Anda di halaman 1dari 3

Dasar Etika Agama Hindu

Dalam agama Hindu, etika dinamakan Susila, yang berasal dari kata “su” yang berarti
baik, dan sila yang berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Dengan
adanya hal ini maka etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai ilmu tentang baik dan buruka
nya suatu perbuatan manusia. Etika menjadikan kehidupan bermasyarakat menjadi harmonis,
karena saling menjunjung tinggi rasa saling menghargai dan menolong antar sesama.
Berdasarkan keimanan, etika dalam agama Hindu disebut dengan Sraddha, yang disebut dengan
Panca Sraddha, yaitu terdiri dari sebagai berikut:
1. Widdi Sraddha
Tuhan Ada dimana -mana dan selalu tahu mengetahui semua yang tampak dan tidak
tampak, maka hal tersebut menjadi alasan atau dasar yang dimana dapat mendoraong
orang untuk menjaga perilakunya agar tidak menyimpang ajaran Agama Hindu, kapan
pun, dimana pun, baik terlihat maupun tidak terlihat. Sebagai umat Hindu yakin bahwa
Tuhan menyangangi orang-orang yang Susila dan berbudi pekerti yang luhur.

2. Atma
Atma merupakan dewa yang memberikan kekuatan hidup pada makhluk hidup, maha
saksi yang tidak dapat ditipu, maka timbullah etika tidak boleh berbohong. Pada dasarnya
atma adalah tunggal tetapi memiliki kondisi yang berbeda akan karmanya dan tubuhnya
masing-masing maka umat Hindu meyakini konsep “Bhineka Tunggal Ika” yaitu berbeda
beda tetapi tetap satu sama lain namun pada hakikatnya adalh tunggal. Berdasarkan
keyakinan bahwa, pada hakikatnya semua Atma adalah tunggal maka akan melahirkan
filsafat “Tat Twam Asi” yang arinya dia adalah kam, melandasi serta mendorong etika
untuk saling menghargai dan menghormati antar satu dengan yang lainnya. Tat Twam
Asi juga memiliki landasan dasar yaitu dalam ajaran etika Agama Hindu, yaitu
“Arimbawa” yang berarti mempunyai pertimbanagn kemanusiaan, punya rasa kasihan,
saling menolong, dapat memaafkan, sehingga dapat memperlakukan atau
menindaknorang lain mengukur pada diri sendiri.

3. Hukum Kharma Phala


Setiap perbuatan pasti ada akibatnya, maka orang menjaga sikap dan perilaku mereka
agar “aggraksa cara rahayu” atau agar menjadi selamat termasuk dalam pikiran juga.
“Yadiastun riangen-angen maphala juga ika” Artinya, walaupun baru hanya dalam
pikiran akan membawa akibat itu . “Siapakari tan temung ayu masadana sarwa ayu, nyata
katemwaning ala masadhana sarwa ala” Artinya, siapa yang tak akan memperoleh
kebaikan bila sudah didasari dengan perbuatan baik? Pastilah hal-hal yang buruk akan
dituai bila didasari dengan perbuatan buruk (Arjuna 10.12.7). Keyakinan pada Karma
Phala jelas menjadi dasar dan sekaligus kontrol dalam berpikir, berkata, dan berbuat.

4. Punarbhawa
Pada Punarbhawa, bila seseorang beeperilaku buruk didalam kehidupannya, maka akan
lahir sebagai makhluk yang lebih rendah, mungkin menjadi manusia cacat bahkan
mungklin menjadi binatang tergantung dengan derajat keburukan perilaku yang
dimilikinya. Sebaliknya jika masa hidupnya didominasi dengan perbuatan yang baikk
maka kelak akan menjadi manusia yang lebih rupawan, lebih berwibawa, dan sebagainya.
Oleh karena itu mesti menjaga tingkah lakunya agar dapat menjelma dalam tingkat yang
lebih tinggi derajatnya, lebih baik dalam segala hal, minimal tidak jatuh menjadi makhluk
yang lebih rendah/lebih sengsara.

5. Moksa
Yakin adanya surga, yaitu alam tempat arwah yang sangat menyenangkan, alam tempat
menikmati suka cita bagi arwah yang pada waktu hidupnya banyak berbuat baik. Apalagi
yakin dengan adanya moksa yang lebih tinggi lagi daripada surga yaitu menyatunya
Atman dengan Brahman (Tuhan) bagi yang berhasil melepaskan diri dari belenggu
dengan berbuat baik (Subhakarma) menikmati “Sat cit Ananda” atau “Sukha tan pawali
dukha”, yang berarti suka yang tidak pernah Kembali menemukan duka, dengan kata lain
mencapai kebahagiaan abadi. Etika tau Susila Kembali menjauhkan orang-orang dari
neraka dan menghantarkan untuk semakin dekat dengan surga atau moksa.

Subhakarma dan Ashubakarma


Subhakarma dan ashubakarma merupakan sifat perilaku yang terdapat pada manusia
yang bertentangan dengan baik dan buruk. Berdasarkan kpnsep Rwa Bhineda, sifat baik dan
buruk yang selalu mewarnai kehidupan yaitu:
1. Subhakarma
Subhakarma merupakan tingkah laku yang baik, yang dibenarkan dalam ajaran agama
Hindu yang dapat dituntun oleh manusia untuk menuju kehidupan yang lebih sempurna
2. Ashubakarma
Ashubakarma merupakan tidak laku yang tidak baik, atau tingkah laku yang salah yang
dimana harus dihindari oleh manusia, karena bertentangan dengan ajaran keagamaan
dan hukum yang berlaku.
Baik dan buruk nya perilaku subha dan ashuba karma ini sangat dipengaruhi oleh guna yang
terdiri dari tiga yang disebut “Tri Guna” yaitu sebagai berikut:
1. Sattwam (kebajikan)
2. Rajas (dinamis)
3. Tamas (malas)
Dengan adanya Tri Guna tersebut, guna sattwam akan berpengaruh baik dengan kehidupan
manusia, dan sebaliknya guna tamas akan berpengaruh buruk terhadap kehidupan orang
tersebut. Konsep baik dan buruknya manusia akan menjadi harmonis Ketika apa yang
diperbuatkan secara baik akan semakin baik, dan sebaliknya Ketika apa yang diperbuatkan
secara buruk akan semakin buruk. Hal ini sejalan dengan konsep Somia (Nyomia) yaitu
 Dimana Dewa yang berwujud Butha bertugas untuk meluruskan tatanan kehidupan
manusia
 Para Butha Kala ditugaskan untuk menghukum orang yang berada diluar jalan dharma,
namun hal itu akan kembali harmonis Ketika manusia kembali berwujud dewa dan
memberikan kesejahteraan.
Dalam Kanda Pat disebutkan bahwa, catur sanak menyertai terus sampai manusia mati dan
rohnya menghadap ke Sang Hyang Widhi. Mereka juga menjaga dan melindungi roh, serta
mencatat sejauh atman (roh) terpengaruh oleh indria keduniawian. Semua pengalaman hidup
akan direkam oleh Sang Suratma yang dahulu berbentuk ari-ari. Dengan inilah catatan subha
dan ashuba karma yang menjadi penilaian dan pertimangan kesucian roh untuk menentukan
tercapainya moksa (bersatunya dengan atman dab brahman) ataukah samsara (menjelma
kembali).

Anda mungkin juga menyukai