NIM : 07011182126001
KELAS : AP-A INDRALAYA
MK : ADMINISTRASI PERPAJAKAN
DOSEN PENGAMPU : AULIA UTAMI PUTRI , S. IP. , M. Si
(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggurg
jawab untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden
untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah.
(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun yang lalu.
Pasal 23 A “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang.
" Pasal 23 B "Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. " Pasal 23 C "Hal-
hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.
" Pasal 23 D "Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan,
tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang."
Dasar hukum paling utama bagi berlakunya pajak di Indonesia adalah Pasal 23A UUD 1945
(Amandemen IV) yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
Negara diatur dengan undang-undang’. Itu berarti semua peraturan perpajakan haruslah menunjuk
pada suatu undang-undang termasuk perangkat hukum di bawahnya sepanjang terdapat
pelimpahan dari undang-undang yang mengaturnya.
(2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (1a) harus mengambil
sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah: a. untuk Surat Pemberitahuan
Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak; b. untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
(4) Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka
waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
huruf b untuk paling lama 6 (enam) bulan.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diajukan secara tertulis disertai
Surat Pernyataan mengenai penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun
Pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. (5a) Apabila Surat
Pemberitahuan tidak disampaikan sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), diterbitkan Surat Teguran.
(6) Bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan atau dokumen yang harus
dilampirkan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
(7) Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila tidak ditandatangani
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan atau
dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (6).
(8) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Wajib Pajak
Pajak Penghasilan tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan."
"Pasal 22
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya
penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak
saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun
Pajak yang bersangkutan. (2) Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) tertangguh apabila: a. diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; b. ada
pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung; c.
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (5) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4)."
"Pasal 2
(1) Yang menjadi Subyek Pajak adalah:
a.1) Orang pribadi;
2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
b. badan;
c. bentuk usaha tetap.
(2) Subyek Pajak terdiri dari Subyek Pajak dalam negeri dan Subyek Pajak luar negeri.
(3) Yang dimaksud dengan Subyek Pajak dalam negeri adalah:
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia;
b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
(4) Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih
dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan
yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Dalam
Undang-
undang
ini yang
dimaksud
dengan
1. Daerah Pabean adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi wilayah
darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu dalam Zona
Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen di mana berlaku Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
2. Barang adalah barang yang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
3. Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud pada angka 2 yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-undang ini.
4. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada angka 3.
5. Pelayanan adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perjanjian atau perbuatan
hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau fasilitas atau hak tersedia untuk
digunakan, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena adanya
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas instruksi dari pelanggan.
6 Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud pada angka 5 yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-Undang ini.
7 Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak
sebagaimana dimaksud pada angka 6.
8 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
9 Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah
Pabean.
10 Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean adalah setiap
kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean karena
adanya perjanjian di dalam Daerah Pabean.
11. Ekspor adalah setiap kegiatan pengeluaran barang dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah
Pabean.
12. Perdagangan adalah kegiatan usaha jual beli, termasuk kegiatan pertukaran barang, tanpa
mengubah bentuk atau sifatnya.
13. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang
melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
persekutuan komanditer, perseroan lain, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan
nama apapun dan dalam bentuk apapun, firma, persekutuan, koperasi, dana pensiun,
federasi, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
14. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud pada angka 13 yang
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya memproduksi barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari
luar Daerah Pabean, melakukan kegiatan jasa, atau memanfaatkan pelayanan dari luar
Daerah Pabean.
15. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka 14 yang
menyerahkan Barang Kena Pajak dan atau menyerahkan Jasa Kena Pajak yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-Undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih
untuk diperkuat. sebagai Pengusaha Kena Pajak.
16. Memproduksi adalah kegiatan pengolahan melalui proses perubahan bentuk atau sifat suatu
barang dari wujud aslinya menjadi barang baru atau mempunyai kegunaan baru, atau
kegiatan mengolah sumber daya alam, termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain
untuk membawanya. keluar dari kegiatan seperti itu.
17. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor,
atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dijadikan dasar
penghitungan pajak yang terutang.
18. Harga Jual adalah nilai moneter, termasuk seluruh biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh penjual sehubungan dengan penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
19. Imbalan adalah suatu nilai yang berupa uang, termasuk seluruh biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa akibat pemberian Jasa Kena Pajak, tidak termasuk
pajak yang dipungut berdasarkan Undang-undang ini dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
20. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan lain yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
Kepabeanan atas impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang
dipungut sesuai dengan Undang-Undang ini.
21. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima
penyerahan Barang Kena Pajak dan membayar atau seharusnya membayar harga Barang
Kena Pajak tersebut.
22. Penerima Jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima
penyerahan Jasa Kena Pajak dan membayar atau seharusnya membayar Imbalan Jasa Kena
Pajak.
23. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, atau bukti pungutan pajak karena
impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
24. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya dibayar oleh Pengusaha
Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau penerimaan Jasa Kena Pajak
dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau
pemanfaatannya. Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau mengimpor Barang
Kena Pajak.
25. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang harus dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak, menyerahkan Jasa Kena
Pajak, atau mengekspor Barang Kena Pajak.
26. Nilai Ekspor adalah nilai moneter, termasuk seluruh biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh eksportir.
27. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara Negara, badan, atau instansi
Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena
Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara Negara. , badan, atau instansi
Pemerintah.”
"Pasal 8
1. Surat Paksa diterbitkan apabila:
a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran
atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis;
b. terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
1. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila Penanggung
Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran."
"Pasal 10
1. Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan Salinan Surat
Paksa kepada Penanggung Pajak.
2. Pemberitahuan Surat Paksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Berita
Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama
Jurusita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Paksa.
3. Surat Paksa terhadap orang pribadi diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan;
b. orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha
Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai;
c. salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya,
apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi; atau
d. para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.
"Pasal 12
1. Apabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung Pajak dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
2. Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurangkurangnya 2 (dua)
orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya.
3. Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang
ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi.
1. Dalam hal Penanggung Pajak adalah Badan maka Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani
oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau pegawai
tetap Perusahaan.
1. Walaupun Penanggung Pajak tidak hadir, penyitaan tetap dapat dilaksanakan dengan syarat
salah seorang saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), berasal dari Pemerintah Daerah
setempat.
Mengacu pada UU PPh No. 36/2008, objek Pajak Penghasilan didefinisikan sebagai setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak bersangkutan.
Berikut adalah contoh objek pajak penghasilan:
1. Gaji, tunjangan, insentif, bonus, atau gratifikasi, uang pensiun atau imbalan lainnya atas
pekerjaan yang dilakukan
2. Honorarium, hadiah undian dan penghargaan
3. Laba bruto usaha
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta, termasuk keuntungan yang
diperoleh oleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada
pemegang saham, sekutu, anggota, serta karena likuidasi
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pembayaran
tambahan pengembalian pajak
6. Bunga, termasuk premium dan diskonto
7. Dividen