalam batin melalui bimbingan
beliau, membantu mempercepat proses menuju tujuan akhir.  
Tiga macam implementasi pengendalian pikiran dalam usaha untuk
menyucikannya, disebutkan di dalam Kitab Saracamuscaya, adalah:
1. Tidak menginginkan sesuatu yang tidak layak atau halal.
2. Tidak berpikiran negatif terhadap makhluk lain.
3. Tidak mengingkari HUKUM KARMA PHALA.
Demikianlah disebutkan didalam salah satu Kitab Suci umat Hindu, bila kita
cermati inti dari tiga hal di atas adalah bahwa dengan faham karma phala
sebagai hukum pengatur yang bersifat universal, dapat membimbing mereka,
yang meyakininya untuk berpola pikir yang benar dan suci.

2.2.2 Wacika
Terdapat empat macam perbuatan melalui perkataan yang patut di kendalikan,
yaitu:
1. Tidak suka mencaci maki.
2. Tidak berkata-kata kasar pada siapapun.
3. Tidak menjelek-jelekan, apalagi memfitnah makhluk lain.
4. Tidak ingkar janji atau berkata bohong.
Demikianlah disebutkan dalam Kitab Sarasamuscaya; kiranya jelas bagi kita
bahwa betapa sebetulnya semua tuntunan praktis bagi pensucian batin telah
tersedia. Kita harus dapat menerapkannya sesuai dengan kemampuan masing-
masing.

2.2.3 Kayika
Penyucian perbuatan fisik dan perilaku (KAYIKA).
Terdapat tiga hal utama yang harus dikendalikan, yaitu:
1. Tidak menyakiti, menyiksa, apalagi membunuh-bunuh makhluk lain.
2. Tidak berbuat curang, sehingga berakibat merugikan siapa saja.
3. Tidak berjinah atau yang serupa itu.

Demikianlah sepuluh hal penting dalam pelaksanaan Tri Kaya Parisudha sesuai
dengan apa yang dijabarkan dalam kitab Saracamuscaya. Pengamalan Tri Kaya
Parisudha dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan untuk membentuk
karma serta hubungan yang baik antar sesama.
Menurut pemaparan diatas berawal dari pemikiran yang suci maka akan
mengeluarkan perkataan dan perilaku yang suci (baik), seorang pemimpin
sangat perlu menerapkan falsafah Tri Kaya Parisuda,

2.3 Penerapan Tri Kaya Parisuda


           
Untuk penerapan ajaran/filsafat Trikaya Parisuda dalam penyelesaian
masalah/konflik yang terjadi. Contoh konflik yang terjadi diaerah
Karangasem-Bali yang tepatnya di Kecamatan Manggis, konflik yang terjadi
karena permasalahan batas desa, antara desa Antiga dengan desa Sedaan.
Konflik ini banyak menimbulkan kerugian baik kerugian materi dan moril,
karena mengakibatkan perang antar desa. Untuk menyelesaikan masalah
tersebut Camat setempat perlu turun tangan unuk menyelesaikan konflik
tersebut, Camat sebagai pemimpin wilayah memiliki tanggung jawab penuh atas
kejadian yang terjadi diadaerahnya. Agar masalah ini bisa selesai didatangkan
tokoh adat dan pihak-pihak yang terkait dari ke-2 desa yang mengetahui sejarah
perbatsan/sejarah desa, sehingga dapat diketahui mana batas desa yang
sebenarnya.    
Sehingga camat yang sebagai pemimpin wilayah memiliki prinsip dasar Tri
Kaya Parisuda dapat mebuat kebijakan berdasar pemikiran yang jernih dan
bertutur kata yang baik sehingga mengeluarakan keputusan batas desa sesuai
dari keterangan ke-2 tokoh adat yang sudah melakukan perundingan dengan
camat, dan membuat perjanjian mengenai batas desa yang ditanda tangani oleh
camat setempat.

BAB III
PENUTUP
3. Kesimpilan
            Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap
pemimpin ataupun sebagai anggota wajib memiliki dasar Tri Kaya Parisuda
karena sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan-keputusan yang
menyangkut hajat hidup orang banyak(masyarakat) dimulai dari pemikiran suci
dapat mengeluarkan perkataan dan melakukan tindakan yang benar.

Anda mungkin juga menyukai