Anda di halaman 1dari 7

SUBHA & ASUBHA KARMA

Sesuai dengan siklus “rwabhineda” perbuatan manusia


dapat ditinjau dari dua sisi/dimensi yang berbeda, yaitu antara
perbuatan yang baik (subha karma) dan perbuatan yang tidak
baik/buruk (asubha karma). Perputaran/siklus subha dan
asubha karma ini selalu saling bertautan dan silih berganti satu
sama lainnya dan tidak dapat dipisahkan.
Demikianlah sikap dan prilaku manusia selama hidupnya
berada pada dua jalur yang berbeda itu, sehingga patut dengan
kesadaran budhi nuraninya (manusia) harus dapat
menggunakan kemampuan berpikirnya kearah yang lebih baik
dan benar. Apabila manusia sebagai makhluk berpikir (punya
manah) mau dan mampu mengarahkan pikirannya ke arah
yang baik akan mengakibatkan ucapan dan perilakunya
menjadi baik (subha karma). Sebaliknya apabila tidak mampu
mengarahkan pikiran (mengendalikannya) kearah yang baik,
hal inilah mengakibatkan manusia berucap dan berbuat yang
buruk (asubha karma).
Sebagai manusia dengan ingatan idep/manah ini harus
dengan cermat dapat memilah dan memilih perbuatan baik
sehingga tidak terjerumus dalam perbuatan buruk. Dalam
Sarasamuscaya ditegaskan bahwa hakekat penjelmaan
sebagai manusia adalah untuk
rneningkatkan/menyempurnakan diri dari perbuatan buruk
(asuba karma) menjadi perbuatan baik (subha karma). Apa
yang diuraikan dan dijelaskan pada sloka tersebut di atas
adalah tugas utama atau hakekat penjelmaan sebagai
manusia, untuk melebur perbuatan buruk (asubha karma)
menjadi perbuatan baik (subha karma).
Menjelma menjadi manusia itu adalah sungguh-sungguh
utama, sebabnya demikian karena ia dapat menolong dirinya
dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang) dengan
jalan berbuat baik, demikianlah keutamaan/keuntungan dapat
menjelma menjadi manusia. Lantas bagaimana halnya bila
seseorang tidak mau melaksanakan perbuatan baik? Orang
yang demikian itu dianggap (bagaikan) orang sakit (penyakit)
yang menjadi obat neraka loka dan apabila meninggal dunia,
maka ia dianggap sebagai orang sakit yang pergi ke suatu
tempat dimana tidak ada obat-obatan yang mengakibatkan
selalu dalam penderitaan yang membara. Oleh karena itu
usahakanlah selalu secepatnya berbuat yang baik (subha
karma).
1. Penyucian Pikiran (Manacika)
Inilah tindakan yang harus diprioritaskan, karena pada
dasarnya semua hal bermula disini. Ia menjadi dasar dari
prilaku kita yang lainnya (perkataan dan perbuatan); dari
pikiran yang murni akan terpantul serta terpancarkan sinar
yang menyejukan orang-orang disekitar kita, sebaliknya pikiran
keruh akan meruwetkan segala urusan kita, walaupun
sebenarnya tak perlu seruwet itu.Tentu ruwet tidaknya suatu
permasalahan, amat tergantung pada cara kita memandang
serta cara kita menyikapinya.
Bila pandangan kita sempit dan gelap, semuanya akan
menjadi sumpek dan pengap. Sebaliknya bila pandangan kita
terang, segala hal akan tampak jelas sejelas-jelasnya. Ibarat
mengenakan kacamata, penampakan yang diterima oleh mata
amat tergantung pada kebersihan, warna bahan lensanya,
serta kecangihan dari bahan lensanya. Jadi, apapun adanya
suatu keberadaan, memberikan pancaran objektif bagi kita,
namun kita umumnya tidak dapat menangkapnya dengan
objektif.
Pandangan kotor akan menampakkan objek kotor dan
tidak murni dimata kita. Apabila cara pandang serupa itu kita
gunakan memandang berbagai fenomena hidup dan
kehidupan, tentu hidup kita menjadi ruwet, menimbulkan duka-
nestapa, serta berbagai kondisi-kondisi pikiran negatif. Hal
inilah yang terjadi dalam pikiran kita. Pikiran kita menjadi kotor
dan suram pandangan kita sendiri. Untuk itu hanya kita sendiri
yang dapat membersihkannya. Hal ini dalam Hindu disebutkan
:"tak ada makhluk dari alam manapun yang dapat menyucikan
batin kita, apabila kita sendiri tidak bergerak dan berupaya
kearah itu, terlebih benda-benda materi, tentu tak mungkin
menyucikan siapa-siapa".
Untuk menyucikan pikiran, perlu memperbaiki pandangan
terlebih dahulu. Untuk memperbaiki pandangan, diperlukan
pemahaman yang baik dan mencukupi tentang falsafah ajaran
agana yang dapat dipelajari dari kitab suci dan bimbingan guru.
Melalui hal tersebut, banyak kegelapan dan kegalauan batin
kita menjadi sirna, terbitnya cahaya terang dalam batin melalui
bimbingan beliau, membantu mempercepat proses menuju
tujuan akhir.
Tiga macam implementasi pengendalian pikiran dalam
usaha untuk menyucikannya, disebutkan di dalam
Saracamuscaya, adalah:
1. Tidak menginginkan sesuatu yang tidak layak atau halal.
2. Tidak berpikiran negatif terhadap makhluk lain.
3. Tidak ingin dan dengki pada milik orang lain (si tan engin
adengkya ri drbyaning len)
4. Tidak bersikap gemas (marah), kasar kepada semua makhluk
(si tan krodha ring sarwa sattwa).
5. Tidak mengingkari HUKUM KARMA PHALA atau percaya akan
kebenaran ajaran karmaphala (si mamituha ni hananing
karmaphala).
Demikianlah disebutkan didalam salah satu Kitab Suci
umat Hindu, bila kita cermati inti dari tiga hal di atas adalah
bahwa dengan faham karma phala sebagai hukum pengatur
yang bersifat universal, dapat membimbing mereka, yang
meyakininya untuk berpola pikir yang benar dan suci.
2. Penyucian Perkataan (Wacika)
Terdapat empat macam perbuatan melalui perkataan
yang patut di kendalikan, yaitu:
1. Tidak suka mencaci maki(ujar ahala).
2. Tidak berkata-kata kasar pada siapapun (ujar aprgas).
3. Tidak menjelek-jelekan, apalagi memfitnah makhluk lain (ujar
pisuna).
4. Tidak ingkar janji atau berkata bohong (ujar mithya).
Demikianlah disebutkan dalam Sarasamuscaya; kiranya
jelas bagi kita bahwa betapa sebetulnya semua tuntunan
praktis bagi pensucian batin telah tersedia. Kita harus dapat
menerapkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
3. Penyucian Perbuatan Fisik Dan Prilaku (Kayika)
Terdapat tiga hal utama yang harus dikendalikan, yaitu :
1. Tidak menyakiti, menyiksa, apalagi membunuh-bunuh makhluk
lain (syamati-mati).
2. Tidak berbuat curang, sehingga berakibat merugikan siapa
saja (mangahalal halal).
3. Tidak berjinah atau yang serupa itu (si paradara).
Demikianlah sepuluh hal penting dalam pelaksanaan Tri
Kaya Parisudha sesuai dengan apa yang dijabarkan dalam
kitab Saracamuscaya. Pengamalan Tri Kaya Parisudha dalam
kehidupan sehari-hari sangat diperlukan untuk membentuk
karma serta hubungan yang baik antar sesama umat.
Kata subha karma terdiri dari dua kata yaitu subha dan karma. Subha yang berarti baik sedangkan karma yang
berarti perbuatan.

Jadi subha karma berarti sebuah tingkah laku yang terpuji dan baik. Perilaku manusia salama hidupnya berada
pada jalur yang berbeda , sehingga dengan kesadaran dia harus dapat menggunakan kemampuan yang ada
pada dirinya yaitu kemampuan berpikir, berkata dan berbuat. Namun kemampuan itu sendiri hendaknya
diarahkan pada subha karma. Karena bila subha karma yang menjadi gerak pikiran, perkataan, perbuatan.,
maka kemampuan yang ada pada diri manusia akan menjelma menjadi perilaku yang baik dan benar.
Sebaliknya asubha karma yang menjadi sasaran gerak pikir, perkataan, dan perbuatan, maka kemampuan itu
akan menjadi perilaku yang salah.

Berdasarkan hal itu, maka salah satu aspek kehidupan manusia sebagai pancaran dari kemampuan atau daya
pikir adalah membeda-bedakan dan memilih yang baik bukan yang buruk.

Masusa sarvabhutesu vartate vai subhasubhe, asubhe samavistam subhaesveva vakaravet

(sarasamusccaya 2)

” dari demikian banyaknya mahluk yang hidup, yang di lahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat melakukan perbuatan
baik buruk itu; adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik juga manfaat menjadi manusia.”
Untuk memberikan batasan tentang manakah yang di sebut tingkah laku baik atau buruk, benar atau
salah,tidaklah mudah untuk menentukan secara tegas mengenai klasifikasi dari pada baik dan buruk itu adalah
sulit.

Adapun menurut ajaran agama hindu yang menurut perbuatan baik yaitu:

1. Trikaya parisudha adalah tiga gerak perilaku manusia yang di sucikan yaitu berfikir, berkata, dan berbuat.
Jadi berikir bersi akan menimbulkan perkataan yang jujur dan berbuata yang benar.

2. Catur paramita adalah empat bentuk budi luhur, yang terdiri dari:
1. Maitri artinya lemah lembut, yang merupakan baguan dari budi luhur yang berusaha untuk kebahagian
mahpenderituntuk kebahagiaan mahluknya.

2. Karuna adalah belas kasihan artinya bagian dari budi luhur yang menghendaki terhapusnya penderitaan
dari segala mahluk.

3. Mudita artinya sifat atau sikap yang menyenangkan orang lain.

4. Upeksa artinya sifat atu sikap suka menghargai orang lain.

Jadi catur paramita adalah tuntutan susila yang membawa manusia ke arah kemuliaan.

3. Sad Paramita adalah enam jalan keutamaan untuk menuju keluhuran.

Adapun bagian dari sad paramita yang terdiri dari:

1. Dana paramita artinya memberi dana atau sedekah berupa materi

atau pun spiritual.

2. Sila paramita artinya berpikir, berkata , berbuat yang suci.

3. Ksanti paramita artinya pikiran tenang , tahan terhadap penghinaan

4. Wirya paramita artinya memiliki sikap trikaya parisudha yang tegu.

5. Dyana paramita artinya niat mempersatukan piikiran untuk mencari jawaban atas kebenaran.

6. Pradnya paramita artinya kebijksanaan dalam menimbang – nimbang suatu permasalahan.

4. Dasa yama brata adalah sepuluh macam pengendalan diri , yang terdiri dari Arimbawa artinya tidak
mementingkan diri sendiri, Ksama artinya suka mengampuni dan tahan uji dalam kehidupan, Satya artinya
setiap kepada ucapan sehingga menyenangkan setiap orang, Ahimsa artinya tidak membunuh atau menyakiti
orang lain, Dama artinya menasehati diri sendiri, Arjawa artinya jujur dan mempertahanan kebenaran, Prati
artinya cinta kasih terhadap semua mahluk, Prasada artinya berfikir dan suci tampa pamrih, Madurya artinya
ramah tamah, lemah lembut, dan sopan santun, dan Mardhawa artinya rendah hati, Tidak sombong dan berpikir
tulus.

Subha karma adalah perbuatan yang baik menyebabkan manusia itu selalu ada di jalan dharma.

Jika pada saat kehidupan sekarang ini kita selalu berbuat baik, namun perjalanan hidup kita selalu dalam
keadaan yang susah, mungkin kita sebagai umat manusia selalu berfikir dan bertanya, TUHAN apakah salah ku?
Padahal aku hidup di dunia ini selalu berusaha untuk berbuat baik dan berada di jalan darma Namun mengapa
hiduku ini selalu sial???

Jawabannya hanya ada pada karma kita yang terdahulu, mungkin saja pada kehidupan kita yang terdahulu kita
mempunyai sifat Asuba karma yang mencerminkan sifat kejahatan.
Hal-hal seperti itu akan berimbas pada kehidupan kita di jaman sekarang atau akan datang yang menyebabkan
kita menjadi menderita akibat dari karma kita terdahulu.

Janganlah berpikir bahwa kesialan yang kita alami pada kehidupan sekarang ini

adalah sebuah takdir ,,, Itu adalah sebuah pemikiran yang agak menyimpang karna kita sebagai umat HINDU
yang mengenal dan mengerti dengan konsep karmapala.

Nasib seseorang di tentukan oleh perbuatannya sendiri, jika perbuatan kita baik maka maka hasil kebaikan yang
akan kita peroleh, begitu juga sebaiknya jika kita berbuat jahat, maka saat menjelma akan mendapatkan hasil
yang buruk sesuai dangan karma yang di perbuat.

TUHAN tidak pernah ikut campur dalam menentukan jalan hidup manusia , karena TUHAN itu maha adil.

Jika TUHAN ikut campur dalam menentukan nasib umatnya ,,, TUHAN bisa di katakan tidak adil karena pada
kenyataanya kehidupan manusia di dunia ini baik secara materi maupun nonmateri sangat berbeda-beda. Jika
TUHAN itu adil, kenapa tidak di sama ratakan jalan hidup umat nya agar tidak ada sikap dengki dan iri hati di
antara mereka?

TUHAN hanya memberikan kita penilaian terhadap mahluk ciptaanNYA, jika manusia berbuat baik maka karma
baik yang akan di catat oleh TUHAN.

Sebagai contoh:

Pada saat manusia haus akan kekuasaan, mereka menebangi pohon yang ada di hutan, menjual kayunya dan
menggunakan lahannya itu sebagai tempat bercocok tanam, hal itu dilakukan manusia secara terus menerus
yang menyebabkan hutan-hutan yang ada di pegunungan menjadi gundul, akibatnya terjadi anjir bandang yang
menyebabkan korban jiwa.

Jika hal itu terjadi apakah kita akan menyalahkan TUHAN?

Tidak mungkin akan terjadi longsor dan banjir jika manusia tidak menebangi pohon yang ada di pegunungan.

Itu adalah hukum sebab akibat yang biasa di sebut denga hukum alam( hukum Rta)

Umat sedarma yang sama berbahagia,

Dalam kitab Brhad-aranyaka Upanisad IV.4.5 dijelaskan bahwa:

Sesuai dengan perbuatan demikian lah seorang jadinya


Dia yang berbuat baik akan menjadi baik,di yang berbuat jahat akan menjadi jahat
Dengan perbuatan suci dia akan menjadi suci,dengan perbuatan buruk dia akan menjadi buruk, yang lain menyatakan
bahwa manusia terdiri dari keinginan2, sebagaimana keinginannya, demikianlah kehendaknya, sebagaimana ia
bertindak, tindakan apapun yang akan ia lakuakan itulah hasil yang ia peroleh.
Dalam bhagavad gita III.16.di jelaskan :
Demikianlah sebab terjadinya perputaran roda,ia yang tidak ikut dalam perputaran roda itu berbuat jahat, selalu
berusaha memenuhi nafsu indranya, sesungguhnya ia hidup dalam sia-sia.
Takdir dan karma sungguh lah berbeda. Takdir adalah sesuatu yang terjadi akibat kehendak TUHAN. Takdir
biasanya juga di sebut dengan nasib. Namun karma membuat seseorang harus mengambil tanggung jawab atas
nasibnya sendiri.
Takdir mungkin membuat orang dalam keadaan pasif, namun karma membuat kita mengambil tanggung jawab
yang aktip untuk merubah dan memperbaiki hidup kita sekalipun untuk itu kita harus menghadapi kesulitan.

Tanpa hukum karma TUHAN adalah diktator yang kejam dan sewenang-wenang. Tanpa hukum karma agama
hanya lah sekedar sebagai alat penghibur.

Seperti halnya obat penenang yang menghilangkan rasa sakit namun tidak menyembuhkan penyakinya.

Hukum karma menjamin berlakunya keadilan dalam kehidupan manusia. Tanpa keadialan semacam itu hidup di
dunia ini tidak ada gunanya.

Jadi hukum karma bukanlah hukum balas dendam, hukum karma hanyalah menetapkan hubungan sebab
akibat, perbuatana dan hasil.

Ibarat kita menanam sebuah pohon,pahit atau manis buah yang kita petik tergantung dari pohon yang
kita tanam.

Penulis : Mahasiswa STAH DNJ

Anda mungkin juga menyukai