Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“THK SEBAGAI ETIKA KEPEMIMPINAN”

Disusun Oleh :
Kelompok 8 :

1. Arni Citriana Ninief ; 2117041128 ; S1 Manajemen


2. Auliya Nurhaliza ; 2117041112 ; S1 Manajemen
3. Putu Erina Erylia Putri ; 2117041274 ; S1 Manajemen

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat Rahmat-
Nya kami memperoleh keberhasilan untuk menyelesaikan makalah Tri Hita Karana yang berjudul
“THK Sebagai Etika Kepemimpinan”.
Kami tentunya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya nantinya menjadi laporan yang lebih baik lagi.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
Pengantar Manajemen kami yaitu Bapak Prof. Dr. I Wayan Rasna M. Pd. Yang telah membimbing
dalam menyelesaikan makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
sebagaimana mestinya bagi yang membutuhkan.

Singaraja, 3 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
3.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
3.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
3.3 Tujuan............................................................................................................................... 2
3.4 Manfaat............................................................................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3
2.1 Konsep Kepemimpinan .................................................................................................... 3
2.2 Etika Kepemimpinan Tri Hita Karana ............................................................................. 7
BAB 3 PENUTUP ........................................................................................................................ 16
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 16
3.2 Saran ............................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 17

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

3.1 Latar Belakang


Tri hita karana (THK) merupakan konsep universal, secara terminologi berasal dari
bahasa Sansakerta yaitu tri = tiga, hita = bahagia dan karana = penyebab. THK berate tiga
penyebab terciptanya kebahagiaan hidup manusia yang bersumber dari hubungan harmoni
dengan Tuhan, antar sesame dan dengan alam. Prinsip-prinsip untuk mencapai keharmonian
dengan cara menciptakan keragaman status dan peran (sesanut manut linggih), komplementes,
rukun, hormat, kasih saying dan saling ketergantungan positif (cakra yadnya).
Indikator Parhayangan (menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan) dengan mengakui
segala yang merupakan ciptaan Tuhan, mengakui segala ciptaan Tuhan diatur dengan hukum
alam sebagai wujud kemahakuasaan- Nya, menerima keberagaman sebagai bentuk
kemahakuasaan Tuhan, bersikap welas asih pada semua makhluk sebagai wujud keimanan
dan ketakwaan kepada Tuhan, disiplin dalam beribadah sesuai dengan keyakinannya masing-
masing dan menunjukkan integritas diri sebagai makhluk beragama dan kepercayaan kepada
Tuhan.
Indikator Pawongan (menjaga hubungan harmonis dengan sesama) dengan menunjukkan
sikap sopan dan santun dalam berbicara dan berprilaku, mampu menempatkan diri sesuai
dengan posisinya dalam konteks hubungan sosial, menunjukkan sikap toleransi kepada orang
lain yang berasal dari suku, agama, ras, dan golongan berbeda, menunjukkan empati dan
kepedulian sosial terhadap orang lain, bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas,
bersikap demokratis dalam bertindak, menunjukkan sikap bangga dan cinta tanah air,
mengakui semua orang memiliki harkat dan derajat yang sama, mengakui setiap orang bersifat
unik dan akan menjadi sempurna dalam hubungannya dengan orang lain, melaksanakan
kewajiban sesuai dengan kedudukan masing-masing, bekerja sama secara terbuka dengan
teman lain dalam melakukan suatu kegiatan dan mampu menjalin komunikasi yang kondusif
dan humanis dengan orang lain.
Indikator Palemahan (menjaga hubungan harmonis dengan alam) dengan menerapkan
hidup bersih, menunjukkan kepedulian terhadap kebersihan dan kesehatan lingkungan,

1
memanfaatkan lingkungan dengan bijak, memberikan alasan bahwa hidup manusia tergantung
pada alam, menyimpulkan kebahagiaan hidup ditentukan oleh kemampuan mengadaptasi diri
dan memanfaatkan hukum alam, mengembangkan keingintahuan terhadap fenomena dan
hakikat alam dan melakukan kegiatan yang menunjukkan kepedulian terhadap alam.

3.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa saja yang terdapat dalam konsep kepemimpinan?
2. Bagaimana etika kepemimpinan Tri Hita Karana?

3.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui maksud dari konsep
kepemimpinan dan etika kepemimpinan Tri Hita Karana

3.4 Manfaat
1. Bagi Pembaca
Makalah ini menjadi sumber referensi dan informasi untuk mengetahui lebih dalam
mengenai Tri Hita Karana terutama pada etika kepemimpinan THK
2. Bagi Penulis
Makalah ini memperdalam wawasan penulis mengenai pemahaman tentang etika
kepemimpinan THK dalam mata kuliah Tri Hita Karana.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kepemimpinan

Secara etimologi, pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi dan membujuk
pihak lain agar melakukan tindakan untuk mencapai tujuan bersama. Kumpulan para pemimpin
disebut pimpinan. Istilah pimpinan juga digunakan untuk menunjukkan hasil
memimpin. Menurut Manz dan Sims (1989), pemimpin yang paling tepat adalah yang dapat
memimpin orang lain untuk memimpin dirinya sendiri. Sebagai pemimpin, dia harus memiliki
kemampuan dan tanggung jawab untuk mengontrol dan membimbing dirinya sendiri menuju
sebuah perubahan yang lebih baik dan benar.

Berkaitan dengan kepemimpinan (leadership), Rivai dan Arifin menyatakan,


“Leadership is capability of persuading others to work together under their direction as a team
to accomplish certain designed objective.”. yang artinya, kepemimpinan adalah kemampuan
meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim
untuk mencapai tujuan tertentu. Berbagai pendapat menyatakan kepemimpin sebagai ilmu dan
seni untuk mempengaruhi orang lain dalam bertindak untuk mencapai tujuan secara efektif dan
efisien. Sebagai proses, kepemimpinan melibatkankan aktivitas memimpin
(direct), membimbing (guides), mempengaruhi (influeces), atau mengontrol
(controls), pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain.

Menurut Kartono (2008), munculnya seorang pemimpin didukung dengan tiga teori
berikut.

a. Teori genetis. Pemimpin tidak diadakan, tetapi terlahirkan. Pemimpin hadir


karena ditakdirkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

b. Teori sosial, yang memandang pemimpin harus disiapkan melalui proses


pendidikan dan didorong dengan kemauan kuat yang bersangkutan.

c. Teori ekologis atau sintesis, yang memandang bahwa bakat kepemimpinan


sudah dibawa sejak lahir dan harus dikembangkan melalui pendidikan dan
pengalaman, serta disesuaikan dengan tuntutan lingkungan.

3
Berikut terdapat 8 tipe kepemimpinan, antara lain:

a. Tipe karismatik. Tipe karismatik memiliki energi, daya tarik, dan wibawa yang
luar biasa untuk mempengaruhi orang lain. Dia dipandang memiliki kekuatan
gaib dan superhuman sebagai karunia Tuhan, mampu menginspirasi, berani, dan
yakin pada pendiriannya sendiri.

b. Tipe paternalistik dan maternalistik. Tipe paternalistik memandang bawahan


sebagai manusia yang belum dewasa sehingga perlu dilindungi, jarang
memberikan bawahan untuk berinisiatif, memandang kreativitas, dan
mengambil keputusan serta bersikap maha tahu dan maha benar. Tipe
maternalistik memiliki kemiripan dengan tipe paternalistik, dengan perbedaan
sikap melindungi yang lebih menonjol, disertai rasa kasih sayang berlebihan.

c. Tipe militeristik. Tipe ini meniru gaya militer, dengan ciri-ciri: lebih banyak
menggunakan perintah, menginginkan kepatuhan mutlak, senang formalitas,
menuntut disiplin keras tidak menghendaki saran apalagi kritik dan komunikasi
bersifat satu arah.

d. Tipe otokratis atau otoritatif. Tipe otoriter mendasarkan diri pada kekuasaan
yang dimilikinya, ingin menonjol sendiri, tidak pernah diskusi dengan bawahan,
dan bersifat eksklusif.

e. Tipe Laissez-Faire. Tipe ini praktis tidak memimpin karena membiarkan anak
buahnya bertindak sendiri-sendiri. Akibatnya, pemimpin tidak memiliki
wibawa dan tidak mampu mengontrol bawahan.

f. Tipe populis. Pemimpin jenis ini mampu membangun solidaritas orang banyak
dan berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang masih tradisional.

g. Tipe administratif. Pemimpin tipe ini mampu menyelenggarakan tugas-tugas


administrasi secara efektif. Dia biasanya berasal dari golongan teknokrat dan
administrator sehingga mampu menggerakkan dinamika modernisasi dalam
organisasi yang dipimpinnya.

h. Tipe demokratis. Tipe ini berorientasi pada hubungan dengan anak buah
sehingga semua memiliki tanggung jawab internal dan mampu bekerja sama

4
secara baik. Pemimpin berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat kerja
sama demi tercapainya tujuan.

Kualitas kepemimpinan yang sukses menggambarkan 4 karakter berikut.

a. Karakteristik personal: pemimpin harus jujur, percaya diri, terbuka, sportif,


memiliki keinginan dan kesediaan untuk memimpin.

b. Kepemimpinan situasional: dapat menerapkan dukungan dan dorongan yang


tepat sesuai dengan situasi dan tingkat kemampuan bawahan (direktif, dorongan,
atau juga keduanya nya).

c. Kepemimpinan transaksional: pemimpin memahami dan suka membantu


bawahan untuk mencapai tujuannya dan dalam waktu yang sama juga mencapai
tujuan organisasi.

d. Trans transformasional: Pemimpin memiliki sesuatu yang bermanfaat dan visi


yang menantang dan dikomunikasikan, kemudian memotivasi dan memberikan
inspirasi terhadap bawahannya.

Secara ilmiah terdapat berbagai teori kepemimpinan, mulai dari kepemimpinan


tradisional sampai kepemimpinan modern. Salah satu teori kepemimpinan modern yang banyak
diikuti sekarang ini adalah kepemimpinan transformasional, yang dapat diartikan sebagai
proses untuk mengubah dan mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan
kualifikasi dirinya, yang didalamnya melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta
penghargaan terhadap para bawahan. Berdasarkan hasil kajian literatur yang
dilakukannya, Northouse (2001) menyimpulkan bahwa seseorang yang menampilkan
kepemimpinan transformasional menunjukkan diri sebagai seorang pimpinan yang efektif
dengan hasil kerja lebih baik.

Pemimpin dapat mentransformasikan orang-orang yang dipimpinnya melalui 4 cara,


yang dikenal sebagai Four I’s.

a. Transformasi melalui idealized influence (kharisma) artinya seorang pemimpin


memiliki integritas perilaku dan menjadi role model positif bagi bawahannya
berkaitan dengan standar moral dan etika serta mampu beradaptasi dan
mempengaruhi bawahannya dengan sangat baik. Pemimpin merupakan sosok

5
ideal yang dapat dijadikan panutan bagi bawahannya, dipercaya, dihormati, dan
mampu mengambil keputusan terbaik.

b. Transformasi melalui inspirational motivation, artinya pemimpin mampu


berkomunikasi untuk memotivasi dan menginspirasi bawahannya agar memiliki
komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat tim dalam
mencapai tujuan bersama.

c. Transformasi melalui intellectual stimulation. Artinya, pemimpin dapat


menumbuhkan kreativitas dan inovasi bawahannya dengan mengembangkan
pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan organisasinya lebih
baik.

d. Transformasi melalui individual consideration, yaitu pemimpin memberikan


perhatian khusus terhadap kebutuhan setiap individu untuk berprestasi dan
berkembang dengan jalan bertindak selaku pelatih atau penasihat. Pemimpin
menghargai dan menerima perbedaan-perbedaan individual dalam hal
kebutuhan dan minat. Tugas yang didelegasikan akan dipantau untuk
memastikan bahwa orang-orang yang dipimpinnya membutuhkan arahan atau
dukungan tambahan dan untuk menilai kemajuan yang dicapai.

Hasil riset Tichy dan Devanna (1990) menunjukkan pemimpin transformasional


melakukan proses transformasi melalui tiga tahap pokok.

a. Mengidentifikasi kebutuhan perubahan. Pemimpin memperhatikan dan


memahami lingkungan disekitarnya, baik secara internal maupun eksternal. Ia
mendeskripsikan secara komprehensif setiap variabel dalam lingkungan
kekuasaannya, lalu menganalisis kebutuhan untuk masa yang akan datang.

b. Pemimpin menciptakan visi baru demi menjawab kebutuhan perubahan. Ia


mendefinisikan kembali capaian-capaian yang akan diraih pada masa yang akan
datang. Visi tersebut bukanlah sebuah target jangka pendek, tetapi sebuah
keinginan tertinggi yang mampu memberikan dampak secara luas.

c. Melembagakan perubahan. Pemimpin transformasional berpikir dan bertindak


secara sistematis sehingga mimpi perubahan dapat terwujud. Ia

6
mengomunikasikan, mendelegasikan, dan membuat kondisi yang kondusif
dalam mewujudkan arus perubahan tersebut.

2.2 Etika Kepemimpinan Tri Hita Karana

Kepemimpinan berlandaskan filosofi THK menekankan adanya keselarasan antara


kedudukan dan tanggung jawab. Asas kepemimpinan THK adalah "sesana manut linggih,
linggih manut sesana." Artinya, peranan atau sikap sesuai dengan kedudukan dan kedudukan
harus membawa peranan yang sesuai (Dharmayudha & Cantika, 1991). Atas dasar itu, setiap
orang harus menyadari benar status pribadi dan sosialnya sehingga berdampak terhadap peran
yang akan dijalankan sesuai dengan statusnya. Setiap orang menjalankan kewajibannya
masing-masing dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan hal yang
sama. Setiap orang harus memperlakukan orang lain sesuai dengan kedudukannya. Dengan
demikian, hubungan harmonis antarsesama anggota masyarakat (organisasi) akan terwujud
karena adanya sikap saling pengertian, saling menghormati, dan saling menghargai satu dengan
lainnya. Etika kepemimpinan berbasis THK dijabarkan ke dalam etika kepemimpinan teologis,
kepemimpinan humanis, dan kepemimpinan ekologis.

1. Etika Kepemimpinan Teologis

Etika kepemimpinan teologis yang dimaksudkan adalah kepemimpinan yang


didasarkan atas ajaran-ajaran agama. Saya akan menjelaskan tentang apa saja etika
kepemimpinan menurut agama-agama besar yang ada di Indonesia diurut
berdasarkan kronologi diturunkannya agama-agama tersebut.

a. Kepemimpinan menurut agama Hindu

Menurut pandangan agama Hindu (Purwadi, 2007), seorang pemimpin harus


memiliki sifat-sifat berikut. 1) Simpatik dan mampu menarik perhatian
bawahannya, serta mengutamakan kepentingan masyarakat; 2) Bijaksana dan
menguasai sains dan teknologi; 3) Kreatif, proaktif dan inovatif; 4) Berbudi
luhur, objektif, dan mempunyai integritas tinggi; 5) Mampu mengontrol
bawahan dan bertindak adil; 6) Pandai memimpin rapat, mencari solusi, dan
berdiplomasi.

7
b. Kepemimpinan menurut agama Buddha

Menurut pandangan agama Buddha (Permadi, 1996), sebagaimana pernah


diterapkan oleh Raja Asoka dari Maghada, India, seorang pemimpin harus
menunjukkan sifat-sifat berikut. 1) Suka menolong dan tidak kikir; 2) Memiliki
moralitas tinggi; 3) Siap mengorbankan diri demi kepentingan rakyat; 4) Jujur
dan adil; 5) Ramah dan sopan santun; 6) Hidup sederhana dan tidak suka
berfoya-foya; 7) Tidak dendam dan bebas dari rasa benci; 8) Mencintai
perdamaian dan anti-kekerasan; 9) Sabar, rendah hati, dan pemaaf; 10) Bersatu
dengan rakyat untuk menciptakan kesejahteraan.

c. Kepemimpinan menurut agama Khong Hu Chu

Menurut Nabi Konfusius, memimpin itu adalah berjalan dengan lurus. Agar
dapat bertindak lurus, seorang pemimpin harus memiliki sifat: 1) Cinta kasih; 2)
Menegakkan kebenaran, keadilan, dan kewajiban; 3) Menunjukkan kesusilaan
dan kepantasan; 4) Bijaksana; 5) Dapat dipercaya. Dengan demikian, seorang
pemimpin menurut ajaran konfusianisme harus memiliki nilai intelektualitas
tinggi, disertai moralitas dan etika yang baik.

d. Kepemimpinan menurut agama Kristen

Leroy Eims (dalam Permadi, 1996) menyebutkan adanya dua belas ciri
kepemimpinan yang efektif menurut Alkitab, 1) Bertanggung jawab; 2)
Bertumbuh didukung kerendahan hati; 3) Memberi teladan; 4) Mampu
membangkitkan semangat; 5) Bertindak efisien; 6) Memperhatikan kebutuhan
anak buah; 7) Cakap berkomunikasi; 8) Berorientasi sasaran; 9) Bersikap tegas;
10) Cerdik; 11) Mempersatukan; 12) Terampil untuk mengajak.

e. Kepemimpinan menurut agama Islam

Menurut agama Islam, seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat positif dan
menunjukkan kelebihan dibandingkan orang-orang yang dipimpinnya
(Permadi, 1996) sebagai berikut. 1) Beriman dan bertakwa; 2) Sehat jasmani dan
rohani; 3) Terampil dan berpengetahuan; 4) Memiliki kelebihan batin; 5)
Pemberani; 6) Bersikap adil dan jujur; 7) Bijaksana; 8) Demokratis; 9)

8
Penyantun (sopan santun dan suka memberi santunan); 10) Memahami keadaan
masyarakat; 11) Ikhlas dan rela berkorban; 12) Sederhana; 13) Istiqamah
(tekun), 14) Akhlakul Karimah (Akhlak Mulia).

2. Etika Kepemimpinan Humanis

Teori kepemimpinan humanistik menekankan pada prinsip kemanusiaan. Teori


humanistik dicirikan dengan adanya suasana saling menghargai dan adanya
kebebasan. Teori humanistik memandang secara alamiah manusia merupakan
"motiated orgamism". Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu.
Fungsi kepemimpinan adalah memodifikasi agar individu bebas untuk
merealisasikan potensi motivasinya didalam kebutuhannya dan pada waktu yang
sama sejalan dengan arah tujuan kelompok.

Kepemimpinan humanistik memiliki tiga variabel pokok. Pertama, kepemimpiman


yang sesuai dan memperhatikan hati nurani anggota dengan segenap harapan,
kebutuhan, dan kemampuannya. Kedua, organisasi disusun dengan baik agar tetap
relevan dengan kepentingan anggota di samping kepentingan organisasi secara
keseluruhan. Ketiga, interaksi yang akrab dan harmonis antara pimpinan dengan
anggotanya untuk menggalang persatuan dan kesatuan, serta hidup damai bersama-
sama. Menurut teori humanistik, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang dilakukan
terhadap orang lain, tetapi sesuatu yang dilakukan bersama-sama dengan orang lain.

Seorang pemimpin yang humanis hendaknya memiliki keterampilan untuk


mendiseminasi tujuan, mengenal situasi pekerjaan dan kondisi mental bawahan
sehingga dapat memberikan perintah, mendelegasikan pekerjaan, atau berpartisipasi
dalam pekerjaan sesuai dengan desa kala patre (ruang waktu, dan keadaan) yang
tepat; serta kemampuan untuk bertindak sesuai peraturan yang berlaku.

Etika kepemimpinan humanis menekankan pada nilai-nilai demolkratis yang


disiapkan melalui proses pendidikan. Seorang pemimpin harus menunjukkan
keunggulan dibandingkan dengan orang-orang yang dipimpinnya Persyaratan untuk
menjadi pemimpin dihubungkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.
Kekuasaan berkaitan dengan kekuatan, otoritas, dan legalitas yang memberikan
wewenang kepada pemimpin untuk memengaruhi dan menggerakkan bawahan

9
demi berbuat sesuatu. Kewibawaan merupakan kelebihan, keunggulan,dan
keutamaan sehingga mampu mengatur orang lain dan orang tersebut patuh kepada
pemimpinnya. Kemampuan segala daya, kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan
atau keterampilan teknis dan sosial yang dianggap melebihi kemampuan para
bawahannya. Ketiga unsur tersebut harus dimiliki oleh seorang pemimpin sebagai
pembeda dengan para bawahannya.

Etika kepemimpinannya humanis dalam Ramayana diwejangkan oleh Arjuna


Sastrabahu kepada Rahwana. Ajaran kepemimpinan tersebut terdiri atas lima peran
yang mesti diambil oleh seorang pemimpin sehingga dikenal sebagai Panca Stiti
Dharmeng Prabhu, dan tiga peran pertama dipopulerkan oleh Ki Hajar Dewantara
dalam perguruan taman siswanya. Kelima peran yang dimaksud adalah:

a. Ing ngarso sung tulado. Artinya, didepan anak buahnya sang pemimpin harus
mampu memberikan contoh sehingga layak dijadikan panutan. Misalnya,
seorang pemimpin harus cerdas, berkata sopan, berpenampilan sederhana dan
berwibawa.

b. Ing madyo mangun karso. Artinya, ditengah anak buah, pemimpin harus mampu
memberikan motivasi untuk membangkitkan semangat mereka dalam meraih
tujuan organisasi. Misalnya, pemimpin membangun optimisme masyarakat
dalam meraih cita-cita, membangkitkan kreativitas masyarakat dan menggalang
semangat dan kebanggan sebagai warga negara atau anggota organisasi.

c. Tut wuri handayani. Artinya, seorang pemimpin harus memberikan kesempatan


dan kepercayaam kepada anak buahnya untuk melakukan sesuatu secara
bertanggung jawab, sementara pemimpin memberikan dorongan dari belakang
dan mengawasinya.

d. Maju tanpa bala. Artinya, seorang pemimpin harus berani maju tanpa
didampingi oleh anak buahnya, bahkan berani berkorban demi kepentingan
bawahannya. Untuk itu, pemimpin harus pandai berdiplomasi, pemberani, dan
sudah selesai dengan dirinya sendiri.

10
e. Sakti tanpa aji. Artinya, seorang pemimpin tidak suka dipuji atau disanjung,
meskipun telah banyak meraih keberhasilan dalam melaksanakan program-
program kerjanya.

3. Etika Kepemimpinan Ekologis

Etika kepemimpinan ekologis memandang kesuksesan seorang pemimpin selain


tergantung pada bakat bawaan dan proses pendidikan yang telah dijalaninya juga
ditentukan oleh sejauh mana dia mampu memenuhi tuntutan lingkungan dan
mengdaptasi sifat-sifat alam dalam menjalankan kepemimpinannya. Masyarakat
nusantara memiliki ajaran kepemimpinan berbasis ekologi sebagaimana tercantum
dalam wiracarita Ramayana.

Kekawin Ramayana gubahan Mpu Yogiswara sekitar tahun 925 M memuat ajaran
kepemimpinan yang diwejangkan oleh Sri Rama kepada Wibhisana ketika akan
dinobatkan menjadi Raja Alengka (sekarang Sri Langka) menggantikan Rahwana.
Ajaran kepemimpinan tersebut dinamai Astra Brata karena terdiri atas delapan
prilaku utama. Delapan prilaku tersebut mengambil sifat atau laku alam yakni.

1. Laku hujan

Seorang pemimpin hendaknya menunjukkan sifat seperti hujan. Hujan


menyuburkan tanaman sebagai sumber makanan dan obat-obatan. Air hujan
mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang rendah, demikian juga
seorang pemimpin hendaknya mengalirkan kemakmuran dan kesejaheraan dari
atas sampai masyarakat paling bawah. Jika memungkinkan, masyarakat yang
paling bawahlah yang mendapatkan bantuan paling banyak. Pemimpin harus
mengawasi agar jangan sampai ada kebocoran aliran bantuan perjalanan. Jika
air hujan dihadang atau jalannya dikotori dengan sampah, maka air hujan akan
menjelma menjadi banjir, yang siap menghancurkan siapa saja yang
menghambat program pembangunan yang dilaksanakan untuk menyejahterakan
dan memakmurkan masyarakat.

11
2. Laku gunung

Gunung menunjukkan sifat kokoh, tetap ada pendirian dan berwibawa. Seorang
pemimpin perlu menunjukkan kewibawaan, menindak siapa saja yang bersalah.
Siapa pun yang terbukti melakukan tindakan kesalahan harus ditindak sesuai
hukum yang berlaku. Dengan demikian, seorang pemimpin harus bertindak adil
dalam menetapkan dan menegakkan hukum, terutama kepada para oknum yang
bertindak mengganggu keamanan dan keutuhan negara.

3. Laku matahari

Seorang pemimpin hendaknya menunjukkan sifat seperti matahari. Matahari


memberikan penerangan, kehangatan dan sumber energy bagi kehidupan
dimuka bumi ini. Matahari memancarkan energinya kepada siapa saja tanpa
pilih kasih. Demikian, pula sorang pemimpin hendaknya tidak pilih kasih
kepada seluruh warganya. Matahari mampu mengusir kegelapan yang
menyelimuti bumi, demikian juga pemimpin hendaknya mampu melenyapkan
kegelapan pikiran (kebodohan) dan kegelapan hati (kesombongan dan
keangkuhan) masyarakatnya. Selain itu, dengan penuh kehangatan, pemimpin
juga harus mampu memberikan semangat dan membangun optimisme warganya
dalam mewujudkan cita-cita hidupnya.

4. Laku rembulan

Seorang pemimpin hendaknya menunjukkan sifat seperti bulan. Bulan


memberikan penerangan disaat bumi diselimuti kegelapan. Demikian juga
perilaku seorang pemimpin, hendaknya mendampingi rakyatnya disaat
mengalami duka, seperti pada saat terjadi bencana. Pemimpin harus hadir
mendampingi mereka, menghibur, membangkitkan semangat hidupnya dengan
tutur kata yang ramah dan menyejukkan hati. Dengan wajah penuh kesejukan
dan simpati, seorang pemimpin hendaknya selalu membuat warganya merasa
tenang, aman, dan nyaman.

12
5. Laku angin

Seorang pemimpin hendaknya menunjukkan sifat seperti angin. Sebagai udara


yang bergerak, angina mampu menyusup dan memberikan kesejukan kepada
semua orang. Pemimpin harus rajin blusukan untuk mencari informasi agar bisa
mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Kaki, tangan, mata,
dan telinga pemimpin harus ada dimana-mana. Dengan gerak cepat dan halus
seperti angina, pemimpin bisa mengambil sikap yang tepat dan cepat untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang ada dimasyarakat, baik masalah yang
bersifat terbuka, maupun gerakan tersembunyi yang dapat mengganggu
ketertiban, keamanan, dan kelangsungan hidup organisasi yang dipimpinnya.
Dengan menirukan sikap angin, seorang pemimpin bisa mengetahui dengan
cepat keberhasilan negara dalam membangun, mengetahui kekurangan
pemerintahannya sendiri, mengetahui tingkat kepuasan masyarakat, mengetahui
tingkat kesejahteraan masyarakat dan lain-lainnya.

6. Laku bumi

Bumi sebagai tempat kehidupan menyediakan seluruh kebutuhan manusia,


hewan, dan tumbuhan. Seorang pemimpin yang menampilkan karakter bumi
akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan untuk
mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya. Pemimpin jangan
sampai menimbun kekayaan untuk diri, keluarga, dan kroninya, tetapi
sebaliknya mesti menjaga dan memanfaatkan kekayaan lembaga untuk sebesar-
besarnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Dalam menyediakan
kebutuhan masyarakat, pemimpin juga tidak boleh pamrih karena mengentaskan
kemiskinan dan memakmurkan masyarakat merupakan kewajiban pemimpin.

7. Laku samudra

Laut atau samudra memiliki karakter penyabar, berwawasan luas, dan menjadi
muara dari banyak aliran sungai. Walaupun menerima seluruh air sungai yang
bermuara di pantainya, air laut tidak pernah berubah menjadi air tawar,
sebaliknya tetap asin. Demikian juga berbagai sampah yang dikirim ke laut,
semuanya dikembalikan ke pantai. Fenomena ini mengajarkan kepada

13
pemimpin agar selektif menerima masukan, dan bilamana perlu mengembalikan
masukan-masukan yang tidak bermanfaat (sampah). Pemimpin harus memiliki
pandangan yang luas bagaikan luasnya samudra, pikirannya harus dinamis
seperti permukaan laut, namun jiwanya harus tenang bagai dasar samudra.

8. Laku api

Api merupakan udara yang berpijar dan bersifat membakar. Seorang pemimpin
harus memiliki sifat seperti api, mampu menghanguskan orang-orang jahat, dan
membakar semangat bawahannya untuk meraih tujuan bersama. Dalam konteks
sifat api, pemimpin harus menampilkan dirinya sebagai seorang kesatria dalam
menghadapi musuh-musuh negara (organisasi), sebaliknya bertindak sebagai
rohaniawan (orang suci) pada saat berhadapan dengan orang-orang yang
dipimpinnya.

Dalam perkembangan selanjutnya, ada beberapa pandangan yang menambahkan


laku bintang. Bintang adalah petunjuk arah yang indah di waktu malam. Seorang
pemimpin harus berwatak bintang, dalam artian mampu menjadi panutan dan
memberi petunjuk bagi orang yang dipimpinnya. Bintang tidak pernah pindah dari
posisinya, artinya pemimpin hendaknya teguh pendirian, serta konsisten dalam
berpikir, berkata dan berbuat. Karena konsistensi dirinya, seorang pemimpin akan
mampu menjadi inspirator bagi masyarakat yang dipimpinnya.

Inspirasi hukum-hukum alam untuk diterapkan dalam kepemimpinnya juga


diungkapkan oleh Wheatley (1994), seorang mantan profesor manajemen di
Universitas Brigham Young USA dan konsultan manajemen yang mempelajari
perilaku organisasi. Menurutnya, pada awalnya para pemimpin menerapkan hukum-
hukum sains Newtonian dalam mengelola organisasinya. Menurut Newton, alam
bersifat deterministic mengikuti hukum hukumnya yang bersifat pasti.
Mengingatkan manusia (mikrokosmos) merupakan bagian dari jagat raya
(makrokosmos), maka hukum-hukum Newton juga berlaku pada manusia. Asumsi
ini mendorong para pemimpin mengelola organisasi yang dipimpinnya dengan
hukum-hukum sains yang dirumuskan oleh Newton pada abad ke-17.

14
Hasil penelitian pada abad ke-20 menunjukkan hukum-hukum mekanika klasik
Newton ternyata gagal diterapkan pada level atomic. Pada level tersebut yang
berlaku adalah hukum-hukum mekanika kuantum, yang menyatakan tidak ada
sesuatu dapat ditentukan secara pasti, yang ada hanyalah kebohjadian. Dengan
demikian, jagat besar diatir dengan hukum-hukum yang bersifat pasti
(deterministic), sebaliknya pada jagat submikroskopis berlaku asas ketidakpastian.
Dalam kaitan dengan kepemimpinan organisasi, peran yang dapat dimainkan oleh
pemimpin adalah mengordisikan agar kebolehjadian atau peluang terjadinya sesuatu
maksimal.

15
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemimpin (leader) adalah orang yang mampu memengaruhi dan membujuk pihak lain
agar melakukan tindakan untuk mencapai tujuan bersama. Kumpulan para pemimpin disebut
pimpinan. Kepemimpinan (leadership) dimaknai sebagai kemampuan untuk meyakinkan orang
lain supaya bekerja sama dibawah kepemimpinnya sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan
tertentu. Kepemimpinnya berlandaskan filosofi THK menekankan adanya keselarasan antara
kedudukan dan tanggung jawab. Asas kepemimpinan THK adalan “sesana manut linggih,
linggih manut sesana”. Artinya,, peranan atau sikap sesuai dengan keududukan dan kedudukan
harus membawa peranan yang sesuai.

3.2 Saran

Pokok bahasan tulisan ini sudah dipaparkan di depan. Besar harapan penulis semoga
tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, penulis
menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempuma. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun sangat diharapkan agar tulisan ini dapat disusun menjadi lebih baik dan sempurna.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bass, B. M. and Avolia, B, J., 1994. Improving Organizational Effectiviness through


Transformasional Leadership, Thousand Oaks: Sage.

Dharmayudha, I M. S. & Cantika, I W. K., 1991. Filsafat Adat Bali, Denpasar: Upada Sastra

Hamin, M., 2014. Korelasi antara Hasta Brata (Konsep Kepemimpinan dalam Perspektif
Budaya Jawa) dan Islamic Leadership (Konsep Kepemimpinan dalam Perspektif Islam).
Uhud Albab, 15(1):57-68.

Hartono, A., 2018. Making Indonesia 4.0. Jakarta. Retrieved from


http://www.kemenprin.go.id/download/18384

Kartono, A., 2008. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kasali, R., 2018. Distruption. 9th ed. Jakarta: Gramedia.

Lulail Yunus, L. J., 2009. Leadership Model Konsep Dasar, Dimensi Kerja, dan Gaya
Kepemimpinan. Malang: UIN-Malang Press.

Nggili, R. A., 2016. Pendekatan System Thinking dalam Kepemimpinan Transformasional.


Jurnal Humaniora Yayasan Bina Darma, 3(2): 169-183.

Northouse, G., 2007. Leadership Theory and Practice. 3rd Ed. Thousand Oak: London, New
Delhe. Sage Publication, Inc.

Permadi, K., 1996. Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: Rineka Cipta.

Purwadi., 2007. Filsafat Jawa Refleksi Butir- butir Kebijaksanaan Hidup untuk Mencapai
Kesempurnaan Lahir Batin. Yogyakarta: Cipta Pustaka.

Rasim, A., 2014. Tipologi dan Karakter Ideal Kepemimpinan Dunia. Jurnal Lingkaran
Widyaiswara, 1(1): 46-62.

Rivai, V. dan Arifin, A., 2009. Islamic Leadership Membangun Superleadership Melalui
Kecerdasan Spriritual, Jakarta: Bumi Aksara.

17
Satya, V. E., 2018. Strategi Indonesia Menghadapi Industri 4.0. Jakarta. Retrieved from
https://bikinpabrik.id/wp-content/uploads/2019/Info-Singkat-X-9-I-P3DI-Mei-2018-
249.pdf

Sudharta, T. R., 2006. Kepemimpinan Hindu Asta Brata dan Nasihat Sri Rama Lainnya.
Surabaya: Paramita.

Suhardana, K. M., 2008. Niti Sastra. Surabaya: Paramita.

Tandes, B., 2007. Astadasa Kottammaning Prabhu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tichy, N. M. & Devanna, M. A., 1990. The Transformational Leader. New York: John Wiley
& Sons, inc.

Tjiharjadi, S. (ed), 2007. To be A Great Leader. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Whearley, M. J., 1994. Leadership and the New Science: Learning about Organization from
Orderly Universe. San Fransisco: Berrett-Kohler.

Wirjana, B. R. dan Supardo, S., 2002. Kepemimpinan Dasar-dasar dan Pengembangannya.


Yogyakarta: ANDI

18

Anda mungkin juga menyukai