Anda di halaman 1dari 4

OLEH :

KM YOGI PRAGATAMA

NO. ABSEN : 30

KELAS : X¹
A. PENGERTIAN SUSILA
Aspek – aspek inti Agama Hindu terdiri dari tiga bagian yang disebut Tri Kerangka Agama
Hindu yaitu Tatwa (Filsafat), Susila (Etika), Upacara (Ritual). Ketiga aspek ini merupakan satu
jalinan yang sangat erat hubungannya. Satu dengan yang lainnya saling mengisi.
Susila berasal dari Bahasa Sanskerta yang artinya tingkah laku yang baik atau menunjukkan
perbuatan yang baik atau tingkah laku yang baik. Dalam hidup bersama ini diperlakukan suatu
peraturan – peraturan untuk mengatur kehidupan ini. Peraturan atau pedoman bertingkah laku
ini disebut Tata Susila.
Ajaran tata susila yang berdasarkan ajaran agama seperti yang tertera dalam kitab Upanisad
atau tattwa menyatakan suatu dalil yang mengakui tunggalnya Jiwatman semua mahkluk dengan
Tuhan (Paraatman). Menurut Brhadaranyaka Upanishad 1.4.10 of the Yajur Veda di sana
terdapat kata Aham Brahma Asmi yang berarti Aku adalah Brahman. Sang Hyang Widhi Wasa
adalah tunggal dan berada dimana – mana yang menjadi dasar hidup ciptaanNya yang terpisah –
pisah dan beraneka ragam. Begitulah Jiwatman dalam semua mahkluk terpisah satu dengan yang
lain dengan bentuk badan berbeda – beda, yang pada dasarnya dihidupkan oleh Ida Sang Hyang
Widhi Wasa. Oleh karena itu setiap perbuatan yang baik dan yang tidak baik yang dilakukan oleh
seseorang kepada orang lain juga berarti perbuatan itu dilakukan pada dirinya sendiri. Maka sari
itu lalu timbul suatu ajaran yang disebut Tat Twam Asi yang artinya itu adalah Engkau (Tuhan),
dikaulah itu, semua mahkluk adalah Engkau, Engkau awal mula roh (Jiwatman) dan sat
(Prakerti) semua mahkluk. Jadi pada prinsipnya dasar susila itu adalah adanya satu Atman yang
meresapi segalanya. Ia merupakan roh (Atma) dalam diri semua mahkluk yang merupakan
kesadaran murni.
Untuk dapat meningkatkan diri, manusia harus mampu membangkitkan sifat-sifat baik dan
mulia yang ada pada dirinya. Pada dasarnya dalam diri manusia ada dua kecendrungan yaitu
kecendrungan berbuat baik dan kecendrungan berbuat buruk. Sri Kresna dalam kitab
Bhagawadgita telah membagi kecendrungan budi manusia atas dua bagian, yaitu :
1. Daiwi Sampad, yaitu sifat-sifat kedewaan.
2. Asuri Sampad, yaitu sifat-sifat keraksasaan.
B. TRI GUNA
1. Pengertian
Dalam pergaulan, kita akan melihat ada orang yang berpenampilan lemah lembut, kasar,
rajin dan ada pula yang malas. Semua kecendrungan seperti itu sebenarnya ada dalam diri
setiap manusia. Sifat seperti itu sesungguhnya adalah pembawaan lahir akibat adanya
pertemuan purusa dan prasana. Dalam setiap diri manusia pasti ada tiga sifat (kecendrungan)
yang disebut Tri Guna. Tri Guna adalah tiga unsure – unsure sifat yang terdiri dari :
a. Satwam adalah sifat tenang
b. Rajas adalah sifat dinamis
c. Tamas adalah sifat lamban
Secara umum dikatakan bahwa Tri Guna adalah tiga macam sifat manusia yang
mempengaruhi kehidupan manusia. Tri Guna terdapat pada setiap manusia hanya saja
ukurannya berbeda-beda. Tri Guna merupakan nilai-nilai yang ada hubungannya dengan
karakter diri mahkluk hidup khususnya manusia.
C. DASA MALA
Dasa Mala merupakan salah satu bentuk dari asubha karma di samping Tri Mala, Sad Ripu,
Sad Atatayi dan Sapta Timira. Dasa Mala merupakan sumber kedursilaan, yaitu bentuk perbuatan
yang bertentangan dengan susila, yang cendrung kepada kejahatan. Pada dasarnya perbuatan
yang melanggar Dharma disebut dosa. Dosa bersumber dari kebingungan yang mengakibatkan
sifat rajas dan tamas. Ada sepuluh macam sifat yang tidak baik atau kotor yang disebut Dasa
Mala. Dasa Mala terdiri dari berikut ini :
1. Tandri artinya orang yang malas, suka makan dan tidur saja, tidak tulus, hanya ingin
melakukan kejahatan. Sikap malas adalah sikap yang dibenci oleh Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, karena sikap ini adalah pintu penghalang untuk mencapai tujuan hidup. Misi kita
hidup ke dunia ini adalah untuk melakukan kerja. Jika ada orang yang lahir ke dunia ini tidak
mau melakukan kerja maka sia-sialah dia hidup, ia tidak akan bias mencapai kesempurnaan
hidup.
2. Kleda artinya berputus asa, suka menunda-nunda, dan tidak mau memahami maksud orang
lain. Sifat tersebut merupakam sikap yang tergolong sikap yang didominasi oleh sifat – sifat
tamas. Orang yang dalam kehidupannya lebih banyak dikuasai oleh sifat tamas maka akan
menyebabkan Atma jatuh ke dalam neraka. Apabila sifat tamas ini lebih unggul dari sattwam
dan rajas, maka Atma akan menjelma menjadi binatang dan tumbuhan.
3. Leja artinya berpikiran gelap, bernafsu besar dan gembira melakukan kejahatan. Pikiran
yang menentukan kualitas perilkau manusia di dunia ini. Pikiranlah yang mengatur gerak
kesepiluh indria sehingga disebut Raja Indria. Pikiran yang gelap, pikiran yang dikuasai oleh
gejolak hawa nafsu sangat merugikan diri kita maupun orang lain. Upayakan untuk menjaga
pikiran agar tidak gelap/tidak dikuasai hawa nafsu. Ada tiga cara untuk menjaga kesucian
pikiran yaitu :
a. Si tan engine adengkya ri drbyaning len, artinya tidak menginginkan milik orang lain.
b. Si tan krodha ring sarwa sattwa, artinya tidak membenci semua mahkluk.
c. Si mamituhwa ring hananing karmaphala, artinya orang yang sangat yakin pada
kebenaran hokum karmaphala.
4. Kutila, artinya menyakiti orang lain, pemabuk, penipu. Menyakiti orang lain termasuk himsa
karma dan perbuatan ini akan membawa pahala buruk baik pada kehidupan sekarang maupun
yang akan dating oleh sebab itu marilah kita ubah himsa karma menjadi ahimsa karma.
Ahimsa (tanpa kekerasan) berarti menghilangkan yang menyebabkan mahkluk lain
menderita, agar kehidupan kita menjadi tenang, tentram dan bahagia.
5. Kuhaka artinya pemarah, suka mencari kesalahan orang lain, berkata sembarangan dan keras
kepala. Bila kita emosi atau marah, kita mengeluarkan cairan adrenalin dalam darah kita. Ini
memiliki pengaruh penurunan kekebalan pada badan kita sehingga kita akan menjadi sakit.
Sebaliknya bila kita dipenuhi dengan kasih saying dan kedamaian dalam pikiran, maka kita
akan mengeluarkan cairan endorphin yang menambah system kekebalann tubuh sehingga
dapat mencegah penyakit. Kita harus mengendalikan emosi sehingga kedamaian hidup dapat
tercapai.
6. Metraya artinya suka berkata yang dapat menyakiti hati, sombong, iri hati dan suka
menggoda ostri orang lain. Perkataan yang diucapkan dengan maksud jahat akan dapat
menyakiti hati orang lain bahkan bias menyebabkan kematian baik kepada orang lain
maupun kepada diri sendiri (Wasita nimittana pati kepangguh). Oleh karena itu, marilah
kendalikan kata – kata kita agar terdengar manis dan menyejukkan, lemah lembut, sopan
sehingga dapat menenangkan orang lain dan diri sendiri (Wasita nimittanta manemu laksmi).
Ada empat macam pengendalian kata-kata, antara lain sebagai berikut :
a. Tidak suka mencaci maki
b. Tidak berkata kasar kepada orang lain
c. Tidak memfitnah
d. Tidak ingkar janji (berbohong)
7. Megata artinya berbuat jahat, berkata manis tapi ada pamrih. Perbuatan jahat tergolong
asubha karma dan perbuatan ini merupakan penghalang untuk mencapai tujuan rohani. Ada
tiga macam pengendalian perbuatan agar tercapai tujuan keharmonisan, yaitu :
a. Tidak menyiksa/membunuh mahkluk lain
b. Tidak melakukan kecurangan terhadap harta benda orang lain (tidak mencuri)
c. Tidak berzina
8. Ragastri artinya bernafsu dan suka memperkosa. Memperkosa kehormatan orang lain
adalah perbuatan terkutuk dan hina. Jika ragastri dibiarkan maka akan menambah banyak
terjadinya tuna susila. Untuk melenyapkan sifat-sifat itu kita hendaknyaberusaha untuk
mengendalikan dan menghindarinya, serta mengisi diri dengan kegiatan-kegiatan yang
positif dan bias menuntun jiwa bersatu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
9. Bhaksa Bhuana artinya suka menyakiti orang lain, penipu dan suka berpoya-poya.
Berpoya-poya berarti menggunakan harta melebihi batas normal. Kekayaan yang berlimpah
jika penggunanya tidak didasari oleh dharma pada akhirnya justru menyebabkan orang
masuk neraka.
10. Kimburu artinya penipu dan pencuri terhadap siapa saja tidak pandang bulu, pendengki dan
iri hati. Ciri-ciri sifat dengki dalah tidak senang melihat orang lain senang, tetapi senang
melihat orang lain menderita.

Demikianlah sepuluh hal yang menyebabkan manusia tersesat dan jatuh ke neraka. Sadarilah
hal tersebut dan hindari dasa mala itu sehingga tujuan kita untuk mewujudkan moksarthan
jagadhita ya ca iti dharma dpat terwujud. Adapun caranya sangat sederhana, yaitu dengan
berbuat baik, kurangi keterikatan terhadap benda-benda duniawi, tumbuhkan rasa kasih saying
pada sesame serta tidak mementingkan diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai